Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan
https://jurnal.stiq-amuntai.ac.id/index.php/al-qalam
P-ISSN: 1907-4174; E-ISSN: 2621-0681
DOI : 10.35931/aq.v17i2.1937
PERBANDINGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
DAN FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT
Nuthpaturahman
Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Washliyah Barabai
nuthpah@gmail.com
Abstrak
Pemikiran mendalam tentang permasalahan terkait pendidikan memiliki tujuan yang mulia yakni
memperbaiki tatanan pendidikan hingga ke akar-akarnya hingga tercapai pembentukan manusia
bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Catatan sejarah dalam filsafat barat semula
pendidikan seluruhnya diserahkan kepada gereja yang pada perkembangannya memunculkan pemikiran
dengan mengedepankan sikap proaktif yang memisahkan antara sain dan agama, hingga muncul para filsof
barat dengan pemikirannya bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah gerak materi yang
berimplikasi bahwa dunia pendidikan adalah gerak pikiran di otak dari hasil dari peristiwa di dunia fisik.
Sedang pada pemikiran Islam bahwa pendidikan berakar dari Alquran dan Hadist yang menyatukan serta
mendamaikan antara sain dan agama, menjadikan nilai-nilai agama sebagai landasan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan guna mencapai puncak fitrahnya sebagai manusia hingga tercapai
kebahagiaan, ketenangan, kedamaian dan keselamatan di dunia akhirat.
Kata Kunci: Filsafat Pendidikan, Islam, Barat.
Abstract
In-depth thinking on issues related to education has a noble goal, namely to improve the educational order
down to its roots so that human formation is beneficial for oneself, others, and the environment. Historical
records in western philosophy originally gave education entirely to the church which in its development
gave rise to thoughts by prioritizing a proactive attitude that separates science and religion, until western
philosophers emerged with the idea that everything that happens in this world is a movement of matter
which implies that the world of education is the movement of thoughts in the brain as a result of events in
the physical world. While in Islamic thought that education is rooted in the Qur’an and Hadith which unites
and reconciles science and religion, making religious values the basis for the development of science to
reach the peak of his nature as a human being to achieve happiness, tranquility, peace, and safety in the
afterlife.
Keywords: Philosophy of Education, Islam, West.
PENDAHULUAN
Asal usul kata filsafat adalah ―philos‖ yang berarti kecintaan atau mencintai, dan kata
―sophia‖ yang berarti pengetahuan atau kebijaksanaan dalam bahasa Yunani. Secara linguistik,
filsafat memiliki tiga arti, yaitu mengetahui kebijaksanaan, mencari kebenaran, dan mengetahui
dasar atau prinsip. Dari uraian tersebut kita dapat mengetahui bahwa filsafat adalah cinta akan
kebenaran yang sesungguhnya menuntun seseorang untuk menemukan dasar atau prinsip suatu
ilmu.
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
650
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
Aristoteles, seorang filsuf terkenal, menyebut konsep filsafat sebagai ilmu yang
mencakup kebenaran yang mengandung metafisika (alam yang tidak dapat diakses oleh indera),
retorika (bahasa), logika (akal), moralitas (perilaku), ekonomi (keuangan atau materi), politik
(praktik) dan estetika (keindahan). Sebagai muridnya, Plato mendefinisikan filsafat sebagai ilmu
yang berusaha untuk memperoleh pengetahuan tentang kebenaran sejati. Pendapat lain adalah
pendapat filsuf pendidikan John Dewey, yang berpendapat bahwa filsafat adalah ekspresi
perjuangan terus-menerus manusia dalam upaya untuk mengatur berbagai tradisi yang
membentuk perilaku manusia, mengikuti tren ilmiah baru dan cita-cita politik dan tidak mematuhi
otoritas yang diakui.1
Mengenai pembahasan pengertian pendidikan, pendidikan dalam bahasa latin berasal dari
kata ―educatum‖ yang terdiri dari kata ―e‖ dan ―duco‖. "e" artinya berkembang dari luar dan
dalam atau dari sedikit ke banyak, sedangkan "duco" artinya berkembang. Maka dari itu,
pendidikan artinya perkembangan dari yang awalnya sedikit menjadi banyak dari luar dan dalam.
Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan adalah tentang
segala fitrah (potensi) yang terdapat pada diri anak (siswa) agar mereka sebagai manusia dan
anggota masyarakat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang sebesar-besarnya.2 Dengan
demikian, pendidikan dapat dipahami sebagai upaya untuk mengembangkan apa yang sudah ada
dalam diri seseorang agar menjadi orang yang berguna bagi dirinya sendiri, orang lain, dan
lingkungan melalui peningkatan pengetahuan, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan agar
mencapai aktualisasi diri setinggi-tingginya.
Jika kita kaitkan konsep filsafat dengan dunia pendidikan, maka filsafat adalah usaha
yang berkaitan dengan ilmu untuk mencari solusi atau jawaban atas permasalahan yang timbul
dalam dunia pendidikan secara serius dari akarnya. 3 Seorang guru harus sebijaksana mungkin
untuk dapat menilai kondisi dan situasi menurut laporannya, mampu bertindak dan menarik
kesimpulan yang baik, mampu menghubungkan sebab akibat, mengkritisi, menganalisis dan
mungkin mempertahankan pendapatnya. pendapat. dengan penalaran dan penalaran yang baik.
Kebijaksanaan dalam berpikir disebut filsafat, sedangkan kebijaksanaan dalam tindakan termasuk
dalam bidang tasawuf.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan pada kajian ini adalah kajian kepuatakaan (library reseach)
melalui pendekatan kualitatif (qualitatif research) melalui pendekatan komparatif. Secara teoritis
1
Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2017). 41
I. Made Sugiarta dkk., ―Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur),‖ Jurnal Filsafat
Indonesia 2, no. 3 (20 September 2019): 124–36, https://doi.org/10.23887/jfi.v2i3.22187.
3
Ridhatullah Assya’bani, ―Pendidikan Berbasis Eksistensialis,‖ Al Qalam: Jurnal Ilmiah
Keagamaan dan Kemasyarakatan, 2018, 1–18.
2
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
651
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
kajian ini menelusuri berbagai literatur, buku maupun artikel ilmiah yang sesuai dengan tema
kajian, kemudian di interpretasi dan dikomparasikan dengan situasi saat ini. Dengan kata lain,
dalam kajian ini, mengkaji konsep Filsafat Pendidikan dalam Islam dan Filsafat Pendidikan yang
ada di Barat, kemudian dilakukan perbandingan kedua konsep tersebut untuk mencari sistem
dalam Filsafat Pendidikan tersebut.4
Untuk analisis data, kajian ini menggunakan model Miles dan Huberman, dimana proses
analisis melalui beberapa tahapan, yakni, (1) reduksi data. Pada reduksi data penulis melakukan
abtraksi terhadap seluruh data yang didapatkan, (2). Penyajian data. Pada tahapan ini, penulis
menyajikan daya yang berkenaan dengan tema yang diangkat dan dilakukan analisis, (3).
Kesimpulan.5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat adalah cinta atau kecenderungan intelek. Cinta kebijaksanaan berarti cinta
pengetahuan. Orang yang mencintai sains disebut ―filsuf‖. Penggemar pengetahuan adalah orangorang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan mereka dalam bisnis dan kehidupan.6 Filsafat
dapat memenuhi harapan masyarakat. Salah satu sifat dasar manusia adalah berpikir, sehingga
pemikiran manusia berubah dari waktu ke waktu. Seiring dengan itu, landasan kehidupan manusia
berubah secara dinamis dan dramatis, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Secara etimologis, pendidikan diterjemahkan dari kata Arab ―tarbiya‖, dan kata kerja
―rabba‖ berarti mendidik, mengajarkan, dan membimbing. Pendidikan sangat diperlukan bagi
kehidupan seorang anak yang sedang tumbuh. Artinya pendidikan membimbing segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak tersebut agar mereka dapat mencapai keamanan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya sebagai manusia dan anggota masyarakat. Ada tiga istilah umum yang
umum digunakan dalam pendidikan, yakni pengetahuan, cara hidup yang mendukung nilai-nilai
keilmuan dan at-ta'dib yang merupakan integrasi ilmu dan amal.7
Dari uraian singkat di atas, Filsafat Pendidikan Islam merupakan kajian filsafat terhadap
berbagai persoalan yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan, dengan menggunakan Alquran
dan Hadits sebagai sumber utama dan pendapat para ahli, khususnya filosof Islam, sebagai
sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam dapat disimpulkan sebagai filsafat
pendidikan yang didasarkan pada ajaran Islam. Filsafat pendidikan berakar pada ajaran Islam dan
bukan merupakan filsafat liberal tanpa batas-batas moral sebagaimana terdapat dalam pemikiran
4
Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Yogyakarta: Paramadina, 2005), 60.
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), 30.
6
Ummi Mahmudah, ―Perbandingan Filsafat Pendidikan Barat Dan Pendidikan Islam‖ (nd, t.t.).
7
A. Khudori Soleh, Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016). 178
5
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
652
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
filsafat populer. Perkembangan pemikiran (filsafat) dalam pendidikan Islam dapat dilihat pada
model-model pemikiran Islam yang berkembang di dunia Islam kontemporer, khususnya dalam
menjawab tantangan Islam dan perubahan zaman tentang bagaimana dan sejauh mana masingmasing gaya belajar tersebut dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan sistem pendidikan
nasional dengan mempertimbangkan geometri dan membangun filosofi pendidikan Islam sebagai
dasar implementasi sistem pendidikan Islam.8
Pertumbuhan pemikiran pedagogik juga terlihat pada model-model pemikiran Islam yang
berkembang di bagian dunia Islam kontemporer ini, terutama dalam menjawab tantangan dan
perubahan zaman kita. Kaitan bahwa ada empat model pemikiran pendidikan Islam,9 yaitu:
1. Perenial-Esensialis Salafi
Menurut KBBI online, kata ―parenial‖ berarti tetap dan ―esensial‖ berarti hakiki atau
pokok. Sedangkan kata “salafi” sendiri berasal dari bahasa Arab salaf yang merujuk pada tiga
generasi pertama umat Islam sebagai generasi terbaik, yaitu para sahabat, tabi’in dan tabi’uttabi’in. Kata ―salaf‖ juga dipahami dengan segala perbuatan baik yang dilakukan. Dengan
demikian, parenial esensialisme salafi dapat dipahami sebagai model pemikiran filosofis yang
membutuhkan pendidikan berdasarkan nilai-nilai esensial kehidupan ideal seperti pada periode
Salafi.10
Aliran ini bersumber dari Alquran dan Sunnah dan menekankan pandangan Islam Salaf
(memandang ke masa lalu). Dengan kata lain, mereka lebih konservatif, mengagungkan dan
menjunjung tinggi nilai-nilai zaman salaf. Mazhab ini berupaya memahami ajaran dan nilai
fundamental yang terkandung dalam Alquran dan Hadits Nabi, serta menyikapinya tanpa
mempertimbangkan dinamika spesifik perjuangan masyarakat Islam (kuno, klasik dan modern)
yang melingkupinya.
2. Perenial-esensialis madzhabi
Arti dari kata parennial dan essensialis telah dibahas pada model sebelumnya. Sedangkan
kata ―madzhab‖ berasal dari kata bahasa arab ―madzhab‖ yang merupakan singkatan dalam
bahasa Arab dari ―maa dzahaba ilaihi‖ atau dalam bahasa Indonesia artinya ―apa yang menuju
(ke arah) dia‖. Makna kalimat adalah gagasan atau pendapat utama yang mendekati (menuju)
Ridhatullah Assya’bani, ―Relevansi Epistemologi Dari Abid Al-Jabiri Terhadap Pembaruan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar,‖ Al-Madrasah: Jurnal Pendidikan Madrasah
Ibtidaiyah 6, no. 1 (2022): 88–98.
9
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004). 88
10
Roel Meijer, ed., Global salafism : islam’s new religious movement (New York: Oxford
University Press, 2014).
8
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
653
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
kebenaran, yang digunakan oleh para imam mujtahid untuk memecahkan suatu masalah atau
menegakkan hukum Islam berdasarkan Alquran dan Hadits.
Filsafat pendidikan model ini berakar pada Alquran dan Sunnah yang menekankan
pemikiran pendidikan Islam tradisional dan cenderung mengikuti mazhab, pemahaman atau
doktrin, pola dan prasangka dianggap relatif baik dan relevan atau sesuai. Model ini dapat disebut
model tradisional karena segala sesuatu yang terjadi dalam dunia pendidikan dianggap
berdasarkan pemikiran para ulama dan ulama Islam kuno yang dianggap mutlak dan mendalami
setiap permasalahan yang ada.11
Ciri-ciri model filsafat pendidikan mazhab dapat dilihat dari perbuatannya yang tetap
konsisten dengan nilai, norma, adat istiadat dan pemikiran secara turun-temurun dan tidak mudah
terpengaruh sebagaimana adanya, mengikuti alur/pemahaman sebelumnya yang dianggap mapan
dan ideal. Salah satu rujukan utama pola ini adalah kitab kuning yang biasa digunakan di
pesantren tradisional.
3. Modernis
Kata ―modernisme‖ berasal dari bahasa latin modo yang berarti jalan dan ernus yang
berarti hadir. Kata modernisme dapat dipahami sebagai tahapan atau metode yang mencakup
proses perubahan ke arah arus (modernisasi). Berbeda dengan dua filsafat pendidikan di atas,
sekolah modern lebih menekankan pada gagasan pendidikan Islam yang tidak berubah, progresif
dan dinamis dan merespons tuntutan dan kebutuhan lingkungan, yaitu bagaimana pendidikan
Islam dapat mempersiapkan peserta didiknya. Pendidikan diperlukan untuk dapat mengulang
pengalaman secara terus menerus, mampu melakukan sesuatu dengan cerdas, dan mampu
beradaptasi dengan tuntutan dan kebutuhan lingkungan sekolah saat ini.
Dalam proses implementasi dan pengembangannya, model ini bertujuan untuk melakukan
penetrasi langsung ke dalam ilmu pengetahuan dan teknologi modern tanpa memperhatikan
khazanah intelektual umat Islam klasik yang berpusat pada nilai-nilai budaya bangsa mengenai
masalah agama dan abad sosial.12
4. Perenial-Esensialis Kontekstual-Falsifikatif
Kata ―konteks‖ berarti hal-hal yang berkaitan dengan suatu peristiwa (konteks) atau
gambaran yang mendukung kejelasan makna. Sedangkan ―falsifitive‖ berasal dari kata forgery,
khusus untuk membuktikan atau menguji suatu teori bahwa teori tersebut salah. Ini juga bisa
A. Khuhori Soleh, ――Filsafat Isyraqi Suhrawardi,‖ Jurnal Esensia 07, no. 01 (2011): 5.
Mohammad Arief dan Ridhatullah Assya’bani, ―Eksistensi Manajemen Pesantren Di Era
Digital,‖ Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan 16, no. 6 (4 Februari 2023): 2548–67,
https://doi.org/10.35931/aq.v16i6.1541.
11
12
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
654
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
berarti cara melihat sesuatu dari sisi yang salah. Model filsafat pendidikan Islam ini
menitikberatkan dan menghubungkan konteks yang berbeda dalam pemecahan masalah, berupa
pemahaman nilai-nilai Alquran dan Sunnah serta mempertimbangkan perspektif dan pendekatan
lain yakni pendekatan ilmiah dari zaman kenabian, zaman klasik , hingga perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di era modern.13
Sekolah dengan model ini terinspirasi Alquran dan Sunnah, lebih memilih mengambil
jalan tengah antara kembali ke masa lalu dengan mendekontekstualisasikan dan bereksperimen
dengan kebutuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. perkembangan dan perubahan telah terjadi.
Model ini disebut juga sebagai model neo-modern karena merupakan perpaduan antara model
tradisional, klasik dan modern yang terus menguji kesalahan-kesalahan yang ada untuk mencari
solusi terbaik dari suatu masalah pendidikan. Tipe ini dapat dilihat sebagai kritik terhadap para
pemikir, pemerhati, dan pengembang Islam untuk memberikan pandangan mereka tentang zaman
kenabian, Salaf dan ulama sebelumnya.
Eksperimen dalam konteks ruang dan waktu kemudian diperiksa untuk bias
kekeliruannya. untuk mengetahui apakah suatu teori relevan, digunakan sekarang dan di masa
depan. Jika cocok akan dipertahankan, tetapi jika tidak, akan dicari alternatif lain.14
5. Rekonstruksi Sosial
Muhajir yang dikutip oleh Mustafa mengatakan model ini juga diilhami oleh Alquran dan
Sunnah, progresif dan dinamis, mengedepankan sikap proaktif dan berpikiran maju, mulai dari
bawah, membangun dari bawah, mengikuti tema pluralisme (paham keberagaman) dan dalam
konteks mengejar keunggulan. Cara berpikir ulang masyarakat mengembangkan pemahaman
tentang memprediksi masa depan, yang berarti mempersiapkan anak dengan pengetahuan dan
keterampilan untuk menghadapi masa depan.15
Filsafat Pendidikan Barat
Dalam catatan sejarah diketahui bahwa filsafat Barat berasal dari Yunani pada abad
pertengahan saat dunia Barat didominasi oleh dogmatisme gerejawi. Pada masa itu, pendidikan
diserahkan kepada gereja, sehingga masa ini disebut usia sekolah. Kemudian datanglah Renaisans
yang memisahkan sains dan agama. Dengan mengedepankan sikap proaktif dan berpikiran maju,
Afandi Afandi dan Sajidan Sajidan, ―Reinterpretasi Filsafat Sains Menurut Pandangan Karl
Popper, Thomas Kunt Dan Imre Lakatos,‖ Prosiding SNPS (Seminar Nasional Pendidikan Sains) 0, no. 0
(2017): 65-73–73.
14
Ridhatullah Assya’bani, ―Methodology of Scientific Reseacrh Programmes Imre Lakatos:
Implikasi Terhadap Studi Dan Pendidikan Islam,‖ AT-TURAS: Jurnal Studi Keislaman 7, no. 2 (2020):
218–31.
15
Mustafa Mustafa, ―Mazhab Filsafat Pendidikan Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam,‖
Jurnal Ilmiah Iqra’ 5, no. 2 (25 Februari 2018), https://doi.org/10.30984/jii.v5i2.568.
13
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
655
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
mulai dari bawah, membangun dari bawah, mengikuti tema pluralisme (paham keberagaman) dan
dalam konteks mengejar keunggulan dalam rangka berpikir ulang masyarakat mengembangkan
pemahaman tentang memprediksi masa depan, yang berarti mempersiapkan anak dengan
pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi masa depan.16
Beberapa waktu kemudian lahirlah aliran empirisme dengan pelopornya Thomas Hobbes
(1588-1679) dan John Locke (1632-1704) yang menamdang pengalaman sebagai sumber
pengetahuan. Kemudian muncul idealisme transendental dengan Immanuel Kant yang terkenal,
mazhab ini menganggap pengetahuan sebagai sintesa antara praanggapan pengetahuan sebelum
mengalaminya (apriori) dan apa yang terjadi setelah pengalaman (anumerta).17
Tidak berhenti sampai di situ, muncul gerakan filosofis lain, positivisme, yang
diprakarsai oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Aguste Comte. Di antara tokoh-tokoh aliran
ini adalah Hobbes (1588-1679) dan Karl Marx (1820-1883). Menurut Hobbes yang dikutip oleh
S. Nasib Alisjahbana, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah gerak materi, bahkan reaksi,
pikiran, dan emosi manusia juga merupakan gerak materi. Setuju dengan Hobbes, C. Marx
berpendapat bahwa dunia fisik dan manusia faktanya cenderung berfungsi karena faktor material.
Jadi pendidikan adalah untuk berhasil di dunia atau dalam bahasa Inggris: “education was highly
regarded as the means to wordly success‖. Menurut Uyoh Sadullah, implikasi sekolah ini dalam
dunia pendidikan adalah gerak pikiran di otak merupakan hasil dari peristiwa lain di dunia fisik.18
Semua tindakan manusia dipengaruhi oleh materi di sekitarnya. Konsep ini didukung oleh
behaviorisme dalam psikologi dengan teori pengkondisian teoritisnya. Teori ini menjelaskan
bahwa perilaku manusia merupakan respons terhadap stimulus yang ada.19 Aliran-aliran filsafat
Barat tersebut menjadi pemantik berkembangnya Filsafat Pendidikan Modern yang digunakan
hingga masa sekarang. Adapun beberapa aliran filsafat modern yang terkenal di antaranya sebagai
berikut:
1. Progressivisme
William James (1842-1910 M) percaya bahwa teori sangat berperan dalam memecahkan
masalah pada kehidupan manusia. Mengenai pendidikan, John Dewey menyatakan bahwa sekolah
adalah mikrokosmos dari model demokrasi masyarakat. Maksudnya, setiap orang berhak
mengemukakan ide dan gagasannya untuk diaplikasikan dengan tujuan perbaikan sistem
Muhammad Mu’ti dan Abdul Ali, Filsafat Politik Antara Barat dan Islam (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2010). 45
17
Nuthpaturahman Nuthpaturahman, ―Epistemologi Idealisme Plato; Implikasi Terhadap Lahirnya
Teori Fitrah Dalam Pendidikan Islam,‖ ITTIHAD 15, no. 28 (22 Januari 2018): 1–16,
https://doi.org/10.18592/ittihad.v15i28.1929.
18
Nur Hidayat, ―Komparasi Filsafat Pendidikan Barat Dan Pendidikan Islam,‖ JURNAL AN-NUR:
Kajian Ilmu-Ilmu Pendidikan Dan Keislaman 7, no. 01 (25 Juni 2021): 201–15.
19
Mukh Nursikin, ―Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan Dan Implementasinya Dalam Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Islam,‖ ATTARBIYAH: Journal of Islamic Culture and Education 1, no. 2 (12
Desember 2016): 303–34, https://doi.org/10.18326/attarbiyah.v1i2.303-334.
16
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
656
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
pendidikan dari waktu ke waktu.20 Dapat dipahami bahwa progressivisme memandang pendidikan
sebagai upaya untuk maju melalui pengetahuan (teoritis) dengan penekanan pada pembekalan
peserta didik agar siap menghadapi masalah-masalah di masa yang akan datang.21
2. Essensialisme
Pelopor aliran ini adalah William C. Bagly (1874-1946) yang menyatakan bahwa
pengetahuan merupakan hal yang mendasar bagi setiap orang agar ia produktif, dapat
menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.22 Sekolah dianggap sebagai tempat
untuk mewariskan warisan budaya kepada siswa agar dilestarikan untuk generasi selanjutnya.
Sebagai contoh, sekolah turut ambil bagian dalam menanamkan nilai-nilai gotong-royong dan
kebersamaan kepada anak-anak generasi berikutnya untuk menghindarkan sikap individuasme,
egois, dan mementingkan diri sendiri.23
3. Perennialisme
Perenialisme
adalah
kebalikan
dari
progresivisme.
Muhammad
Noor
Syam
mendefinisikan tren ini sebagai budaya retrograde, yaitu kecenderungan untuk menggunakan
metode atau budaya yang telah digunakan di masa lalu untuk tampil di masa sekarang. Krisis
budaya yang terjadi menyebabkan pemikiran pendidikan menganggap metode lama lebih baik
daripada metode baru.24
4. Rekonstruksionisme
Abd. Rachman Assegaf mengutip pandangan Arthur yang mengatakan bahwa kaum
rekonstruksi memandang progresivisme hanya berfokus pada masalah yang muncul pada masa itu
dan mengabaikan kemajuan teknologi yang mereka anggap lebih penting. Aliran ini muncul
sebagai evolusi dari aliran progresif yang berusaha menciptakan perangkat pendidikan baru yang
lebih modern dari masa ke masa. Perubahan kurikulum oleh Kementerian Pendidikan dan
Siti Muyaroah dan Suyitno Muslim, ―Pengaruh Postmodernisme Terhadap Filsafat Pendidikan,‖
Journal of Curriculum Indonesia 5, no. 1 (3 Maret 2022): 1–8, https://doi.org/10.46680/jci.v5i1.51.
21
Muhammad Fadlillah, ―Aliran Progresivisme Dalam Pendidikan Di Indonesia,‖ Jurnal Dimensi
Pendidikan dan Pembelajaran 5, no. 1 (31 Januari 2017): 17–24, https://doi.org/10.24269/dpp.v5i1.322.
22
Gilberto de Lima Guimarães dkk., ―The Contribution Of Imre Lakatos For Epistemological
Analysis Of The Brasílian Nursing Postgraduate Program,‖ Nursing research 2 (t.t.): 4.
23
Ahmad Muslim, ―Telaah Filsafat Pendidikan Esensialisme Dalam Pendidikan Karakter,‖ Jurnal
Visionary : Penelitian Dan Pengembangan Dibidang Administrasi Pendidikan 8, no. 2 (10 Oktober 2020),
https://doi.org/10.33394/vis.v5i2.3359.
24
Moch Yasyakur dkk., ―Perenialisme Dalam Pendidikan Islam,‖ Edukasi Islami: Jurnal
Pendidikan Islam 10, no. 01 (22 Februari 2021): 321–38, https://doi.org/10.30868/ei.v10i01.1221.
20
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
657
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
Kebudayaan Nadiem Makarim pada tahun 2013 menjadi kurikulum mandiri merupakan contoh
penerapannya di Indonesia.25
PERBANDINGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN FILSAFAT PENDIDIKAN
BARAT
1. Persamaan Filsafat Pendidikan Islam dan Barat
a. Teori Nativisme
Menurut teori ini, semua orang dilahirkan dengan potensi atau kekuatan yang diwariskan
secara alami (keturunan). Lingkungan tidak ada hubungannya dengan pengetahuan manusia,
karena pertumbuhan dan perkembangan seseorang ditentukan oleh kualitas bawaannya.
Pendidikan hadir hanya sebagai pendorong bagi peserta didik untuk menemukan bakat-bakat yang
terpendam, mengasah kemampuan yang sebenarnya, dan menjadi individu yang mampu
menentukan pilihan hidup dengan penuh tanggung jawab.
Teori Nativis sejalan dengan teori Fitrah dalam Islam dengan argumen QS. AlIsraa/17:84 mengambil pendapat dari Hamka bahwa kata ―syakilah‖ yang terkandung dalam ayat
ini diartikan sebagai bawaan, sifat atau bakat (fitrah), masing-masing ditahbiskan oleh Allah.
Karena dia masih puas dengan ibunya, dia berbeda dari yang lain dalam hal kekuatan, insting, dan
kekuatan beragama atau tauhid.26 Pendidikan dalam hal ini adalah upaya membantu peserta didik
menemukan, mengenali dan mempertahankan fitrahnya sendiri sebagai Abdullah dan
Khalifatullah, yang telah ada dalam dirinya namun belum terwujud.
Fitrah atau pembawaan yang dimaksud dalam teori ini juga disebutkan di dalam QS. ArRuum/30: 30;
ِاّلل ۗ هٰذل
ِفَاَقِم وجهك لِل ِّدي ِن حنِي ًف ۗا فِطْرت هاّللِ الَِِّت فَطَر النَّاس علَي ه ۗا ََل تَب ِديل ِِل ْل ِق ه
ك ال ِّديْ ُن الَْيِّ ُم َوهل ِِ َّن اَ ََْْ َر
َ ّ َ َْ ْ
ْ َ ْ َ َْ َ ْ
َْ َ َ َ ْ ّ َ َ
ِ الن
٠ٓ َّاس ََل يَ ْعلَ ُم ْو َن
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”.
Ikhsan Nur Fahmi, ―Rekontruksi Pemikiran Hidden Curriculum Untuk Menginternalisasikan
Nilai-Nilai Moderasi Beragama Dalam Pembelajaran PAI,‖ Educreative: Jurnal Pendidikan Kreativitas
Anak 5, no. 3 (2020): 390–402.
26
Nuthpaturahman, ―Epistemologi Idealisme Plato; Implikasi Terhadap Lahirnya Teori Fitrah
Dalam Pendidikan Islam.‖
25
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
658
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
Jika dilihat dari berbagai aspek yang lebih luas, fitrah yang Allah berikan kepada manusia
memiliki banyak macam yaitu; fitrah beragama, berakal budi, kebersihan dan kesucian,
berakhlak, kebenaran, kemerdekaan, keadilan, persamaan dan persatuan, dan fitrah kesenian.
b. Teori Konvergensi
Dalam teori ini, perkembangan anak dipengaruhi oleh potensi bawaannya dan lingkungan
yang mempengaruhinya. Filsuf dan psikolog Jerman William Stern menjelaskan bahwa hereditas
(hereditas) tidak ada artinya tanpa faktor lingkungan dan pengalaman, dan realisasi sejati
seseorang tidak dapat dicapai tanpa pengalaman tanpa kemungkinan. Menurut pandangan Islam
sendiri, teori konvergensi selaras dengan hadits nabi:
ٍ ْآد ُم َحدَّثَنَا ابْن أَِِب ِٰذئ
َّ الر ْْحَ ِن َع ْن أَِِب ُى َريْ َرةَ َر ِض َي
ُّ ب َع ْن
َّ ي َع ْن أَِِب َسلَ َمةَ بْ ِن َع ْب ِد
َ َحدَّثَنَا
ُاّللُ َعنْو
ِّ الزْى ِر
ُ
ِ
ٍ
ِِ
ِ َّ ال النَِِّب صلَّى
ِ
ص َرانِِو أ َْو ُيَُ ِّج َسانِِو
َ َق
ّ َاّللُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ُْ ُّل َم ْولُود يُولَ ُد َعلَى الْفطَْرةِ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِّو َدانو أ َْو يُن
َ ُّ َ َال ق
ِ
ِ َْمََ ِل الْب ِه
ِ
َ يمة تُ ْن تَ ُج الْبَه
َ َ َ
َيمةَ َى ْل تَ َرى ف َيها َج ْد َعاء
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu
Dza‟bi dari az-Zuhriy, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah
ra., berkata: Nabi SAW bersabda:‟Setiap anak yang dilahirkan telah membawa
fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak tersebut menjadi
Yahudi, Nasrani atau Majusi.‖ (HR. Bukhari: 1296).
Beracuan dengan QS. Asy-Syams/91: 7-10 dapat mengarah pada pandangan bahwa jiwa
manusia cenderung menjadi kafir dan mengingkari Tuhan. Lingkungan pendidikan memiliki
pengaruh yang sangat kuat terhadap pilihan jalan yang benar dan salah seseorang. Lingkungan
yang baik menuntun seseorang pada kebenaran, tetapi lingkungan yang buruk dapat membuat
seseorang menganggap hal-hal buruk sebagai kebaikan dan kesalahan sebagai kebenaran.
Pemikiran Ibnu Miskawaih juga turut mendukung teori ini. Di dalam Filsafat Etikanya,
beliau membagi manusia pada 3 kategori, yaitu: 1) orang yang bertabiat baik, 2) orang yang
bertabiat buruk, dan 3) orang yang tabiatnya dipengaruhi lingkungan.27 Golongan ketiga inilah
yang dimaksudkan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Seseorang yang tumbuh di lingkungan
baik akan terbentuk menjadi pribadi yang berperilaku baik dan sebaliknya. Orang yang tumbuh di
lingkungan buruk cenderung tumbuh sebagai pribadi yang berperilaku buruk.
Mukarromah Mukarromah, ―Perbandingan Filsafat Pendidikan Barat Dan Islam: Analisis
Sejarah Perkembangan dan Pemikiran, Persamaan dan Perbedaan antara Filsafat Pendidikan Barat dan
Islam serta Implikasinya dalam Dunia Pendidikan,‖ Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (2017): 160–79.
27
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
659
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
2. Perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
Perbandingan antara filsafat pendidikan Islam yang berorientasi wahyu dengan filsafat
pendidikan Islam yang murni rasional di Barat sungguh tidak seimbang. Namun, epistemologi
(epistemologi) dapat menemukan beberapa konsep dasar yang membedakan keduanya. Perbedaan
antara filsafat pendidikan Islam dan filsafat pendidikan Barat antara lain:
a. Landasan Pemikiran
Filsafat pendidikan Barat mendasarkan pemikiran fundamentalnya pada nalar (akal
sehat). Filsafat pendidikan Islam juga merupakan gagasan yang radikal, namun tidak dapat
dipisahkan dari kaidah-kaidah Islam. Filsafat pendidikan Islam menggunakan sebagai landasan
utamanya wahyu Allah yang dibawa kepada Nabi Muhammad oleh malaikat Jibril.
Filsafat adalah proses ―mengalirkan‖ pengetahuan sampai ke akar-akarnya. Filsafat
pendidikan Barat menekankan nalar (logika) untuk mencari akar penyebab dan alternatif
pemecahannya dengan berpikir secara menyeluruh dan mendalam. Pernyataan ini didukung oleh
asumsi para filosof Barat seperti John Locke, Martin Heidegger, Gadammer, Betti dan lain-lain,
yang menekankan akal sehat (proporsi) dan panca indera sebagai asal muasal pengetahuan telah
melahirkan banyak gagasan seperti kapitalisme, humanisme, ateisme, dll.
Dalam filsafat pendidikan Barat, semua konsep, interpretasi, dan makna ilmiah hanya
mengacu pada pemikiran mereka tentang sisi baik dan buruk dari suatu hal. Sedangkan landasan
Filsafat Pendidikan Islam adalah Wahyu dalam bentuk Alquran sebagai dasar dan Hadits sebagai
acuan dalam prosesnya. dalam mengungkap masalah. Setiap masalah dalam pendidikan Islam
akan diselesaikan dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Dalam konteks filosofi ini,
Tuhan adalah yang paling tahu, paling bijaksana dan paling benar dalam menentukan sesuatu.
Landasan dari kedua jenis filsafat tersebut membuktikan bahwa filsafat pendidikan Barat
memisahkan antara agama dan ilmu pengetahuan, sedangkan filsafat pendidikan Islam
mendamaikan keduanya. Tradisi dikotomi (pemisahan) antara ilmu dan agama merupakan buah
dari filsafat pendidikan Barat. Orang Barat percaya bahwa agama dan sains ada dalam bidangnya
masing-masing dan secara formal atau fisik terpisah dalam hal metode, standar kebenaran, dan
teori. Bahkan sejak tahun 19-an hingga sekarang, Amerika Serikat dan Eropa Barat masih
membicarakan sains dan kitab suci. Ian G. Barbour membagi hubungan pengetahuan dan agama
ke dalam empat kategori, yaitu konflik, kemandirian, dialog, dan integrasi. Filsafat pendidikan
Barat hanya menggunakan tradisi budaya dan spekulasi filosofis yang diatur oleh rasio manusia
yang selalu berubah dan terbebas dari nilai-nilai ketuhanan.
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
660
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
Filsafat pendidikan Islam sendiri telah menjadikan nilai-nilai agama sebagai landasan
pengembangan ilmu pengetahuan. Pendidikan dilakukan untuk mencapai keselamatan dan
kebahagiaan dunia dan masa depan yang dijanjikan Tuhan. Menurut Azyumarsi Azra dikutip
dalam Ummi Mahmudah ada beberapa aspek yang menjadi titik tolak untuk membandingkan
filsafat pendidikan Islam dengan Barat, antara lain:
1) Penguasaan ilmu pengetahuan adalah kewajiban dalam Islam;
2) Pengembangan pengetahuan melalui penekanan nilai akhlak ditujukan untuk pengabdian
kepada Allah dan kemaslahatan umum;
3) Penyesuaian pendidikan disesuaikan dengan umur, kemampuan, perkembangan jiwa, dan
bakat anak. Dalam Islam, ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu: penanaman tauhid (0-7
tahun), tahap pendisiplinan (7-14 tahun), dan tahap persahabatan (14 tahun ke atas);
4) Pengembangan kepribadian berdasarkan kemampuan fisik dan mental yang diamanahkan
Allah; dan
5) Penekanan pengamalan ilmu pengetahuan secara bertanggung jawab agar bermanfaat bagi
dirinya dan orang lain sebagai amal shaleh.28
b. Subjek Pengevaluasi
Dalam filsafat pendidikan Barat, ―nilai‖ seseorang ditentukan oleh apa yang dapat dilihat
oleh mereka dan sesama manusia. Ini mungkin termasuk penilaian berdasarkan kecerdasan,
penampilan fisik, kepribadian dan sikap, pandangan idealis), atau lainnya berdasarkan standar
tertentu yang ditetapkan oleh orang itu sendiri. Berbeda dengan penilaian dalam filsafat
pendidikan Islam, Islam memandang penilaian Allah sebagai penilaian yang benar yang harus
benar. Menghakimi diri sendiri dan orang lain hanyalah ―tanda lahiriah‖ bagi Tuhan untuk
menghakimi manusia dengan tatapan-Nya yang menembus jauh ke dalam, bahkan bagian terkecil
yang tidak pernah bisa dijangkau manusia. Konsep penilaian ini tertuang dalam QS. alAnkabut/29: 2;
ِ
٢ َّاس اَ ْن يُّْت َرُْْْٓوا اَ ْن يَّ َُ ْولُْْٓوا اه َمنَّا َوُى ْم ََل يُ ْفتَ نُ ْو َن
َ اَ َحس
ُ ب الن
Artinya: Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami
telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?”
Berdasarkan ayat tersebut, bahwa Allah adalah sebenar-benarnya penguji dan sebenarbenarnya penilai terhadap apa yang jelas dan apa yang tersembunyi pada diri setiap orang. Pada
akhirnya, Allah lah yang akan memberi balasan terhadap manusia sesuai penilaian-Nya.
28
Hidayat, ―Komparasi Filsafat Pendidikan Barat Dan Pendidikan Islam.‖
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
661
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
c. Tujuan pendidikan
Pada filsafat pendidikan Barat, ilmu berfokus pada dunia yang ditempatinya sehingga
kemajuan teknologi dan berbagai ideologi berkembang pesat. Kepuasan duniawi menciptakan
persaingan material yang nyata sehingga cenderung memanfaatkan alam secara maksimal.
Sedangkan filsafat pendidikan Islam menekankan perkembangan jiwa dan realitas di luar dunia
yang tampak. Pendidikan bertujuan untuk membantu manusia menyadari jati dirinya dan
menggunakan potensinya untuk menjadi hamba Allah dengan tetap berpegang pada tugas sebagai
Khalil-Nya. Menjunjung tinggi kesederhanaan dan keharmonisan kehidupan duniawi, filsafat
pendidikan Islam membawa seseorang ke puncak fitrah sehingga ia dapat mencapai ketenangan,
kedamaian, dan kebahagiaan sekaligus saat hidup di dunia dan kehidupan setelah kematian.
d. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum menurut KBBI adalah seperangkat mata pelajaran yang diajarkan di suatu
lembaga pendidikan atau program pembelajaran melalui kegiatan tertentu untuk mencapai suatu
tujuan. Lebih mendasar lagi, kata Yunani ―curriculum‖ berasal dari kata ―curare‖ yang berarti
tempat berjalan, dalam bahasa Arab disebut ―manhaj‖ yang berarti jalan yang ditempuh manusia
dalam bidang kehidupan, dan dalam bahasa latin disebut disebut ―curere‖ yang berarti
perlombaan dengan titik awal dan titik akhir. Demikian pula dalam bidang pendidikan, pelajaran
pertama, tahapan pembelajaran dan cara penguasaan materi untuk mencapai tujuan juga telah
ditentukan (rencana). Secara lebih luas, kita dapat memahami makna kurikulum dengan segala
pengalaman belajar yang berorientasi dan sejalan dengan program pendidikan yang telah
direncanakan setiap saat agar potensi anak berkembang secara maksimal.
Program tersebut terdiri dari empat aspek utama, yaitu (1) arah dan tujuan pendidikan, (2)
bahan pembentuk pengalaman, pengetahuan dan keterampilan, dan (3) metode atau metode
pengajaran dan bimbingan, dan (4) metode atau cara pengajaran. menilai hasil dari proses mental
dan fisik. Keempat aspek tersebut terangkum dalam hakikat pendidikan Islam yang dikaitkan
dengan tujuan menciptakan manusia untuk berbakti kepada Allah serta wakil-Nya di muka bumi.
Mengomentari filosofi pendidikan Islam, Muhammad Fadhil Al-Jamili berpendapat bahwa di
dalam Alquran dan hadis terdapat kerangka dasar pedoman operasional dalam menyusun
kurikulum. Pertama, tauhid sebagai keyakinan yang teguh kepada tuhan-tuhan agar manusia dapat
menciptakan tatanan dunia yang harmonis dan bermakna untuk memanusiakan manusia guna
mencapai kehidupan yang sejahtera di muka bumi, dan selanjutnya dalam proses pendidikan.
Kedua, urutan bacaannya tertulis dalam wahyu pertama QS. Al Alaq/96: 1-5. Kegiatan membaca
dalam pendidikan Islam melibatkan proses mental yang tinggi, identifikasi, hafalan, pengamatan,
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
662
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
pengucapan, refleksi dan kreativitas dan tidak terbatas pada membaca dalam bentuk tertulis, tetapi
juga membaca tanda-tanda tanda di alam.
Mengulas kepada kurikulum pendidikan barat, terdapat lima belas ciri pendidikan barat
sekuler yaitu: 1) percaya pada rasionalitas, 2) sains untuk sains, 3) satu-satunya metode, cara
untuk mengetahui realitas, 4) netralitas emosional sebagai prasarat kunci menghadapi rasionalitas,
5) tidak memihak, 6) tidak adanya bias, 7) penggantungan pendapat, 8) reduksionisme, 9)
fragmentasi, 10) universalisme, 11) individualisme, 12) netralitas, 13) loyalitas kelompok, 14)
kebebasan absolute, dan 15) tujuan membenarkan sarana. Dari sini dapat kita ketahui bahwa isi
dari kurikulum pendidikan barat bercirikan 4 hal:
1) Arah dan tujuan dari pendidikan barat adalah murni kepada urusan materi duniawi.
2) Materi, pengetahuan dan keterampilan terbentuk dari hasil pemikiran rasional para filsuf
barat.
3) Metode yang dipakai bersifat umum dan bebas menggunakan berbagai cara serta sarana
yang ada.
4) Penilaian dilakukan dengan apa yang terlihat, yaitu kesuksesan dan kebahagiaan hidup
selama di dunia.29
Secara khusus, jika kita melihat kurikulum yang ada di Indonesia, baik yang digunakan di
pesantren, madrasah maupun sekolah negeri yang berpendidikan Barat, tentu ada beberapa
kekhasan. Pendidikan di pondok pesantren menitikberatkan pada ilmu agama yang bersifat
spiritual, pembinaan batin dengan nilai-nilai yang disakralkan, dan pembentukan kepribadian
yang sesuai dengan ajaran Islam. Pendidikan di madrasah dan sekolah dasar memberikan
pengetahuan dasar tentang Islam tanpa meninggalkan pengetahuan penting lainnya untuk dikuasai
siswa. Di madrasah, kurikulum pendidikan agama islam mencakup mata pelajaran Aqidah
Akhlak, Fiqh, Quran Hadits, sejarah budaya Islam dan bahasa Arab. Di sekolah umum, meringkas
hanya mengambil esensi (nilai dasar) dari semua diskusi agama menjadi satu tema pendidikan
agama Islam. Sementara pendidikan di Barat memisahkan antara ilmu dan agama untuk fokus
mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan profesional setelah lulus sekolah.
KESIMPULAN
Filsafat pendidikan Islam merupakan kajian mendalam mengenai permasalahanpermasalahan terkait pendidikan yang pola pikirnya memiliki dasar Alquran dan Hadits dengan
didukung oleh sahabat dan generasi setelahnya hingga para filsuf muslim kontemporer. Tipologi
Rabiatul Adawiyah, ―Integrasi Sains Dan Agama Dalam Pembelajaran Kurikulum PAI
(Perspektif Islam Dan Barat Serta Implementasinya),‖ Al-Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman 15,
no. 1 (15 Mei 2016): 99–124, https://doi.org/10.18592/al-banjari.v15i1.817.
29
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
663
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
Filsafat pendidikan Islam yang berkembang di antaranya aliran salafi, madzhabi, modernis, neomodernis, dan rekonstruksi. Beralih ke Barat, filsafat pendidikan telah muncul dari abad
pertengahan di Yunani yang mana pendidikan dipengaruhi oleh gereja sampai pengaruh tersebut
dipatahkan pada masa Reinans. Sejak saat itu, bermunculanlah berbagai gagasan filsafat eperti
empirisme, idealisme transdental, esensialisme, parenialisme, progresivisme, positivisme, dan
rekonstruksionisme.
Apabila kedua filsafat pendidikan disandingkan, akan terlihat persamaan dan perbedaan
antara kedua aliran tersebut. Persamaannya terletak pada teori nativisme yang percaya setiap anak
telah memiliki potensi bawaannya masing-masing untuk aktualisasi dirinya serta teori
konvergensi yang menyatakan kehidupan seorang anak juga mendapat pengaruh besar dari
lingkungannya. Adapun dari sisi perbedaannya, terdapat empat titik beda antara kedua filsafat
yaitu: (1) landasan pemikiran filsafat pendidikan Islam adalah wahyu Allah dan rasio, sedangkan
filsafat pendidikan barat hanya mengandalkan akal (logika)-nya saja; (2) subjek pengevaluasi
dalam pendidikan Islam adalah Tuhan, diri sendiri, dan orang lain, sedangkan filsafat pendidikan
Barat tidak memasukkan Tuhan sebagai pengevaluasinya; (3) tujuan pendidikan filsafat
pendidikan Islam berorientasi pada kehidupan dunia dan akhirat, sedangkan filsafat pendidikan
Barat hanya mengambil dunia sebagai tujuan utama dan satu-satunya; serta (4) kurikulum dalam
filsafat pendidikan Islam memuat pelajaran-pelajaran agamis dan spiritual di samping
pengetahuan umum, sedangkan filsafat pendidikan Barat hanya membekali dengan pengetahuan
yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan di dunia.
DAFTAR PUSTAKA
A. Khudori Soleh. Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016.
A. Khuhori Soleh. ――Filsafat Isyraqi Suhrawardi.‖ Jurnal Esensia 07, no. 01 (2011): 5.
Adawiyah, Rabiatul. ―Integrasi Sains Dan Agama Dalam Pembelajaran Kurikulum PAI
(Perspektif Islam Dan Barat Serta Implementasinya).‖ Al-Banjari : Jurnal Ilmiah IlmuIlmu Keislaman 15, no. 1 (15 Mei 2016): 99–124. https://doi.org/10.18592/albanjari.v15i1.817.
Afandi, Afandi, dan Sajidan Sajidan. ―Reinterpretasi Filsafat Sains Menurut Pandangan Karl
Popper, Thomas Kunt Dan Imre Lakatos.‖ Prosiding SNPS (Seminar Nasional
Pendidikan Sains) 0, no. 0 (2017): 65-73–73.
Arief, Mohammad, dan Ridhatullah Assya’bani. ―Eksistensi Manajemen Pesantren Di Era
Digital.‖ Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan 16, no. 6 (4
Februari 2023): 2548–67. https://doi.org/10.35931/aq.v16i6.1541.
Assya’bani, Ridhatullah. ―Methodology of Scientific Reseacrh Programmes Imre Lakatos:
Implikasi Terhadap Studi Dan Pendidikan Islam.‖ AT-TURAS: Jurnal Studi Keislaman 7,
no. 2 (2020): 218–31.
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
664
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
———. ―Pendidikan Berbasis Eksistensialis.‖ Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan
Kemasyarakatan, 2018, 1–18.
Assya’bani, Ridhatullah. ―Relevansi Epistemologi Dari Abid Al-Jabiri Terhadap Pembaruan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar.‖ Al-Madrasah: Jurnal Pendidikan
Madrasah Ibtidaiyah 6, no. 1 (2022): 88–98.
Fadlillah, Muhammad. ―Aliran Progresivisme Dalam Pendidikan Di Indonesia.‖ Jurnal Dimensi
Pendidikan dan Pembelajaran 5, no. 1 (31 Januari 2017): 17–24.
https://doi.org/10.24269/dpp.v5i1.322.
Fahmi, Ikhsan Nur. ―Rekontruksi Pemikiran Hidden Curriculum Untuk Menginternalisasikan
Nilai-Nilai Moderasi Beragama Dalam Pembelajaran PAI.‖ Educreative: Jurnal
Pendidikan Kreativitas Anak 5, no. 3 (2020): 390–402.
Hidayat, Nur. ―Komparasi Filsafat Pendidikan Barat Dan Pendidikan Islam.‖ JURNAL AN-NUR:
Kajian Ilmu-Ilmu Pendidikan Dan Keislaman 7, no. 01 (25 Juni 2021): 201–15.
Kaelan. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta: Paramadina, 2005.
Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Lima Guimarães, Gilberto de, Tania Couto Machado Chianca, Vania Regina Goveia, Isabel
Yovana Quispe, Selme Silqueira de Matos Mendoza, dan Ligia de Oliveira Viana. ―The
Contribution Of Imre Lakatos For Epistemological Analysis Of The Brasílian Nursing
Postgraduate Program.‖ Nursing research 2 (t.t.): 4.
Mahmudah, Ummi. ―Perbandingan Filsafat Pendidikan Barat Dan Pendidikan Islam.‖ nd, t.t.
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Muhammad Anwar. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2017.
Muhammad Mu’ti dan Abdul Ali. Filsafat Politik Antara Barat dan Islam. Bandung: CV Pustaka
Setia, 2010.
Mukarromah, Mukarromah. ―Perbandingan Filsafat Pendidikan Barat Dan Islam: Analisis Sejarah
Perkembangan dan Pemikiran, Persamaan dan Perbedaan antara Filsafat Pendidikan Barat
dan Islam serta Implikasinya dalam Dunia Pendidikan.‖ Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2
(2017): 160–79.
Muslim, Ahmad. ―Telaah Filsafat Pendidikan Esensialisme Dalam Pendidikan Karakter.‖ Jurnal
Visionary : Penelitian Dan Pengembangan Dibidang Administrasi Pendidikan 8, no. 2
(10 Oktober 2020). https://doi.org/10.33394/vis.v5i2.3359.
Mustafa, Mustafa. ―Mazhab Filsafat Pendidikan Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam.‖
Jurnal Ilmiah Iqra’ 5, no. 2 (25 Februari 2018). https://doi.org/10.30984/jii.v5i2.568.
Muyaroah, Siti, dan Suyitno Muslim. ―Pengaruh Postmodernisme Terhadap Filsafat Pendidikan.‖
Journal of Curriculum Indonesia 5, no. 1 (3 Maret 2022): 1–8.
https://doi.org/10.46680/jci.v5i1.51.
Nursikin, Mukh. ―Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan Dan Implementasinya Dalam Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Islam.‖ ATTARBIYAH: Journal of Islamic Culture and Education
1, no. 2 (12 Desember 2016): 303–34. https://doi.org/10.18326/attarbiyah.v1i2.303-334.
Nuthpaturahman, Nuthpaturahman. ―Epistemologi Idealisme Plato; Implikasi Terhadap Lahirnya
Teori Fitrah Dalam Pendidikan Islam.‖ ITTIHAD 15, no. 28 (22 Januari 2018): 1–16.
https://doi.org/10.18592/ittihad.v15i28.1929.
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
665
Nuthpaturahman: Perbandingan Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat
Roel Meijer, ed. Global salafism : islam’s new religious movement. New York: Oxford University
Press, 2014.
Sugiarta, I. Made, Ida Bagus Putu Mardana, Agus Adiarta, dan Wayan Artanayasa. ―Filsafat
Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur).‖ Jurnal Filsafat Indonesia 2, no. 3 (20
September 2019): 124–36. https://doi.org/10.23887/jfi.v2i3.22187.
Yasyakur, Moch, Kholid Sirojuddin, Wartono Wartono, dan Arijulmanan Arijulmanan.
―Perenialisme Dalam Pendidikan Islam.‖ Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam 10, no.
01 (22 Februari 2021): 321–38. https://doi.org/10.30868/ei.v10i01.1221.
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 2
Maret - April 2023
666