Pengertian Justice Collaborator Whistle blower dan Justice collaborator merupakan bentuk peranser... more Pengertian Justice Collaborator Whistle blower dan Justice collaborator merupakan bentuk peranserta masyarakat yang tumbuh dari suatu kesadaran membantu aparat hukum mengungkap kejahatan atau tindak pidana yang tidak banyak diketahui orang dan melaporkan hal tersebut kepada aparat hukum.1 Seorang pelaku yang bekerjasama (Justice collaborator) merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses persidangan.2 Dalam rancangan Undang-undang Tindang Pidana Korupsi Tahun 2011, Justice Collaborator telah diatur dalam Pasal 52 ayat (1): "salah seoraang tersangka atau terdakwa yang peranannya paling ringan dapat dijadikan saksi dalam perkara yang sama dan dapat dibebaskan dari penuntutan, jika ia membantu mengungkap tindak pidana korupsi tersebut. Pasal 52 ayat (2): "Jika tidak ada tersangka atau terdakwa yang perannya ringan dalam tindak pidana korupsi... maka yang membantu mengungkap tindak pidana korupsi dapat dikurangi pidananya". Konsep dasar Justice collaborator adalah upaya bersama untuk mencari kebenaran dalam rangka mengungkap keadilan yang hendak disampingkan kepada masyarakat. Pencarian kebenaran secara bersama-sama itulah konteks collabirator dari dua sisi yang diametral berlawanan: penegak hukum dan pelanggar hukum.3 Perbedaan mendasar antara whistleblower dan Justice collaborator terletak pada subjeknya, dimana subjek whistleblower adalah seseorang yang mengadukan dan
Justice Collaborator dalam Tindak Pidana Korupsi, 2018
Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat... more Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian. Whistle blowers dan Justice collaborator dapat dijadikan alat bantu pembuktian di dalam pengungkapan kejahatan dimensi baru ( new dimention ), seperti perbuatan korupsi. Pengaturan tentang Justice collaborator dalam sistem peradilan pidana di Indonesia merupakan suatu hal yang baru jika dibandingkan dengan praktik hukum yang terjadi karena dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-undang tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maupun peraturan PerUndang-undangan lainnya secara eksplisit tidak mengatur tentang Justice collaborator dalam peradilan pidana, atau dengan kata lain istilah Justice collaborator terlebih dahulu dikenal dalam praktek penegakan hukum pidana dan kemudian mendapatkan perhatian dan selanjutnya mulai diatur dalam hukum positif di Indonesia. Adapun kebijakan hukum pidana saat ini yang berasal dari dokumen internasional maupun nasional yang memberikan pengaturan berkaitan dengan Justice collaborator antara lain: 1. United Nations Convention Against Corruption/UNCAC (Undang – undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Konvensi PBB anti Korupsi). 2. United Nations Convention Against Transnasional Organized Crime/UNCATOC (Undang – undang nomor 5 tahun 2009 tentang konvensi PBB anti Kejahatan Transnasional Terorganisir). 3. Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2011 tentang perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama di dalam perkara Tindak Pidana tertentu 4. Undang – undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 5. Pengaturan Whistleblower dan Justice collaborator dalam Nota Kesepahaman Serta Peraturan Bersama
Pengertian Justice Collaborator Whistle blower dan Justice collaborator merupakan bentuk peranser... more Pengertian Justice Collaborator Whistle blower dan Justice collaborator merupakan bentuk peranserta masyarakat yang tumbuh dari suatu kesadaran membantu aparat hukum mengungkap kejahatan atau tindak pidana yang tidak banyak diketahui orang dan melaporkan hal tersebut kepada aparat hukum.1 Seorang pelaku yang bekerjasama (Justice collaborator) merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses persidangan.2 Dalam rancangan Undang-undang Tindang Pidana Korupsi Tahun 2011, Justice Collaborator telah diatur dalam Pasal 52 ayat (1): "salah seoraang tersangka atau terdakwa yang peranannya paling ringan dapat dijadikan saksi dalam perkara yang sama dan dapat dibebaskan dari penuntutan, jika ia membantu mengungkap tindak pidana korupsi tersebut. Pasal 52 ayat (2): "Jika tidak ada tersangka atau terdakwa yang perannya ringan dalam tindak pidana korupsi... maka yang membantu mengungkap tindak pidana korupsi dapat dikurangi pidananya". Konsep dasar Justice collaborator adalah upaya bersama untuk mencari kebenaran dalam rangka mengungkap keadilan yang hendak disampingkan kepada masyarakat. Pencarian kebenaran secara bersama-sama itulah konteks collabirator dari dua sisi yang diametral berlawanan: penegak hukum dan pelanggar hukum.3 Perbedaan mendasar antara whistleblower dan Justice collaborator terletak pada subjeknya, dimana subjek whistleblower adalah seseorang yang mengadukan dan
Justice Collaborator dalam Tindak Pidana Korupsi, 2018
Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat... more Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian. Whistle blowers dan Justice collaborator dapat dijadikan alat bantu pembuktian di dalam pengungkapan kejahatan dimensi baru ( new dimention ), seperti perbuatan korupsi. Pengaturan tentang Justice collaborator dalam sistem peradilan pidana di Indonesia merupakan suatu hal yang baru jika dibandingkan dengan praktik hukum yang terjadi karena dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-undang tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maupun peraturan PerUndang-undangan lainnya secara eksplisit tidak mengatur tentang Justice collaborator dalam peradilan pidana, atau dengan kata lain istilah Justice collaborator terlebih dahulu dikenal dalam praktek penegakan hukum pidana dan kemudian mendapatkan perhatian dan selanjutnya mulai diatur dalam hukum positif di Indonesia. Adapun kebijakan hukum pidana saat ini yang berasal dari dokumen internasional maupun nasional yang memberikan pengaturan berkaitan dengan Justice collaborator antara lain: 1. United Nations Convention Against Corruption/UNCAC (Undang – undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Konvensi PBB anti Korupsi). 2. United Nations Convention Against Transnasional Organized Crime/UNCATOC (Undang – undang nomor 5 tahun 2009 tentang konvensi PBB anti Kejahatan Transnasional Terorganisir). 3. Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2011 tentang perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama di dalam perkara Tindak Pidana tertentu 4. Undang – undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 5. Pengaturan Whistleblower dan Justice collaborator dalam Nota Kesepahaman Serta Peraturan Bersama
Uploads
Papers by sadikin dly
Books by sadikin dly
Whistle blowers dan Justice collaborator dapat dijadikan alat bantu pembuktian di dalam pengungkapan kejahatan dimensi baru ( new dimention ), seperti perbuatan korupsi.
Pengaturan tentang Justice collaborator dalam sistem peradilan pidana di Indonesia merupakan suatu hal yang baru jika dibandingkan dengan praktik hukum yang terjadi karena dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-undang tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maupun peraturan PerUndang-undangan lainnya secara eksplisit tidak mengatur tentang Justice collaborator dalam peradilan pidana, atau dengan kata lain istilah Justice collaborator terlebih dahulu dikenal dalam praktek penegakan hukum pidana dan kemudian mendapatkan perhatian dan selanjutnya mulai diatur dalam hukum positif di Indonesia. Adapun kebijakan hukum pidana saat ini yang berasal dari dokumen internasional maupun nasional yang memberikan pengaturan berkaitan dengan Justice collaborator antara lain:
1. United Nations Convention Against Corruption/UNCAC (Undang – undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Konvensi PBB anti Korupsi).
2. United Nations Convention Against Transnasional Organized Crime/UNCATOC (Undang – undang nomor 5 tahun 2009 tentang konvensi PBB anti Kejahatan Transnasional Terorganisir).
3. Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2011 tentang perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama di dalam perkara Tindak Pidana tertentu
4. Undang – undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
5. Pengaturan Whistleblower dan Justice collaborator dalam Nota Kesepahaman Serta Peraturan Bersama
Whistle blowers dan Justice collaborator dapat dijadikan alat bantu pembuktian di dalam pengungkapan kejahatan dimensi baru ( new dimention ), seperti perbuatan korupsi.
Pengaturan tentang Justice collaborator dalam sistem peradilan pidana di Indonesia merupakan suatu hal yang baru jika dibandingkan dengan praktik hukum yang terjadi karena dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-undang tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maupun peraturan PerUndang-undangan lainnya secara eksplisit tidak mengatur tentang Justice collaborator dalam peradilan pidana, atau dengan kata lain istilah Justice collaborator terlebih dahulu dikenal dalam praktek penegakan hukum pidana dan kemudian mendapatkan perhatian dan selanjutnya mulai diatur dalam hukum positif di Indonesia. Adapun kebijakan hukum pidana saat ini yang berasal dari dokumen internasional maupun nasional yang memberikan pengaturan berkaitan dengan Justice collaborator antara lain:
1. United Nations Convention Against Corruption/UNCAC (Undang – undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Konvensi PBB anti Korupsi).
2. United Nations Convention Against Transnasional Organized Crime/UNCATOC (Undang – undang nomor 5 tahun 2009 tentang konvensi PBB anti Kejahatan Transnasional Terorganisir).
3. Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2011 tentang perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama di dalam perkara Tindak Pidana tertentu
4. Undang – undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
5. Pengaturan Whistleblower dan Justice collaborator dalam Nota Kesepahaman Serta Peraturan Bersama