Kel 6. Manajemen Airway Defenitif
Kel 6. Manajemen Airway Defenitif
Kel 6. Manajemen Airway Defenitif
Defenitif
Oleh Kelompok 6:
Divah nahdya 1902006
Cindy Grace Eklesia 1902005
Widya rahmah 1902020
Anatomi jalan nafas
Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung yang
menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars
oralis). Kedua bagian ini di pisahkan oleh palatum pada bagian anteriornya,
tapi kemudian bergabung di bagian posterior dalam faring (gambar 1). Faring
berbentuk U dengan struktur fibromuskuler yang memanjang dari dasar
tengkorak menuju kartilago krikoid pada jalan masuk ke esofagus. Bagian
depannya terbuka ke dalam rongga hidung, mulut, laring, nasofaring,
orofaring dan laringofaring (pars laryngeal).
Next…
• Obstruksi total, keadaan dimana jalan nafas menuju paru-paru tersumbat total,
sehingga tidak ada udara yang masuk ke paru-paru. Terjadi perubahan yang akut
berupa hipoksemia yang menyebabkan terjadinya kegagalan pernafasan secara
cepat. Bila tidak dikoreksi dalam waktu 5 – 10 menit dapat mengakibatkan asfiksia
(kombinasi antara hipoksemia dan hipercarbi), henti nafas dan henti jantung
• Obstruksi parsial, Sumbatan pada sebagian jalan nafas sehingga dalam keadaan ini
udara masih dapat masuk ke paru-paru walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit.
Bila tidak dikoreksi dapat menyebabkan kerusakan otak.
Obstruksi jalan nafas berdasarkan penyebab
1. Trauma
• Trauma maksilofaksial. Trauma pada wajah membutuhkan mekanisme pengelolaan
airway yang agresif
• Trauma leher. Cedera tumpul atau tajam pada leher dapat menyebabkan kerusakan pada
laring atau trakhea yang kemudian meyebabkan sumbatan airway atau perdarahan hebat
pada sistem trakheobronkial sehingga sebegra memerlukan airway definitive
• Trauma laryngeal. Meskipun fraktur laring merupakan cedera yang jarang terjadi, tetapi
hal ini daat menyebabkan sumbatan airway akut
Next…
• Adanya apnea atau henti nafas pada klien yang tidak sadar dan paralisis neuromuskuler.
• Ketidakmampuan mempertahankan airway dengan cara lain.
• Adanya resiko atau bahaya aspirasi : pendarahan, muntah – muntah.
• Pasien trauma kepala atau leher.
• Ancaman segera atau potensial sumbatan airway : cedera inhalasi, fraktur maksilofasial,
hematoma retrofaringeal.
• Cedera kepala yang memerlukan bantuan nafas (GCS < 8).
• Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi dengan BVM.
Pegkajian Jalan Nafas
• Melihat (Look) : Look untuk melihat apakah pasien agitasi/gelisah, mengalami penurunan
kesadaran, atau sianosis. Lihat juga apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan dan
retraksi. Kaji adanya deformitas maksilofasial, trauma leher trakea, dan debris jalan nafas
seperti darah, muntahan, dan gigi yang tanggal.
• Mendengar (Listen): Dengarkan suara nafas abnormal, seperti: Snoring, Gurgling, Stridor,
Hoarseness, Afoni
• Merasakan (Feel): Aliran udara dari mulut/ hidung. Posisi trakea terutama pada pasien
trauma. Palpasi trakea untuk menentukan apakah terjadi deviasi dari midline. Palpasi
apakah ada krepitasi
Teknik Pengelolaan Jalan Nafas atau
Manajemen Airway
1. Pengelolaan Jalan Nafas dengan Mengeluarkan benda asing dari jalan nafas
2. Pengelolaan Jalan Nafas Secara Manual
3. Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Alat Sederhana
4. Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Alat Lanjutan
5. Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Pengisapan Benda Cair (suctioning)
6. Pengelolaan Jalan Nafas dengan Tindakan Operasi
1. Pengelolaan Jalan Nafas dengan
Mengeluarkan benda asing dari jalan nafas
Teknik Mengeluarkan Benda Asing Pada Pasien Dewasa Sadar
Manuver Heimlich/Abdominal Thrust (hentakan pada perut), langkah – langkah sebagai berikut:
Langkah 1:
1) Memastikan pasien/korban tersedak, tanyakan” apakah anda tersedak ?”
2) Jika pasien/korban mengiyakan dengan bersuara dan masih dapat bernafas serta dapat batuk,
mintalah pasien/korban batuk sekeras mungkin agar benda asing dapat keluar dari jalan napas
3) Bila jalan napas pasien/korban tersumbat, dia tidak dapat berbicara, bernapas, maupun batuk dan
wajah pasien/korban kebiruan (sumbatan total). Penolong harus segera melakukan langkah
berikutnya.
Langkah 2:
1) Bila pasien/korban berdiri penolong berdiri di belakang pasien/korban, bila
pasien/korban duduk penolong berlutut dan berada di belakang pasien/korban.
2) Letakkan satu kaki di antara kedua tungkai pasien/korban
Langkah 3:
3) Lingkarkan lengan anda pada perut pasien/korban dan cari pusar
4) Letakkan 2 jari di atas pusar
5) Kepalkan tangan yang lain
6)Tempatkan sisi ibu jari kepalan tangan pada dinding abdomen di atas dua jari tadi
7) Minta pasien/korban membungkuk dan genggam kepalan tangan anda dengan
tangan yang lain
8) Lakukan hentakan ke arah dalam dan atas (sebanyak 5 kali )
9)Periksa bilamana benda asing keluar setiap 5 kali hentakan
10)Ulangi abdominal thrust sampai benda asing keluar atau pasien/korban tidak sadar.
• Chest Thrust (Hentakkan Dada)
Langkahnya sama dengan Manuver Heimlich bedanya pada peletakan sisi ibu jari kepalan tangan pada
pertengahan tulang dada pasien/korban dan hentakan dilakukan hanya ke arah dalam serta posisi kepala
pasien/korban menyandar di bahu penolong
Teknik Pertolongan Sumbatan Benda Asing Pada Pasien Dewasa Tidak Sadar
Langkah 1:
Posisikan pasien/korban terlentang di alas yang datar dan keras.
Langkah 2
1) Buka jalan napas pasien/korban dengan head tilt-chin lift
2) Periksa mulut pasien/korban untuk melihat bilamana tampak benda asing.
3) Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan
teknik Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang
disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah. Kegagalan membuka nafas
dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas di
daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)
4) Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan
pembersihan manual dengan sapuan jari (finger sweep).
Langkah 3
1) Evaluasi pernapasan pasien/korban dengan melihat, mendengar dan merasakan
2) Bila tidak ada napas, lakukan ventilasi
3) Bila jalan napas tersumbat, reposisi kepala dan lakukan ventilasi ulang
Langkah 4
• Bila jalan napas tetap tersumbat, lakukan 30 kompresi dada (posisi tangan untuk kompresi dada
sama dengan RJP dewasa)
Langkah 5
• Ulangi langkah 2-4 sampai ventilasi berhasil (ventilasi berhasil bila terjadi pengembangan
dinding dada)
Langkah 6
1) Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi ketika jalan napas bebas
2) Jika nadi tidak teraba, perlakukan sebagai henti jantung, lanjutkan RJP 30:2
3) Jika nadi teraba, periksa pernapasan
4) jika tidak ada napas, lakukan bantuan napas 10-12x/menit (satu tiupan tiap 5-6
detik) dengan hitungan satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu, tiup. Ulangi
sampai 12 kali. 13
5) Jika nadi dan napas ada, letakkan pasien/korban pada posisi recovery 6)
Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan tiap beberapa menit
Teknik Pertolongan Sumbatan Benda Asing Pada Anak Dibawah 1 tahun.
Berikut langkah-langkah manuver tepukan punggung dan hentakan dada pada
bayi:
• Posisikan bayi pada posisi menengadah dengan telapak tangan yang berada di
atas paha menopang belakang kepala bayi dan tangan lainnya menekan dada
bayi.
• Lakukan manuver hentakkan (chest thrust) pada dada sebanyak lima kali
dengan menggunakan jari tengah dan telunjuk tangan sejajar dengan putting
susu bayi.
• Lalu, balikkan bayi sehingga bayi berada pada posisi menelungkup dan lakukan
tepukan di punggung (back blow) dengan menggunakan pangkal telapak
tangan sebanyak lima kali
• Kemudian, dari posisi menelungkup, telapak tangan penolong yang bebas
menopang bagian belakang kepala bayi sehingga bayi berada di antara kedua
tangan kita (tangan satu menopang bagian belakang kepala bayi, dan satunya
menopang mulut dan wajah bayi).
• Lakukan tepukan pada punggung bayi sebanyak 5 kali, lalu kembali lakukan
manuver hentakan/dorongan pada dada bayi dengan posisi telungkup.
2. Pengelolaan Jalan Nafas Secara Manual
Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan napas yang
terjadi adalah akibat hilangnya tonus otot-otot tenggorokan. Dalam kasus ini
lidah jatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas ada bagian faring.
Letakkan pasien pada posisi terlentang pada alas keras ubin atau selipkan
papan kalau pasien diatas kasur. Jika tonus otot menghilang, lidah akan
menyumbat faring dan epiglotis akan menyumbat laring. Lidah dan epiglotis
penyebab utama tersumbatnya jalan nafas pada pasien tidak sadar. Untuk
menghindari hal ini dilakukan beberapa tindakan, yaitu:
• Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift manuver) Perasat ini
dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong
dahi kebawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong dagu dengan
hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan epiglotis terbuka,
sniffing position, posisi hitup.
• Perasat dorong rahang bawah (jaw thrust manuver) Pada pasien dengan trauma
leher, rahang bawah diangakat didorong kedepan pada sendinya tanpa
menggerakkan kepala leher. Karena lidah melekat pada rahang bawah, maka
lidah ikut tertarik dan jalan nafas terbuka.
• Teknik Head Tilt-Chin Lift • Teknik Jaw Thrust
3. Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Alat
Sederhana
Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas pada pasien yang tidak sadar
atau dianestesi menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah
dinding posterior faring. Mengubah posisi kepala atau jaw thrust merupakan
teknik yang disukai untuk membebaskan jalan nafas. Untuk mempertahankan
jalan nafas bebas, jalan nafas buatan (artificial airway) dapat dimasukkan
melalui mulut atau hidung untuk menimbulkan adanya aliran udara antara
lidah dengan dinding faring bagian posterior
• Oropharyngeal Airway (OPA)
Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan refleks
jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah. Oral
airway dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/Guedel No 3), medium (90
mm/Guedel no 4), dan besar (100 mm/Guedel no 5). Alat bantu napas ini hanya
digunakan pada pasien yang tidak sadar bila angkat kepala-dagu tidak berhasil
mempertahankan jalan napas atas terbuka. Alat ini tidak boleh digunakan pada
pasien sadar atau setengah sadar karena dapat menyebabkan batuk dan muntah.
Jadi pada pasien yang masih ada refleks batuk atau muntah tidak diindikasikan
untuk pemasangan OPA.
• Nasopharyngeal Airway (NPA)
Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara lubang hidung
ke lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral airway.
Disebabkan adanya resiko epistaksis, nasal airway tidak boleh digunakan pada
pasien yang diberi antikoagulan atau anak dengan adenoid
4. Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Alat Lanjutan
• Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan
dengan alat bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin)
6. Pengelolaan Jalan Nafas dengan Tindakan
Operasi
Terdapat enam prinsip etik yang harus dicermati oleh petugas kesehatan saat
melakukan intervensi meliputi: otonomi, Beneficience (berbuat baik), keadilan
(justice), tidak merugikan (nonmalficience), kejujuran (veracity), menepati
janji (fidelity), memelihara kerahasiaan (confidentiality), dan akuntabilitas
(accountability).
• Otonomi (Autonomy) Disebut juga dengan istilah menghormati martabat manusia
(respect for person).
• Berbuat baik (Beneficience) Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.
• Keadilan (Justice) Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjungprinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
• Tidak merugikan (Nonmalficience) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau
cedera fisik dan psikologis pada klien
• Kejujuran (Veracity) Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran
• Menepati janji (Fidelity) , Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji
dan komitmennya terhadap orang lain.
• Karahasiaan (Confidentiality) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi
tentang klien harus dijaga privasi klien
• Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa
tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali
Aspek Etis Keperawatan Gawat Darurat
• Aspek etis keperawatan gawat darurat terkait dengan prinsip etik bahwa
dalam kondisi gawat darurat otonomi korban dan keluarganya menempati
posisi yang menentukan. Khususnya bila korban sadar atau keluarga ada
mendampingi korban. Tetpi disisi lain bila korban tidak sadar dan tidak ada
keluarga yang mendampingi, maka prinsip memilih tindakan yang paling
menguntungkan korban dapat menjadi suatu prioritas secara etis
Upaya Mencegah Pelanggaran Kode Etik