WHO
WHO
WHO
OLEH
OLEH
ABSTRAK
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit akibat
pencemaran udara dalam ruang. Prevalensi terjadinya ISPA pada balita usia 0-59
bulan di wilayah kerja Puskesmas Talawi Sumatera Barat sebesar 14,52% di tahun
2022 dan sebesar 713 di tahun 2023. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara faktor lingkungan (penggunaan obat nyamuk bakar, keberadaan
perokok dalam rumah, dan kondisi fisik rumah) dengan kejadian ISPA pada balita
di wilayah kerja Puskesmas Talawi Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan
desain penelitian cross sectional dengan teknik pengambilan sampel secara cluster
random sampling pada 130 responden yang memiliki balita dengan rentang usia 0-
59 bulan. Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji chi-square dan uji
regresi logistik berganda. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 44,6% balita usia 0-
59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Talawi Sumatera Barat mengalami ISPA.
Hasil analisis uji chi-square menunjukkan terdapat hubungan antara keberadaan
perokok dalam rumah (P=0,000), kepadatan hunian (P=0,000), dan jenis dinding
rumah (P=0,000) dengan kejadian ISPA pada balita, dan tidak terdapat hubungan
antara penggunaan obat nyamuk bakar, pencahayaan, ventilasi, dan jenis lantai
rumah dengan kejadian ISPA pada balita. Hasil analisis uji regresi logistik berganda
menunjukkan bahwa variabel keberadaan perokok dalam rumah menjadi faktor
yang paling berpengaruh terhadap kejadian ISPA (PR 95% CI = 10,386) setelah di
kontrol oleh variabel penggunaan obat nyamuk bakar, kepadatan hunian, ventilasi,
dan jenis dinding rumah. Masyarakat yang merokok diharuskan membersihkan diri
dan mengganti pakaian terlebih dahulu sebelum mendekati atau menggendong
balita.
Unviversitas Sriwijaya
i
ENVIRONMENT HEALTH
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SRIWIJAYA
Thesis, February 2024
Alya Fayza Chairanni; supervised by Prof. Dr. Hj. Yuanita Windusari., S.Si.,
M.Si
FACTORS THAT INFLUENCE THE INCIDENCE OF ACUTE
RESPIRATORY INFECTIONS (ARI) IN TODDLERS IN THE WORKING
AREA OF THE TALAWI HEALTH CENTER, WEST SUMATERA
ABSTRACT
Acute Respiratory Infection (ARI) is one of the diseases caused by indoor air
pollution. The prevalence of ARI in toddlers aged 0-59 months in the Talawi Health
Center working area in West Sumatra was 14.52% in 2022 and 713 in 2023. This
study aims to determine the relationship between environmental factors (the use of
mosquito coils, the presence of smokers in the house, and the physical condition of
the house) with the incidence of ARI in toddlers in the working area of Puskesmas
Talawi West Sumatra. This study used a cross sectional research design with cluster
random sampling techniques on 130 respondents who had toddlers with an age
range of 0-59 months. Data analysis in this study used chi-square test and multiple
logistic regression test. Based on the results of the analysis obtained 44.6% of
toddlers aged 0-59 months in the Talawi Health Center working area of West
Sumatra experienced ARI. The results of the chi-square test analysis showed that
there was a relationship between the presence of smokers in the house (P=0.000),
occupancy density (P=0.000), and the type of wall of the house (P=0.000) with the
incidence of ARI in toddlers, and there was no relationship between the use of
mosquito coils, lighting, ventilation, and the type of floor of the house with the
incidence of ARI in toddlers. The results of multiple logistic regression test analysis
showed that the variable of the presence of smokers in the house was the most
influential factor on the incidence of ARI (PR 95% CI = 10.386) after being
controlled by the variables of mosquito coil use, occupancy density, ventilation, and
type of house wall. People who smoke should clean themselves and change their
clothes before approaching or holding toddlers.
Unviversitas Sriwijaya
ii
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Unviversitas Sriwijaya
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Unviversitas Sriwijaya
iv
LEMBAR PERSETUJUAN
Unviversitas Sriwijaya
v
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Alya Fayza Chairanni
NIM : 10031282025045
Tempat, Tanggal Lahir : Padang, 13 Mei 2002
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Perumahan Keyzana Blok FF/10 RT 05 RW 10,
Kelurahan Alai Parak Kopi, Kecamatan Padang
Utara, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat
Email : ninialya0603@gmail.com
No. Telepon : 081267126613
Riwayat Pendidikan
TK (2007 – 2008) : TK Tunas Melati Talawi Hilie
SD (2008 – 2014) : SD Negeri 9 Talawi Hilie
SMP (2014 – 2017) : SMP Negeri 3 Sawahlunto
SMA (2017 – 2020) : SMA Negeri 2 Sawahlunto
Kuliah (2020 – 2024) : Program Studi Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya
Riwayat Organisasi
2015 – 2016 : Anggota Pramuka SMP Negeri 3 Sawahlunto
2017 – 2018 : Anggota MPK Komisi D SMA Negeri 2
Sawahlunto
2018 – 2019 : Wakil Ketua OSIS SMA Negeri 2 Sawahlunto
2020 – 2021 : Staff Muda Departemen Pemuda Olahraga
dan Kreativitas Mahasiswa HMKL FKM
Universitas Sriwijaya
2022 – 2023 : Staff Ahli Departemen Pemuda Olahraga dan
Kreativitas Mahasiswa HMKL FKM
Universitas Sriwijaya
2022-2023 : Anggota Departemen Seni Budaya Persatuan
Mahasiswa Tuah Sekato
Unviversitas Sriwijaya
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada Penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Talawi Sumatera Barat” untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana (S1)
Kesehatan Lingkungan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.
Selama proses penyusunan penelitian skripsi ini Penulis banyak di dampingi oleh
pihak-pihak terkait. Maka dari itu, Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Misnaniarti, S.KM., M.KM selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat.
2. Ibu Dr. Elvi Sunarsih, S.KM., M.Kes selaku Ketua Prodi Kesehatan
Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Sriwijaya.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Yuanita Windusari, S.Si., M.Si selaku Dosen
Pembimbing Skripsi yang dengan ikhlas dan sabar dalam memberikan
waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing Penulis.
4. Ibu Dini Arista Putri, S.Si., M.PH selaku Dosen Pengui 1 yang
senantiasa memberikan saran dan masukkan sebagai perbaikan
penyusunan penelitian skripsi Penulis.
5. Ibu Anggun Budiastuti, S.KM., M.Epid selaku Dosen Penguji 2 dan
Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan saran dan
masukkan sebagai perbaikan penyusunan penelitian skripsi Penulis.
6. Seluruh dosen pengajar dan staff Fakultas Kesehatan Masyarakat yang
telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama masa perkuliahan.
7. Teristimewa di perjalanan hidup dan skripsi Penulis, Ibu Rosaria dan
Ayah Fildayaris. The apple of my eye that always giving me their eyes,
that always staying back and always watching me shine. Terima kasih
atas kepercayaan dan pengorbanan besar yang diberikan kepada Penulis
untuk merantau jauh dari rumah, atas cinta yang selalu berlimpah dan
do’a yang tak pernah putus kepada Penulis.
Unviversitas Sriwijaya
vii
8. Kedua saudari Penulis yang tercinta, Kakak Indah dan Adek Adinda
yang selalu percaya bahwa Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik, memberikan semangat, kasih sayang dan do’a yang tak
pernah putus kepada Penulis.
9. A toast to my friend of all, Nanda Nathaniela Aurelia yang membersamai
perjalanan Penulis semasa perkuliahan dan penyusunan skripsi. It’s a
beautiful things to be your friend and i’m wishing for our next wishlist.
10. Sahabat seperjuangan Penulis sedari maba Amalia, Carien, Chintia,
Salsa, dan Arindi atas dukungan dan cerita indah semasa perkuliahan.
11. Sobat Bintara (Erfi, Nengsih, Shafa, Wulan, Dinda, Ricko, Rajhan, dan
Mice) atas dukungan, semangat, juga canda tawa, dan kebahagiaan.
12. Sahabat minang di tanah rantau Annisa dan Intan yang menjadi teman
juga kakak bagi Penulis, yang selalu membantu dan mendukung selama
di rantau.
13. Sahabat Penulis sedari SMA (Melly, Fia, Tahira) yang juga sedang
mengejar gelarnya, atas dukungannya dan yang selalu menjadi tempat
cerita Penulis dari jauh.
14. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2020 Program Studi Kesehatan
Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya atas
semua bantuan dan dukungan selama masa perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini dimana skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu Penulis
sangat menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi berbagai pihak.
Unviversitas Sriwijaya
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ..................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. v
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................. 3
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 4
1.4.1 Bagi Peneliti .................................................................................... 4
1.4.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat ............................................. 4
1.4.3 Bagi Masyarakat.............................................................................. 4
1.4.4 Bagi Instansi Terkait ....................................................................... 5
1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................................ 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 5
1.5.1 Lingkup Lokasi ............................................................................... 5
1.5.2 Lingkup Waktu................................................................................ 5
1.5.3 Lingkup Materi................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ................................................. 6
2.1.1 Pengertian ISPA .............................................................................. 6
Universitas Sriwijaya
iv
2.1.2 Etiologi ISPA .................................................................................. 7
2.1.3 Mekanisme ISPA ............................................................................ 8
2.1.4 Klasifikasi ISPA .............................................................................. 9
2.1.5 Pencegahan ISPA ............................................................................ 9
2.2 Faktor Risiko ISPA pada Balita ............................................................. 10
2.2.1 Faktor Pejamu ............................................................................... 10
2.2.2 Faktor Agen ................................................................................... 11
2.2.3 Faktor Lingkungan ........................................................................ 12
2.3 Kerangka Teori....................................................................................... 15
2.4 Kerangka Konsep ................................................................................... 16
2.5 Definisi Operasional............................................................................... 17
2.6 Penelitian Terkait ................................................................................... 21
2.7 Hipotesis ................................................................................................. 24
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 25
3.1 Desain Penelitian.................................................................................... 25
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 25
3.2.1 Populasi ......................................................................................... 25
3.2.2 Sampel ........................................................................................... 25
3.3 Jenis, Cara dan Alat pengumpulan Data ................................................ 27
3.3.1 Jenis Pengumpulan Data ............................................................... 27
3.3.2 Cara Pengumpulan Data ................................................................ 28
3.3.3 Cara dan Alat Pengumpulan Data ................................................. 28
3.4 Pengolahan Data..................................................................................... 29
3.5 Validitas Data ......................................................................................... 30
3.6 Analisis dan Penyajian Data................................................................... 30
3.6.1 Analisis Univariat.......................................................................... 30
3.6.2 Analisis Bivariat ............................................................................ 30
2.6.3 Analisis Multivariat ....................................................................... 31
3.6.4 Penyajian Data .............................................................................. 31
BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................... 32
4.1 Gambaran Umum UPTD Puskesmas Kecamatan Talawi ...................... 32
4.2 Hasil Penelitian ...................................................................................... 33
4.2.1 Analisis Univariat.......................................................................... 33
4.2.2 Analisis Bivariat ............................................................................ 36
Universitas Sriwijaya
v
4.2.3 Analisis Multivariat ....................................................................... 40
BAB V PEMBAHASAN .................................................................................... 44
5.1 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 44
5.2 Pembahasan ............................................................................................ 44
5.2.1 Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Talawi Sumatera Barat .................................................................. 44
5.2.2 Hubungan Penggunaan Obat Nyamuk Bakar dengan Kejadian
ISPA pada Balita ........................................................................... 45
5.2.3 Hubungan Keberadaan Perokok dalam Rumah dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Talawi............................................................................................ 46
5.2.4 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Talawi .................................. 48
5.2.5 Hubungan Pencahayaan Alami dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Talawi .................................. 50
5.2.6 Hubungan Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Talawi ................................................. 51
5.2.7 Hubungan Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Talawi............................................. 53
5.2.8 Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Talawi ................................................. 54
5.2.9 Analisis Multivariat Terhadap Variabel yang Mempengaruhi
Kejadian ISPA pada Balita............................................................ 56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 58
6.1 Kesimpulan ............................................................................................ 58
6.2 Saran....................................................................................................... 59
6.2.1 Bagi Masyarakat............................................................................ 59
6.2.2 Bagi Pihak Puskesmas Talawi ...................................................... 59
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya .............................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 61
LAMPIRAN ......................................................................................................... 66
Universitas Sriwijaya
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Klasifikasi Agen Penyebab ISPA pada Balita Menurut Golongan Usia 7
Tabel 2. 2 Definisi Operasional ............................................................................ 17
Tabel 2. 3 Penelitian yang Terkait dengan Penyakit ISPA pada Balita ................ 21
Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Balita ................................. 33
Tabel 4. 2 Distribusi Frekuensi Penggunaan Obat Nyamuk Bakar ...................... 34
Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Keberadaan Perokok dalam Rumah ................... 34
Tabel 4. 4 Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian .............................................. 34
Tabel 4. 5 Distribusi Frekuensi Pencahayaan Alami ............................................ 35
Tabel 4. 6 Distribusi Frekuensi Ventilasi .............................................................. 35
Tabel 4. 7 Distribusi Frekuensi Jenis Dinding ...................................................... 35
Tabel 4. 8 Distribusi Frekuensi Jenis Lantai ......................................................... 36
Tabel 4. 9 Hubungan Penggunaan Obat Nyamuk dengan Kejadian ISPA pada
Balita..................................................................................................... 36
Tabel 4. 10 Hubungan Keberadaan Perokok dalam Rumah dengan Kejadian
ISPA pada Balita .................................................................................. 37
Tabel 4. 11 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA ...................... 38
Tabel 4. 12 Hubungan Pencahayaan Alami dengan Kejadian ISPA .................... 38
Tabel 4. 13 Hubungan Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada Balita ................... 39
Tabel 4. 14 Hubungan Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA pada Balita ........... 39
Tabel 4. 15 Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita .............. 40
Tabel 4. 16 Hasil Seleksi Bivariat ......................................................................... 41
Tabel 4. 17 Model 1 dari Analisis Multivariat ...................................................... 41
Tabel 4. 18 Model 2 dari Analisis Multivariat ...................................................... 42
Tabel 4. 19 Model 3 dari Analisis Multivariat ...................................................... 42
Tabel 4. 20 Model Akhir dari Analisis Multivariat .............................................. 43
Universitas Sriwijaya
vii
DAFTAR GAMBAR
Universitas Sriwijaya
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Universitas Sriwijaya
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
1
2
Data kasus ISPA dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Kota Sawahlunto tahun
2022 menunjukkan bahwa ISPA merupakan 1 dari 10 penyakit yang terbanyak di
Kota Sawahlunto dengan data jumlah kejadian sebesar 16.869 (23.88%).
Puskesmas Talawi merupakan salah satu dari enam puskesmas yang ada di Kota
Sawahlunto dengan kejadian ISPA tertinggi balita usia 0-59 bulan dengan jumlah
kasus pada tahun 2022 sebesar 421 kasus (14,52%) dan pada tahun 2023 sebesar
713 kasus. Kecamatan Talawi terdiri dari 11 desa yang keseluruhan penduduknya
berjumlah 20.818 jiwa dengan balitanya berjumlah 1.519 jiwa.
Menurut Lubis dan Ferusgel (2019) faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian ISPA pada balita dipengaruhi oleh tiga faktor antara lain, Faktor Host
(Manusia), Faktor Agent (Penyebab Penyakit), dan Faktor Environment
(Lingkungan) seperti kondisi fisik rumah khususnya kepadatan hunian (p = 0,002),
ventilasi (p = 0,047), pencahayaan alami (p = 0,919), jenis dinding (p = 0,709), jenis
lantai (p = 0,004), dan adanya keberadaan perokok di dalam rumah (p = 0,002).
Kecamatan Talawi merupakan salah satu dari 4 kecamatan yang terletak di
wilayah kota Sawahlunto, provinsi Sumatera Barat. Kecamatan Talawi merupakan
kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu kurang lebih sebesar 31,11%
dari jumlah penduduk kota Sawahlunto. Berdasarkan survei awal yang dilakukan,
keadaan hunian dan kondisi fisik rumah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Talawi rata-rata belum memenuhi persyaratan rumah sehat. Masih adanya
penggunaan obat nyamuk bakar di rumah untuk membasmi nyamuk dan
keberadaan keluarga atau tamu yang merokok di dalam rumah juga menjadi salah
satu penyebab terjadinya ISPA karena dapat mencemari kualitas udara dalam ruang.
Kejadian ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Talawi diduga dipengaruhi oleh
penggunaan obat nyamuk bakar, keberadaan perokok di dalam rumah, dan kondisi
fisik rumah.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka perlu dilakukan penelitian
untuk melihat apakah terdapat hubungan antara penggunaan obat nyamuk bakar,
keberadaan perokok di dalam rumah, dan kondisi fisik rumah dengan kejadian
ISPA pada di wilayah kerja Puskesmas Talawi tahun 2023.
Universitas Sriwijaya
3
Universitas Sriwijaya
4
Universitas Sriwijaya
5
faktor penyebab ISPA pada balita sehingga masyarakat dapat memperhatikan juga
menjaga perilaku diri dan kondisi fisik rumah dengan baik.
1.4.4 Bagi Instansi Terkait
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi atau bahan masukan dan
pertimbangan bagi Puskesmas Talawi dalam memberikan informasi berupa
penyuluhan mengenai kejadian ISPA pada balita beserta faktor-faktor terjadinya
yang mencakup penggunaan obat nyamuk bakar, keberadaan perokok di dalam
rumah, dan kondisi fisik rumah khususnya pada kepadatan hunian, pencahayaan
alami, ventilasi, jenis dinding, dan jenis lantai.
1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian yang ingin meneliti faktor
yang menyebabkan atau yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita dari segi
penggunaan obat nyamuk bakar, keberadaan perokok di dalam rumah, dan kondisi
fisik rumah khususnya pada kepadatan hunian, pencahayaan alami, ventilasi, jenis
dinding, dan jenis lantai.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1.5.1 Lingkup Lokasi
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Talawi, Kecamatan
Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.
1.5.2 Lingkup Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan oktober 2023 hingga Maret 2024 di
wilayah kerja Puskesmas Talawi, Kecamatan Talawi, Kota Sawahluto, Provinsi
Sumatera Barat.
1.5.3 Lingkup Materi
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan penggunaan obat
nyamuk bakar, keberadaan perokok di dalam rumah, dan kondisi fisik rumah yang
meliputi kepadatan hunian, pencahayaan alami, ventilasi, jenis dinding, dan jenis
lantai dengan fenomena kejadian ISPA pada Balita.
Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
6
7
Universitas Sriwijaya
8
Universitas Sriwijaya
9
Universitas Sriwijaya
10
Universitas Sriwijaya
11
balita lebih rentan karena imunitas tubuh belum optimal serta organ tubuh yang
belum sempurna) dan bahan campuran yang membahayakan. Efek yang lebih
berbahaya juga akan timbul pada anak yang alergi dan mempunyai bakat asma
(Dahniar 2011).
B. Keberadaan Perokok di dalam Rumah
Kebiasaan merokok atau keberadaan anggota yang merokok didalam rumah
menjadi salah satu faktor individu yang dapat menyebabkan ISPA, hal ini karena
kandungan dari rokok dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Asap yang hirup
lama kelamaan akan menyebabkan penyakit lainnya seperti asma, pneumonia dan
lainnya bahkan perokok pasif juga berdampak sama besar dengan perokok aktif
(Irianto, Lestari et al. 2021). Jika dalam suatu rumah terdapat balita dan adanya
anggota keluarga yang merokok akan meningkatkan risiko balita tersebut untuk
terkena penyakit gangguan pernapasan, salah satunya ISPA. Kandungan berbahaya
dari rokok memang tidak baik bagi kesehatan terutama pada kelompok rentan.
Semakin banyak rokok yang dihisap khususnya oleh si ibu maka akan
membahayakan kesehatan balita (Siska 2019).
2.2.2 Faktor Agen
Bakteri merupakan patogen penyebab ISPA, bakteri seperti rhinovirus,
respiratory syncytial virus, paraininfluenzaenza virus, severe acute respiratory
syndromeassociated coronavirus (SARS-CoV), dan virus Influenza (WHO 2007).
Selain itu, ISPA dapat juga disebabkan oleh virus , dimana yang paling sering
terdeteksi adalah virus respiratory syncytial virus (RSV), virus influenza tipe A dan
B (Flu A dan Flu B), adenovirus (ADV), parainfluenza virus (PIV), human
metapneumovirus (hMPV) dan human rhinovirus/enterovirus (HRV/ EV) (Wilson
Correia 2021). Jamur juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, dimana
ruangan yang memiliki koloni jamur yang banyak dapat berisiko pada iritasi
hidung. Oleh sebab itu, suhu dan kelembaban dalam ruang perlu diperhatikan agar
mikroorganisme tidak berkembang dengan cepat. Biasanya kelembaban yang
buruk ditandai dengan mengelupas dan munculnya titik-titik air pada dinding
(Aryanti 2021).
Universitas Sriwijaya
12
Universitas Sriwijaya
13
bagus untuk pertumbuhan bakteri, virus, dan jamur penyebab ISPA. Pencahayaan
alami berguna untuk mengurangi kelembaban suatu ruangan dan dapat mengusir,
nyamuk, kuman, virus, dan bakteri penyebab ISPA, TBC, dan penyakit lainnya
(Rahmadanti and Alnur 2023).
C. Ventilasi
Ventilasi rumah memiliki banyak manfaat seperti menjadi media pertukaran
Oksigen (O2) di dalam rumah, menjaga keseimbangan O2 agar terhindar dari
pencemaran udara dalam ruang sehingga dapat bertukar dengan udara segar dari
luar ruangan serta membersihkan udara dari bau, debu dan lainnya yang akan
menurunkan kualitas udara dalam ruang. Oleh sebab itu, kondisi jendela serta
ventilasi harus diperhatikan karena jika ventilasi tidak memenuhi persyaratan maka
terhambatnya pertukaran udara sehingga menyebabkan berbagai gangguan
kesehatan terutama ISPA khususnya pada balita (Hukmi, Alkhusari et al. 2023).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 1077 Tahun 2011, bahwa
persyaratan ventilasi minimal 10% dari luas lantai dengan sistem ventilasi silang
sebagai upaya penyehatan dengan mengatur pertukaran udara (Putri 2017).
Menurut Notoatmotdjo (2014) ventilasi adalah salah satu penyebab
meningkatnya kelembaban suatu ruangan karena terjadinya proses penguapan
cairan dari kulit, dengan adanya proses penguapan tersebut kelembaban ruangan
yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri
penyebab penyakit ISPA (Sari, Budiman et al. 2019).
D. Jenis Dinding
Menurut KEPMENKES No 829/MENKES/SK/VII/1999 bahwa syarat
dinding rumah yang baik yaitu memiliki sarana ventilasi, kedap air serta mudah
dibersihkan. Sedangkan menurut Aryanti (2021), dinding yang baik dimana dinding
rapat, tidak memiliki celah serta mudah dibersihkan karena kondisi dinding dan
material yang buruk dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti ISPA.
Misalnya kondisi dinding yang banyak debu yang lama kelamaan akan menumpuk
dan terhirup yang menyebabkan penyakit ISPA. Bahan material dinding yang tidak
memenuhi syarat yang dapat menghasilkan debu total yang melebihi 150 µg/m3,
menghasilkan asbes bebas yang melebihi 0,5 fiber/m3/4 jam, menghasilkan timah
hitam yang melebihi 300 mg/kg, dan material lainnya (Kepmenkes 1999). Selain
Universitas Sriwijaya
14
Universitas Sriwijaya
15
1. Penggunaan Obat
Faktor Nyamuk Bakar1
Pejamu 2. Keberadaan Perokok
dalam Rumah2
3.
Kejadian 1. Virus3
ISPA Faktor Agen 2. Bakteri3
Pada Balita 3. Jamur4
1. Kepadatan hunian5
Faktor 2. Pencahayaan alami6
3. Ventilasi7
Lingkungan
4. Jenis dinding8
5. Jenis lantai9
Universitas Sriwijaya
16
Universitas Sriwijaya
17
Variabel Independen
Penggunaan Obat Adanya penggunaan obat nyamuk Kuisioner Wawancara Nominal 1. Ada (ketika didapatkan
Nyamuk Bakar bakar oleh keluarga untuk membunuh menggunakan obat nyamuk
nyamuk di dalam rumah atau di ruangan bakar di rumah terutama di
yang sering balita tempati
Universitas Sriwijaya
18
Universitas Sriwijaya
19
Pencahayaan Berasal dari benda penerang alam Lux Pengukuran Ordinal 1. Tidak memenuhi syarat
Alami seperti matahari, bulan dan bintang Meter (jika cahaya <60 lux)
sebagai benda penerang ruang secara 2. Memenuhi syarat
alami. Diukur menggunakan Lux meter (jika cahaya ≥60 lux)
dengan syarat untuk pencahayaan alami (Permenkes 2023)
adalah 60 lux
Ventilasi Merupakan lubang atau tempat Roll Meter Pengukuran Ordinal 1. Tidak memenuhi syarat
pertukaran udara dalam ruang juga dan dan (<10% terhadap luas lantai)
berfungsi untuk mengeluarkan udara Kuisioner Observasi 2. Memenuhi syarat
yang tercemar (bakteri, CO2) di dalam (10%-20% terhadap luas
rumah. lantai)
(Permenkes 2023)
Jenis Dinding Dinding harus kuat, dilengkapi Kusisioner Observasi Ordinal 1. Tidak memenuhi syarat
ventilasi, mudah dibersihkan, kedap air (Dinding bukan tembok yang
agar dinding terhindar dari basah, terbuat dari anyaman
lembab dan tampak bersih tidak bambu/ilalang)
berlumut. 2. Memenuhi syarat
(Dinding permanen dan semi
permanen atau setengah
tembok)
Universitas Sriwijaya
20
Universitas Sriwijaya
21
Universitas Sriwijaya
22
3. Pengaruh Lingkungan Fisik Variabel independen : bahan Variabel independen : Terdapat adanya hubungan yang
Rumah Terhadap Kejadian ISPA bakar masak, rokok, atap, penggunaan obat nyamuk paling bermakna antara lingkungan
pada Balita di Kecamatan kepadatan hunian, ventilasi, bakar, pencahayaan alami fisik rumah yang tidak memenuhi
Ciwandan Kota Cilegon Periode dinding, dan lantai. syarat dengan kejadian ISPA
Juli - Agustus 2016 (Putri and diantaranya ventilasi yang memiliki
Mantu 2019). risiko 12,8 kali lebih tinggi terkena
ISPA, kebiasaan merokok memiliki
risiko 8,4 kali lebih tinggi terkena
ISPA dan jenis dinding yang tidak
memenuhi syarat memiliki risiko 7,47
kali terkena ISPA.
4. Faktor-Faktor yang Variabel independen : faktor Variabel independen : Didapatkan hasil 4 variabel
Berhubungan dengan Kejadian lingkungan yaitu pencemaran penggunaan obat nyamuk independen yang berhubungan erat
Infeksi Saluran Pernafasan Akut udara dalam rumah (kebiasaan bakar, jenis lantai dengan kejadian ISPA pada balita di
(ISPA) pada Balita di Daerah merokok), kondisi fisik rumah daerah pesisir kota Sibolga yaitu
Pesisir Kota Sibolga Tahun 2020 (lantai, dinding, ventilasi kebiasaan merokok, dinding, status
(Pasaribu, Santosa et al. 2021). rumah, pencahayaan), gizi dan kelengkapan imunisasi.
kepadatan hunian rumah. Kebiasaan masyarakat merokok di
dalam rumah, kondisi dinding yang
tidak kokoh, sulit dibersihkan dan
Universitas Sriwijaya
23
Universitas Sriwijaya
24
2.7 Hipotesis
A. Adanya hubungan antara penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian
ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi, Kota Sawahlunto,
Provinsi Sumatera Barat.
B. Adanya hubungan antara keberadaan perokok di dalam rumah dengan
kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi, Kota
Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.
C. Adanya hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi
Sumatera Barat.
D. Adanya hubungan antara pencahayaan alami dengan kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi
Sumatera Barat.
E. Adanya hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera
Barat.
F. Adanya hubungan antara jenis dinding dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera
Barat.
G. Adanya hubungan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera
Barat.
Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PENELITIAN
𝑧 𝑎
1−2 √2𝑃 (1−𝑃)+ 𝑍1−𝛽 √𝑃1 (1−𝑃1)+𝑃2 (1−𝑃2)
N=
(𝑃1−𝑃2)2
Keterangan :
N = Jumlah sampel minimal yang diperlukan
Z1α/2 = Tingkat kepercayaan (Z=1,96 untuk α =0,05)
Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji (β=80)
P1 = Proporsi kelompok yang terpapar penyakit
P2 = Proporsi kelompok yang tidak terpapar penyakit
Universitas Sriwijaya
25
26
P1+P2
P = Proporsi rata-rata ( )
2
Universitas Sriwijaya
27
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi sampel pada penelitian ini, antara lain:
A. Kriteria Inklusi
1. Responden yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Talawi
2. Responden yang memiliki balita berusia 0-59 bulan
B. Kriteria Eksklusi
1. Responden yang memiliki balita dengan riwayat alergi pernapasan
2. Tidak bersedia menjawab semua pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner.
3.3 Jenis, Cara dan Alat pengumpulan Data
3.3.1 Jenis Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua
berdasarkan sumbernya, yaitu:
Universitas Sriwijaya
28
A. Data Primer
Data primer didapatkan sendiri oleh peneliti dari hasil wawancara,
observasi, dan pengukuran terhadap masyarakat melalui lembaran kuesioner
terhadap penggunaan obat nyamuk bakar, keberadaan perokok dalam rumah,
kepadatan hunian, pencahayaan alami, ventilasi, jenis dinding, jenis lantai, serta
kejadian ISPA.
B. Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dari dokumen yang sudah ada di Puskesmas
Talawi tentang data distribusi penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas Talawi
beserta laporan profil Puskesmas Talawi.
3.3.2 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu wawancara,
observasi, dan pengukuran. Wawancara dilakukan secara langsung kepada
responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, observasi dilakukan untuk
melihat jenis dinding dan jenis lantai, serta pengukuran yang dilakukan
menggunakan alat untuk mengukur luas rumah, luas ventilasi, dan pencahayaan
alami.
3.3.3 Cara dan Alat Pengumpulan Data
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah
kuesioner dan alat pengukuran berupa Roll Meter untuk kepadatan hunian dan
ventilasi, dan Lux Meter untuk pengukuran pencahayaan alami.
A. Pengukuran Kepadatan Hunian dan Ventilasi Rumah
Alat yang digunakan dalam pengukuran ini adalah Roll Meter dan lembar
kuisioner. Dengan tempat atau titik pengukuran yaitu rumah responden dengan
semua jenis ventilasi yang ada seperti ventilasi alami (diatas pintu, jendela, dan
pintu) dan ventilasi mekanik (AC, Exhaust Fan)
Adapun cara pengukurannya yaitu :
1. Siapkan Roll Meter dan lembar observasi yang akan digunakan
2. Ukur luas ruangan dan luas ventilasi dengan Roll Meter
3. Mencatat hasil pengukuran pada lembar observasi
4. Jumlah orang per meter persegi luas lantai menghasilkan kepadatan hunian
Universitas Sriwijaya
29
Universitas Sriwijaya
30
Universitas Sriwijaya
31
secara statistik, penelitian ini melakukan uji hipotesis dengan nilai derajat
kemaknaan sebesar 0,05 dengan nilai confidence interval sebesar 80%. Karena
datanya kategorik, analisis uji Chi-Square digunakan. Hubungan antara nilai
berdasarkan nilai P yang dihasilkan, yaitu :
a. Hal ini dimungkinkan untuk menyimpulkan bahwa variabel independen dan
dependen memiliki hubungan yang signifikan ketika nilai p untuk analisis
bivariat adalah ≤ 0,05.
b. Bila nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa hasil analisis bivariat tidak
berhubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
2.6.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat merupakan pengembangan dari analisis univariat dan
bivariat yang bertujuan untuk menemukan variabel independen yang paling
berpengaruh terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji regresi
logistik. Dengan mempertimbangkan bahwa variabel dependen dan variabel
independen berjenis data kategorik.
3.6.4 Penyajian Data
Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel (univariat, bivariat, dan
multivariat) yang disertai dengan interpretasi data atau narasi.
Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Universitas Sriwijaya
32
33
Berdasarkan survei awal yang dilakukan, keadaan hunian dan kondisi fisik
rumah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Talawi rata-rata belum memenuhi
persyaratan rumah sehat. Kepadatan hunian masih cukup banyak ditemukan di
beberapa Desa, hal ini dikarenakan rumah antar masyarakat dibangun berdekatan
sehingga tidak memungkinkan untuk memperluas bangunan. Pendidikan orang tua
yang cukup rendah masih ditemukan di Kecamatan Talawi, yang mana pendidikan
perguruan tinggi kebanyakan dimiliki penduduk pendatang. Walau memiliki
pendidikan yang tinggi, masih banyak keberadaan keluarga atau tamu yang
merokok di dalam rumah dan menjadikannya kebiasaan bahkan sedari masa remaja.
Hal ini merupakan salah satu penyebab tingginya kejadian ISPA pada balita di
wilayah Puskesmas Kecamatan Talawi Sumatera Barat.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Univariat
A. Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Pusksmas Talawi
Sumatera Barat
Kejadian ISPA pada balita diperoleh berdasarkan hasil wawancara dari 130
responden yang memiliki balita usia 0-59 bulan dengan hasil analisis ditampilkan
pada Tabel 4.1.
Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Balita
Kejadian ISPA pada Balita n (%)
ISPA 58 44.6
Tidak ISPA 72 55.4
Total 130 100.0
Sumber : Data Primer, 2024
Berdasarkan distribusi frekuensi pada tabel, terdapat perbedaan proporsi
sebesar 10,8% untuk kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi
Sumatera Barat dengan kategori ISPA dan Tidak ISPA.
B. Distribusi Frekuensi Variabel Pengamatan
1. Penggunaan Obat Nyamuk Bakar di Wilayah Kerja Pusksmas Talawi
Sumatera Barat
Data distribusi frekuensi penggunaan obat nyamuk bakar diperoleh
berdasarkan hasil wawancara dari 130 responden yang memiliki balita usia 0-59
bulan dengan hasil analisis ditampilkan pada Tabel 4.2.
Universitas Sriwijaya
34
Universitas Sriwijaya
35
Universitas Sriwijaya
36
Melalui tabel 4.9 diatas, diketahui sebanyak 54,8% balita terkena ISPA
bertempat tinggal di rumah yang menggunakan obat nyamuk bakar, lebih sedikit
dari balita yang bertempat tinggal di rumah tanpa menggunakan obat nyamuk bakar.
Hasil uji chi-square menunjukkan p-value = 0,156 (p>0,05) dan PR = 1,377
(CI=95%; 0,945-2,006), sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara
Universitas Sriwijaya
37
penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Talawi Sumatera Barat.
B. Hubungan Keberadaan Perokok dalam Rumah dengan Kejadian ISPA
pada Balita
Hasil analisis mengenai hubungan keberadaan perokok dalam rumah
dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi Sumatera
Barat dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut :
Tabel 4. 10 Hubungan Keberadaan Perokok Dalam Rumah dengan Kejadian
ISPA pada Balita
Kejadian ISPA
Keberadaan
Tidak Total P- PR
Perokok Dalam ISPA
ISPA Value (CI 95%)
Rumah
n % n % n %
Ada 45 59.2 31 40.8 76 100.0 2.460
Tidak Ada 13 24.1 41 75.9 54 100.0 0.000 (1.478 –
Jumlah 58 44.6 72 55.4 130 100.0 4.092)
Sumber : Data primer, 2024
Melalui tabel 4.10 diatas, balita yang terkena ISPA dengan terdapat
keberadaan perokok di dalam rumah sebanyak 59,2% balita, lebih banyak dari
balita yang tinggal tanpa terdapat keberadaan perokok di dalam rumah. Hasil uji
chi-square menunjukkan p-value = 0,000 (p<0,05) sehingga ada hubungan yang
bermakna antara keberadaan perokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi Sumatera Barat. Nilai PR = 2,460
(CI=95%; 1,478-4,092) memiliki arti bahwa balita yang tinggal dengan perokok
memiliki hubungan 2,460 kali lebih besar untuk mengalami ISPA dibandingkan
dengan balita yang tidak tinggal dengan perokok.
C. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis mengenai hubungan kepadatan hunian dengan kejadian ISPA
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi Sumatera Barat dapat dilihat pada
Tabel 4.11 berikut :
Universitas Sriwijaya
38
Melalui tabel 4.12 diatas, sebanyak 48,6% balita terkena ISPA dengan
pencahayaan alami yang tidak memenuhi syarat, lebih banyak dari balita dengan
pencahayaan alami yang memenuhi syarat. Hasil uji chi-square menunjukkan p-
Universitas Sriwijaya
39
value = 0,376 (p>0,05) dan PR = 1,238 (CI=95%; 0,829-1.849), sehingga tidak ada
hubungan yang bermakna antara pencahayaan alami dengan kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi Sumatera Barat.
E. Hubungan Ventilasi dengan dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis mengenai hubungan ventilasi dengan kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel
4.13 berikut :
Tabel 4. 13 Hubungan Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada Balita
Kejadian ISPA
Tidak Total P- PR
Ventilasi
ISPA ISPA Value (CI 95%)
n % n % n %
Tidak Memenuhi 19 59.4 13 40.6 32 100.0
Syarat 1.492
Memenuhi Syarat 39 39.8 59 60.2 98 100.0 0.084 (1.024 –
2.173)
Jumlah 58 44.6 72 55.4 130 100.0
Sumber : Data primer, 2024
Melalui tabel 4.13 diatas, diketahui sebanyak 59,4% balita terkena ISPA
dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat, lebih sedikit dari balita dengan
ventilasi yang memenuhi syarat. Hasil uji chi-square menunjukkan p-value = 0,084
(p>0,05) dan PR = 1,492 (CI=95%; 1,024-2,173), sehingga tidak ada hubungan
yang bermakna antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Talawi Sumatera Barat.
F. Hubungan Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis mengenai hubungan jenis dinding dengan kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel
4.14 berikut :
Tabel 4. 14 Hubungan Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA pada Balita
Kejadian ISPA
Tidak Total P- PR
Jenis Dinding ISPA
ISPA Value (CI 95%)
n % n % n %
Tidak Memenuhi 16 88.9 2 11.1 18 100.0
Syarat 2.370
Memenuhi Syarat 42 37.5 70 62.5 112 100.0 0.000 (1.774-
Jumlah 58 44.6 72 55.4 130 100.0 3.166)
Sumber : Data primer, 2024
Universitas Sriwijaya
40
Melalui tabel 4.14 diatas, sebanyak 88,9% balita terkena ISPA dengan jenis
dinding yang tidak memenuhi syarat, lebih sedikit dari balita dengan jenis dinding
yang memenuhi syarat. Hasil uji chi-square menunjukkan p-value = 0,000 (p<0,05)
sehingga ada hubungan yang bermakna antara jenis dinding dengan kejadian ISPA
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi Sumatera Barat. Nilai PR = 2,370
(CI=95%; 1,774-3,166) memiliki arti bahwa balita dengan jenis dinding yang tidak
memenuhi syarat memiliki peluang 1,492 kali saja mengalami kejadian ISPA
dibandingkan balita dengan jenis dinding yang memenuhi syarat.
G. Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis mengenai hubungan jenis lantai dengan kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel
4.15 berikut :
Tabel 4. 15 Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita
Kejadian ISPA
Tidak Total P- PR
Jenis Lantai ISPA ISPA Value (CI 95%)
n % n % n %
Tidak Memenuhi 4 80.0 1 20.0 5 100.0
Syarat 1.852
Memenuhi Syarat 54 43.2 71 56.8 125 100.0 0.172 (1.143-
Jumlah 58 44.6 72 55.4 130 100.0 2.999)
Sumber : Data primer, 2024
Melalui tabel 4.15 diatas, sebanyak 80,0% balita terkena ISPA dengan jenis
lantai yang tidak memenuhi syarat, lebih sedikit dari balita dengan jenis lantai yang
memenuhi syarat. Hasil uji chi-square menunjukkan p-value = 0,172 (p>0,05) dan
PR = 1,852 (CI=95%; 1,143-2,999) sehingga tidak ada hubungan yang bermakna
antara jenis lantai dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Talawi Sumatera Barat.
4.2.3 Analisis Multivariat
A. Seleksi Bivariat
Seleksi awal multivariat atau seleksi bivariat dilakukan untuk mengetahui
variabel independen yang memenuhi syarat sebagai peserta model multivariat.
Variabel independen dikatakan memenuhi syarat jika hasil seleksi bivariat bernilai
p-value <0,25. Hasil dari seleksi bivariat variabel independen pada penelitian ini
dapat dilihat pada tabel berikut :
Universitas Sriwijaya
41
Universitas Sriwijaya
42
Universitas Sriwijaya
43
Universitas Sriwijaya
BAB V
PEMBAHASAN
Universitas Sriwijaya
44
45
kondisi fisik rumah (kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan alami, jenis dinding,
jenis lantai), penggunaan obat nyamuk bakar, juga keberadaan perokok di dalam
rumah (Lubis and Ferusgel 2019). (Fajrianti, Widiarini et al. 2022)
Berdasarkan hasil observasi, faktor-faktor seperti penggunaan obat nyamuk
bakar di rumah untuk membunuh nyamuk, keberadaan perokok di dalam rumah,
tidak sesuainya luas rumah dengan jumlah penghuni pada suatu rumah, ventilasi
rumah yang tidak memenuhi syarat, pencahayaan alami yang rendah, penggunaan
jenis dinding dan jenis lantai yang tidak permanen merupakan pemicu pencemaran
udara dalam ruang yang dapat menyebabkan ISPA pada balita.
5.2.2 Hubungan Penggunaan Obat Nyamuk Bakar dengan Kejadian ISPA
pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian dengan uji chi-square yang sebelumnya
diperoleh dari wawancara kepada responden di wilayah kerja Puskesmas Talawi,
tidak terdapat hubungan antara variabel pengggunaan obat nyamuk bakar dengan
kejadian ISPA pada balita yang mana didapatkan P-value = 0,156 (p>0,05) dan PR
(95% CI) = 1,377 (0,945-2,006) dalam artian responden yang menggunakaan obat
nyamuk bakar memiliki 1,377 peluang terjadi ISPA pada balita daripada responden
yang tidak menggunakan obat nyamuk bakar dirumah. Berdasarkan hasil penelitian,
responden yang menggunakan obat nyamuk bakar (32,3%) lebih sedikit daripada
responden yang tidak menggunakan obat nyamuk bakar (67,7%).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Herawati dan Sriwaty (2018) di
wilayah kerja Puskesmas Beber dengan hasil tidak terdapat hubungan antara
penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita yang diketahui
dari P-value = 0,184 (p>0,05). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian
Fajrianti, Widiarini, et al (2022) dengan hasil tidak terdapat hubungan antara
variabel penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA di Desa Rejuno
dengan P-value = 0,291 (p>0,05) dan PR (95% CI) = 0,571 (0,201-1,624).
Penelitian ini berbeda dengan penelitian Sofia (2017) dengan hasil terdapat
hubungan penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di
Kabupaten Aceh Besar yang ditunjukkan dengan P-value = 0,003 (p<0,05) dan PR
(95% CI) = 1,300 (1,100-1,700). Perbedaan hasil tersebut diduga karena responden
yang diamati oleh Sofia di wilayah pengamatan masih umum menggunakan obat
nyamuk bakar di rumah untuk mengusir dan membunuh nyamuk.
Universitas Sriwijaya
46
Salah satu faktor risiko penyakit ISPA adalah masih terdapat penggunaan
obat nyamuk bakar untuk membunuh nyamuk di rumah. Kandungan zat dalam asap
obat nyamuk sangat membahayakan kesehatan dan menyebabkan iritasi saluran
pernapasan hingga kerusakan paru-paru. Salah satu kandungan yang ada di obat
nyamuk adalah DDVP (dichlorovynil dimetyl phosfat), dimana kandungan ini dapat
menyebabkan kerusakan syaraf, hingga kanker jika paparan yang terjadi dalam
waktu yang lama. Dampak lainnya dari zat kimia yang ada adalah kerusakan hati
dan reproduksi karena terjadinya penurunan aktivitas enzim didalam tubuh (Sofia
2017).
Pergantian bentuk dan kegunaan saluran napas hingga jaringan paru-paru
akibat dari paparan asap obat nyamuk bakar dikarenakan sel mukosa membesar
(hypertrophy) dan kelenjar mukus pada saluran pernapasan bertambah banyak
(hyperplasia) sehingga memicu terjadinya penyempitan. Faktor lingkungan juga
dapat memicu terjadinya ISPA, contohnya seperti kondisi ventilasi dan
pencahayaan alami yang tidakk memenuhi persyaratan rumah sehat. Kondisi ini
menyebabkan tidak adanya pertukaran udara segar dalam luar ruangan atau zat
kimia dari asap yang ada didalam rumah tidak dapat keluar sehingga orang-orang
akan menghirup zat tersebut dalam jumlah yang banyak (Tabalawony and Akollo
2023).
Berdasarkan hasil observasi, masyarakat umumnya tidak lagi menggunakan
obat nyamuk bakar tetapi menggunakan obat nyamuk semprot atau kelambu.
Masyarakat yang masih menggunakan obat nyamuk bakar mengatakan bahwa
penggunaan obat nyamuk bakar sudah menjadi kebiasaan lama untuk mengusir
nyamuk dan menggunakannya di kamar tidur pada waktu malam hari sebelum tidur.
Selain menggunakan kelambu, cara lain seperti penggunaan obat nyamuk semprot
dengan baik dan benar yaitu dengan menyemprotnya 3 jam sebelum ruangan
ditempati dan ketika tidak ada orang di dalam ruangan, menjaga kebersihan rumah,
memasang kasa nyamuk pada pintu dan jendela, atau menggunakan raket listrik
dapat dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk. (Herawati and Sriwaty 2018)
5.2.3 Hubungan Keberadaan Perokok dalam Rumah dengan Kejadian ISPA
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Talawi
Dari hasil penelitian menggunakan uji chi-square yang sebelumnya
didapatkan dari wawancara kepada responden di
Universitas Sriwijaya
47
Universitas Sriwijaya
48
Salah satu kandungan asap rokok yaitu tar dimana zat ini dapat
menyebabkan kanker, penyakit jantung, bronkitis, gangguan kehamilan, dan
mandul. Selain itu, dapat terjadinya penurunan kadar hormone tesrosterone yang
berasal dari zat nikotin yang masuk ke dalam sistem pembuluh darah melalui paru-
paru dan di sirkulasikan ke otak penderita. Residu dari kandungan-kandungan asap
rokok dapat menempel pada kulit, sofa, dan tempat lainnya di dalam rumah yang
dapat terpapar oleh penghuni rumah seperti balita dan mengganggu sistem
pertahanan respirasi balita tersebut (Batubara, Wantouw et al. 2013).
Berdasarkan hasil observasi, anggota keluarga perokok aktif di dalam
maupun di luar rumah merupakan ayah dari sang balita atau keluarga laki-laki
balita. Merokok dilakukan ketika menjaga balita yang sedang bermain atau ketika
balita dititipkan saat ibu sedang memasak di dapur dimana asap rokok terhirup
langsung oleh balita sehingga dapat mempengaruhi kesehatan balita kedepannya.
Perokok juga mengatakan bahwa merokok sudah menjadi kebiasaan lama yang
susah untuk dihentikan meskipun perokok mengetahui dampak buruk merokok bagi
kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran para orang tua
terutama anggota keluarga yang merokok akan bahaya yang ditimbulkan akibat
merokok dan terpapar asap rokok terhadap diri sang perokok, keluarga, dan balita.
Masyarakat hendaknya mengurangi kebiasaan merokok dan mandi atau mengganti
baju ketika ingin bermain dengan balita.
5.2.4 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Talawi
Dari hasil penelitian menggunakan uji chi-square yang sebelumnya
didapatkan dari wawancara juga observasi kepada responden di wilayah kerja
Puskesmas Talawi, diketahui terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita yang ditunjukkan oleh P-value
= 0,000 (p<0,05) dan PR (95% CI) = 2,778 (1,697-4,549) dalam artian responden
dengan kondisi kepadatan hunian tidak memenuhi syarat memiliki 2,778 peluang
mengalami kejadian ISPA pada balita daripada responden dengan kondisi
kepadatan hunian memenuhi syarat. Berdasarkan hasil penelitian, lebih banyak
responden dengan kondisi kepadatan hunian tidak memenuhi syarat (53,1%)
dibandingkan responden dengan kondisi kepadatan hunian memenuhi syarat
(46,9%).
Universitas Sriwijaya
49
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Lubis dan Ferusgel (2019) di Desa
Silo Bonto, Kecamatan Silau Laut, Kabupaten Asahan dengan hasil terdapat
hubungan yang signifikan antara variabel kepadatan hunian dengan kejadian ISPA
pada balita dengan P-value = 0,002 (p<0,05) dan PR (95% CI) = 7,030 (2,188-
22,585). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Pasaribu, Santosa, dan
Nurmaini (2020) dengan hasil terdapat hubungan antara variabel kepadatan hunian
dengan kejadian ISPA pada balita di daerah pesisir Kota Sibolga dengan P-value =
0,011 (p<0,05) dan PR = 1,243. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Hafiyya
(2018) dengan hasil tidak terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Lebak Bulus yang ditunjukkan pada P-
value = 0,928 (P>0,05) dan PR (95% CI) = 1,051 (90,362-3,051). Perbedaan hasil
tersebut dikarenakan responden dalam penelitian Hafiyya sudah mempunyai rumah
sendiri atau rumah sewa yang luas rumahnya sesuai dengan penghuninya yang tidak
begitu banyak (overcrowded).
Menurut PERMENKES RI Nomor 2 Tahun 2023 tentang kepadatan hunian
suatu rumah menetapkan bahwa kebutuhan ruang perorang dihitung berdasarkan
kegiatan orang tersebut seperti tidur, makan, kerja, mandi, cuci, masak serta
kegiatan lainnya yaitu 9m2 dengan ketinggian rata-rata untuk langit-langit sebesar
2,80m. Kebutuhan luas bangunan dan lahan dengan cakupan kepala keluarga (KK)
dengan 3 jiwa yaitu 21,6 m2 sampai dengan 28,8m2, dan cakupan kepala keluarga
dengan 4 jiwa yaitu 28,8 m2 sampai dengan 36 m2 (Permenkes 2023).
Penyebaran ISPA dapat terjadi dengan cepat jika suatu rumah memiliki
kondisi kepadatan hunian tidak memenuhi syarat, karena akan mempengaruhi
inhlasi yang intensif. Kepadatan hunian yang tinggi juga dapat menyebabkan angka
kesakitan semakin meningkat terutama angka kesakitan di lingkungan rumah
(Lubis and Ferusgel 2019). Kelembaban dalam ruang dipengaruhi adanya tingkat
kepadatan hunian yang tinggi, karena uap air dari pernapasan seseorang diikuti
perningkatan CO2 ruangan. Sehingga seseorang akan kekurangan oksigen yang
berdampak pada kesehatannya dan lingkungan karena kualitas udara akan menurun
akibat kadar O2 yang sedikit sehingga dapat terjadinya pencemaran gas atau bakteri
yang memicu penyakit ISPA (Sofia 2017). (Hafiyya)
Universitas Sriwijaya
50
antar rumah sangat sempit, ventilasi selalu tertutup, dan didukung dengan warna cat
dinding yang gelap sehingga cahaya alami yang masuk ke dalam ruangan sangat
minim.
Pencahayaan alami menjadi faktor penting dalam mencegah kelembaban
dalam ruang dan untuk membunuh mikroorganisme patogen penyebab ISPA. Nilai
ambang batas untuk pencahayan alami disesuaikan dengan kebutuhannya, dimana
untuk membaca dan melihat benda sekitar NAB nya minimal 60 lux (Permenkes
2023). Intensitas cahaya yang tinggi dapat menyebabkan suhu dalam ruangan tinggi
dan apabila intensitas cahaya terlalu rendah dapat menyebabkan kelembaban dalam
ruangan tinggi yang mana dapat mempercepat perkembangbiakan mikroorganisme
patogen penyebab ISPA. Bakteri akan mengalami ionisasi karena adanya paparan
dari cahaya ultraviolet (UV) yang memilikipanjang gelombang 400 A (Putri 2021).
Berdasarkan hasil observasi dan pengukuran yang dilakukan di ruang tamu
dimana ruangan tersebut merupakan ruangan yang sering balita tempati, banyaknya
rumah masyarakat dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat dikarenakan
masyarakat jarang membuka jendela dan pintu, jarak antar rumah yang berdekatan,
dan tak sedikit juga masyarakat memasang gorden hingga menutupi ventilasi. Hal
tersebut menyebabkan cahaya alami seperti matahari tidak dapat masuk ke dalam
ruangan sehingga daya tahan tubuh balita menurun karena tidak terpapar vitamin D
di pagi hari dan patogen penyebab ISPA dapat hidup dan berkembangbiak.
5.2.6 Hubungan Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Talawi
Dari hasil penelitian menggunakan uji chi-square yang sebelumnya
didapatkan dari pengukuran menggunakan roll meter di wilayah kerja Puskesmas
Talawi menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel ventilasi dengan
kejadian ISPA pada balita yang mana didapatkan P-value = 0,084 (p>0,05) dan PR
(95% CI) = 1,492 (1,024-2,173) dalam artian responden dengan ventilasi yang tidak
memenuhi syarat memiliki peluang 1,492 lebih besar balita terkena ISPA
dibandingkan responden dengan ventilasi yang memenuhi syarat. Berdasarkan hasil
penelitian, responden yang memiliki ventilasi tidak memenuhi syarat (24,6%) lebih
sedikit daripada responden dengan ventilasi yang memenuhi syarat (75,4%).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hukmi, Alkhusari, dan Yulinda
(2023) dengan hasil tidak adanya hubungan
Universitas Sriwijaya
52
antara variabel ventilasi dengan kejadian ISPA di Poliklinik SPN Polda Sumatera
Selatan dengan P-value = 0,678 (P>0,05) dan PR (95% CI) = 0,571 (0,111-2,933)
karena telah banyak responden dengan ventilasi rumah yang sesuai dengan
fungsinya yaitu menjadi jalur pertukaran udara, walau masih ada beberapa rumah
yang tidak membuka gorden dan jendela rumah. Penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian Adhasari Agungnisa (2017) dengan hasil tidak ada hubungan antara
variabel ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Kalianget Timur
dengan P-value = 0,602 (P>0,05). Penelitian ini berbeda dengan penelitian Harto
(2020) dengan hasil tidak terdapat hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sukaraya Baturaja Timur yang ditunjukkan
dengan P-value = 0,000 (P<0,05). Perbedaan hasil ini dikarenakan rumah di
wilayah kerja Puskesmas Sukaraya memiliki rumah dengan ventilasi yang tidak
sesuai dengan syarat yang ditentukan untuk memilah udara yang masuk.
Kelembaban tinggi dan rumah dengan bahan yang tidak sesuai syarat juga menjadi
faktor pendukung mengapa ventilasi pada penelitian Harto menyebabkan terjadinya
ISPA pada balita.
Dampak jika ventilasi pada rumah tidak berfungsi dengan baik akan
mendatangkan tiga permasalahan yaitu kurangnya oksigen, tingginya CO2 dan
terdapat zat organik berbahaya yang menumpuk di dalam rumah. Udara segar dapat
diperoleh dari ventilasi baik alami ataupun buatan. Ventilasi alami merupakan
tempat pertukaran aliran udara melalui jendela, pintu, lubang angin, dan lubang-
lubang pada dinding. Ventilasi buatan dapat berupa AC, kipas, dan lain-lain.
Ventilasi rumah yang buruk memungkinkan timbulnya ISPA pada balita mengingat
balita lebih banyak berada di dalam rumah (Harto 2020).
Menurut PERMENKES RI Nomor 2 Tahun 2023, ruangan secara umum
harus memiliki ventilasi sistem silang dengan ukuran minimal 10% luas lantai.
Penggunaan Air Conditioner (AC) dalam ruangan harus memeliharanya dengan
baik sesuai buku pedoman yang ada dan tidak lupa pagi hari membuka jendela
untuk mendapat pertukaran udara yang baik. Memperhatikan cooling tower agar
tidak menjadi tempat perkembangbiakan bakteri apabila menggunakan pengatur
udara atau AC sentral. Pemasangan exhaust fan dan AC pada ketinggian minimal 2
meter diatas lantai atau minimal 0,20 meter dari langit-langit. Ruangan dengan
Universitas Sriwijaya
53
dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung
yang ditunjukkan dengan P-value = 0,722 (P>0,05). Perbedaan hasil tersebut
dikarenakan rumah responden di Puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung
umumnya sudah berjenis dinding permanen dengan cat rumah yang sudah sesuai
dengan kategori rumah sehat.
Menurut PERMENKES RI Nomor 2 Tahun 2023, dinding yang baik dan
memenuhi syarat berupa dinding dengan jenis kokoh, kedap air, permukaan rata
dan halus, tidak licin, dan tidak retak. Dinding harus memiliki permukaan yang
tidak menyerap debu, mudah dibersihkan, juga dengan cat berwarna terang dan
cerah (Permenkes 2023). Jenis dinding juga terbagi menjadi jenis permanen seperti
tembok dan batu/bata yang diplester, semi permanen seperti batu/bata yang tidak
diplester dan setengah tembok, jenis tidak permanen untuk dinding yang terbuat
dari papan, kayu, dan bambu/ilalang. Dinding dapat menjadi tempat
berkembangbiaknya bakteru atau kuman jika tidak memenuhi syarat dan
berdampak pada kesehatan penghuni rumah. Debu dan asap yang dapat masuk
melalui sela-sela dinding yang tidak rapat dan retak dapat mengakibatkan saluran
pernapasan iritasi dan menjadi pemicu terjadinya ISPA (Aristatia and Yulyani
2021).
Berdasarkan hasil observasi, masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Talawi
umumnya memiliki jenis dinding yang memenuhi syarat seperti tembok permanen,
walau masih ditemukannya rumah masyarakat yang memiliki jenis dinding tidak
memenuhi syarat seperti batu/bata yang tidak diplester, setengah tembok, dan
papan. Jenis dinding tidak permanen seperti papan bersifat mudah berdebu dan
tidak kedap air sehingga menjadi tempat bagi hidupnya bakteri atau virus. Jenis
dinding permanen terjamin keawetannya, pemeliharaannya mudah, dan kuat dari
pengaruh kondisi luar seperti angina, hujan, dan lainnya. Wallpaper bahan vynil
dapat digunakan untuk alternatif bagi rumah dengan jenis dinding tidak permanen,
lantai vinyl mudah direkatkan pada lapisan dinding, tidak mudah sobek, tidak
mudah kotor, tahan terhadap lembab, dan harga yang cukup terjangkau.
5.2.8 Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Talawi
Dari hasil penelitian menggunakan uji chi-square yang sebelumnya
didapatkan dari observasi dan wawancara kepada
Universitas Sriwijaya
55
Universitas Sriwijaya
56
perkarangan rumah dan 25cm dari badan jalan, dan lantai dasar bangunan maksimal
1,2 meter dari atas rata-rata tanah perkarangan.
Lantai tanah seharusnya tidak digunakan lagi karena apabila hujan dapat
menyebabkan lantai lembab dan menjadi tempat yang bagus untuk
berkembangbiaknya mikroorganisme patogen ISPA. Lantai rumah yang bagus
adalah lantai dengan ciri-ciri kedap air, kering, mudah dibersihkan, tidak
menghasilkan debu dan tidak lembab. Lantai dengan jenis ubin/keramik bagus
untuk digunakan, namun lantai jenis ini juga tetap harus diperhatikan kebersihannya
dengan cara memiliki kebiasaan rajin menyapu dan mengepel agar debu, kuman,
bakteri, dan virus penyebab ISPA tidak tumbuh dan berkembangbiak (Lubis and
Ferusgel 2019). (Lazamidarmi, Sitorus et al. 2021)
Berdasarkan hasil pengamatan, umumnya responden di wilayah kerja
Puskesmas Talawi sudah menggunakan lantai jenis ubin/keramik dan plesteran,
meskipun terkadang ditemukan rumah yang memiliki lantai jenis ubin/keramik
dalam keadaan retak atau pecah-pecah yang dapat menjadi sarang debu. Selain itu,
masih ada beberapa responden yang menggunakan lantai berjenis papan yang tidak
kedap air yang dapat menyebabkan berkembangbiaknya mikroorganisme penyebab
ISPA. Lantai vynil jenis sheet (gulungan/rol) dapat digunakan untuk alternatif bagi
rumah dengan jenis lantai papan dan plester, lantai vinyl mudah direkatkan pada
lapisan lantai, tahan air dan api dengan harga yang cukup terjangkau.
5.2.9 Analisis Multivariat Terhadap Variabel yang Mempengaruhi Kejadian
ISPA pada Balita
Dari analisis multivariat menggunakan regresi logistik berganda dengan
model prediksi didapatkan hasil bahwa variabel keberadaan perokok dalam rumah
merupakan variabel yang berhubungan dengan kejadian ISPA (p-value <0,05) yaitu
penggunaan keberadaan perokok dalam rumah (p-value = 0,000), kepadatan hunian
(p-value = 0,001), obat nyamuk bakar (p-value = 0,008), dan jenis dinding (p-value
= 0,011). Adapun variabel co-founding dalam penelitian ini yaitu variabel ventilasi
dengan nilai p-value = 0,624 (>0,05). Variabel keberadaan perokok dalam rumah
menjadi variabel dominan yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Talawi karena memiliki nilai PR (95% CI) yang paling
tinggi yaitu sebesar 10,386 (3,246 – 31,063) dengan nilai p-value = 0,000 (P<0,05)
dalam artian responden yang terdapat keberadaan perokok di dalam rumah
Universitas Sriwijaya
57
memiliki peluang sebesar 10,386 kali untuk balita terkena ISPA dibandingkan
responden yang tidak terdapat keberadaan perokok di dalam rumah dan diyakini
95% balita yang terdapat keberadaan perokok dalam rumah meningkatkan risiko
terkena ISPA sebesar 3,246 hingga 31,063 kali.
Kebiasaan merokok di dalam rumah menyebabkan banyaknya gangguan
kesehatan yang akan dialami para anggota rumah karena asap dari rokok
mengandung banyak zat kimia berbahaya yang dpaat terhirup terutama oleh balita
sebagai kelompok rentan. Asap rokok mengandung kurang lebih 5000 bahan kimia
dimana 69 diantaranya merupakan senyawa karsinogenik. Nikotin, karbon
monoksida, hidrogen sianida, nitrogen oksida, senyawa aldehid yang mudah
menguap, dan beberapa senyawa hidrokarbon aromatik merupakan racun utama
yang terkandung pada rokok.
Asap rokok yang menempel mengandung bahan kimia atau residu seperti
nikotin di kulit, baju, atap, sofa, gorden, dan tempat lain di dalam rumah. Perokok
pasif sangat mudah terkena penyakit dan tiga kali lebih berbahaya dari perokok
aktif, hal ini dikarenakan asap rokok yang dihisap perokok aktif mengandung filter
yang terdapat pada rokok, sedangkan perokok pasif tidak. Balita yang terpapar asap
rokok dalam jangka waktu yang lama berisiko tinggi untuk terkena ISPA karena
kandungandari asap rokok dapat menurunkan kemampuan daya taahan tubuh balita
tersebut dalam membunuh bakteri penyebab ISPA.
Berdasarkan observasi dan wawancara, sebagian besar ayah balita memiliki
kebiasaan merokok dalam rumah. Merokok dilakukan ketika Ayah sedang menjaga
atau bermain dengan balita di ruang tamu atau terkadang di teras tanpa memikirkan
kesehatan balita. Selain ayah, kakek atau anggota keluarga laki-laki lain seperti
paman balita juga merupakan perokok aktif yang merokok di dalam rumah. Perokok
mengatakan bahwa merokok sudah menjadi kebiasaan yang sudah lama dilakukan
dan susah untuk dihentikan. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran para
orang tua atau anggota keluarga yang perokok aktif akan bahaya yang ditimbulkan
akibat merokok untuk keluarga khususnya balita yang menjadi perokok pasif
dimana perokok pasif sangat mudah untuk terkena segala macam penyakit
dibandingkan perokok aktif.
Universitas Sriwijaya
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Talawi Sumatera Barat dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Prevalensi terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Talawi Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar 44,6%.
2. Responden yang menggunakan obat nyamuk bakar di rumah sebesar
32,3% ; responden yang terdapat keberadaan perokok di dalam rumah
sebesar 58,5% ; responden dengan kepadatan hunian yang tidak
memenuhi syarat sebesar 53,1% ; responden dengan pencahayaan alami
yang tidak memenuhi syarat sebesar 56,9% ; responden dengan ventilasi
yang tidak memenuhi syarat sebesar 24,6% ; responden dengan jenis
dinding yang tidak memenuhi syarat sebesar 18% ; responden dengan
jenis lantai yang tidak memenuhi syarat sebesar 5%.
3. Tidak ada hubungan bermakna antara penggunaan obat nyamuk bakar
dengan kejadian ISPA pada balita (P-value = 0,156).
4. Adanya hubungan yang bermakna antara keberadaan perokok di dalam
rumah dengan kejadian ISPA pada balita (P-value = 0,000).
5. Adanya hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian dengan
kejadian ISPA pada balita (P-value = 0,000).
6. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pencahayaan alami
dengan kejadian ISPA pada balita (P-value =0,376).
7. Tidak adanya hubungan bermakna antara ventilasi dengan kejadian
ISPA pada balita (P-value = 0,084).
8. Adanya hubungan bermakna antara jenis dinding dengan kejadian ISPA
pada balita (P-value = 0,000).
9. Tidak adanya hubungan bermakna antara jenis lantai dengan kejadian
ISPA pada balita (P-value = 0,172).
Universitas Sriwijaya
58
59
Universitas Sriwijaya
60
Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
61
62
Universitas Sriwijaya
63
Desa Silo Bonto Kecamatan Silau Laut Kabupaten Asahan." Jurnal Ilmiah
Kesehatan Masyarakat: Media Komunikasi Komunitas Kesehatan
Masyarakat 11(2): 166-173.
Maulana, J., et al. (2022). "Faktor Host dan Environment sebagai Faktor Risiko
ISPA pada Balita di Puskesmas Tulis." Promotif: Jurnal Kesehatan
Masyarakat 12(2): 201-211.
Nenitriana, N., et al. (2018). "Hubungan Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian
ISPA pada Anak Balita di Desa Taopa Wilayah Kerja Puskesmas Taopa
Kabupaten Parigi Moutong." Jurnal Kolaboratif Sains 1(1).
Ostapchuk, M., et al. (2004). "Community-Acquired Pneumonia in Infants and
Children." American family physician 70(5): 899-908.
Pasaribu, R. K., et al. (2021). "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Daerah Pesisir Kota
Sibolga Tahun 2020." Syntax Idea 3(6): 1442-1454.
Permenkes (2011). "Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1077/MENKES/PER/V/2011 Tentang Penyehatan Udara dalam Ruang
Rumah." Retrieved 1, 2023.
Permenkes (2023). "Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun
2014 Tentang Kesehatan Lingkungan."
Prastiwi, N. (2015). "Pengaruh Model Paguyuban Masyarakat Peduli Asap Rokok
(PAMASPAR) Terhadap Pengetahuan Ayah dalam Pencegahan ISPA pada
Balita di Kelurahan Klego Kabupaten Boyolali." Skripsi 12(1): 26-28.
Priwahyuni, Y., et al. (2020). "Cegah Penyakit ISPA di Puskesmas Kecamatan
Limapuluh Kota Pekanbaru." Jurnal Pengabdian Untukmu Negeri 4(1): 54-
59.
Putri, A. E. (2017). "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada
Orang Dewasa di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten
Probolinggo." Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada 6(1): 1-10.
Putri, P. and M. R. Mantu (2019). "Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah Terhadap
Kejadian ISPA pada Balita di Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon periode
Juli-Agustus 2016." Tarumanagara Medical Journal 1(2): 389-394.
Universitas Sriwijaya
64
Universitas Sriwijaya
65
Wahyuningsih, S., et al. (2017). "Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada
Balita di Wilayah Pesisir Desa Kore Kecamatan Sanggar Kabupaten Bima."
HIGIENE: Jurnal Kesehatan Lingkungan 3(2): 97-105.
WHO (2007). "Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan." Retrieved 9, 2023.
WHO (2016). "Respiratory tract diseases." Retrieved 5, 2023.
WHO (2020). "Pusat Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Berat."
Retrieved 8 september, 2023.
Wilson Correia, R. D.-G., Mitza Sanches, Carmen de Jesús Borges Almeida
Semedo, Basilio Valladares, Isabel Inês M. de Pina-Araújo, and Emma
Carmelo (2021). "Study of the Etiology of Acute Respiratory Infections in
Children Under 5 Years at the Dr. Agostinho Neto Hospital, Praia, Santiago
Island, Cabo Verde." National Institutes Of Health 9: 2.
Winda Asmidar, P. and S. Zaenab (2018). "Hubungan Kebiasaan Merokok Anggota
Keluarga di Dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Usia 1-5
Tahun di Puskesmas Asinua Kabupaten Konawe Tahun 2018", Poltekkes
Kemenkes Kendari.
Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
Universitas Sriwijaya
66
Lampiran 1 : Inform Concent
Saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengetahui maksud
dan tujuan penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Talawi Sumatera Barat” yang dilaksanakan oleh tim peneliti dari
Program Studi Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya. Saya memutuskan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini secara
sukarela tanpa paksaan apapun. Bila saya menginginkan, maka saya dapat
mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.
Talawi, …………………….........2024
Saksi Responden
(………………………………) (………………………………)
Peneliti
Universitas Sriwijaya
Lampiran 2 : Lembar Kuesioner
KUISIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS TALAWI SUMATERA BARAT
Nomor Responden :
Hari/Tanggal Wawancara :
Alamat
Universitas Sriwijaya
IDENTITAS BALITA
Nama
PERTANYAAN
ISPA
1. Apakah dalam 1 bulan terakhir [Nama] mengalami keluhan atau gejala
berikut?
a. Flu 0. Ya 1. Tidak
b. Batuk 0. Ya 1. Tidak
c. Sesak napas 0. Ya 1. Tidak
d. Sakit tenggorokan 0. Ya 1. Tidak
2. Berapa lama [Nama]
mengalami keluhan …….. Hari
tersebut?
Universitas Sriwijaya
OBSERVASI
KONDISI FISIK RUMAH
1. Jenis Dinding
a. Tembok
b. Bata/Batu yang Diplester
c. Setengah Tembok
d. Bata/Batu yang Tidak Diplester
e. Papan/Bambu/Ilalang
2. c. Jenis Lantai
a. Ubin/Keramik
b. Plesteran
c. Tanah
d. Papan
e. Anyaman bambu
PENGUKURAN
KONDISI FISIK RUMAH
1. Kepadatan Hunian
P = ……………...
L = ……………...
Jumlah penghuni rumah = …………
2. Pencahayaan Alami
……………… Lux
3. Ventilasi Lantai
P = ……………... P = ……………...
L = ……………... L = ……………...
Ventilasi Lantai
P = ……………... P = ……………...
L = ……………... L = ……………...
Ventilasi Lantai
P = ……………... P = ……………...
L = ……………... L = ……………...
Universitas Sriwijaya
Lampiran 3 : Kaji Etik
Universitas Sriwijaya
Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian
Universitas Sriwijaya
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian Kota Sawahlunto
Universitas Sriwijaya
Lampiran 6 : Surat Izin Peminjaman Alat
Universitas Sriwijaya
Lampiran 7 : Dokumentasi Penelitian
Pengukuran Pengukuran
Pencahayaan dalam Ruang Ventilasi Rumah
Universitas Sriwijaya
Lampiran 8 : Output SPSS
Kejadian ISPA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ISPA 58 44.6 44.6 44.6
Tidak ISPA 72 55.4 55.4 100.0
Total 130 100.0 100.0
Kepadatan Hunian
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 69 53.1 53.1 53.1
Memenuhi Syarat 61 46.9 46.9 100.0
Total 130 100.0 100.0
Pencahayaan Alami
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 74 56.9 56.9 56.9
Memenuhi Syarat 56 43.1 43.1 100.0
Total 130 100.0 100.0
Universitas Sriwijaya
Ventilasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 32 24.6 24.6 24.6
Memenuhi Syarat 98 75.4 75.4 100.0
Total 130 100.0 100.0
Jenis Dinding
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 18 13.8 13.8 13.8
Memenuhi Syarat 112 86.2 86.2 100.0
Total 130 100.0 100.0
Jenis Lantai
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 5 3.8 3.8 3.8
Memenuhi Syarat 125 96.2 96.2 100.0
Total 130 100.0 100.0
Crosstab
Kejadian ISPA
Tidak
ISPA ISPA Total
Penggunaan Obat Ada Count 23 19 42
Nyamuk Bakar Expected Count 18.7 23.3 42.0
% within Penggunaan Obat 54.8% 45.2% 100.0%
Nyamuk Bakar
% within Kejadian ISPA 39.7% 26.4% 32.3%
% of Total 17.7% 14.6% 32.3%
Tidak Count 35 53 88
Ada Expected Count 39.3 48.7 88.0
% within Penggunaan Obat 39.8% 60.2% 100.0%
Nyamuk Bakar
% within Kejadian ISPA 60.3% 73.6% 67.7%
Universitas Sriwijaya
% of Total 26.9% 40.8% 67.7%
Total Count 58 72 130
Expected Count 58.0 72.0 130.0
% within Penggunaan Obat 44.6% 55.4% 100.0%
Nyamuk Bakar
% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 44.6% 55.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymptotic Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.585a 1 .108
Continuity Correctionb 2.014 1 .156
Likelihood Ratio 2.579 1 .108
Fisher's Exact Test .132 .078
Linear-by-Linear 2.565 1 .109
Association
N of Valid Cases 130
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.74.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Penggunaan 1.833 .872 3.852
Obat Nyamuk Bakar (Ada /
Tidak Ada)
For cohort Kejadian ISPA = 1.377 .945 2.006
ISPA
For cohort Kejadian ISPA = .751 .517 1.091
Tidak ISPA
N of Valid Cases 130
Universitas Sriwijaya
Keberadaan Perokok Dalam Rumah * Kejadian ISPA
Crosstab
Kejadian ISPA
Tidak
ISPA ISPA Total
Keberadaan Perokok Ada Count 45 31 76
Dalam Rumah Expected Count 33.9 42.1 76.0
% within Keberadaan Perokok 59.2% 40.8% 100.0%
Dalam Rumah
% within Kejadian ISPA 77.6% 43.1% 58.5%
% of Total 34.6% 23.8% 58.5%
Tidak Count 13 41 54
Ada Expected Count 24.1 29.9 54.0
% within Keberadaan Perokok 24.1% 75.9% 100.0%
Dalam Rumah
% within Kejadian ISPA 22.4% 56.9% 41.5%
% of Total 10.0% 31.5% 41.5%
Total Count 58 72 130
Expected Count 58.0 72.0 130.0
% within Keberadaan Perokok 44.6% 55.4% 100.0%
Dalam Rumah
% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 44.6% 55.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymptotic Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 15.773a 1 .000
Continuity Correctionb 14.383 1 .000
Likelihood Ratio 16.334 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 15.651 1 .000
Association
N of Valid Cases 130
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24.09.
b. Computed only for a 2x2 table
Universitas Sriwijaya
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Keberadaan 4.578 2.112 9.924
Perokok Dalam Rumah (Ada
/ Tidak Ada)
For cohort Kejadian ISPA = 2.460 1.478 4.092
ISPA
For cohort Kejadian ISPA = .537 .394 .732
Tidak ISPA
N of Valid Cases 130
Crosstab
Kejadian ISPA
Tidak
ISPA ISPA Total
Kepadatan Tidak Memenuhi Count 44 25 69
Hunian Syarat Expected Count 30.8 38.2 69.0
% within Kepadatan 63.8% 36.2% 100.0%
Hunian
% within Kejadian ISPA 75.9% 34.7% 53.1%
% of Total 33.8% 19.2% 53.1%
Memenuhi Syarat Count 14 47 61
Expected Count 27.2 33.8 61.0
% within Kepadatan 23.0% 77.0% 100.0%
Hunian
% within Kejadian ISPA 24.1% 65.3% 46.9%
% of Total 10.8% 36.2% 46.9%
Total Count 58 72 130
Expected Count 58.0 72.0 130.0
% within Kepadatan 44.6% 55.4% 100.0%
Hunian
% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 44.6% 55.4% 100.0%
Universitas Sriwijaya
Chi-Square Tests
Asymptotic Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 21.830a 1 .000
Continuity Correctionb 20.209 1 .000
Likelihood Ratio 22.634 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 21.662 1 .000
Association
N of Valid Cases 130
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.22.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kepadatan 5.909 2.728 12.796
Hunian (Tidak Memenuhi
Syarat / Memenuhi Syarat)
For cohort Kejadian ISPA = 2.778 1.697 4.549
ISPA
For cohort Kejadian ISPA = .470 .334 .662
Tidak ISPA
N of Valid Cases 130
Crosstab
Kejadian ISPA
Tidak
ISPA ISPA Total
Pencahayaan Tidak Memenuhi Count 36 38 74
Alami Syarat Expected Count 33.0 41.0 74.0
% within Pencahayaan 48.6% 51.4% 100.0%
Alami
% within Kejadian ISPA 62.1% 52.8% 56.9%
% of Total 27.7% 29.2% 56.9%
Memenuhi Syarat Count 22 34 56
Expected Count 25.0 31.0 56.0
Universitas Sriwijaya
% within Pencahayaan 39.3% 60.7% 100.0%
Alami
% within Kejadian ISPA 37.9% 47.2% 43.1%
% of Total 16.9% 26.2% 43.1%
Total Count 58 72 130
Expected Count 58.0 72.0 130.0
% within Pencahayaan 44.6% 55.4% 100.0%
Alami
% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 44.6% 55.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymptotic Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.131a 1 .288
Continuity Correctionb .784 1 .376
Likelihood Ratio 1.135 1 .287
Fisher's Exact Test .373 .188
Linear-by-Linear 1.122 1 .289
Association
N of Valid Cases 130
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24.98.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pencahayaan 1.464 .724 2.960
Alami (Tidak Memenuhi
Syarat / Memenuhi Syarat)
For cohort Kejadian ISPA = 1.238 .829 1.849
ISPA
For cohort Kejadian ISPA = .846 .623 1.148
Tidak ISPA
N of Valid Cases 130
Universitas Sriwijaya
Ventilasi * Kejadian ISPA
Crosstab
Kejadian ISPA
ISPA Tidak ISPA Total
Ventilasi Tidak Memenuhi Syarat Count 19 13 32
Expected Count 14.3 17.7 32.0
% within Ventilasi 59.4% 40.6% 100.0%
% within Kejadian ISPA 32.8% 18.1% 24.6%
% of Total 14.6% 10.0% 24.6%
Memenuhi Syarat Count 39 59 98
Expected Count 43.7 54.3 98.0
% within Ventilasi 39.8% 60.2% 100.0%
% within Kejadian ISPA 67.2% 81.9% 75.4%
% of Total 30.0% 45.4% 75.4%
Total Count 58 72 130
Expected Count 58.0 72.0 130.0
% within Ventilasi 44.6% 55.4% 100.0%
% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 44.6% 55.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymptotic Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3.742a 1 .053
Continuity Correctionb 2.992 1 .084
Likelihood Ratio 3.732 1 .053
Fisher's Exact Test .066 .042
Linear-by-Linear 3.714 1 .054
Association
N of Valid Cases 130
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.28.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Ventilasi 2.211 .980 4.986
(Tidak Memenuhi Syarat /
Memenuhi Syarat)
Universitas Sriwijaya
For cohort Kejadian ISPA = 1.492 1.024 2.173
ISPA
For cohort Kejadian ISPA = .675 .431 1.057
Tidak ISPA
N of Valid Cases 130
Crosstab
Kejadian ISPA
ISPA Tidak ISPA Total
Jenis Dinding Tidak Memenuhi Syarat Count 16 2 18
Expected Count 8.0 10.0 18.0
% within Jenis Dinding 88.9% 11.1% 100.0%
% within Kejadian ISPA 27.6% 2.8% 13.8%
% of Total 12.3% 1.5% 13.8%
Memenuhi Syarat Count 42 70 112
Expected Count 50.0 62.0 112.0
% within Jenis Dinding 37.5% 62.5% 100.0%
% within Kejadian ISPA 72.4% 97.2% 86.2%
% of Total 32.3% 53.8% 86.2%
Total Count 58 72 130
Expected Count 58.0 72.0 130.0
% within Jenis Dinding 44.6% 55.4% 100.0%
% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 44.6% 55.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymptotic Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 16.573a 1 .000
Continuity Correctionb 14.559 1 .000
Likelihood Ratio 17.960 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 16.446 1 .000
Association
N of Valid Cases 130
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.03.
b. Computed only for a 2x2 table
Universitas Sriwijaya
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jenis Dinding 13.333 2.919 60.898
(Tidak Memenuhi Syarat /
Memenuhi Syarat)
For cohort Kejadian ISPA = 2.370 1.774 3.166
ISPA
For cohort Kejadian ISPA = .178 .048 .662
Tidak ISPA
N of Valid Cases 130
Crosstab
Kejadian ISPA
ISPA Tidak ISPA Total
Jenis Lantai Tidak Memenuhi Syarat Count 4 1 5
Expected Count 2.2 2.8 5.0
% within Jenis Lantai 80.0% 20.0% 100.0%
% within Kejadian ISPA 6.9% 1.4% 3.8%
% of Total 3.1% 0.8% 3.8%
Memenuhi Syarat Count 54 71 125
Expected Count 55.8 69.2 125.0
% within Jenis Lantai 43.2% 56.8% 100.0%
% within Kejadian ISPA 93.1% 98.6% 96.2%
% of Total 41.5% 54.6% 96.2%
Total Count 58 72 130
Expected Count 58.0 72.0 130.0
% within Jenis Lantai 44.6% 55.4% 100.0%
% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 44.6% 55.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymptotic Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.635a 1 .105
Continuity Correctionb 1.356 1 .244
Likelihood Ratio 2.736 1 .098
Universitas Sriwijaya
Fisher's Exact Test .172 .123
Linear-by-Linear 2.615 1 .106
Association
N of Valid Cases 130
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.23.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jenis Lantai 5.259 .571 48.409
(Tidak Memenuhi Syarat /
Memenuhi Syarat)
For cohort Kejadian ISPA = 1.852 1.143 2.999
ISPA
For cohort Kejadian ISPA = .352 .061 2.046
Tidak ISPA
N of Valid Cases 130
C. Analisis Multivariat
1. Seleksi Bivariat
a. Penggunaan Obat Nyamuk Bakar
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 2.579 1 .108
Block 2.579 1 .108
Model 2.579 1 .108
c. Kepadatan Hunian
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Universitas Sriwijaya
Step 1 Step 22.634 1 .000
Block 22.634 1 .000
Model 22.634 1 .000
d. Pencahayaan Alami
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 1.135 1 .287
Block 1.135 1 .287
Model 1.135 1 .287
e. Ventilasi
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 3.732 1 .053
Block 3.732 1 .053
Model 3.732 1 .053
f. Jenis Dinding
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 17.960 1 .000
Block 17.960 1 .000
Model 17.960 1 .000
g. Jenis Lantai
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 2.736 1 .098
Block 2.736 1 .098
Model 2.736 1 .098
2. Analisis Multivariat
a. Pemodelan Awal Analisis Multivariat
Variables in the Equation
95% C.I.for
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) EXP(B)
Universitas Sriwijaya
Lower Upper
Step Penggunaan Obat 1.442 .545 6.986 1 .008 4.228 1.452 12.316
1a Nyamuk Bakar
Keberadaan Perokok 2.304 .580 15.806 1 .000 10.017 3.217 31.197
Dalam Rumah
Kepadatan Hunian 1.540 .478 10.402 1 .001 4.667 1.830 11.901
Ventilasi .340 .564 .364 1 .546 1.405 .465 4.242
Jenis Dinding 2.488 1.090 5.208 1 .022 12.041 1.421 102.047
Jenis Lantai -1.165 1.688 .476 1 .490 .312 .011 8.524
Constant -10.543 3.149 11.213 1 .001 .000
a. Variable(s) entered on step 1: Penggunaan Obat Nyamuk Bakar, Keberadaan Perokok Dalam
Rumah, Kepadatan Hunian, Ventilasi, Jenis Dinding, Jenis Lantai.
Universitas Sriwijaya
Jenis Dinding 2.113 .834 6.419 1 .011 8.272 1.613 42.405
Ventilasi .271 .551 .241 1 .624 1.311 .445 3.861
Constant -12.076 2.478 23.743 1 .000 .000
a. Variable(s) entered on step 1: Penggunaan Obat Nyamuk Bakar, Keberadaan Perokok Dalam
Rumah, Kepadatan Hunian, Jenis Dinding, Ventilasi.
Universitas Sriwijaya