Diglosia : Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia, Feb 25, 2019
Puisi pada saat ini mengalami perkembangan begitu pesatnya. Itu semua dikarenakan puisi menjadi m... more Puisi pada saat ini mengalami perkembangan begitu pesatnya. Itu semua dikarenakan puisi menjadi media penyampai ide atau pemikiran yang sastrawan sering gunakan. Selain lebih praktis dalam menentukan waktu menciptakannya, puisi juga menjadi media yang paling menarik bagi sastrawan baik sebagai penulis atau penyair begitupun pembaca dan penikmat sastra. Penulis memilih antologi 135 puisi romantis ini dengan memilih beberapa sampel puisi yang berkaitan dengan ekologi (lingkungan) dan perempuan di dalamnya atau biasa dikenal dengan ekofeminisme. Ekofeminisme sendiri dibagi ke dalam beberapa jenis salahsatunya kritik sastra marxis, feminis ideologis, kritik sastra ginokritik, dan masih terdapat beberapa lagi. Dalam hal ini, penulis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan ekofeminisme ginokritik yang didalamnya mengkaji karya sastra yang dihasilkan oleh penulis perempuan. Kata Kunci: perempuan, puisi, ekofeminisme Poetry is currently experiencing rapid development. This is all because poetry is a medium for conveying ideas or thoughts that writers often use. Apart from being practical in determining the time to create it, poetry is also the most attractive medium for people who are either writers or poets who are readers and connoisseurs of literature. The author chooses this anthology of 135 romantic poetry by selecting several samples of poetry related to ecology (environment) and the women in it or commonly known as ecofeminism. Ecofeminism itself is divided into several types, one of which is Marxist literary criticism, feminist ideology, gynocritical literary criticism, and there are several more. In this case, the authors in this study use a gynocritical eco-feminism approach which examines literary works produced by female writers. Keywords: women, poetry, ecofeminis
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Uploads
Papers by Aji Septiaji
kind of thinking that both readers and writers based on the phenomenon that is growing, so the ideas in literary criticism is a reflection of the critical attitude of a person. Literacy became one of the main pillars in building a civilization. Reading skills can make someone rich insight and knowledge. Writing skills make a person skilled in managing and processing insight and knowledge as evidenced by the work. Published works to a size that literacy as a culture able to present and growing. Culture becomes a reflection of a nation, for a nation as more and pharmaceutics culture.
Keywords: literary criticism, horison literary magazine, cultural literacy, publication media, critical thinking
Universitas Majalengka
Pos-el: ajiseptiaji@gmail.com
ABSTRAK
Karya sastra sebagai karya monumental hingga memunculkan polemik dan kontroversi, sejatinya hanya memberikan kesan bahwa sastra ada dalam kehidupan dan akan berpengaruh pada aspek yang ada di dalamnya. Kehadiran buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh yang berisi sejumlah esai dari para sastrawan turut membuka jendela tentang peran sastrawan bagi perkembangan dunianya dan kemajuan suatu bangsa. Dalam pandangan perkembangan kebahasaan suatu bangsa, gagasan 33 Tokoh Sastra Indonesia menggambarkan pasang surut perkembangan budaya literasi bangsa Indonesia yaitu kondisi masyarakat lisan bergeser ke masyarakat tulisan (membaca). Namun, seiring dengan perkembangan teknologi ada pergeseran kembali ke masyarakat lisan (menyimak). Pergeseran ini tergambar dalam untaian kehadiran tokoh-tokoh jagat sastra yang juga berkembang mengikuti perkembangan teknologi. Peran yang diberikan dalam membangun negeri ini dapat berawal dari kegelisahan para sastrawan dalam melihat berbagai fenomena kemudian disuarakan melalui media tulis atau media panggung sastra. Penentuan 33 tokoh ada empat kriteria, yaitu (1) memiliki kiprah dengan skala nasional; (2) gagasan yang dihasilkan berkesinambungan; (3) memiliki karya yang cukup penting; dan (4) merupakan perintis dalam karya sastra. Adapun 33 sastrawan yang terlibat ialah Kwee Tek Hoay, Marah Rusli, Muhammad Yamin, HAMKA, Armijn Pane, Sutan Takdir Alisjahbana, Achdiat Karta Mihardja, Amir Hamzah, Trisno Sumardjo, H.B. Jassin, Idrus, Mochtar Lubis, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Iwan Simatupang, Ajip Rosidi, Taufiq Ismail, Rendra, Nh. Dini, Sapardi Djoko Damono, Arief Budiman, Arifin C. Noer, Sutardji Calzoum Bachri, Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Remy Sylado, Abdul Hadi W.M., Emha Ainun Nadjib, Afrizal Malna, Denny JA, Wowok Hesti Prabowo, Ayu Utami, dan Helvy Tiana Rosa.
Kata Kunci: karya sastra, esai, gagasan, budaya literasi, 33 tokoh sastra Indonesia