Academia.eduAcademia.edu

Kematangan Emosi Pengembangan Karir

https://doi.org/10.21009/jpud.111.05

Pengembangan karier merupakan pendekatan formal yang dilakukan oleh organisasi untuk memastikan ketersediaan sumber daya manusia dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai saat dibutuhkan. Pengembangan karier formal berperan penting dalam

Kematangan Emosi Pengembangan Karir Zelva Melani 22022053 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang Zelvamelani07@gmail.com A. Pengembangan Karir Dan Kecerdasan Emosi Pengembangan karier merupakan pendekatan formal yang dilakukan oleh organisasi untuk memastikan ketersediaan sumber daya manusia dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai saat dibutuhkan. Pengembangan karier formal berperan penting dalam memelihara tenaga kerja yang termotivasi dan berkomitmen. Pengembangan karier meliputi serangkaian aktivitas sepanjang hidup yang berkontribusi pada eksplorasi, pembentukan, kesuksesan, dan pemenuhan karier seseorang. Salah satu indikator keberhasilan institusi pendidikan adalah kinerja guru, yang dapat diukur melalui aktivitas pembelajaran dan administrasi yang dilaksanakan dengan dorongan internal dari guru itu sendiri. Kematangan emosi merupakan proses berkelanjutan di mana individu berusaha mencapai tingkat keseimbangan emosi yang sehat, baik dalam aspek intrapersonal maupun interpersonal. Menurut Seligman (dalam Ingarianti, 2009), salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan karier adalah kondisi emosional. Faktor-faktor emosional seperti rendahnya harga diri, neurotisisme, dan kecemasan berkontribusi terhadap keraguan dalam pengambilan keputusan karier (Lukas, 2005). Banyak lulusan baru yang memilih pekerjaan tanpa mempertimbangkan kemampuan, minat, dan kepribadian mereka. Mereka cenderung memilih pekerjaan karena kekhawatiran akan menganggur terlalu lama, perasaan malu terhadap lingkungan sekitar, atau tuntutan moral dari orang tua. Keputusan yang didasari oleh kekhawatiran ini dapat berdampak negatif, baik bagi individu maupun perusahaan tempat mereka bekerja. Pekerjaan yang dipilih jauh dari latar belakang pendidikan dapat mengakibatkan kurangnya keterampilan yang memadai, sehingga hasil kerja tidak maksimal. Bagi perusahaan, hal ini dapat menimbulkan kerugian dalam hal waktu dan biaya karena proses adaptasi yang lebih lama. Akibatnya, muncul keraguan dalam diri karyawan terkait berapa lama mereka akan bertahan di pekerjaan tersebut dan apakah pekerjaan itu sesuai dengan karier yang diinginkan di masa depan (Putri, 2009). Walgito (2004) berpendapat bahwa individu dengan kematangan emosi akan mampu berperilaku dengan baik dan objektif. Individu yang matang secara emosional cenderung lebih tenang, tidak terburu-buru dalam bertindak, serta menunjukkan perilaku yang sopan dan bijaksana. Mereka juga mampu mengendalikan emosi sehingga tidak bereaksi berlebihan terhadap rangsangan. Kematangan emosi ini penting dalam pengambilan keputusan karier, di mana kestabilan emosi diperlukan agar keputusan yang diambil tidak berubah-ubah secara drastis. Desmita (2009) menyatakan bahwa banyak keputusan di dunia nyata dibuat dalam situasi yang penuh tekanan, yang melibatkan faktor-faktor seperti keterbatasan waktu dan keterlibatan emosional. Menurut Patton (dalam Wahyuningsih, 2014), kecerdasan emosional adalah keterampilan dalam menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan yang baik, serta meraih kesuksesan di tempat kerja. Goleman (dalam Setyaningrum et al., 2016) membagi kecerdasan emosional menjadi lima aspek utama, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.  Kesadaran diri adalah kemampuan individu untuk mengenali perasaan dirinya sendiri, memahami perasaan orang lain, serta menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya.  Pengaturan diri merupakan kemampuan mengelola emosi dengan baik, sehingga tindakan yang diambil tetap terkendali dan dapat menjaga hubungan baik dengan orang lain.  Motivasi adalah dorongan internal maupun eksternal yang menggerakkan individu untuk mencapai tujuan dan meningkatkan kinerja.  Empati adalah kemampuan memahami perasaan orang lain serta menyesuaikan diri dalam berbagai situasi sosial.  Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain. Terdapat hubungan yang erat antara pengembangan karier dan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional mengacu pada kemampuan individu untuk mengenali dan menghargai emosi diri sendiri dan orang lain, mengelola emosi secara efektif untuk memotivasi diri, serta mengendalikan dorongan emosional. Individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi mampu memanfaatkan emosi secara produktif dan membina hubungan baik dengan orang lain (Goleman, 2009). Seligman (dalam Ingarianti, 2009) menegaskan bahwa kematangan karier dipengaruhi oleh faktor emosional, di mana rendahnya harga diri, neurotisisme, dan kecemasan dapat menyebabkan keraguan dalam memilih karier (Lukas, 2005). Banyak lulusan baru yang mengambil pekerjaan tanpa mempertimbangkan minat, kemampuan, atau kepribadian mereka, lebih sering karena tekanan eksternal dan ketakutan akan pengangguran yang berkepanjangan. B. Pembinaan Pengembangan Karir Dalam Pendidikan Pendidikan akademik bertujuan untuk mendukung serta membina guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran, guna mencapai hasil belajar siswa yang lebih optimal. Sementara itu, pendidikan manajerial berfokus pada membantu kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui optimalisasi kinerja sekolah. Dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik di satuan pendidikan, diperlukan kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang pendidik profesional. Oleh karena itu, pengembangan dan peningkatan kompetensi pendidik sekolah perlu dilakukan secara berkesinambungan. Tanpa kompetensi profesional yang memadai, pendidik akan kesulitan dalam meningkatkan kinerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap kualitas kinerja sekolah. Pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional pendidik di satuan pendidikan harus dilakukan secara terus menerus agar mereka mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagai pendidik. Pembinaan ini merupakan tanggung jawab Kepala Dinas Pendidikan setempat. Pembinaan pendidik mencakup dua aspek utama: pembinaan profesi dan pembinaan karier. Pembinaan profesi ditujukan untuk meningkatkan kemampuan profesional pendidik agar dapat melaksanakan fungsi pendidikan, baik dari segi akademik maupun manajerial. Sedangkan pembinaan karier diarahkan pada peningkatan pangkat dan jabatan fungsional sesuai ketentuan yang berlaku. Berdasarkan hasil penelitian terhadap sejumlah pendidik dari berbagai provinsi, ditemukan bahwa pembinaan terhadap pendidik dalam upaya meningkatkan kemampuan profesional belum berjalan secara optimal. Pendidik umumnya menjalankan tugas pokoknya dengan menggunakan kompetensi yang telah dimiliki tanpa adanya pembinaan yang terarah. Meskipun pendidik melaporkan tugasnya kepada kepala sekolah atau dinas terkait, laporan tersebut belum menjadi dasar dalam proses pembinaan. Jika ada pembinaan, hal tersebut terbatas pada arahan dari Kepala Dinas Pendidikan mengenai kebijakan pendidikan yang disampaikan dalam rapat khusus. Pembinaan yang terencana dan berkelanjutan, yang berfokus pada peningkatan profesionalisme dan pengembangan karier pendidik, masih sangat terbatas pelaksanaannya. Kurangnya pembinaan terhadap pendidik diduga berkaitan dengan keterbatasan sumber daya di dinas pendidikan, baik sumber daya manusia, keuangan, maupun informasi. Selain itu, komitmen dinas pendidikan terhadap pentingnya peran pendidik dalam meningkatkan mutu pendidikan tampak belum optimal, sehingga program pembinaan pendidik belum menjadi prioritas. Selain itu, hasil kerja pendidik dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya belum memberikan dampak yang signifikan terhadap kemajuan sekolah. Posisi, peran, dan eksistensi pendidik cenderung kurang diperhatikan dibandingkan dengan guru dan kepala sekolah. Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan, sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, peran pendidik sangat penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan di satuan pendidikan. Oleh karena itu, pembinaan pendidik agar mampu melaksanakan tugas akademik dan manajerial menjadi hal yang sangat diperlukan. Posisi, peran, dan eksistensi pendidik juga harus ditingkatkan agar citra pendidik lebih dihargai, sesuai harapan masyarakat. Pendidik harus memiliki keunggulan dibandingkan dengan guru dan kepala sekolah dalam hal kualifikasi, kompetensi, kemampuan finansial, serta dimensi lainnya. Dengan demikian, kehadiran pendidik akan lebih diharapkan oleh para pemangku kepentingan di sekolah. Pembinaan pendidik harus dirancang dan dilaksanakan secara sistematis dan berkelanjutan agar profesionalisme dan karier pendidik dapat mendorong peningkatan kinerja. Pembinaan dilakukan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan dan Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten atau Provinsi melalui program-program yang terarah dan dievaluasi secara berkala. Penempatan tugas pendidik di satuan pendidikan menjadi tanggung jawab Kepala Dinas Pendidikan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan tipe sekolah, serta kesesuaian dengan bidang dan jenjang jabatan pendidik. Selanjutnya, pembinaan dan pengembangan pendidik dilakukan secara berkelanjutan agar kemampuan profesional dan kariernya terus meningkat sesuai dengan prestasi yang dicapai. Dengan demikian, pembinaan dan pengembangan pendidik bertujuan untuk memelihara, meningkatkan, serta memperkuat kinerja pendidik sehingga berdampak pada peningkatan mutu sekolah yang dibinanya. Ruang lingkup pembinaan mencakup pembinaan kualifikasi, profesi, dan karier. Pembinaan kualifikasi bertujuan untuk meningkatkan pendidikan formal pendidik, minimal mencapai gelar sarjana (S1) bagi yang masih berpendidikan diploma, serta pendidikan pascasarjana (S2) bagi yang telah memiliki gelar sarjana. Pengembangan profesi diarahkan pada peningkatan kompetensi pribadi, sosial, pedagogik, dan profesional pendidik. Sementara itu, pembinaan karier ditujukan untuk mempercepat kenaikan pangkat dan jabatan fungsional sesuai dengan aturan yang berlaku. Tujuan umum pembinaan dan pengembangan karier pendidik adalah untuk meningkatkan kemampuan dan karier mereka sehingga dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara profesional. Tujuan ini mencakup pentingnya peningkatan kualifikasi, kompetensi, dan karier pendidik sebagai tenaga fungsional. Kualifikasi dan kompetensi profesional diharapkan berdampak pada peningkatan kinerja, sedangkan pengembangan karier akan berdampak pada kesejahteraan pendidik. Keberhasilan pembinaan dan pengembangan karier pendidik dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti meningkatnya kualifikasi pendidik, motivasi kerja, kinerja, dan hasil kerja yang tercermin dalam mutu pendidikan di sekolah. Selain itu, peningkatan pangkat dan jabatan, kesejahteraan, serta citra positif pendidik di kalangan pemangku kepentingan juga menjadi indikator keberhasilan. Pada akhirnya, pembinaan dan pengembangan karier pendidik harus mencerminkan peningkatan kemampuan profesional dan kinerjanya sebagai pendidik yang profesional. Daftar Pustaka Goleman, D. (2009). Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama Triani Wahyuningsih, (2014), Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Morale kerja Pada Karyawan Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Surakarta. Jurnal talenta PSIKOLOGI Vol. III, No. 2, Agustus 2014 Rani setyaningrum, Hamidah Nayati Utami, Ika Ruhana (2016), Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja (Studi Pada Karyawan Pt. Jasa Raharja Cabang Jawa Timur). Jurnal: Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 36 No. 1 Juli 2016 Ingarianti, T. (2009). “Hubungan antara Adversity Quotient dengan Kematangan Karier pada Remaja”. Hasil Penelitian Lembaga Penelitian UMM Suryana, D., Mayar, F., & Sari, R. E. (2021). Pengaruh Metode Sumbang Kurenah terhadap Perkembangan Karakter Anak Taman Kanak-kanak Kecamatan Rao. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(1), 341-352. Suryana, D., Sari, N. E., Mayar, F., & Satria, S. (2021). English Learning Interactive Media for Early Childhood Through the Total Physical Response Method. Jurnal Pendidikan Usia Dini, 15(1), 60-80. Suryana, D., Khairma, F. S., Sari, N. E., Mayar, F., & Satria, S. (2020). Star of the week programs based on peer Relationship for children social emotional development. Jurnal Pendidikan Usia Dini, 14(2), 288-302. Suryana, D., Yulia, R., & Safrizal, S. (2021). CONTENT ANALYSIS OF AL-QUR’AN SCIENCE INTEGRATION IN CHILDREN’S ANIMATED SERIAL OF RIKO THE SERIES ON HUJAN’S EPISODE. Ta’dib, 24(1), 93-101. Suryana, D., Tika, R., & Wardani, E. K. (2022, June). Management of creative early childhood education environment in Increasing golden age creativity. In 6th International Conference of Early Childhood Education (ICECE-6 2021) (pp. 17-20). Atlantis Press. Suryana, D., & Yuanita, S. K. S. (2022). Efektifitas Teknik Mind Mapping terhadap Kemampuan Membaca Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(4), 2874-2885. Suryana, D. (2016). Stimulasi & Aspek Perkembangan Anak. Jakarta:Prenada Media Group. Suryana, D., Rizka. N. (2019). Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Akreditasi Lembaga. Jakarta: Prenada Media Gorup Suryana, D. (2017). Pembelajaran Tematik Terpadu Berbasis Pendekatan Saintifik di Taman Kanak-kanak. Jurnal Pendidikan Usia Dini, 11(1), 67-82. https://doi.org/10.21009/JPUD.111.05 Suryana, D., & Hijriani, A. (2022). Pengembangan Media Video Pembelajaran Tematik Anak Usia Dini 5-6 Tahun Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(2), 1077-1094. 10.31004/obsesi.v6i2.1413 Suryana, D., & Rizka, N. (2019). Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Akreditasi Lembaga. Jakarta:Prenadamedia Group. Suryana, D., Yulia, R., & Safrizal, S. (2021). Model of Questioning Skill Teacher for Developing Critical Thinking Skill in Early Childhood Education in West Sumatra, Indonesia. Journal of Educational Sciences: Theory & Practice, 2(2), 101-114.