Pemeriksaan Fisik

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 83

PEMERIKSAAN FISIK

(HEAD TO TOE)
Definisi
Pemeriksaan fisik berasal dari kata “Physical Examination” yang artinya memeriksa tubuh.
Jadi pemeriksaan fisik adalah memeriksa tubuh dengan atau tanpa alat untuk tujuan
mendapatkan informasi atau data yang menggambarkan kondisi klien yang sesungguhnya.
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan atau hanya
beberapa bagian saja yang perlu oleh tim medis yang bersangkutan.
Pemeriksan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan
dari suatu sistim atau suatu organ tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi),
mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi). (Raylene M Rospond,2009; Terj D.
Lyrawati,2009).
Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data yang sistematik dengan memakai
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa untuk mendeteksi masalah
kesehatan klien.Untuk pemeriksaan fisik perawat menggunakan teknik inspeksi, auskultasi,
palpasi, dan perkusi (Craven & Hirnle, 2000; Potter & Perry, 1997; Kozier et al., 1995).
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan
tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
Tujuan
Mengkaji secara umum dari status umum keadaan
klien.
Mengkaji fungsi fisiologi dan patologis atau gangguan.
Mengenal secara dini adanya masalah keperawatan
klien baik aktual maupun resiko.
Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang
ada,serta menghindari masalah yang mungkin terjadi.
Tujuan
Memperoleh data dasar tentang kemampuan
fungsional klien atau keadaan tubuh pasien.
Memperoleh data untuk merumuskan diagnosis
keperawatan dan rencana keperawatan.
Mengevaluasi hasil kesehatan fisik dan kemajuan
masalah klien.
Metode dan teknik pemeriksaan fisik
Inspeksi.
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan
melihat langsung seluruh tubuh pasien atau hanya
bagian tertentu yang diperlukan
Pemeriksa menggunakan indera penglihatan , indera
pendengaran dan penciuman
Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2) Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
(diupayakan pasien membuka sendiri pakaiannya.
Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun
dibuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan
bagian lain ditutupi selimut).
3) Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan
(kesimetrisan) dan abnormalitas.Contoh : mata kuning
(ikterus), terdapat struma di leher, kulit
kebiruan(sianosis), dan lain-lain.
4) Catat hasilnya.
Palpasi
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang
dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian
tubuh dengan menggunakan jari atau tangan
Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif
digunakan untuk mengumpulkan data
Teknik palpasi
Palpasi ringan
Palpasi dalam (bimanual)
Cara pemeriksaan
Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri.
Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman.
Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan tekanan ringan.
Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan.
Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor
bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut,
ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa nyeri raba / tekan.
Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat.
Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan
mendengarkan bunyi getaran/ gelombang suara yang
dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh
yang diperiksa
Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau
tangan pada permukaan tubuh
Derajat bunyi disebut dengan resonansi
Cara pemeriksaan
Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung
bagian yang akan diperiksa.
Pastikan pasien dalam keadaan rilex.
Minta pasien untuk menarik napas dalam agar
meningkatkan relaksasi otot.
Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat
dan kering.
Cara pemeriksaan
Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu
dengan :
Metode langsung yaitu mengentokan jari tangan
langsung dengan menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut :
Jari tengah tangan kiri di letakkan dengan lembut di
atas permukaan tubuh, ujung jari tengah dari tangan
kanan, untuk mengetuk persendian, Pukulan harus
cepat dengan lengan tidak bergerak dan pergelangan
tangan rilek, Berikan tenaga pukulan yang sama pada
setiap area tubuh.
6). Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh
perkusi.
Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi,
waktu agak lama dan kualitas seperti drum (lambung).
Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada
rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru normal).
Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras,
waktu lebih lama, kualitas ledakan (empisema paru).
Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai
menengah, nada tinggi, waktu agak lama kualitas seperti
petir (hati).
 Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh.
Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan
stetoskop
Hal-hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung, suara
nafas, dan bising usus.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi 
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran
permenit.
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara.
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi
pada nafas
Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-
saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales
halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat
inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan
hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai
pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis
akut, asma.
Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti
suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan
peradangan pleura.
Cara pemeriksaan
Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung
bagian yang diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa
harus terbuka.
Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi
yang nyaman.
Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak
bocor antara bagian kepala, selang dan telinga.
Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang
telinga pemeriksa sesuai arah.
Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara
menempelkan pada telapak tangan Pemeriksa.
Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien
yang akan diperiksa.
Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan
bunyi bernada rendah pada tekanan ringan yaitu pada
bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan diafragma
untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan
paru.
Pemeriksaan tanda vital.
Pemeriksaan Nadi
Pemeriksaan Tekanan Darah
Pemeriksaan Pernafasan
Pemeriksaan Suhu
Pemeriksaan Pernafasan
POLA PERNAFASAN
Dispnea :Susah bernafas yang menunjukkan adanya retraksi.
Bradipnea :Frekuensi pernafasan cepat yang abnormal.
Hiperpnea :Pernafasan cepat dan normal atau peningkatan frekuensi
dan kedalaman pernapasan.
Apnea :Tidak ada pernafasan.
Cheyne stokes :Periode pernafasan cepat dalam yang bergantian
dengan periode apnea, umumnya pada bayi dan anak selama tidur
nyenyak, depresi, dan kerusakan otak.
Kusmaul : Nafas normal yang abnormal bisa cepat, normal, atau
lambat umumnya pada asidosis metabolik.
Biot : Nafas tidak teratur, menunjukkan adanya kerusakan atak bagian
bawah dan depresi pernafasan.
Pemeriksaan fisik head to toe
Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien perlu
dipersiapkan sehingga kenyamanan tetap terjaga,
misalnya pasien dianjurkan buang air kecil terlebih
dahulu.
Jaga privasi pasien dengan hanya membuka bagian yang
akan diperiksa, serta ajak teman ketiga bila pemeriksa
dan pasien berlainan jenis kelamin.
Beri tahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan.
Atur waktu seefisien mungkin sehingga pasien maupun
pemeriksa tidak kecapaian.
Atur posisi pasien untuk mempermudah pemeriksaan.
Cuci tangan.
Pakai handscoon.
Kaji keadaan umum pasien (tingkat kesadaran).
Kaji tanda-tanda vital.
Pemeriksaan fisik kepala.
Pemeriksaan fisik kepala
Tujuan pengkajian kepala adalah mengetahui bentuk
dan fungsi kepala. Pengkajian diawalai dengan
inspeksi kemudian palpasi
Cara inspeksi dan palpasi kepala.
1) Atur pasien dalam posisi duduk atau berdiri
(bergantung pada kondisi pasien dan jenis pengkajian
yang akan dilakukan).
2) Bila pasien memakai kacamata, anjurkan untuk
melepaskannya.
3) Lakukan inspeksi
inspeksi
yaitu dengan memperhatikan kesimetrisan wajah,
tengkorak, warna dan distribusi rambut, serta kulit kepala.
Wajah normalnya simetris antara kanan dan kiri.
Ketidaksimetrisan wajah dapat menjadi suatu petunjuk
adanya kelumpuhan/ paresif saraf ketujuh.
Bentuk tengkorak yang normal adalah simetris dengan
bagian frontal menghadap kedepan dan bagian parietal
menghadap kebelakang.
Distribusi rambut sangat bervariasi pada setiap orang, dan
kulit kepala normalnya tidak mengalami peradangan,
tumor, maupun bekas luka/sikatriks.
palpasi
 untuk mengetahui keadaan rambut, massa,
pembekuan, nyeri tekan, keadaan tengkorak dan kulit
kepala
Pemeriksaan fisik mata
Kelengkapan dan keluasan pengkajian mata
bergantung pada informasi yang diperlukan.
Secara umum tujuan pengkajian mata adalah
mengetahui bentuk dan fungsi mata.
Cara inspeksi mata
Dalam inspeksi mata, bagian-bagian mata yang perlu
diamati adalah bola mata, kelopak mata, konjungtiva,
sklera, dan pupil
Cara inspeksi mata
1) Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata, lapang pandang,
dan visus.
2) Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap kelainan dengan cara
sebagai berikut.
a. Anjurkan pasien melihat kedepan.
b. Bandingkan mata kanan dan kiri.
c. Anjurkan pasien menutup kedua mata.
d. Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada bagian
pinggir kelopak mata, catat setiap ada kelainan, misalnya adanya
kemerah-merahan.
e. Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait dengan ada/tidaknya
bulu mata, dan posisi bulu mata.
f. Perhatikan keluasan mata dalam membuka dan catat bila ada dropping
kelopak mata atas atau sewaktu mata membuka (ptosis).
Amati konjungtiva dan sclera 
a. Anjurkan pasien untuk melihat lurus kedepan.
b. Amati konjungtiva untukmmengetahui ada/tidaknya kemerah-merahan,
keadaan vaskularisasi, serta lokasinya.
c. Tarik kelopak mata bagian bawah dengan menggunakan ibu jari.
d. Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila
didapatkan infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal, misalnya anemic.
e. Bila diperlukan, amati konjungtiva bagian atas, yaitu dengan cara
membuka/membalik kelopak mata atas dengan perawat berdiri dibelakang
pasien.
f. Amati warna sclera saat memeriksa konjungtiva yang pada keadaan tertentu
warnanya dapat menjadi ikterik.
g. Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian lanjutkan dengan
mnegevaluasi reaksi pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil adalam
sama besar (isokor). Pupil yang mengecil disebut miosis,dan amat kecil disebut
pinpoint, sedangkan pupil yang melebar/ dilatasi disebut midriasis.
Cara inspeksi gerakan mata.
a. Anjurkan pasien melihat kedepan.
b. Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan
(nistagmus) yaitu gerakan ritmis bola mata, mula-mula lambat
bergerak kesatu arah,kemudian dengan cepat kembali keposisi
semula.
c. Bila ditemukan adanya nistagmus, amati bentuk, frekuensi (cepat
atau lambat), amplitudo (luas/sempit) dan durasinya (hari/minggu).
d. Amati apakah kedua mata memandang lurus kedepan atau salah
satu mengalami deviasi.e. Luruskan jemari telunjuk anda dan
dekatkan dengan jarak sekitar 15-30 cm.
f. Beri tahu pasien untuk mengikuti gerakan jari anda dan
pertahankan posisi kepala pasien. Gerakan jari anda ke delapan
arah untuk mengetahui fungsi 6 otot mata.
Cara inspeksi lapang pandang
a. Berdiri di depan pasien.
b. Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara
menutup mata yang tidak diperiksa.
c. Beri tahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan
memfokuskan pada satu titik pandang, misalnya hidung
anda.
d. Gerakan jari anda pada satu garis vertical/ dari samping,
dekatkan kemata pasien secara perlahan-lahan.
e. Anjurkan pasien untuk member tahu sewaktu mulai
melihat jari anda.
f. Kaji mata sebelahnya.
Cara pemeriksaan visus
a. Siapkan kartu snellen atau kartu yang lain untuk pasien
dewasa atau kartu gambar untuk anak-anak.
b. Atur kursi tempat duduk pasien dengan jarak 5 atau 6 meter
dari kartu snellen.
c. Atur penerangan yang memadai sehingga kartu dapat dibaca
dengan jelas.
d. Beri tahu pasien untuk menutup mata kiri dengan satu tangan.
e. Pemeriksaan mata kanan dilakukan dengan cara pasien
disuruh membaca mulai dari huruf yang paling besar menuju
huruf yang kecil dan catat tulisan terakhir yang masih dapat
dibaca oleh pasien.
f. Selanjutnya lakukan pemeriksaan mata kiri.
Cara palpasi mata.
Pada palpasi mata dikerjakan dengan tujuan untuk
mengetahui tekanan bola mata dan mengetahui adanya
nyeri tekan. Untuk mengukur tekanan bola mata secara
lebih teliti, diperlukan alan tonometri yang
memerlukan keahlian khusus.
a. Beri tahu pasien untuk duduk.
b. Anjurkan pasien untuk memejamkan mata.
c. Lakukan palpasi pada kedua mata. Bila tekanan bola
mata meninggi, mata teraba keras.
Pemeriksaan fisik telinga
Pengkajian telinga secara umum bertujuan
untukmengetahui keadaan teling luar, saluran telinga,
gendang telinga/membrane tipani, dan pendengaran.
Alat yang perlu disiapkan dalam pengkajian antara lain
otoskop, garpu tala dan arloji.
Cara inspeksi dan palpasi pada telinga.
1. Bantu pasien dalam posisi duduk.
2. Atur posisi anda duduk meghadap sisi telinga pasien yang
akan dikaji.
3. Untuk pencahayaan, gunakan auriskop, lampu kepala, atau
sumber cahaya lain.
4. Mulai amati telinga luar, periksa ukuran, bentuk, warna, lesi,
dan adanya massa pada pinna.
5. Lanjutkan pengkajian palpasi dengan cara memegang telinga
dengan ibu jari dan jari telunjuk.
6. Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis, yaitu dari
jaringan lunak, kemudian jaringan keras, dan catat bila ada
nyeri.
7. Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang
telinga di bawah daun telinga. Bila ada peradangan,
pasien akan merasa nyeri.
8. Bandingkan telinga kanan dan kiri.
9. Bila diperluka, lanjutkan pengkajian telinga dalam.
10. Pegang bagian pinggir daun telinga/heliks dan secara
perlahan-lahan tarik daun telinga keatas dan ke belakang
sehingga lubang telinga menjadi lurus dan mudah
diamati.
11. Amati pintu masuk lubang telinga dan perhatikan ada/
tidaknya peradangan, pendarahan atau kotoran.
Pemeriksaan pendengaran
Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk
mengetahui fungsi telinga.
Secara sederhana pemeriksaan pendengaran dapat
diperiksa dengan mengguanakan suara bisikan.
Pendengaran yang baik akan mudah megetahui adanya
bisikan.
Cara pemeriksaan pendengaran dengan
bisikan

1. Atur posisi pasien berdiri membelakangi anda pada jarak


4,5-6m.
2. Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang
tidak diperiksa.
3. Bisikan suatu bilangan.
4. Beritahu pasien untuk mengulangi bilangan yang didengar.
5. Periksa telinga sebelahnya dengan cara yang sama.
6. Bandingkan kemampuan mendengar pada telinga kanan
dan kiri pasien
Cara pemeriksaan pendengaran dengan garpu
tala.
Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui kualitas pendengaran secara lebih
teliti. Pemeriksaan dengan garpu tala dilakukan
dengan dua cara, yaitu pemeriksaan Rinne dan
pemeriksaan Webber.
Pemeriksaan Rinne
a) Vibrasikan garpu tala
b) Letakan garpu tala pada mastoid kanan pasien
c) Anjurkan pasien untuk member tahu sewaktu tidak
merasakan getaran lagi.
d) Angkatan garpu tala dan pegang di depan telinga kanan
pasien dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang
telinga luar pasien.
e) Anjurkan pasien untuk member tahu apakah masih
mendengar suara getaran atau tidak.
Normalnya suara getaran masih dapat didengar karena
konduksi udara lebih baik di banding konduksi tulang.
Pemeriksaan Webber.
a) Vibrasikan garpu tala
b) Letakan garpu tala di tengah-tengah puncak kepala
pasien
c) Tanya pasien tentang telinga yang mendengar suara
getaran lebih keras. Normalnya kedua telinga dapat
mendengar secara seimbang sehingga getaran
dirasakan di tengah-tengah telinga.
d) Catat hasil pendengaran.
e) Tentukan apakah pasien mengalami gangguan
konduksi tulang, udara, atau keduanya.
Pemeriksaan fisik hidung dan sinus
Hidung dikaji dengan tujuan untuk mengetahui
keadaan bentuk dan fungsi tulang hidung. Pengkajian
hidung dimulai dari bagian luar, bagian dalam dan
sinus-sinus.
Alat yang perlu dipersiapkan antara lain otoskop,
speculum hidung, cermin, dan sumber penerangan
Cara inspeksi dan palpasi hidung bagian luar
serta palpasi sinus
1. Duduk menghadap pasien.
2. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi
depan, samping dan atas, perhatikan bentuk atau tulang
hidung dari ketiga sisi ini.
3. Amati wanrna dan pembengkakan pada kulit hidung.
4. Amati kesimetrisan hidung
5. Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar, dan catat
bila ditemukan ketidak abnormalan kulit atau tulang hidung.
6. Kaji mobilitas septum nasi.
7. Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis.
Perhatikan jika ada nyeri.
Cara inspeksi hidung bagian dalam
1. Duduk menghadap pasien
2. Pasang lampu kepala, atur lampu sehingga tepat menerangi lubang hidung.
3. Elevasikan lubang hidung pasien dengan cara menekan hidung pasien secara
lembut dengan ibu jari anda, kemudian amati bagian anterior lubang hidung.
4. Amati posisi septum nasi dan kemungkinan adanya perfusi.
5. Amati bagian konka nasalis inferior
6. Pasang ujung spekulum hidung pada lubang hidung sehingga rongga hidung
dapat diamati.
7. Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung, atur posisi kepala
sehingga menengadah.
8. Amati bentuk dan posisi septum, kartilago, dan dinding-dinding rongga
hidung serta selaput lendir pada rongga hidung (warna, sekresi, bengkak)
9. Bila sudah selesai lepaskan speculum perlahan-lahan.
Pemeriksaan fisik hidung dan faring
Pengkajian mulut dan faring dilakukan dengan posisi
pasien duduk. Pencahayaan harus baik, sehingga
semua bagian dalam mulut dapat diamati dengan jelas.
Pengamatan diawali dengan mengamati bibir, gigi,
gusi, lidah, selaput lendir, pipi bagian dalam, lantai
dasar mulut, dan platum/ langit-langit mulut, kemudian
faring.
Cara inspeksi mulut
1. Bantu pasien duduk berhadapan dan tinggi yang sejajar dengan anda.
2. Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan congenital, bibir sumbing,
warna bibir, ulkus, lessi dan massa.
3. Lanjutkan pada pengamatan gigi, anjurkan pasien untuk membuka mulut.
4. Atur pencahayaan yang memadai, bila perlu gunakan penekan lidah, agar
gigi tampak jelas.
5. Amati posisi, jarak, gigi rahan atas dan bawah, ukuran, warna, lesi, atau
adanya tumor pada setiap gigi. Amati juga akar-akar gigi, dan gusi secara
khusus.
6. Periksa setiap gigi dengan cara mengetuk secara sistematis, bandingkan
gigi bagian kiri, kanan, atas, dan bawah, serta anjurkan pasien untuk
member tahu bila merasa nyeri sewaktu giginya diketuk.
7. Perhatikan pula cirri-ciri umum sewaktu melakukan
pengkajian antara lain kenersihan mulut dan bau mulut.
8. Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan
kesimetrisannya. Minta pasien menjulurkan lidah dan amati
kelurusan, warna, ulkus dan setiap ada kelainan.
9. Amati warna, adanya pembengkakan, tumor, sekresi,
peradangan, ulkus, dan perdarahan pada selaput lendir semua
bagian mulut secara sistematis.
10. Lalu lanjutkan pada inspeksi faring, dengan menganjurkan
pasien membuka mulut dan menekan lidah pasien kebawah
sewaktu pasien berkata “ah”. Amati kesimetrisan uvula pada
faring.
Cara palpasi mulut.
Palpasi pada mulut dilakukan terutama bila dari
inspeksi belum diperoleh data yang meyakinkan.
Tujuannya adalah mengetahui bentuk dan setiap ada
kelainan yang dapat diketahui dengan palpasi, yang
meliputi pipi, dasar mulut, palatum, dan lidah.
Pemeriksaan fisik leher.
Leher dikaji setelah pengkajian kepala selesai
dikerjakan. Tujuannya adalah mengetahui bentuk
leher, serta organ-organ penting yang berkaitan.
Dalam pengkajian ini, sebaiknya baju pasien
dilepaskan, sehingga leher dapat dikaji dengan mudah.
Cara inspeksi leher
1. Anjurkan pasien untuk melepaskan baju, atur pencahayaan yang
baik.
2. Lakukan inspeksi leher untuk mengetahui bentuk leher, warna
kulit, adanya pembengkakan, jaringan parut, dan adanya massa.
Palpasi dilakukan secara sistematis, mulai dari garis tengah sisi
depan leher, samping, dan belakang. Warna kulit leher normalnya
sama dengan kulit sekitarnya. Warna kulit leher dapat menjadi
kuning pada semua jenis ikterus, dan menjadi merah, bengkak,
panas serta ada nyeri tekan bila mengalami peradangan.
3. Inspeksi tiroid dengan cara meminta pasien menelan, dan amati
gerakan kelenjar tiroid pada insisura jugularis sterni. Normalnya
gerakan kelenjar tiroid tidak dapat dilihat kecuali pada orang yang
sangat kurus.
Cara palpasi leher
Palpasi pada leher dilakukan terutama untuk
mengetahui keadaan dan letak kelenjar limfe, kelenjar
tiroid, dan trakea.
1. Duduk dihadapan pasien
2. Anjurkan pasien untuk menengadah kesamping
menjauhi perawat pemeriksa sehingga jaringan lunak
dan otot-otot akan relaks
3. Lakukan palpasi secara sistematis,dan tentukan menurut lokasi, batas-batas,
ukuran, bentuk dan nyeri tekan pada setiap kelompok kelenjar limfe yang
terdiri dari :
a. Preaurikular – didepan telinga
b. Postaurikular – superficial terhadap prosesus mostoideus
c. Oksipital – di dasar posterior tulang kepala
d. Tonsilar – disudut mandibular
e. Submandibular – ditengah-tengah antara sudut dan ujung mandibular
f. Submental – pada garis tengah beberapa cm dibelakang ujung mandibular
g. Servikal superficial – superficial terhadap sternomastoideus
h. Servikal posterior – sepanjang tepi anterior trapezius
i. Servikal dalam – dalam sternomastoideus dan sering tidak dapat dipalpasi
j. Supraklavikular – dalam suatu sudut yang terbentuk oleh klavikula dan
sternomastoideus.
Lakukan palpasi kelenjar tiroid dengan cara
a. Letakan tangan anda pada leher pasien.
b. Palpasi pada fosa suprasternal dengan jari telunjuk dan
jari tengah.
c. Minta pasien menelan atau minum untuk memudahkan
palpasi.
d. Palpasi dapat pula dilakuakan dengan perawat berdiri
dibelakang pasien, tangan diletakan mengelilingi leher
dan palpasi dilakukan dengan jari kedua dan ketiga.
5. Lakukan palpasi trakea dengan cara berdiri disamping
kanan pasien. Letakan jari tengah pada bagian bawah
trakea dan raba trakea ke atas, ke bawah, dan ke
samping sehingga kedudukan trakea dapat diketahui.
Cara pengkajian gerakan leher
Pengkajian gerak leher dilakukan paling akhir pada
pemeriksaan leher. Pengkajian ini dilakukan baik
secara aktif maupun pasif. Untuk mendapatkan data
yang akurat, leher dan dada bagian atas harus bebas
dari pakaian dan perawat berdiri/ duduk dibelakang
pasien.
1) Lakukan pengkajian gerakan leher secara aktif. Minta
pasien menggerakan leher dengan urutan sebagai
berikut :
a. Antefleksi, normalnya 45º
b. Dorsifleksi, normalnya 60º
c. Rotasi kekanan, normalnya 70º
d. Rotasi ke kiri, normalnya 70º
e. Lateral felksi ke kiri, normalnya 40º
f. Lateral fleksi ke kanan, normalnya 40º
Pemeriksaan fisik bagian dada.
Inspeksi
Dada diinspeksi terutama postur, bentuk, dan
kesimetrisan ekspansi, serta keadaan kulit.
Postur dapat bervariasi, misalnya pada pasien dengan
masalah pernafasan kronis, klavikulanya menjadi
elevasi.
Bentuk dada berbeda antara bayi dan orang dewasa
kelainan bentuk dada
Pigeon chest, yaitu bentuk dada yang ditandai dengan
diameter transversal sempit, diameter antero-posterior
mengecil
barrel chest yang ditandai dengan diameter antero-
posterior dan transversal mempunyai perbandingan 1 :
1. Ini dapat diamati pada pasien kifosis
Pada saat mengkaji bentuk dada, perawat sekaligus
mengamati kemungkinan adanya kelainan tulang
belakang, seperti kifosis, lordosis, atau skoliosis
Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada bergerak
atau diam, terutama sewaktu dilakukan pengamatan
pergerakan pernafasan
kelainan bentuk tulang belakang (kifosis, lordosis,
skoliosis), akan lebih mudah dilakukan pada saat dada
tidak bergerak
Pengamatan dada pada saat bergerak dilakukan untuk
mengetahui frekuensi, sifat, dan ritme / irama
pernapasan
Sifat pernapasan 
pernapasan dada yang ditandai dengan pengembangan
dada
pernapasan perut yang ditandai dengan pengembangan
perut
Pada umumnya sifat pernapasan yang sering
ditemukan adalah kombinasi antara pernapasan dada
dan perut
ritme pernapasan tidak normal
pernapasan Kussmaul, yaitu pernapasan yang cepat dan
dalam, seperti terlihat pada pasien yang mengalami koma
diabetikum
Pernapasan Biot, yaitu pernapasan yang ritme maupun
amplitudonya tidak teratur, diselingi periode apnea, dan
dapat ditemukan pada pasien yang mengalami kerusakan
otak
Pernapasan Cheyne-Stokes, yaitu pernapasan dengan
amplitude yang mula – mula kecil, makin lama makin
membesar, kemudian mengecil lagi, diselingi periode apnea,
dan biasanya ditemukan pada pasien yang mengalami
gangguan saraf otak.
Palpasi dada
Palpasi dada dilakukan untuk mengkaji keadaan kulit
dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan,
kesimetrisan ekspansi, dan taktil fremitus (vibrasi yang
dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem
bronkopulmonal selama seseorang berbicara)
Nyeri tekan dapat timbul akibat adanya luka setempat,
peradangan, metastasis tumor ganas, atau pleuritis
Getaran taktil fremitus dapat lebih keras atau lebih
lemah dari normal.
Getaran menjadi lebih keras pada saat terdapat
infiltrate.
Getaran yang melemah ditemukan pada keadaan
emfisema, pneumotoraks, hidrotoraks, dan atelektasis
obstruktif.
Pada pengkajian taktil fremitus, vibrasi / getaran bicara
secara normal dapat ditransmisikan melalui dinding
dada.
Getaran lebih jelas terasa pada apeks paru–paru.
Getaran pada dinding dada lebih keras daripada
dinding dada kiri karena bronkus sisi kanan lebih
besar.
Pada pria, fremitus lebih mudah terasa karena suara
pria lebih besar daripada suara wanita
Perkusi
Keterampilan perkusi dada bagi perawat secara umum
tidak banyak dipakai sehingga praktik di laboratorium
untuk keterampilan ini hanya dilakukan bila perlu dan
di bawah pengawasan instruktur ahli
Cara perkusi paru – paru secara sistematis
1. Lakukan perkusi paru – paru anterior dengan posisi pasien
terlentang.
a. Perkusi mulai dari atas klavikula ke bawah pada setiap ruang
interkostal.
b. Bandingkan sisi kanan dan kiri

2. Lakukan perkusi paru – paru posterior dengan posisi pasien


baiknya duduk atau berdiri.
a. Yakinkan dulu bahwa pasien duduk lurus.
b. Mulai perkusi dari puncak paru – paru ke bawah.
c. Bandingkan sisi kanan dan kiri.
d. Catat hasil perkusi dengan jelas.
3. Lakukan perkusi paru – paru posterior untuk menentukan gerakan diafragma
(penting pada pasien emfisema).
a. Minta pasien untuk menarik napas panjang dan menahannya.
b. Mulai perkusi dari atas ke bawah (dari resonan ke redup) sampai bunyi redup
didapatkan.
c. Beri tanda dengan spidol pada tempat didapatkan bunyi redup (biasanya pada
ruang interkostal ke-9, sedikit lebih tinggi dari posisi hati di dada kanan).
d. Minta pasien untuk mengembuskan napas secara meksimal dan menahannya.
e. Lakukan perkusi dari bunyi redup (tanda I) ke atas. Biasanya bunyi redup ke-
2 ditemukan di atas tanda I. Beri tanda pada kulit yang ditemukan bunyi
redup (tanda II).
f. Ukur jarak antara tanda I dan tanda II. Pada wanita, jarak kedua tanda ini
normalnya 3 – 5 cm dan pada pria adalah 5 – 6 cm.
Aukultasi
Aukultasi biasanya dilaksanakan dengan menggunakan
stetoskop.
Aukultasi berguna untuk mengkaji aliran udara melalui
batang trakeobronkial dan mengetahui adanya sumbatan
aliran udara.
Aukultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru–
paru dan rongga pleura.
Untuk dapat melakukan auskultasi, perawat harus
mengetahui bunyi / suara napas yang dikategorikan
menurut intensitas, nada, dan durasi antara inspirasi dan
ekspirasi
Pemeriksaan fisik abdomen
a) Inspeksi
Inspeksi dilakukan pertama kali untuk mengetahui bentuk dan
gerakan – gerakan abdomen.

Cara kerja inspeksi


1) Atur posisi yang tepat
2) Lakukan pengamatan bentuk abdomen secara umum, kontur
permukaan abdomen, dan adanya retraksi, penonjolan, serta
ketidaksimetrisan.
3) Amati gerakan kulit abdomen saat inspirasi dan ekspirasi.
4) Amati pertumbuhan rambut dan pigmentasi pada kulit secara
lebih teliti.
Auskultasi
Perawat melakukan auskultasi untuk mendengarkan
dua suara abdomen, yaitu bising usus (peristaltic) yang
disebabkan oleh perpindahan gas atau makanan
sepanjang intestinum dan suara pembuluh darah.
Teknik ini juga digunakan untuk mendeteksi fungsi
pencernaan pasien setelah menjalani operasi. 
Pada keadaan tertentu, suara yang didengar melalui
auskultasi mungkin melemah.
Auskultasi juga dapat dilakukan untuk mendengarkan
denyut jantung janin pada wanita hamil.
Cara kerja auskultasi
1) Siapkan stetoskop, hangatkan tangan dan bagian
diafragma stetoskop bila ruang pemeriksaan dingin.
2) Tanya pasien tentang waktu terakhir makan. Bising
usus dapat meningkat setelah makan.
3) Tentukan bagian stetoskop yang akan digunakan.
Bagian diafragma digunakan untuk mendengarkan
bising usus, sedangkan bagian bel (sungkup) untuk
mmendengarkan suara pembuluh darah.
4) Letakkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pada setiap
area empat kuadran abdomen dan dengarkan suara peristaltic
aktif dan suara denguk (gurgling) yang secara normal terdengar
setiap 5 – 20 detik dengan durasi kurang atau lebih dari satu
detik.
Frekuensi suara bergantung pada status pencernaan atau ada
tidaknya makanan dalam saluran pencernaan. Dalam
pelaporannya, bising usus dapat dinyatakan dengan “terdengar,
tidak ada / hipoaktif, sangat lambat” (mis, hanya terdengar sekali
per menit) dan “hiperaktif atau meningkat” (mis, terdengar setiap
3 detik).
Bila bising usus terdengar jarang sekali / tidak ada, dengarkan
dahulu selama 3 – 5 menit sebelum dipastikan.
5) Letakkan bagian bel (sungkup) stetoskop di atas aorta,
arteri renalis, dan arteri iliaka. Dengarkan suara – suara
arteri (bruit).
Auskultasi aorta dilakukan dari arah superior ke umbilicus.
Auskultasi arteri renalis dilakukan dengan cara meletakan
stetoskop pada garis tengah abdomen atau kea rah kanan
kiri garis abdomen bagian atas mendekati panggul.
Auskultasi arteri iliaka dilakukan dengan cara meletakkan
stetoskop pada area bawah umbilicus di sebelah kanan dan
kiri garis tengah abdomen.
6) Letakkan bagian bel stetoskop di atas area preumbilikal
(sekeliling umbilicus) untuk mendengarkan bising vena
(jarang terdengar).
7) Dalam melakukan auskultasi pada setiap tempat, khususnya
area hepar dan limpa, kaji pula kemungkinan terdengar suara
– suara gesekan seperti suara gesekan dua benda.
8) Untuk mengkaji suara gesekan pada area limpa, letakkan
stetoskop pada area batas bawah tulang rusuk di garis aksila
anterior dan minta pasien menarik napas dalam. Untuk
mengkaji suara gesekan pada area hepar, letakkan stetoskop
pada sisi bawah kanan tulang rusuk.
Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mendengarkan / mendeteksi
adanya gas, cairan, atau massa di dalam abdomen.
Perkusi juga dilakukan untuk mengetahui posisi limpa
dan hepar
Bunyi perkusi pada abdomen yang normal adalah
timpani
apabila hepar dan limpa membesar, bunyi perkusi akan
menjadi redup, khususnya perkusi di area bawwah
arkus kostalis kanan dan kiri
Pada keadaan usu berisi terlalu banyak cairan, bunyi
yang dihasilkan pada perkusi seluruh dinding abdomen
adalah hipertimpani, sedangkan daerah hepar tetap
pekak. Perkusi pada daerah yang berisi cairan juga
akan menghasilkan suara pekak
Cara perkusi abdomen secara sistematis
1) Perkusi dimulai dari kuadran kanan atas kemudian bergerak searah
jarum jam (dari sudut pandang / perspektif pasien).
2) Perhatikan reaksi pasien dan catat bila pasien merasa nyeri atau
nyeri tekan.
3) Lakukan perkusi pada area timpani dan redup. Suara timpani
mempunyai ciri nada lebih tinggi daripada resonan.
Suara timpani dapat didengarkan pada rongga atau organ yang berisi
udara.
Suara redup mempunyai ciri nada lebih rendah atau lebih datar
daripada resonan. Suara ini dapat didengarkan pada massa padat,
misalnya keadaan asites, keadaan distensi kandung kemih, serta
pembesaran atau tumor hepar dan limpa.
Palpasi
Palpasi hepar dapat dilakukan secara bimanual, terutama
untuk mengetahui adanya pembesaran.
Limpa tidak teraba pada orang dewasa yang normal.
Palpasi limpa dikerjakan dengan menggunakan pola seperti
pada palpasi hepar.
Pada saat melakukan palpasi ginjal, posisi pasien telentang
dan perawat yang melakukan palpasi berdiri di sisi kanan
pasien.
Palpasi kandung kemih dapat dilakukan dengan
menggunakan satu atau dua tangan. Kandung kemih teraba
terutama bila mengalami distensi akibat penimbunan urine
Pemeriksaan fisik genital
Palpasi
Teknik ini dilakukan hanya bila ada indikasi atau keluhan.
1. Lakukan palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri tekan,
benjolan, dan kemungkinan adanya cairan kental yang keluar.
2. Palpasi skrotum dan testis dengan menggunakan jempol dan tiga jari
pertama. Palpasi tiap testis dan perhatikan ukuran, konsistensi,
bentuk, dan kelicinannya. Testis normalnya teraba elastic, licin, tidak
ada benjolan atau massa, dan berukuran sekitar 2 – 4 cm.
3. Palpasi epididimis yang memanjang dari puncak testis ke belakang.
Normalnya epidiimis teraba lunak.
4. Palpasi saluran sperma dengan jempol dan jari telunjuk. Saluran
sperma biasanya ditemukan pada puncak bagian lateral skrotum dan
teraba lebih keras daripada epididimis.

Anda mungkin juga menyukai