Papers by Dewa Gede Purwita
Jurnal Desain
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah perilaku kedisiplinan yang sangat penting diajarkan... more Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah perilaku kedisiplinan yang sangat penting diajarkan sejak dini, terlebih pada masa pandemi Covid-19 yang memberikan gambaran bahwa bagaimana kebersihan tubuh menjadi kunci penting untuk tetap sehat dan terhindar dari virus. Dengan demikian sangat penting untuk mengajarkan anak-anak agar terbiasa melakukan aktivitas PHBS. Musik video klip memiliki efektivitas sebagai media edukasi sekaligus hiburan di dalam mengkampanyekan perilaku hidup bersih dan sehat kepada anak-anak karena terdiri dari dua unsur yaitu audio juga visual. Tujuan dari perancangan ini adalah untuk mengajarkan kepada anakanak khususnya di Kabupaten Badung untuk melakukan aktivitas PHBS sejak dini. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan. Metode perancangan video musik melalui 3 tahapan yaitu pra produksi, produksi dan pasca produksi. Perancangan ini menghasilkan sebuah video musik dengan judul "Hidup Bersih dan Sehat" yang telah dipublikasikan di media youtube dan akun instagram Dinas Kesehatan Kabupaten Badung.
SENADA (Seminar Nasional Desain dan Arsitektur), Nov 27, 2018
Visual genetics in this case I use to provide a kind of term frame to analyze the forms of form t... more Visual genetics in this case I use to provide a kind of term frame to analyze the forms of form that affect an artist or artist in presenting his work. As in the case of the painting I Ketoet Gede who apparently absorbed the visual of classical Balinese painting which in this case is Kamasan Village, Klungkung as a source that is still alive today. I ketoet gede then on the initiation of van der tuuk able to present things that break the principles of classical art of Bali. After the big ketoet, more or less half a century later appeared Jro Dalang Diah who started the birth of glass painting in Nagasepaha Village which then inherited the visual genetics typical of North Bali.
acm multimedia, Oct 20, 2020
Persoalan seniman bukan pada narasi apa yang ingin disampaikan akan tetapi bagaimana seniman dala... more Persoalan seniman bukan pada narasi apa yang ingin disampaikan akan tetapi bagaimana seniman dalam konteks ini adalah pelukis menghadirkan sensasi dan emosinya ke dalam karyanya. Tulisan ini adalah sebuah pembacaan terhadap karya seni lukis Anak Agung Gede Darmayuda yang berjudul āIndriyaā sebuah karya panel tiga yang didalamnya dapat dibaca tnada-tanda bahwa penerapan warna mengarah kepada konsep colorist, dan juga metode melukisnya yang menjadikan karyanya memiliki suatu hal yang dapat dibaca sebagai haptic vision. Teori yang dipergunakan adalah tentang Haptic vision yang dikemukakan oleh Deleuze sedangkan metode penelitian mempergunakan penelitian deskriptif kualitatif yang bersifat analitik. Hasil analisa menunjukan bahwa Anak Agung Gede Darmayuda tidak hanya berpatokan terhadap warna fotografi, objek lukisan yang lebih ditonjolkan adalah tangan dan organ wajah yang diperbesar melalui frame fotografis. ia melakukan proses keluar dari metode meniru fotografi dalam hal melukis ter...
ABSTRACTWayang Kamasan paintings are categorized as classical art which depicts narratively the s... more ABSTRACTWayang Kamasan paintings are categorized as classical art which depicts narratively the stories in literature in the form of songs, kakawin, palalintangan, geguritan, Balinese calendar, and others. Many people then assume that the absence of changes to the Kamasan puppet painting so that when we enjoy it we often ignore the details of the painting especially the complicated work process. By understanding the work process of the creation of Kamasan puppet painting, we will find the terms ngedum karang, jajar wayang, ceraki, which are the main issues in the discussion. The three processes are the initial processes in which more dominant design work is applied. The design work in the process of painting Kamasan puppets was dissected through the building of cliche theory proposed by Deleuze with descriptive analytic research methods. The three processes with local terms are a combination of interpretations of literary works, the application of design reasoning in the design proc...
Humanis
Traditional Balinese painting elements contain narrative, illustrative, figurative, functional, t... more Traditional Balinese painting elements contain narrative, illustrative, figurative, functional, these formed the structure of Balinese art which is closely related to the existence of the text as the background of its creation. This study aims to read the influence caused by narrative as things that affect the āwimbaā and the ācara wimbaā in traditional Balinese painting which is focused on Sutasoma's painting in the Kamasan painting style in Bale Kambang Kerta Gosa, Klungkung and the painting of Prabu Salya by I Ketut Gede Singaraja. This research method uses a qualitative art research with analytical descriptive, the theory used as an analysis is the system namely Ruang-Waktu-Datar from the theory of Bahasa Rupa. The results of the analysis show that the narrative forms a system of procedures for depicting traditional Balinese paintings which can be seen from the way the perspective is applied from various sides, the pattern of depiction of figures that replace facial expressi...
Jurnal Nawala Visual
Abad ke-19, lebih spesifik pada pertengahan 1800 merupakan masa eksperimental dalam lini masa sej... more Abad ke-19, lebih spesifik pada pertengahan 1800 merupakan masa eksperimental dalam lini masa sejarah seni rupa Bali. I Ketut Gede Singaraja menjadi pionir di dalamnya, atas bantuan Van der Tuuk sebagai tokoh yang memberikan bantuan medium baru yaitu kertas, pensil dan cat air kepada para pelukis yang ikut menyumbang lukisan sebagai ilustrasi proyek ambisiusnya yaitu kamus Kawi-Bali-Belanda. Kehadiran medium baru ini memberikan ruang bebas bagi pelukis salah satunya I Ketut Gede Singaraja melakukan ekspresinya sehingga lahirlah karya lukisan dengan tanda-tanda kuat mengacu kepada eksperimentasi visual. Metode penulisan mempergunakan deskriptif kualitatif dengan analisis visual. I Ketut Gede berhasil meramu dialek visual seni rupa Bali menjadi sangat khas dan kemudian disebut dengan idiolek. Eksperimentasinya dapat dibaca melalui tanda-tanda yang hadir pada tiap elemen lukisannya semisal yang paling menonjol adalah plastisitas figur, warna, komposisi dan fragmen narasi tunggal. Ā
Jurnal Lentera Widya
Penunjuk arah merupakan media visual yang sangat penting di dalam menyampaikan informasi mengenai... more Penunjuk arah merupakan media visual yang sangat penting di dalam menyampaikan informasi mengenai suatu arah tujuan. Umumnya penunjuk arah memiliki dua unsur yaitu simbol dan huruf. Dua simbol pokok ini dapat saja tidak dipergunakan salah satunya akan tetapi sangat baik jika dipergunakan bersamaan. Kedua unsur ini akan mempertegas sekaligus mempermudah pemahaman bagi masyarakat di dalam mempersepsikan simbol dan huruf ke arah mana tujuan perjalanan mereka. Di dalam konteks daerah atau suatu lokasi wisata, penunjuk arah memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai media informasi agar para pengunjung suatu objek wisata tidak kebingungan dalam mencari jalan atau menuju kepada titik-titik penting lokasi yang ingin mereka kunjungi. Sebagaimana di objek wisata Monkey Forest di Desa Padang Tegal, Ubud, di areal yang sangat luas ini terdapat beberapa titik penting objek wisata, sedangkan penunjuk arah sebelumnya memuat banyak bahasa asing sehingga hurufnya menjadi kecil, begitu juga d...
Jurnal Bahasa Rupa
More that 2 million cases of anxiety disorder occur in Indonesia every year.Ā The term of anxiety ... more More that 2 million cases of anxiety disorder occur in Indonesia every year.Ā The term of anxiety disorder is not common in the community due to lack of campaigne and sosialisation. It will cause severe depresion and even commit suicide if it is not treated properly.Ā The purpose of this design is to campaigne anxiety disorderās sympton into the community through some one point of view who experinced anxiety disorder before and providing solution to the patients through two dimention animation media. This design using the theory of principle of animation, cinematography theory, design theory, aesthetic theory, semiotic theory and campaigne theory with qualitatif research methods and produces animation media that supported by social media, poster, x-banner, booklet, tote bag, t-shirt, pin and journal book using a hand drawingā¦
Jurnal Nawala Visual
Kesenian Bondres merupakan seni komedian tradisional Bali yang termasuk seni tari dalam kategori ... more Kesenian Bondres merupakan seni komedian tradisional Bali yang termasuk seni tari dalam kategori tari balih-balihan atau hiburan. Dalam pertunjukan Bondres menampilkan karakter yang unik dengan memiliki ciri khas yaitu karakter yang menggunakan topeng seperti orang cacat beserta membawakan humor-humor khas Bondres Ā yang memiliki pesan moral dalam lawakannya, oleh sebab itu bondres memiliki daya tarik tersendiri daripada pertunjukan lawak lainnya sehingga Bondres diminati oleh masyarakat. Namun dari banyaknya peminat Bondres saat ini, yang meminati hanya orang tua dan orang dewasa saja sedangkan remaja masih sedikit meminati Bondres karena lebih tertarik dengan teater-teater jaman sekarang seperti drama, animasi, kartun dan lainnya yang sangat mudah diakses melalui internet.Oleh sebab itu penulis tertarik mengangkat objek kasus ini agar remaja menjadi lebih tertarik menonton Bondres. Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah metode primer (Observasi, w...
SIGN - Pameran Tunggal Anak Agung Gede Darmayuda, 2019
Meretas dalam maksud membongkar atau membuka jalan masuk ke dalam pemikiran Anak Agung Gede Darma... more Meretas dalam maksud membongkar atau membuka jalan masuk ke dalam pemikiran Anak Agung Gede Darmayuda yang terealisasikan kedalam karya-karya lukisannya dengan segera kita dihadapkan pada rangkaian tanda-tanda yang dengan sengaja ia kombinasikan. Menakar pemikiran Agung Darmayuda seolah membedah nalar rupa pemikiran semiotik manusia Bali. Di dalam naskah sastra kita dihadapkan pada pemilihan kata yang dirangkai menjadi kalimat dengan pemaknaan multilapis sedangkan dalam lukisan pemaknaan hadir melalui tanda visual. Huruf dan rupa sama sebagai sebuah teks yang dapat di baca dan ditafsir ulang. Sign landscape dalam konteks pembacaan terhadap karya lukisan Agung Darmayuda adalah pembacaan sekaligus tafsiran saya atas panorama (bersifat sempit juga luas) tanda tersebut. Sifat sempitnya adalah panorama atau lanskap terhenti pada jaringan kuasa tanda pada dimensi kanvas bahwa Agung Darmayuda sedang mengkombinasikan visual dalam satu kuncian ruang-waktu (sebagai sebuah karya seni atau lukisan). konteks luasnya bahwa tanda-tanda tersebut memiliki konvensi yang pada pembacaannya menyentuh ranah sosio-kultural. Acuannya sudah tentu semiotika. Relasi tanda, kompleksitas realitas yang saling bersinggungan, membentuk satu kesatuan, hamparan tanda-tanda yang dibentangkan sekaligus ditata ulang. REALITAS LUKISAN SESUDAH FOTOGRAFI Harus diakui bahwa kehadiran fotografi menangkap lebih akurat momentum sebuah peristiwa dibanding lukisan. Kehadiran media rekam dalam medan seni rupa dunia sempat menjadi polemik antara seni realisme dan produk fotografi mengingat apa yang disajikan oleh foto adalah sesuatu kenyataan atau pembekuan realitas. Ruang dan waktu dibekukan secara mekanistik dan bingkai lensa membuatnya menjadi satu bingkai yang disebut gambar. Fotografi merekam momentum secara aktual dan di dalam proses melukis hari-hari ini terlebih mereka yang bercokol dalam lukisan portrait juga realis berangkat dari hasil media rekam yang bernama foto, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa proses melukis hanya menjadi proses pemindahan teknis atau pengkopian semata. Berbeda halnya dengan Anak Agung Gede Darmayuda, dalam suatu kesempatan wawancara ia menyatakan bahwa fotografi baginya sebatas media rekam. Merekam secara aktual yang dalam konteks ini adalah tangan atau dalam pandangan saya justru gestur tangan. Pernyataan sederhana bahwa fotografi dipandang sebagai suatu alat untuk menangkap objek yang diinginkannya sungguh tidak sederhana, mengoptimalkan peran fotografi dalam proses melukis dalam konteks proses kreatif Agung Darmayuda adalah pemahamannya terhadap kemampuan optikal. Seolah foto sebagai mata ketiga yang mampu menangkap objek secara detail.
PEMAJUAN SENI RUPA DAN DESAIN UNTUK MEMBANGUN KEBUDAYAAN DAN PERADABAN YANG BERKEPRIBADIAN, 2018
Abstrak I Ketut Gede, Singaraja namanya kemudian menjadi penting di akhir abad 19 hingga awal aba... more Abstrak I Ketut Gede, Singaraja namanya kemudian menjadi penting di akhir abad 19 hingga awal abad 20 sebagai seseorang yang berkontribusi besar terhadap proyek Van der Tuuk di dalam menggarap kamus Kawi-Bali-Belanda. I Ketut Gede, Singaraja menjadi satu-satunya orang yang karyanya paling banyak dipesan oleh Van der Tuuk, karya-karyanya memang masih menunjukan ciri klasik hal itu dapat dilihat dari visual wayang yang ia gambar serupa lukisan wayang klasik Kamasan, akan tetapi ia mampu menghadirkan nuansa yang khas Bali Utara. Hal inilah yang kemudian menjadikannya sebagai pelukis revolusioner berdasarkan visual yang dihadirkan, jauh sebelum I Gusti Nyoman Lempad membuat gambar benarasi tunggal. Di dalam karya I Ketut Gede Singaraja seolah ada nalar personal yang bebas, hadir melompati kekakuan pakem-pakem klasik, ia menjadi dirinya sendiri dan itu hadir dalam kekaryaannya, ia menyatakan (mengekspresikan) dirinya. Melalui nalar estetika Bali sebagai analisa visual, maka akan ditemukan bahasa rupa khas Bali Utara dalam karya I Ketut Gede, Singaraja dan hal ini semestinya menjadi ikonik dari Buleleng dalam kekayaan bahasa visual Bali. Kata kunci: I Ketut Gede, lukisan, Estetika, Bali Utara. Abstract I Ketut Gede, Singaraja his name then became important in the late 19th century until the early 20th century as someone who contributed greatly to the Van der Tuuk project in working on the Old Javanese-Balinese-Dutch dictionary. I Ketut Gede, Singaraja became the only person whose work was most ordered by Van der Tuuk, his works still show the classical features it can be seen from the visual wayang that he likes to paint the classical wayang Kamasan, but he is able to present the nuances which is typical of North Bali. This then made him a revolutionary painter based on the visuals presented, long before I Gusti Nyoman Lempad made a single true picture. In the work of I Ketut Gede Singaraja as if there is free personal reason, comes to jump the rigidity of classical grips, he becomes himself and it is present in his work, he expresses himself. Through Balinese aesthetic reasoning as a visual analysis, there will be a distinctive Balinese language in the work of I Ketut Gede, Singaraja and this should be the iconic of Buleleng in the richness of the visual language of Bali.
Jurnal Nawala Visual, 2020
ABSTRAK Abad ke-19, lebih spesifik pada pertengahan 1800 merupakan masa eksperimental dalam lini ... more ABSTRAK Abad ke-19, lebih spesifik pada pertengahan 1800 merupakan masa eksperimental dalam lini masa sejarah seni rupa Bali. I Ketut Gede Singaraja menjadi pionir di dalamnya, atas bantuan Van der Tuuk sebagai tokoh yang memberikan bantuan medium baru yaitu kertas, pensil dan cat air kepada para pelukis yang ikut menyumbang lukisan sebagai ilustrasi proyek ambisiusnya yaitu kamus Kawi-Bali-Belanda. Kehadiran medium baru ini memberikan ruang bebas bagi pelukis salah satunya I Ketut Gede Singaraja melakukan ekspresinya sehingga lahirlah karya lukisan dengan tanda-tanda kuat mengacu kepada eksperimentasi visual. Pentingnya pembacaan eksperimen visual dalam karya I Ketut Gede Singaraja guna memahami sejauh mana kehadiran medium baru mempengaruhi ekspresi seniman dalam menciptakan sebuah karya. Metode penulisan mempergunakan deskriptif kualitatif dengan analisis visual. I Ketut Gede berhasil meramu dialek visual seni rupa Bali menjadi sangat khas dan kemudian disebut dengan idiolek. Eksperimentasinya dapat dibaca melalui tanda-tanda yang hadir pada tiap elemen lukisannya semisal yang paling menonjol adalah plastisitas figur, warna, komposisi dan fragmen narasi tunggal. ABSTRACT The 19th century, more specifically in the mid-1800, was an experimental period in the historical timeline of Balinese art. I Ketut Gede Singaraja became a pioneer in it, with the assistance of Van der Tuuk as a figure who provided new mediums of assistance, namely paper, pencil and watercolors to painters who contributed paintings as illustrations of his ambitious project, the Kawi-Bali-Dutch dictionary. The presence of this new medium provides free space for painters, one of whom I Ketut Gede Singaraja made his expression so that the painting was born with strong signs referring to visual experimentation. The importance of reading visual experiments in I Ketut Gede Singaraja's work to understand the extent to which the presence of a new medium influences the expression of artists in creating an artwork.The writing method uses descriptive qualitative with visual analysis. I Ketut Gede succeeded in concocting a visual dialect of Balinese art to become very distinctive and was later called an idiolek. His experiment can be read through the signs that are present in each element of his painting such as the most prominent is the plasticity of figures, colors, composition and fragments of a single narrative.
Books by Dewa Gede Purwita
Art Exhibition Catalogue, 2019
Conference Presentations by Dewa Gede Purwita
Vol 1 (2018) SENADA (Seminar Nasional Desain dan Arsitektur) 2018, 2018
Visual genetics in this case I use to provide a kind of term frame to analyze the forms of form t... more Visual genetics in this case I use to provide a kind of term frame to analyze the forms of form that affect an artist or artist in presenting his work. As in the case of the painting I Ketoet Gede who apparently absorbed the visual of classical Balinese painting which in this case is Kamasan Village, Klungkung as a source that is still alive today. I ketoet gede then on the initiation of van der tuuk able to present things that break the principles of classical art of Bali. After the big ketoet, more or less half a century later appeared Jro Dalang Diah who started the birth of glass painting in Nagasepaha Village which then inherited the visual genetics typical of North Bali.
Uploads
Papers by Dewa Gede Purwita
Books by Dewa Gede Purwita
Conference Presentations by Dewa Gede Purwita