Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan oleh pelepasan mediator dari sel mast dan basofil akibat paparan antigen. Gejalanya meliputi urtikaria, sesak nafas, hipotensi, dan bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat. Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan alergen dan gejala klinis, sementara penanganannya meliputi pemberian epinefrin, kortikosteroid, antihistamin, dan cairan untuk menjaga sirk
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
21 tayangan28 halaman
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan oleh pelepasan mediator dari sel mast dan basofil akibat paparan antigen. Gejalanya meliputi urtikaria, sesak nafas, hipotensi, dan bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat. Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan alergen dan gejala klinis, sementara penanganannya meliputi pemberian epinefrin, kortikosteroid, antihistamin, dan cairan untuk menjaga sirk
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan oleh pelepasan mediator dari sel mast dan basofil akibat paparan antigen. Gejalanya meliputi urtikaria, sesak nafas, hipotensi, dan bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat. Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan alergen dan gejala klinis, sementara penanganannya meliputi pemberian epinefrin, kortikosteroid, antihistamin, dan cairan untuk menjaga sirk
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan oleh pelepasan mediator dari sel mast dan basofil akibat paparan antigen. Gejalanya meliputi urtikaria, sesak nafas, hipotensi, dan bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat. Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan alergen dan gejala klinis, sementara penanganannya meliputi pemberian epinefrin, kortikosteroid, antihistamin, dan cairan untuk menjaga sirk
Unduh sebagai PPT, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28
SYOK ANAFILAKTIK
UPT PUSKESMAS BATU BRAK
Definisi • Anaphylaxis (Yunani, Ana = balik (jauh dari) dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti menghilangkan perlindungan. • Anafilaksis : terjadi ketika ada mediator biologi yang aktif dari sel mast dan basofil yang mengarah ke kulit (urtikaria, angioedema, flushing), pernafasan (bronkospasme, edema laring), kardiovaskular (hipotensi, disritmia, iskemia miokard), dan gejala gastrointestinal (mual, nyeri kolik abdomen, muntah, diare). • Syok anafilaktik : reaksi anafilaksis yang disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera setelah antigen sensitif masuk dalam sirkulasi yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. • Reaksi Anafilaktoid : suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis. Etiologi OBAT 1. Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin MAKANAN 2. Enzim : Tripsin, Chymotripsin, Penicillinase, As- 1. Krustasea : Lobster, paraginase udang dan kepiting 3. Vaksin dan Darah 4. Toxoid : ATS, ADS, SABU 2. Moluska : kerang 5. Ekstrak alergen untuk uji kulit 3. Ikan 6. Dextran 7. Antibiotika : Penicillin, Streptomisin, 4. Kacang-kacangan dan Cephalosporin, Tetrasiklin, Ciprofloxacin, biji-bijian Amphotericin B, Nitrofurantoin. 5. Buah beri 8. Agent diagnostik-kontras 9. Vitamin B1, Asam folat 6. Putih telur 10. Agent anestesi : Lidocain, Procain 7. Susu 11. Lain-lain : Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine, Acetil cystein, Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT • SERANGGA – Lebah madu – Jaket kuning – Semut api – Tawon • LAIN2 – Lateks – Karet – Glikoprotein seminal fluid – Idiopatik Patofisiologi Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipe segera (Immediate type reaction). • Fase Sensitisasi – Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. • Fase Aktivasi – Waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. • Fase Efektor – Waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Tanpa melalui IgE (Anafilaktoid) • Zat pelepas histamin secara langsung – Obat (opiat, vankomisin, kurare) – Cairan (media radiokontras, manitol) – Obat lain (dekstran, fluoresens) • Aktivasi komplemen – Protein mnusia (Ig & produk darah lain) – Bahan dialisis • Modulasi metabolisme as. Arakidonat – As. asetilsalisilat – AINS Gejala Klinis • Anafilaksis merupakan reaksi sistemik, gejala yang timbul juga menyeluruh. • Gejala permulaan : sakit kepala, pusing, gatal dan perasaan panas. SISTEM ORGAN GEJALA Kulit Eritema, urticaria, angoedema, conjunctivitis, pallor dan kadang cyanosis.
Respirasi Bronkospasme, rhinitis, edema paru dan
batuk, nafas cepat & pendek, terasa tercekik karena edema epiglotis, stridor, serak, suara hilang, wheezing, dan obstruksi komplit.
Sendi Arthralgia. Hematologi Kelainan pembekuan darah, trombositopenia, DIC. Diagnosis ANAMNESIS • Mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit). • Timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau, sesak nafas, lemas, pusing, mual, muntah, sakit perut setelah terpapar sesuatu. PX. FISIK • Keadaan umum : baik sampai buruk • Kesadaran : composmentis sampai koma • Tensi : hipotensi • Nadi : tachycardi • Nafas : tachypneu • Temperatur : naik/normal/dingin • Kepala dan leher : cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita, perioral, rhinitis • Thorax : palpitasi, aritmia sampai arrest pulmo bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing • Abdomen : nyeri tekan, BU meningkat • Ekstremitas : urticaria, edema PEMERIKSAAN TAMBAHAN • Hematologi : hitung sel meningkat, hemokonsentrasi, trombositopenia, eosinophilia naik/normal/turun. • X foto : hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug. • EKG : gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia. • Kimia : plasma histamin meningkat, serum triptaase meningkat. Diagnosis Banding • Reaksi vasovagal – Pasien tampak mau pingsan, pucat & berkeringat. Tetapi nadi lambat dan ≠ sianosis. TD turun, tapi masih bisa diukur. • Infark miokard akut – Nyeri dada, sering diikuti rasa sesak. Tapi ≠ tanda obstruksi sal. napas & kelainan kulit. • Reaksi hipoglikemik – Lemah, pucat, berkeringat sampai tidak sadar. TD turun, tapi ≠ tanda obstruksi sal. napas & kelainan kulit. • Sindrom angioedema neurotik herediter – Menyerupai anafilaksis, ≠ kelainan kulit & kolaps vaskular. • Sindrom karsinoid – Pada sindrom ini dijumpai gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala, diare, serangan sesak nafas enyerupai anafilaksis idiopatik, ≠ urtikaria & angioedema. • Urtikaria • Asma • Rhinitis alergika Manajemen • Pembebasan jalan nafas Prioritas pertama dalam pertolongan adalah pernafasan. Jalan nafas yang terbuka dan bebas harus dijamin, kalau perlu lakukan sesuai dengan ABC & resusitasi. • Sistem pernapasan – Memelihara saluran napas yang memadai. – Oksigen 12-15 L/menit pada awalnya dan dikurangi sesuai kebutuhan. – Bronkodilator diperlukan bila terjadi obstruksi saluran napas bagian bawah. • Sirkulasi – Cairan IV secara cepat kristaloid (NaCl 0,9%), koloid (plasma, dextran), pada anak bolus cepat 20 ml/kg dan diulang seperlunya. – Oksigen mutlak harus diberikan. – Diberikan CVP (central venous pressure). – Pemberian vasopresor melalui cairan IV. • Bila diagnosis sudah ditegakkan – Epinefrin 1:1000 0,01-0,3ml/kgBB IM diberikan setiap 5-15 menit sampai 3-4x. – Bila +buruk dosis epinefrin dinaikan sampai 0,5 ml. Obat-obatan yang digunakan dalam terapi anafilaksis umumnya ditujukan untuk: – Menghambat sintesis dan lepasnya mediator. – Blokade reseptor jaringan terhadap mediator yang lepas. – Mengembalikan fungsi organ terhadap pengaruh mediator. MEDIKAMENTOSA – Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/kg BB dilarutkan dalam 10 ml garam faali atau D5, IV selama 20 menit dilanjutkan 0,2 –1,2 mg/kg/jam. – Corticosteroid IV, beri methylprednisolone 1-2 mg/kg bb, max 125 mg/kg bb. – Hidrocortison IV, beri cimetidin 4 mg/kg bb, max 200 mg/kg bb. – Cetirizine IV 5 mg/5 ml atau PO (0,25 mg/kg bb, max 10 mg/kg bb), diphenhidramin IV, IM atau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50 mg dosis tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam selama 48 jam. Bila tetap sesak + hipotensi segera rujuk, (anak : 1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200 mg IV. MONITORING – Observasi ketat selama 24 jam, 6 jam berturut- turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik. – Klinis : keadaan umum, kesadaran, vital sign, produksi urine dan keluhan. – Darah : Gas darah. – EKG Komplikasi (Penyulit) • Kematian karena edema laring , gagal nafas, syok dan cardiac arrest. • Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler. • Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan, myocard infark, aborsi dan gagal ginjal juga pernah dilaporkan. Pencegahan SEBELUM MEMBERIKAN OBAT – Indikasi memberikan obat. – Riwayat alergi obat sebelumnya. – Resiko alergi obat. – Perlu uji kulit/tidak. – Pengobatan pencegahan untuk reaksi alergi. SEWAKTU MEMBERIKAN OBAT – Kalau mungkin obat diberikan secara oral. – Hindari pemakaian intermiten. – Observasi setelah memberikan suntikan. – Beritahu pasien kemungkinan rekasi yang terjadi. – Sediakan obat/alat untuk keadaan darurat. – Lakukan uji provokasi atau desensitisasi bila mungkin. SESUDAH MEMBERIKAN OBAT – Kenali tanda dini reaksi alergi obat. – Hentikan obat bila terjadi reaksi. – Dianjurkan tindakan imunisasi. – Bila terjadi reaksi berikan penjelasan dasar kepada pasien agar tidak terulang kembali. Prognosis • Bila penanganan cepat, klinis masih ringan dapat membaik dan tertolong.