Buku ini menjelaskan tentang konsep sambung-rapet dan greget-sahut sebagai teori dan metodologi d... more Buku ini menjelaskan tentang konsep sambung-rapet dan greget-sahut sebagai teori dan metodologi dalam penelitian dan karya pedalangan dari perspektif dramaturgi.
Buku ini dirasa penting karena selama ini, baik dalam kajian maupun penciptaan seni, khususnya wayang masih menggunakan teori dan metodologi drama Barat. Padahal wayang memiliki karakter dan sifat yang sangat berbeda dengan drama Barat. hal demikian menyebabkan sering dijumpai benturan persoalan dramaturgi dan juga terdapat beberapa persoalan yang tidak dapat dipecahkan.
Buku ini dapat dimanfaatkan pula untuk kajian berbagai drama tradisional Jawa yang lain bahkan dapat untuk studi drama tradisional di Indonesia. Buku ini merupakan hasil penelitian grounded research dengan metode etnografi. melalui analisis fenomenologi, data yang diperoleh diidentifikasi ke dalam dua kategori aspek dramaturgi wayang, yaitu lakon dan pertunjukannya.
Berdasarkan telaah atas dua kategiri di atas diperoleh rumusan teoretis beserta metodologis tentang dramaturgi wayang.
Melalui fenomenologi pula diperoleh pemahaman yang relatif jelas mengenai perbedaan mapping logika antara studi dan karya seni.
Kata kunci: sambung-rapêt, grêgêt-sahut, dramaturgi wayang, pengkajian, karya, teori, metodologi.
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan teori dan metodologi dramaturgi wayang melalui penggali... more Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan teori dan metodologi dramaturgi wayang melalui penggalian konsep sambung-rapet dan greget-sahut. Dramaturgi wayang merupakan teori beserta metodologinya untuk memahami persoalan yang terjadi dalam jagad pedalangan, baik untuk bidang pengkajian maupun karya, terutama yang berkenaan dengan pernaskahan lakon wayang beserta aspek-aspek pertunjukannya. Penelitian ini penting karena selama ini, baik dalam kajian maupun penciptaan seni masih menggunakan teori dan metodologi drama Barat. Padahal wayang memiliki karakter dan sifat yang sangat berbeda dengan drama Barat. Akibat dari penggunaan teori dan metodologi drama Barat tersebut dijumpai benturan persoalan dramaturgi serta adanya hal-hal yang tidak dapat dipecahkan. Hasil penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan pula untuk kajian berbagai drama tradisional Jawa yang lainbahkan dapat dikembangkan untuk drama tradisional di Indonesia. Sesuai dengan karakteristik topik penelitian yang diajukan, m...
AbstrackRelationship of Bima and Drona in Dewa Ruci story is unique. Eventhough Drona puts Bima i... more AbstrackRelationship of Bima and Drona in Dewa Ruci story is unique. Eventhough Drona puts Bima into danger, Bima chooses Drona as a teacher. It is because Bima has not obtained a very good spiritual knowledge about life yet since a hero is supposed to have high spiritual qualities and good prayers. The wayang tradition describes Bima as a cruel hero who is not religious, and Drona does not have good brahman qualifications, either. This leads to an assumption that their relationship must be important and meaningful. The question is what does the relationship between Bima-Drona mean, namely Bima as the learner who becomes the recipient of spiritual knowledge of welfare and Drona as his teacher? With structural mythological analysis, it can be concluded that the relationshp between Bima-Drona is an identification of Vãyu-Vãta as the transformation of prana in the Syiwapuja rituals. AbstrakBima dan Drona dalam cerita Dewa Ruci adalah hubungan yang unik. Meski Drona menjerumuskan Bima, ...
ABSTRACT“Jroning Salah”, A Socio-Political Reality: A Karawitan Creative Process based on Salah G... more ABSTRACT“Jroning Salah”, A Socio-Political Reality: A Karawitan Creative Process based on Salah Gumun. “Jroning Salah” is a karawitan work that tells a social phenomenon based on one of Gender Barung, Indonesian traditional musical instrument, whose patterns called “salah gumun” become the basis of this artwork. This work is a new genre in karawitan projecting three “wrong” phenomena in Javanese: “Salah Gumun”, “Salah Kaprah”, and “Salah Kedadèn”. Therefore, the work is entitled “Jroning Salah”. The authors used acoustic approach whose point of view emphasizes combining two or more tones to express all ideas into karawitan compositions. The presence of dance in this karawitan composition is not a collaboration, but a strengthening of the presentation. Its function is to give tone pressure on certain instruments. Furthermore, the authors also implemented experimental method to avoid regulatory absoluteness for the sake of imagination development— an exploration process to find partic...
AbstractKi Timbul Hadiprayitno’s sanggit (a way of storytelling in wayang perfomance based on par... more AbstractKi Timbul Hadiprayitno’s sanggit (a way of storytelling in wayang perfomance based on particular dalang’s/puppet master’s interpretation) regarding the death of Prabu Dasamuka in his play of Banjaran Sinta is an interesting phenomenon. There are several characters and events that are not common in conventional puppetry traditions in general, especially in Ngayogyakarta puppetry tradition. Ki Timbul himself has said that some of the events and characters in the play originated from the comic by Kosasih. Thus, it can be said that there has been a transformation of the Kosasih text into the performance form by Ki Timbul Hadiprayitno. The question is: How does Ki Timbul Hadiprayitno respond to the Kosasih text through his new sanggit? The process of the transformation here can be traced by comparing the texts of Ki Timbul Hadiprayitno and Kosasih in order to examine their similarities and differences. The comparison of both texts is very important to show the origin of source te...
Galong is a unique and interesting phenomenon in the world of paddling. His capacity as a pathet ... more Galong is a unique and interesting phenomenon in the world of paddling. His capacity as a pathet is still a debate today. Some groups say that Galong is its own pathet, while others say Galong is part of the Manyura pathet. The debate arose because his presence in the puppet show was in Manyura's pathet, but he had a distinctive and relatively prominent five tone. As a result, Galong has a different musical feel to Manyura's pathet. On the other hand, tone five is the dominant tone in sanga pathet and becomes a abstinence in Pathet Manyura. Based on the pathet philosophy, I assume that the pathet in pedalangan and karawitan is only divided from three, namely Nem, Sanga, and Manyura. Therefore Galong capacity needs to be reviewed in relation to puppet shows. To that, the question is: 1) how does Playon Galong "rasa"? 2) What is the function of galong in ngayogyakarta pakeliran tradition?Analysis using martapangrawit's "padhang-ulihan" perspe...
Antansena adalah putra Dewi Urangayu, salah satu istri Bima. Dia adalah karakter yang unik di dun... more Antansena adalah putra Dewi Urangayu, salah satu istri Bima. Dia adalah karakter yang unik di dunia wayangNgayogyakarta. Sebagai seorang ksatria Pandawa, Antasena mewakili kekuatan dan kebijaksanaan, rendah hati, danunik. Dia memiliki perilaku yang aneh terhadap saudara yang lain. Dia tidak pernah berkata sopan kepada siapapun, seperti Bima, ayahnya. Dia memiliki karakter yang khas yang tidak ditemukan dalam tradisi Mahabharata atautradisi wayang lainnya. Keberadaannya dilengkapi dengan karakternya, sejarah, dan kehidupan dari lahir sampaimati di dunia. Antasena yang benar-benar dibuat untuk menempatkan ide. Melalui mitologi wayang, karakterAntasena dari aspek kedatangannya adalah identifi kasi laut sebagai budaya Jawa akan menjelaskan konsep ’JembarTanpa pagut’, kualitas jiwa yang harus dibangun oleh orang Jawa untuk menghadapi kehidupan. Melalui hubungananalogi tersebut, kehidupan nyata orang Jawa harus memahami diri mereka ke tempat itu.Kata kunci: Antasena, wayang, konsep ’jemba...
Buku ini menjelaskan tentang konsep sambung-rapet dan greget-sahut sebagai teori dan metodologi d... more Buku ini menjelaskan tentang konsep sambung-rapet dan greget-sahut sebagai teori dan metodologi dalam penelitian dan karya pedalangan dari perspektif dramaturgi.
Buku ini dirasa penting karena selama ini, baik dalam kajian maupun penciptaan seni, khususnya wayang masih menggunakan teori dan metodologi drama Barat. Padahal wayang memiliki karakter dan sifat yang sangat berbeda dengan drama Barat. hal demikian menyebabkan sering dijumpai benturan persoalan dramaturgi dan juga terdapat beberapa persoalan yang tidak dapat dipecahkan.
Buku ini dapat dimanfaatkan pula untuk kajian berbagai drama tradisional Jawa yang lain bahkan dapat untuk studi drama tradisional di Indonesia. Buku ini merupakan hasil penelitian grounded research dengan metode etnografi. melalui analisis fenomenologi, data yang diperoleh diidentifikasi ke dalam dua kategori aspek dramaturgi wayang, yaitu lakon dan pertunjukannya.
Berdasarkan telaah atas dua kategiri di atas diperoleh rumusan teoretis beserta metodologis tentang dramaturgi wayang.
Melalui fenomenologi pula diperoleh pemahaman yang relatif jelas mengenai perbedaan mapping logika antara studi dan karya seni.
Kata kunci: sambung-rapêt, grêgêt-sahut, dramaturgi wayang, pengkajian, karya, teori, metodologi.
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan teori dan metodologi dramaturgi wayang melalui penggali... more Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan teori dan metodologi dramaturgi wayang melalui penggalian konsep sambung-rapet dan greget-sahut. Dramaturgi wayang merupakan teori beserta metodologinya untuk memahami persoalan yang terjadi dalam jagad pedalangan, baik untuk bidang pengkajian maupun karya, terutama yang berkenaan dengan pernaskahan lakon wayang beserta aspek-aspek pertunjukannya. Penelitian ini penting karena selama ini, baik dalam kajian maupun penciptaan seni masih menggunakan teori dan metodologi drama Barat. Padahal wayang memiliki karakter dan sifat yang sangat berbeda dengan drama Barat. Akibat dari penggunaan teori dan metodologi drama Barat tersebut dijumpai benturan persoalan dramaturgi serta adanya hal-hal yang tidak dapat dipecahkan. Hasil penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan pula untuk kajian berbagai drama tradisional Jawa yang lainbahkan dapat dikembangkan untuk drama tradisional di Indonesia. Sesuai dengan karakteristik topik penelitian yang diajukan, m...
AbstrackRelationship of Bima and Drona in Dewa Ruci story is unique. Eventhough Drona puts Bima i... more AbstrackRelationship of Bima and Drona in Dewa Ruci story is unique. Eventhough Drona puts Bima into danger, Bima chooses Drona as a teacher. It is because Bima has not obtained a very good spiritual knowledge about life yet since a hero is supposed to have high spiritual qualities and good prayers. The wayang tradition describes Bima as a cruel hero who is not religious, and Drona does not have good brahman qualifications, either. This leads to an assumption that their relationship must be important and meaningful. The question is what does the relationship between Bima-Drona mean, namely Bima as the learner who becomes the recipient of spiritual knowledge of welfare and Drona as his teacher? With structural mythological analysis, it can be concluded that the relationshp between Bima-Drona is an identification of Vãyu-Vãta as the transformation of prana in the Syiwapuja rituals. AbstrakBima dan Drona dalam cerita Dewa Ruci adalah hubungan yang unik. Meski Drona menjerumuskan Bima, ...
ABSTRACT“Jroning Salah”, A Socio-Political Reality: A Karawitan Creative Process based on Salah G... more ABSTRACT“Jroning Salah”, A Socio-Political Reality: A Karawitan Creative Process based on Salah Gumun. “Jroning Salah” is a karawitan work that tells a social phenomenon based on one of Gender Barung, Indonesian traditional musical instrument, whose patterns called “salah gumun” become the basis of this artwork. This work is a new genre in karawitan projecting three “wrong” phenomena in Javanese: “Salah Gumun”, “Salah Kaprah”, and “Salah Kedadèn”. Therefore, the work is entitled “Jroning Salah”. The authors used acoustic approach whose point of view emphasizes combining two or more tones to express all ideas into karawitan compositions. The presence of dance in this karawitan composition is not a collaboration, but a strengthening of the presentation. Its function is to give tone pressure on certain instruments. Furthermore, the authors also implemented experimental method to avoid regulatory absoluteness for the sake of imagination development— an exploration process to find partic...
AbstractKi Timbul Hadiprayitno’s sanggit (a way of storytelling in wayang perfomance based on par... more AbstractKi Timbul Hadiprayitno’s sanggit (a way of storytelling in wayang perfomance based on particular dalang’s/puppet master’s interpretation) regarding the death of Prabu Dasamuka in his play of Banjaran Sinta is an interesting phenomenon. There are several characters and events that are not common in conventional puppetry traditions in general, especially in Ngayogyakarta puppetry tradition. Ki Timbul himself has said that some of the events and characters in the play originated from the comic by Kosasih. Thus, it can be said that there has been a transformation of the Kosasih text into the performance form by Ki Timbul Hadiprayitno. The question is: How does Ki Timbul Hadiprayitno respond to the Kosasih text through his new sanggit? The process of the transformation here can be traced by comparing the texts of Ki Timbul Hadiprayitno and Kosasih in order to examine their similarities and differences. The comparison of both texts is very important to show the origin of source te...
Galong is a unique and interesting phenomenon in the world of paddling. His capacity as a pathet ... more Galong is a unique and interesting phenomenon in the world of paddling. His capacity as a pathet is still a debate today. Some groups say that Galong is its own pathet, while others say Galong is part of the Manyura pathet. The debate arose because his presence in the puppet show was in Manyura's pathet, but he had a distinctive and relatively prominent five tone. As a result, Galong has a different musical feel to Manyura's pathet. On the other hand, tone five is the dominant tone in sanga pathet and becomes a abstinence in Pathet Manyura. Based on the pathet philosophy, I assume that the pathet in pedalangan and karawitan is only divided from three, namely Nem, Sanga, and Manyura. Therefore Galong capacity needs to be reviewed in relation to puppet shows. To that, the question is: 1) how does Playon Galong "rasa"? 2) What is the function of galong in ngayogyakarta pakeliran tradition?Analysis using martapangrawit's "padhang-ulihan" perspe...
Antansena adalah putra Dewi Urangayu, salah satu istri Bima. Dia adalah karakter yang unik di dun... more Antansena adalah putra Dewi Urangayu, salah satu istri Bima. Dia adalah karakter yang unik di dunia wayangNgayogyakarta. Sebagai seorang ksatria Pandawa, Antasena mewakili kekuatan dan kebijaksanaan, rendah hati, danunik. Dia memiliki perilaku yang aneh terhadap saudara yang lain. Dia tidak pernah berkata sopan kepada siapapun, seperti Bima, ayahnya. Dia memiliki karakter yang khas yang tidak ditemukan dalam tradisi Mahabharata atautradisi wayang lainnya. Keberadaannya dilengkapi dengan karakternya, sejarah, dan kehidupan dari lahir sampaimati di dunia. Antasena yang benar-benar dibuat untuk menempatkan ide. Melalui mitologi wayang, karakterAntasena dari aspek kedatangannya adalah identifi kasi laut sebagai budaya Jawa akan menjelaskan konsep ’JembarTanpa pagut’, kualitas jiwa yang harus dibangun oleh orang Jawa untuk menghadapi kehidupan. Melalui hubungananalogi tersebut, kehidupan nyata orang Jawa harus memahami diri mereka ke tempat itu.Kata kunci: Antasena, wayang, konsep ’jemba...
Uploads
Books by Aris Wahyudi
Buku ini dirasa penting karena selama ini, baik dalam kajian maupun penciptaan seni, khususnya wayang masih menggunakan teori dan metodologi drama Barat. Padahal wayang memiliki karakter dan sifat yang sangat berbeda dengan drama Barat. hal demikian menyebabkan sering dijumpai benturan persoalan dramaturgi dan juga terdapat beberapa persoalan yang tidak dapat dipecahkan.
Buku ini dapat dimanfaatkan pula untuk kajian berbagai drama tradisional Jawa yang lain bahkan dapat untuk studi drama tradisional di Indonesia. Buku ini merupakan hasil penelitian grounded research dengan metode etnografi. melalui analisis fenomenologi, data yang diperoleh diidentifikasi ke dalam dua kategori aspek dramaturgi wayang, yaitu lakon dan pertunjukannya.
Berdasarkan telaah atas dua kategiri di atas diperoleh rumusan teoretis beserta metodologis tentang dramaturgi wayang.
Melalui fenomenologi pula diperoleh pemahaman yang relatif jelas mengenai perbedaan mapping logika antara studi dan karya seni.
Kata kunci: sambung-rapêt, grêgêt-sahut, dramaturgi wayang, pengkajian, karya, teori, metodologi.
Papers by Aris Wahyudi
Buku ini dirasa penting karena selama ini, baik dalam kajian maupun penciptaan seni, khususnya wayang masih menggunakan teori dan metodologi drama Barat. Padahal wayang memiliki karakter dan sifat yang sangat berbeda dengan drama Barat. hal demikian menyebabkan sering dijumpai benturan persoalan dramaturgi dan juga terdapat beberapa persoalan yang tidak dapat dipecahkan.
Buku ini dapat dimanfaatkan pula untuk kajian berbagai drama tradisional Jawa yang lain bahkan dapat untuk studi drama tradisional di Indonesia. Buku ini merupakan hasil penelitian grounded research dengan metode etnografi. melalui analisis fenomenologi, data yang diperoleh diidentifikasi ke dalam dua kategori aspek dramaturgi wayang, yaitu lakon dan pertunjukannya.
Berdasarkan telaah atas dua kategiri di atas diperoleh rumusan teoretis beserta metodologis tentang dramaturgi wayang.
Melalui fenomenologi pula diperoleh pemahaman yang relatif jelas mengenai perbedaan mapping logika antara studi dan karya seni.
Kata kunci: sambung-rapêt, grêgêt-sahut, dramaturgi wayang, pengkajian, karya, teori, metodologi.