MAKALAH FARMASETIKA
PANKREASTITIS
DISUSUN OLEH :
TIARA DWI PRATIWI (E0021080)
VITHRA ADAM NUGROHO (E0021081)
WIDI TRI ELYANTI (E0021082)
PROGRAM STUDI FARMASI S1
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI
TAHUN 2023
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pankreas adalah kelenjar rasemosa besar dan memanjang yang terletak melintang dibelakang lambung diantara limpa dan duodenum, sekresi eksternalnya mengandung enzim pencernaan, sekresi internal pangkreas mengandung enzim pencernaan. Insulin dihasilkan oleh sel-sel beta dan sekresi lainnya glukagon dihasilkan oleh sel-sel alfa, beta dan delta membentuk kumpulan disebut pulau langershand.
Pankreas merupakan suatu organ yang mempunyai fungsi endokrin dan eksokrin, dan kedua fungsi ini saling berhubungan, fungsi eksokrin yang utama adalah untuk memfasilitasi proses pencernaan melalui sekresi enzim-enzim ke dalam duodenum proksimal, sekretin dan kolesistokinin pankreozimin merupakan hormon traktus gastrointestinal yang membantu dalam mencerna zat-zat makanan dengan mengendalikan sekret pangkreas. Sekresi enzim pankreas yang normal berkisar dari 1500 – 2500 mm/ hari.
Pankreatitis adalah penyakit peradangan serius yang akut atau kronis, pankreatitis merujuk pada peradangan, edema, dan necrosis yang terjadi sebagai
akibat pencernaan-diri pankreas oleh enzim yang biasanya dikeluarkannya, pankreatitis akut ditandai dengan serangan peradangan dan edema tunggal atau berulang-ulang kecuali dalam kasus pankreatitis yang disebabkan alkohol, pankreas kembali normal setelah diobati, dan pasien tidak mengalami lanjutan yang menetap, kecanduan alkohol merupakan penyebab paling umum timbulnya pankreatitis. Pankreatitis kronis menyebabkan kerusakan pankreas yang proggresif dan permanen karena jaringan normal digantikan oleh jaringan fibrosa kondisi kronis ini bisa terjadi setelah pankreatitis akut atau terjadi sendiri. Penyebab paling umum pada orang dewasa adalah kecanduan alkohol, pada anak-anak, penyebab umumnya adalah kista fibrosis kondisi ini menyebabkan insufisiensi enzim-enzim pankreas secara kronis.
Rumusan masalah
Bagaimana definisi dari pankreastitis?
Bagaimana klasifikasi dari pankreastitis?
Bagaimana gejala pankreastitis?
Bagaimana patofisiologi dari pankreastitis?
Bagaimana penatalaksanaan terapi farmakologi dan non farmakologi pankreastitis?
Bagaimana pemantauan hasil terapi pankreastitis?
Tujuan penulisan
Untuk mengetahui definisi dari pankreastitis
Untuk mengetahui klasifikasi dari pankreastitis
Untuk mengetahui gejala pankreastitis
Untuk mengetahui patofisiologi dari pankreastitis
Untuk mengetahui penatalaksanaan terapi farmakologi dan non farmakologi pankreastitis
Untuk mengetahui pemantauan hasil terapi pankreastitis
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi pankreastitis
Pankreatitis adalah reaksi peradangan pankreas, organ yang mengeluarkan enzim pencernaan dalam saluran pencernaan sekaligus mensintesis dan mensekresi insulin dan glukagon, ankreatitis dapat disebabkan oleh batu empedu yang menyumbat saluran pankreas, konsumsi alkohol yang kronis, obat-obatan, trauma, infeksi, tumor, dan kelainan genetik. (Brunner sudarth 2002).
Pankreatitis (inflamasi pankreas) merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal yang tidak bereaksi dengan pengobatan penyebab atau mekanisme terjadinya pankreatitis yang pada umumnya dapat dikatakan sebagai otodigesti pankreas, duktus pankaretis tersumbat disertai oleh hipersekresi enzim-enzim eksotrin dari pankreas, enzim-enzim ini memasuki saluran empedu serta diaktifkan disana dan kemudian bersama-sama getah empedu mengalir balik (refluksi) ke dalam duktus pankreatis sehingga terjadi pankreatitis. (Doengoest 1993)
Klasifikasi pankreastitis
Pankreatitis akut
Pankreatitis akut adalah inflamasi pada pankreas yang terjadi akibat proses tercernanya organ oleh enzim-enzimnya sendiri, secara normal pankreas dilindungi oleh enzim-enzim dingestinya sendiri tapi karena terjadi kerusakan bisa mengakibatkan organ ini tercerna oleh enzim sehingga terjadi inflamasi. Peradangan pankreas yang terjadi secara tiba-tiba, bisa bersifat ringan atau berakibat fatal. Secara normal pankreas mengalirkan getah pankreas melalui saluran pankreas (duktus pankreatikus menuju ke usus dua belas jari duodenum) getah pankreas ini mengandung enzim-enzim pencernaan dalam bentuk yang tidak aktif dan suatu penghambat yang bertugas mencegah pengaktifan enzim dalam perjalanannya menuju ke duodenum sumbatan pada duktus pankreatikus misalnya oleh batu empedu pada sfingter akan menghentikan aliran getah pankreas, biasanya sumbatan ini bersifat sementara dan menyebabkan kerusakan kecil yang akan segera diperbaiki namun bila sumbatannya berlanjut, enzim yang teraktifasi akan terkumpul di pankreas, melebihi penghambatnya dan mulai mencerna sel-sel pankreas menyebabkan peradangan yang berat kerusakan pada pankreas bisa menyebabkan enzim keluar dan masuk ke aliran darah atau rongga perut, dimana akan terjadi iritasi dan peradangan dari selaput rongga perut (peritonitis) atau organ lainnya bagian dari pankreas yang menghasilkan hormon, terutama hormon insulin, cenderung tidak dihancurkan atau dipengaruhi.
Pankreatitis kronik
Pankreatitis kronik merupakan kelainan inflamasi yang ditandai oleh kehancuran anatomis dan fungsional yang progresif pada pankreas dengan di gantikannya sel-sel pankreas yang normal oleh jaringan ikat akibat serangan pankreatitis secara berulang-ulang, maka tekanan dalam pancreas akan meningkat. Pankreatitis kronik diartikan sebagai destruksi parenkim eksokrin pankreas yang ireversibel, peradangan pankreas yang tidak sembuh-sembuh, yang semakin parah dari waktu ke waktu dan mengakibatkan kerusakan pankreas yang permanen. Penyebab paling umum adalah menkonsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun, tetapi kondisi seperti gangguan herediter (keturunan), gangguan autoimun (Imunitas tubuh). Pankreatitis kronis memiliki kesamaan gejala dengan pankreatitis akut, dan gejala tambahan berupa diare, kotoran berminyak dan penurunan berat badan. (Brunner sudarth 2002)
Gejala pankreastitis
Rasa nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pancreatitis, nyeri abdomen biasanya konstan dari ringan sampai hebat, menetap menyebabkan ketidak berdayaan yang disertai nyeri pada punggung terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas yang mengalami inflamasi tersebut sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf, peningkatan tekanan pada kapsul pankreas dan obstruksi duktus pankreatikus juga turut menimbulkan rasa sakit yang terjadi pada bagian setelah makan atau setelah mengkonsumsi minuman keras, rasa sakit ini dapat bersifat menyebar dan sulit ditentukan lokasinya.
Pasien tampak berada dalam keadaan sakit berat defens muskuler teraba pada abdomen. Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal namun demikian abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritonitis.
Bising usus biasanya menurun sampai hilang.
Ekimosis (memar) didaerah pinggang dan disekitar umbilikus merupakan tanda yang menunjukkan adanya pankreatitis haemoragik yang berat.
Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut, muntahan biasanya berasal dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu, gejala panas, ikterus, konfusidan agitasi dapat terjadi, hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia
Syok hipovolemia karena eksudasi darah dan protein kedalam ruang retroperineum (retroperineal burn). Peningkatan pembentukan dan pelepasan peptide kinin yang menyebabkan vasodilatasidan peningkatan permeabilitas vaskular; syok yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein, karena cairan ini mengalir kedalam jaringan dan rongga peritoneum.
Nodus eritomatosus dikulit akibat nekrosis lemak subkutis.
Pasien dapat mengalami takikardia, sianosis dan kulit yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi.
Gejala infiltrasi paru yang difus, dispnoe, tachipnoe dan hasil pemeriksaan gas darah abnormal.
Depresi miokard, hipokalsemia, hiperglikemia dan koagulopati intravaskuler diseminata dapat pula terjadi pada pankreatitis akut. (Sekimoto M, Takada T 2006)
Patofisiologi pankreastitis
Proses perjalanan penyakit:
Pankreatitis akut dapat terjadi setelah pembedahan pankreas atau pada bagian didekat pankreas atau setelah pelaksanaan instrumentasi pada duktus pankreatikus. Mortalitas pada pankreatitis akut cukup tinggi akibat terjadinya syok, anoksia, hipotensi atau gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Serangan pankreatitis akut dapat diikuti dengan kesembuhan total, dapat timbul kembali tanpa kerusakan permanent atau dapat berlanjut menjadi pankreatitis kronis.
Pankreatitis akut mempunyai keparahan yang berkisar dari kelainan yang relative ringan dan sembuh dengan sendirinya hingga penyakit yang dengan cepat menjadi fatal serta tidak responsive terhadap berbagai terapi. Edema dan inflamasi yang terbatas pada pancreas merupakan kejadian utama pankreatits yang dibentuk yang lebih ringan dinamakan pankreatitis interstisialis atau edematous. Meskipun bentuk ini dianggap sebagai bentuk pankreatitis yang lebih ringan, namun pasien berada dalam keadaan sakit yang akut dan beresiko mengalami syok, gangguan keseimbangan cairan serta elektrolit dan sepsis.
Pankreatitis hemoragik akut merupakan bentuk pankreatitis interstisialis akut yang lebih lanjut. Digesti enzimatik kelenjar pancreas tersebut lebih menyebar luas dan total. Jaringan pancreas menjadi nekrotik, dan kerusakannya meluas sampai pada system vaskulatur sehingga darah mengalir masuk kedalam subtansi pancreas dan jaringan retroperitoneal. (Bradley EL 1994).
Dalam fungsi pankreas normal hingga 15 jenis enzim pencernaan yang diproduksi di retikulum endoplasma kasar, ditargetkan dalam aparatus Golgi dan dikemas ke zymogens sebagai proenzymes. Ketika makanan dicerna, saraf vagal, polipeptida intestinal vasoaktif (VIP), gastrin-releasing peptide (GRP), secretin, cholecystokinin (CCK), dan encephalins merangsang pelepasan proenzymes ini ke dalam saluran pankreas.
Para proenzymes perjalanan ke perbatasan kuas dari duodenum, di mana tripsinogen, yang proenzim untuk tripsin, diaktifkan melalui hidrolisis dari hexapeptide fragmen N-terminal dengan sikat perbatasan enzim enterokinase. Tripsin kemudian memfasilitasi konversi proenzymes lain untuk bentuk aktif mereka, peningkatan kadar tripsin, setelah menjadi terikat dari mencerna makanan, mengakibatkan penurunan CCK dan tingkat secretin, sehingga membatasi sekresi pankreas lanjut.
Karena aktivasi prematur enzim pankreas dalam pankreas menyebabkan cedera organ dan pankreatitis, ada beberapa mekanisme untuk membatasi kejadian ini. Pertama, protein dijabarkan ke dalam proenzymes aktif kemudian modifikasi pascatranslasinya sel Golgi memungkinkan pemisahan mereka ke dalam kompartemen subselular zymogen unik, para proenzymes yang dikemas dalam susunan paracrystalline dengan inhibitor protease. Zymogen butiran memiliki pH asam dan konsentrasi kalsium rendah, yang merupakan faktor yang mencegah aktivasi dini sampai setelah sekresi telah terjadi dan faktor ekstraselular telah memicu kaskade aktivasi. Dalam berbagai kondisi, gangguan mekanisme pelindung ini dapat terjadi, mengakibatkan aktivasi enzim intraseluler dan autodigestion pankreas menyebabkan pankreatitis akut. (Nurman 2006)
Penatalaksanaan farmakologi pankreastitis
Pankreastitis Akut
Manajemen nyeri
Untuk mengatasi nyeri perut diberikan analgesik. Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam memilih analgetik adalah efikasi dan keamanan. Dahulu tritmen biasanya diawali dengan pemberian meperidine secara parenteral (50-100 mg tiap 3-4 jam), karena tidak mengakibatkan pankreatitis. Sekarang ini, banyak rumah sakit yang membatasi atau malah tidak menggunakannya lagi karena tidak seefektif narkotik lainnya dan dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal. Selain kurang efekif, juga dibutuhkan dosis dan frekuensi yang lebih tinggi. Hal yang terpenting adalah bahwa metabolit aktif meperidine berakumulasi pada pasien gagal ginjal dan
dapat menyebabkan kejang atau psikosis. Parenteral morfin lebih direkomendasikan. Tetapi penggunaannya terkadang harus dihindari karena dapat menyebabkan spasm sphincter of Oddi, meningkatkan serum amylase, dan (jarang) pankreatitis. Hidromorfon lebih disukai karena memiliki waktu paruh yang lebih panjang. Belum ada bukti bahwa obat antsekretori dapat mencegah eksaserbasi nyeri perut.
Pembatasan Komplikasi Sistemik dan Pencegahan Nekrosis Pankreas
Manajemen Cairan
Penggantian cairan dan suport sistem pernafasan, kardiovaskular, hepatobiliary dapat mengurangi komplikasi. Meskipun belum ada bukti metode untuk mencegah komplikasi, terdapat hubungan erat antara hemokonsentrasi dengan nekrosis pankreas. Oleh karena itu penggantian cairan sangat penting untuk mengkoreksi volume intravaskular. Selain itu prognosis pasien sangat tergantung dengan restorasi cairan yang cepat dan adekuat, sesuai dengan jumlah cairan yang masuk ke rongga peritoneal. Pasien pankreatitis akut mungkin terjadi penyisipan cairan 4-12 L ke rongga peritoneal akibat inflamasi. Vasodilatasi akibat respons inflamasi, muntah, dan nasogastrik juga menyebabkan hypovolemia dan kehilangan cairan dan elektrolit. Pada pankreatitis berat pembuluh darah di dan sekitar pankreas mungkin ruptur dan menyebabkan perdarahan. Pemberian koloid secara intravena mungkin diperlukan untuk mempertahankan volume dan tekanan darah karena kehilangan cairan kaya protein.
Penggunaan obat-obatan
Sejumlah obat diteliti efikasinya dalam mencegah komplikasi pancreas diantaranya adalah:
- Antagonis H2, proton pump inhibitor
- Protease inhibitor: gabexate, aprotinin
- Platelet-activating factor antagonist: lexipafant
- Somatostatin dan Octreotide
Pencegahan infeksi
Salah satu penyebab kematian pada pankreatitis akut berat adalah karena pankreatitis nekrotika akut. Pankreas yang mengalami nekrosis dapat bersifat steril atau terinfeksi. Pankreas yang terinfeksi mempunyai mortalitas lebih tinggi (10–50%) dibandingkan yang steril (10%). Risiko pankreatitis nekrotika akut terinfeksi tergantung dari luasnya area nekrosis. Semakin luas nekrosis semakin besar risiko infeksi.
Penyebab infeksi terbanyak adalah: Echerichia coli (32%), Enterococcus (25%), Klebsiella (15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus aureus (14%), Pseudomonas (7%) dan Candida (11%). Infeksi lebih banyak bersifat monomikrobial (66%) dibandingkan polimikrobial (34%). Invasi bakterial ke jaringan pankreas dapat terjadi melalui beberapa cara: translokasi bakterial dari colon, refluks cairan bilier melalui duodenum, penyebaran secara hematogen atau melalui saluran limfatika. Saat ini diketahui translokasi bakteri dari lumen saluran cerna merupakan sumber utama bakteri yang mencapai dan menyebabkan nekrosis pankreas/abses yang merupakan salah satu bentuk komplikas lokal. Hal ini disebabkan penurunan motilitas saluran cerna sehingga memperlama eliminasi bakteri dan memungkinkan bakteri berproliferasi di intestin. Integritas mukosa, yang dipertahankan oleh normal enterik di villi adalah salah satu faktor utama mekanisme perlindungan saluran cerna. Kegagalan barier intestinal dan juga pertumbuhan bakteri yang sangat besar akibat perubahan motilitas tersebut dan imunosupresi akan meningkatkan kontaminasi pankreas oleh translokasi bakteri pada pasien pankreatitis akut berat.
Pemberian antibiotika profilaksis pada pankreatitis nekrotika akut masih kontroversial. Salah satu keberatannya adalah meningkatnya resistensi mikroba dan risiko meningkatnya infeksi nosokomial akibat organisme nonenterik melaporkan pemberian antibiotika awal pada pasien yang mengalami nekrosis pankreas akut dengan cefuroxime 4,5 g/hari dibandingkan dengan plasebo dapat menurunkan mortalitas dan risiko sepsis (p=0,01). Untuk efektivitas pengobatan antibiotika yang diberikan adalah antibiotika broad spectrum yang dapat menembus barier sehingga mencapai tempat infeksi, seperti metronidazole, cefotaxime, piperacillin, mezlocillin, ofloxacin, and ciprofloxacin. Apabila diberikan secara profilaktik disarankan lama pemberian berkisar antara 7-14 hari.
Pemeriksaan aspirasi jarum halus yang dipandu dengan USG/CT scan sebaiknya dilakukan untuk membedakan nekrosis pankreas akut bersifat steril atau terinfeksi dan melakukan kultur dan sensitivitas sebagai pedoman pemberian antibiotika yang tepat. Aspirasi jarum halus relatif aman dan memberikan hasil yang akurat, dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas untuk menegakkan nekrosis pankreas terinfeksi sebesar masing masing 90% dan 96%.
Pankreatitis Post-ERCP
Pankreatitis yang terjadi akibat trauma setelah ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography) biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Jika memerlukan pengobatan yang diberikan adalah somatostatin dan gabexate.
Pankreastitis Kronik
Terapi pereda nyeri golongan narkotik, masih sering diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri. Bila penderita terus menerus merasakan nyeri dan tidak ada komplikasi, biasanya dokter menyuntikan penghambat nyeri ke saraf pankreas sehingga rangsangannya tidak sampai ke otak. Bila cara ini gagal, mungkin diperlukan pembedahan. Jika saluran pankreasnya melebar, pembuatan jalan pintas dari pankreas ke usus halus, akan mengurangi rasa nyeri pada sekitar 70- 80% penderita. Jika salurannya tidak melebar, sebagian dari pankreas mungkin harus diangkat. Bila kepala pankreas terkena, bagian ini diangkat bersamaan dengan usus dua belas jari. Pembedahan ini dapat mengurangi nyeri pada 60-80% penderita.
Dengan meminum tablet atau kapsul yang mengandung ekstrak enzim pankreas pada saat makan, dapat membuat tinja menjadi kurang berlemak dan memperbaiki penyerapan makanan, tapi masalah ini jarang dapat teratasi. Bila perlu, larutan antacid atau penghambat H2 dapat diminum bersamaan dengan enzim pankreas. Dengan pengobatan tersebut, berat badan penderita biasanya akan meningkat, buang air besarnya menjadi lebih jarang, tidak lagi terdapat tetesan minyak pada tinjanya dan secara umum akan merasa lebih baik. Jika pengobatan diatas tidak efektif, penderita dapat mencoba mengurangi asupan lemak. Mungkin juga dibutuhkan tambahan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K).
Penatalaksanaan Non-farmakologi pankreastitis
Pankreastitis Akut
Nutrisi pendukung
Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan saluran cerna sehingga mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga karena terjadinya malnutrisi. Malnutrisi diakibatkan metabolisme pada pasien dengan pankreatitis akut berat menyerupai keadaan sepsis, yang ditandai dengan hiperdinamik, hipermetabolik, dan hiperkatabolik.
Dalam beberapa tahun lalu pemberian nutrisi yang direkomendasikan adalah nutrisi parenteral melalui vena sentral. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pemberian nutrisi per-oral akan merangsang produksi enzim pankreas sehingga justru akan memperberat penyakit. Namun seiring dengan penelitian klinis konsep telah berubah, justru sebaiknya nutrisi diberikan secara enteral.
Berdasarkan penelitian, pemberian nutrisi parenteral dapat mengakibatkan:
Atrofi jaringan limfoid usus (GALT/gut associated lymphoid tissue) yang merupakan sumber utama imunitas mukosa,
Terganggunya fungsi limfosit Sel T dan sel B, menurunnya aktivitas kemotaksis leukosit dan fungsi fagositosis sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri (bacterial overgrowth),
Meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah terjadinya translokasi bakteri, endotoksin, dan antigen masuk ke dalam sirkulasi.
Pemberian nutrisi enteral berdasarkan penelitian lebih menguntungkan karena:
Dapat melindungi fungsi barrier usus,
Menurunkan produksi mediator proinflamatori sehingga risiko translokasi bakterial dan endotoksin menurun.
Nutrisi yang diberikan secara oral, nasogatrik maupun melalui duodenum dapat meningkatkan produksi enzim pankreas. Namun nutrisi enteral melalui nasojejunal tube (NJT) tidak merangsang produksi enzim. Hal ini dibuktikan oleh Zhao et al, pada pasien dengan pankreatitis akut berat, pemberian nutrisi enteral dikombinasi dengan nutrisi parenteral vs dengan nutrisi parenteral saja disimpulkan: kadar TNF- IL-6, kadar CRP lebih rendah pada kelompok nutrisi enteral, dan kadar enzim pankreas tidak terpacu dengan pemberian nutrisi enteral.
Nutrisi enteral diberikan segera setelah dilakukan resusitasi cairan, dapat diberikan 48 jam pertama bila kondisi sudah stabil, dan tidak ada kontraindikasi seperti: adanya syok, perdarahan gastrointestinal masif, obstruksi intestinal, fistula jejunum atau enteroparalisis berat. Ada tiga alternatif pemberian nutrisi enteral pada pankreatitis akut berat:
(1) nasojejunal tube,
(2) gastrostomy/jejunostomy tube,
(3) jejunostomi secara bedah.
Pemberian secara NJT lebih terpilih karena lebih aman, non-invasif dan lebih mudah dikerjakan dengan bantuan endoskopi/fluoroskopi.
Intervensi radiologi dan ERCP
Mengangkat batu empedu dengan ERCP atau pembedahan biasanya dapat mengatasi Pankreatitis akut dan mencegah kambuh kembali. Meskipun demikian pada saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeser dari tindakan pembedahan awal ke perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan endoskopi intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi. Tindakan ERCP, drainase endoskopis dan perkutaneus baik dengan panduan USG maupun CT scan dapat diindikasikan pada komplikasi pankreatitis berat seperti: timbunan cairan peripankreatik, pseudocyst dan abses lambat. Pseudocyst yang didefinisikan sebagai adanya timbunan cairan yang menetap lebih dari 4 minggu, terjadi akibat rupturnya duktus pankreatikus dapat didrainase secara endoskopis dengan keberhasilan sekitar 83%.
Batu empedu yang bermigrasi dan terjebak di ampula merupakan penyebab tersering pankreatitis akut (acute biliary pancreatitis). Batu empedu ditemukan pada tinja sebesar 85-95% pada pasien yang menderita pankreatitis akut. ERCP merupakan prosedur endoskopik untuk mengevaluasi sistem bilier dan sistem duktus pankreatikus. Beberapa studi membuktikan bahwa ERCP yang dilakukan pada 24–72 jam dari onset klinis pada pasien pankreatitis akut berat yang terbukti dengan obstruksi bilier, kolangitis dan peningkatan bilirubin dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Pasien yang menjalani ERCP seringkali dikombinasi dengan tindakan sfingterotomi endoskopis tanpa memandang ada/tidaknya batu di duktus biliaris. Pada pasien dengan kolangitis memerlukan tindakan sfingterotomi endoskopis atau drainaseduktus dengan stent perlu dilakukan untuk menghilangkan obstruksi bilier.
Terapi bedah
Tindakan bedah diindikasikan pada pankreatitis akut berat:
Pankreatitis nekrotik akut terinfeksi,
Pankreatitis nekrotik steril dengan pankreatitis akut fulminan (ditandai dengan menurunnya kondisi pasien akibat gagal organ multipel yang muncul dalam beberapa hari sejak onset gejala),
Pankreatitis akut dengan perdarahan usus.
Tujuan tindakan bedah adalah untuk membersihkan jaringan nekrotik sebersih mungkin dengan menyisakan jaringan pankreas yang masih viabel.
Tindakan debridement (necrotomy) merupakan gold standard pada pankreatitis nekrosis akut terinfeksi dan nekrosis peripankreatik. Pankreatitis nekrotik akut steril tidak perlu tindakan bedah, cukup konservatif kecuali terjadi pankreatitis akut fulminan. Berdasarkan penelitian, dari 172 pasien dengan nekrosis steril mortalitas terjadi sebanyak 13,1% pada kelompok yang menjalani pembedahan dibandingkan yang konservatif hanya 6,2%. Tindakan bedah dilakukan pada minggu ke 3-4 setelah onset gejala karena intervensi pada minggu awal meningkatkan risiko mortalitas >65% karena komplikasi pulmonal/kardial.
Pankreastitis Kronik
Selama suatu serangan, yang sangat penting adalah menghindari alkohol. Menghindari semua makanan dan hanya menerima cairan melalui infus, dapat mengistirahatkan pankreas dan usus juga bisa mengurangi rasa nyeri. Untuk mengurangi serangan, dianjurkan makan 4-5 kali/hari, yang mengandung sedikit lemak dan protein, dan banyak karbohidrat. Alkohol harus tetap dihindari.
Bila sakit berlanjut, kemungkinan telah terjadi komplikasi, seperti masa peradangan di kepala pankreas atau suatu pseudokista. Masa peradangan memerlukan terapi pembedahan. Pseudokista yang menyebabkan nyeri sejalan dengan perkembangannya, mungkin harus menjalani dekompresi (pengurangan penekanan). Pada pecandu alkohol yang mengalami penyembuhan, pengangkatan sebagian pancreas dilakukan hanya pada mereka yang dapat mengatasi diabetes yang akan terjadi setelah pembedahan.
Pemantauan hasil terapi pankreastitis
PEMANTAUAN INTERAKSI OBAT
Penggunaan hidromorfon harus diperhatikan karena mempunyai interaksi dengan penggunaan bersama penghambat MAO dapat menyebabkan perangsangan atau depresi SSP, meningkatkan atau menurunkan tekanan darah, agonis/antagonis morfin (ibuprenorfin, nalbufin, atau pentazosin) dapat menurunkan efek analgesik sehingga mengarah ke risiko gejala putus obat, obat penekan SSP, alkohol, dan relaksan otot. Serta Pregabalin mempotensiasi efek etanol dan lorazepam(Pionas, 2015).
PEMANTAUAN HASIL LAB DAN GEJALA
Memantau tanda-tanda vital seperti diantaranya cairandan status elektrolit, jumlah sel darah putih, glukosa darah, ALT, AST, albumin serum, hematokrit, angka BUN,serum kreatinin dan INR. Pemantauan hemodinamik terus menerus dan pemantauan gas darah arteri juga penting.Lipase serum, amilase, dan bilirubin memerlukan pemantauan lebih jarang. Pantau tanda-tanda infeksi, menghilangkan rasa sakit perut, dan status gizi yang memadai. Keparahan penyakit dan respon pasien harus dinilai denganmenggunakan metode berbasis bukti seperti APACHE II(DiPiro, 2009).
Pertahankan cairan dan elektrolit: Status cairan dan elektrolit, curah jantung, dan haluaran ginjal harus dipantau dengan ketat. Pemantauan ini sangat penting. Kateter menetap perlu dipasang untuk mengukur produksi urin. Untuk mempertahankan cairan dan elektrolit, pasien diberikan cairan elektrolit per infus. Kolid transfuse darah juga sering diberikan (Baradewo, 2009).
Pertahankan nutrisi: Salah satu tindakan utama adalah memasang slang nasogastric sebagai dekompresi dan mempuasakan pasien. Jika tanda-tanda akut berkurang (hari ke-3 sampai ke-5), slang nasogastric dapat dilepas dan pasien diberi cairan per oral (sup jernih tanpa bumbu), kemudian makanan ditingkatkan kemakanan saring, bubur, serta tanpa lemak dan bumbu. Makanan dapat diberikan enam kali sehari. Timbulnya kembali mual dan muntah harus segera dilaporkan pada dokter. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada inflamasi pada pancreas. Kadang-kadang dokter memberi makanan melalui nutrisi parenteral total. Pasien harus menghindari alcohol, kopi dan makanan lain yang dapat menjadi stimulant lambung.Makanan harus mudah dicerna, diberikan sedikit demi sedikit tetapi sering (Baradewo,2009).
Pertahankan rasa nyaman: Rasa nyeri harus diatasi dengan obat analgesik yang mengandung narkotik, seperti Pethidinedan Demerol. Morfin dan kodein tidak dianjurkan karena mempunyai efek spasmogenik. Biasanya pasien dapat memilih posisi yang dapat mengurangi nyeri, seperti setengah duduk dengan dua lutut ditarik ke abdomen atau berbaring miring dengan kedua lutut ditarik ke abdomen (Baradewo, 2009).
PEMANTAUAN EFEK SAMPING
Pemantauan efek samping, seperti: Ibuprofen efek sampingnya seperti adanya konstipasi, mual dan muntah, mengantuk, sakit kepala dan pusing, diare, pruritus, Asteria, udema (Pionas,2015).
PEMANTUAN KEPATUHAN PASIEN
Kepatuhan pasien dalam meminum obat juga harus dipantau agar didapatkan hasil yang signifikan dengan pemakaian obat yang teratur
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pankreas merupakan suatu organ yang mempunyai fungsi endokrin dan
eksokrin kedua fungsi ini saling berhubungan, fungsi eksokrin yang utama adalah untuk memfasilitasi proses pencernaan melalui sekresi enzim-enzim ke dalam duodenum proksimal, sekretin dan kolesistokinin pankreozimin merupakan hormon traktus gastrointestinal yang membantu dalam mencerna zat-zat makanan dengan mengendalikan sekret pangkreas. Sekresi enzim pankreas yang normal berkisar 1500 – 2500 mm/hari.
Pankreatitis adalah peradangan pada pankreas, organ yang mengeluarkan enzim pencernaan dalam saluran cerna sekaligus mensintesis dan mensekresi insulin dan glukagon. Pankreatitis dapat disebabkan oleh batu empedu yang menyumbat saluran pankreas, konsumsi alkohol yang kronis, obat-obatan, trauma, infeksi, tumor, dan kelainan genetik, nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis.
Saran
Penulis berharap agar pembaca dapat mengerti tentang penyakit Pankreatitis mulai dari definisi sampai dengan hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam penyakit pankreatitis dan berharap agar tenaga kesehatan baik medis maupun paramedik dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien pankreatitis sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan yang seharusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Baradewodkk.2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli. Kuncara. I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Bradley EL. The necessity for a clinical classification of acute pancreatitis the Atlanta system. Dalam: Acute pancreatitis diagnosis and therapy. New York; Raven Press Ltd, 1994; 27-32
DiPiro, et.al. 2009. Pharmacotherapy Handbook Seventh Edition. United States: The McGraw-Hill Companies, Inc
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa, I.M., Sumarwati, N.M., EGC, Jakarta
Nurman A. Pankreatitis akut. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: balai penerbit FKUI, 2006; 486-91
Pionas. 2015. Pusat Informasi Obat Nasional . Jakarta: Badan POM Republik Indonesia.
Sekimoto M, Takada T, Kawarada Y, Hirata K, Mayumi T, Yoshida M, et al. JPN guidelines for the management of acute pancreatitis: Epidemiology, etiology, natural history, and outcome predictors in acute pancreatitis. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2006; 13(1):10-24.