DOC-20250114-WA0044.

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 1

Amai: Saksi Bisu Perlawanan PRRI 1958

Karya: Rendi Nofreza

"Dor, dor, dor..."

Setidaknya berulang kali terdengar suara tembakan dari senjata kecil mematikan di sore
itu. Dari kejauhan di atas sang biru sudah terlihat burung bermesin yang disebut helikopter
yang ditunggangi oleh para serdadu. Suasana riang penuh gelak anak-anak yang bermain di
halaman rumah seketika berubah menjadi mencekam. Mereka berlarian masuk ke dalam
rumah masing-masing.

Tak pernah terbesit dalam pikiran Amai masa kecilnya akan dihantui oleh peristiwa
mencekam ini. Amai di dalam rumahnya bersama nenek dan adiknya membuat lubang
galian untuk bersembunyi dan melindungi diri dari serangan. Memang para serdadu tidak
mengincar warga biasa, mereka hanya mengincar anggota PRRI. Namun bisa saja senjata
api melesat kemanapun saat bertempur. Lubang tersebut cukuplah untuk Amai, nenek, dan
adiknya bersembunyi.

Amai yang saat itu mengkhawatirkan nenek serta adiknya bertanya kepada nenek, "Sampai
bilo porang wo? Lai ndak kan ditembak kito ka?"

Dengan meyakinkan Amai serasa mengelus kepalanya, nenek berkata, "Ndak kan lamo do,
tujuannyo dak kito do tanang la hyo jago adiak-adiak."

Mendengar nenek membuat setidaknya ada kelegaan baginya. Amai berharap bahwa tidak
akan ada lagi setelah ini peperangan yang akan membuatnya risau.

Begitulah kisah kecil Amai mengisi peran dalam peristiwa kelam perlawanan PRRI dan
APRI pada masa silam. Kini Amai telah berusia 70 tahun. Jika diingat membuat Amai
menangis dan tak mau jika peristiwa tersebut terulang lagi. Amai bersyukur saat itu
keluarganya baik-baik saja, namun tragisnya peristiwa tersebut tidak akan terlupakan oleh
Amai.

Cerpen ini pertama kali dipublikasikan di situs Cerpenmu pada 8


November 2022.

Anda mungkin juga menyukai