PILAR TEKNOLOGI : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik
Website : http://pilar.unmermadiun.ac.id/index.php/pilarteknologi
Pengaruh Perendaman Serat Sabut Kelapa Pada Air Batu Kapur
Terhadap Wettability
Sutrisno1, Rudy Soenoko2,Yudy Surya Irawan3, Teguh Dwi Widodo4
1
Program Studi Teknik Mesin, Universitas Merdeka Madiun, Jl. Serayu No.79, Madiun, 63133
E-mail: sutrisno@unmer-madiun.ac.id
2
Program Studi Teknik Mesin, Universitas Brawijaya, Jl. M. T. Haryono 169, Malang, 65145
E-mail: rudysoen@yahoo.com
3
Program Studi Teknik Mesin, Universitas Brawijaya, Jl. M. T. Haryono 169, Malang, 65145
E-mail: yudysir@ub.ac.id
4
Program Studi Teknik Mesin, Universitas Brawijaya, Jl. M. T. Haryono 169, Malang, 65145
E-mail: widodoteguhdwi@ub.ac.id
Abstract— Processing of natural fibers as a support material for composite materials has been widely carried out. Some
studies use chemicals as a medium for processing fiber while the treatment with natural ingredients has not been done
much. This study discusses the ability of the matrix to penetrate the coconut fiber. Coconut fiber that has been cleaned
soaked in a solution of limestone water. Immersion is done with a variation of the lime mass percentage of 0; 2.5; 5; 7.5;
10% with 8 hours soaking time. The matrix used is unsaturated polyester yucalac 157 BQTN-EX. Wettability testing by
dripping a matrix on coconut fiber. Coconut coir fibers that have been dripped with a matrix in the photo to determine the
contact angle. The results of measurements and observations that with variations in mass percentage of 5% limestone with
an immersion time of 8 hours have a contact angle of 11O˂Φ˂31O. Immersion with a percentage of 2.5% shows the surface
of the fiber has not changed. Immersion of 7.5% and 10% of the surface of the fiber has been damaged, so the matrix can
not absorb the coconut fiber to the maximum .
Keywords—: coconut fiber; limestone water; contact angle; wettability; SEM.
I. PENDAHULUAN
Tanaman kelapa banyak tumbuh didaerah tropis khususnya di indonesia. Hampir semua bagian tanaman kelapa mempunyai
fungsi, mulai dari daun sampai pada batangnya. Batang kelapa digunakan untuk bahan bangunan. Buah kelapa digunakan untuk
penyedap masak. Buah kelapa terdiri dari tiga komponen yaitu buah kelapa, tempurung, dan sabut kelapa. Sabut kelapa
merupakan bagian dari buah kelapa yang belum dimanfaatkan secara maksimal (Anonim, 2017).
Serat sabut kelapa banyak digunakan untuk sapu, keset, serta produk kerajinan komersial yang lainnya (Yudhanto, Wisnujati,
dan Kusmono, 2016). Serat alam dari hasil tumbuhan mempunyai sifat hidropilik yang berlawan dengan matrik polimer yang
bersifat hidrophobik. Sifat hiropilik serat alam dapat diperbaiki dengan perlakuan alkali (Suyanto, 2016). Perlakuan alkali
berguna untuk membersihkan permukaan serat seperti lilin, atau wax (lignin, pektin, hemiselulosa, dan kotoran lainnya).
Kandungan kimia serat sabut kelapa bervariasi, hal ini ditentukan oleh berbagai faktor misalnya tempat tumbuh, umur tanaman,
prose pengambilan serat, dan metode pengukuran komposisi (Desch dkk., 1996).
Kandungan kimia serat sangat berpengaruh pada susunan kristal selulosa, hemiselulosa, lignin, dan pektin. Kandungan kimia
berpengaruh pada sifat wettability serat. Bagian serat yang paling dominan sebagai penyangga kekuatan adalah selulosa.
Perlakuan serat dengan bahan kimia yang berlebihan dapat mengakibatkan serat rusak. Pengolahan serat untuk menghasilkan
serat yang baik diantaranya dengan menggunakan bahan kimia (NaOH). Perlakuan serat dengan menggunakan bahan kimia
menimbulkan efek lingkungan yang tidak baik.
Perlakuan kimia pada serat pada prinsipnya menghilangkan unsur lignin dan hemiselulosa dan mempertahankan selulosa.
Serat yang sudah diolah mempunyai permukaan yang kasar sehingga matrik dapat berikatan dengan baik. Ikatan serat dan
matrik akan berpengaruh terhdap sifat mekaniknya, dimana karakteristik matrik dapat meresap pada serat (wettability) (W. P.
Raharjo dan Soenoko, 2019). Untuk mengetahui sifat wettability menggunakan parameter sudut kontak antara matrik dan serat.
Semakin kecil sudut kontak menandai bahwa matrik dapat terserap oleh sera dengan baik, sebaliknya jika sudut kontak semakin
besar menandai bahwa matrik tidak dapat terserap oleh serat (Bledzki dan Gassan, 1999).
Volume 5 Nomor 1 Maret 2020, PILAR TEKNOLOGI | 1
PILAR TEKNOLOGI : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik
Website : http://pilar.unmermadiun.ac.id/index.php/pilarteknologi
Gambar 1. Skema resapan matrik pada serat
Gambar 2 menunjukkan berbagai jenis resapan matrik pada serat, dimana matrik cair dalam bentuk droplet yang diteteskan
menghasilkan sudut (θ) lebih besar dengan volume yang kecil sedangkan mampu basah yang tinggi yang membentuk
sudut(θ)yangkecildenganvolumeyangbesar(Eral et al. 2011).
Permukaan serat yang kasar dan berpori mempunyai peluang yang baik untuk mengusahakan matrik dapat terserap oleh serat
(Mwaikambo and Ansell 2002).Penelitian tentang perlakuan serat yaitu serat diperlakukan dengan alkali, silana, dan kombinasi
dari keduanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hilangnya hemiselulosa dan lignin setelahpengobatan alkali, dan adanya
lapisan silan pada permukaan serat setelahnyaperlakuan silan atau alkali-silan, meningkatkan stabilitas termal, permukaanenergi,
dan IFSS. Energi permukaan tertinggi 45,37 mN / m diperolehselama perawatan alkali (NF12). Perlakuan alkali-silana dengan
0,75% beratsilane (NSF075) memberikan stabilitas termal dan nilai IFSS tertinggi (W. W. Raharjo dkk., 2017).
Perlakuan serat sabut kelapa yang direndam dalam larutan NaOH selama 3 jam dengan konsentrasi masing-masing 5%, 10%,
15%, dan 20%. Perawatan kedua adalah serat kelapa yang direndam dalam larutan KMnO dengankonsentrasi 0,25%, 0,5%,
0,75%, dan 1% selama 3 jam. Perlakuan ketiga adalah serat kelapa yang direndam dalam larutan H 2O dengan konsentrasi 5%,
10%, 15%, dan 20% selama 3 jam. Pada setiap perlakuan serat dikeringkan dalam oven pada suhu 90 oC selama 5 jam. Serabut
kelapa yang tadinya yang pertama, kedua, dan ketigadiolah, disortir untuk komposisi kimia, tarik serat tunggal dan pengujian
SEMNaOH, NaHCO3, dan KMnO4 (Arsyad, 2016).
Perlakuan serat salak dengan menggunakan NaOH untuk mengetahui karakteristik serapan matrik pada serat (W. P. Raharjo
dkk., 2018). Bahan-bahan yang digunakan untuk pengolahan serat tersebut mempunyai dampak lingkungan yang kurang baik.
Dalam penelitian ini, perlakuan serat menggunakan air batu kapur (Ca(OH) 2) yang diperkirakan tidak mempunyai dampak
lingkungan yang berbahaya.
NaOH, NaHCO3, dan KMnO4
Bahan dan alat
Tempat : Penelitian ini dilakukan di laboratorium material Universitas Merdeka Madiun, Laboratorium Univeristas
Brawijaya Malang.
Serat sabut kelapa didapatkan dari daerah Jatisrono, Wonogiri, Jawa Tengah.Serat sabut kelapa diambil dari buah kelapa
yang sudah berumur ± 12 bulan pada usia pohon kelapa 10 tahun.
Volume 5 Nomor 1 Maret 2020, PILAR TEKNOLOGI | 2
PILAR TEKNOLOGI : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik
Website : http://pilar.unmermadiun.ac.id/index.php/pilarteknologi
Gambar 2. Serat sabut kelapa
Matrik polyester dibeli dari Bratacom laweyan Solo.
Spesifikasi resin Unsaturated Polyester Yucalac 157 BQTN-EX sebagai berikut :
Berat jenis
: 1,215 (25OC)
Kekerasan
: 40 (Barcol/GYZJ 934)
Suhu distorsi panas
: 70OC
Penyerapan air
: 0,188 % (24 jam)
Kekuatan Flexural
: 9,4 Kg/mm2
Modulus Flexural
: 300 Kg/mm2
Daya Rentang
: 5,5 Kg/mm2
Modulus Rentang
: 300 Kg/mm2
Regangan
: 1,6 %
Alat yang digunakan untuk membuat specimen uji yaitu gelas pengaduk, pipet, profil (tempat memasang serat untuk uji
wettability), mikroskop dan SEM.
Mikroskop digunakan untuk mengamati sudut kontak sedangkan SEM untuk mengamati permukaan serat sabut kelapa.
II. METODE PENELITIAN
Serat sabut kelapa yang sudah diurai atau sudah dipisahkan dengaan dagingnya, dibersihkan dengan dicuci dengan air bersih.
Serat sabut kelapa uang sudah bersih direndam dalam larutan air batu kapur dengan variasi persentase batu kapur 0%, 2,5%, 5%,
7,5%, dan 10% dengan lama perendaman 8 jam. Serat sabut kelapa yang sudah mengalami proses perendaman dicuci dengan air
aquades dengan tujuan untuk menghilangkan kimia air batu kapur dan dikeringkan tanpa sinar matahari (didinginkan dengan
suhu kamar).
Masing-masing perlakuan diambil 20 untuk dipasang dalam jig yang berbentuk U, untuk dilakukan pengamatan wettability.
Serat yang sudah terpasang pada jig ditetesi matrik, untuk mengukur sudut kontak. Pengamatan sudut kontak dilakukan dengan
bantuan alat mikroskopdengan menggunakan persamaan fungsi distribusi weibul F(Φ) dengan persamaan :
Keterangan :
= Sudut kontak
= Skala Parameter
SD = sudut deviasi
= Parameter bentuk
= Nilai rata rata sudut kontak
Volume 5 Nomor 1 Maret 2020, PILAR TEKNOLOGI | 3
PILAR TEKNOLOGI : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik
Website : http://pilar.unmermadiun.ac.id/index.php/pilarteknologi
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Nilai parameter weibul dan sudut kontak antara serat sabut kelapa dan matrik.
Perentase
batu
kapur(%)
Parameter weibul
Standar deviasi
Standar
Devisai
(SD)
Rata r-ata
nilai sudut
kontak (O)
β
Φo
0,0
8,08
39,65
5,67
45,86±5,67
2,5
10,08
37,33
4,54
41,56±4,54
5,0
19,87
31,33
1,76
32,67±1,76
7,5
16,76
33,65
2,78
35,86±2,78
10,0
13,68
35,54
3,43
38,68±3,43
Tabel 1 memperlihatkan perubahan serapan matrik terhadap serat, dari nol perlakuan, 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10% persentase
perendaman larutan air batu kapur selama 8 jam. Tabel 1 menunjukkan bahwa serat dengan nol perlakuan mempunyai sudut
kontak yang besar hal ini dikarenakan permukaan serat sabut kelapa masih diselimuti oleh lignin, lapisan lilin (wax)4,dan
pengotor lainnya. Pada serat dengan nol perlakuan matrik mengalami kesulitan untuk dapat meresap kedalam serat. Pada
perlakuan 2,5% dan 5% mengalami peningkatan serapan matrik pada serat sabut kelapa hal ini dikarenakan permukaan serat
sudah mengalami degradasi dan serat juga sudah berpori sehingga matrik dapat meresap dengan baik. Pada perlakuan 7,5% dan
10% serat sudah mengalami kerusakan permukaan sehingga matrik tidak dapat berikatan dengan serat sabut kelapa.
Persentase batu kapur sebagai media perendaman serat sabut kelapa dapat mempengaruhi serapan matrik. Dilihat dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada perendaman dengan perentase 5% batu kapur menhasilkan serapan matrik yang baik jika
dibandingkan dengan tanpa perlakuan, 2,5%, 7,5%, dan 10% batu kapur.
Perubahan permukaan serat dapat dilihat pada gambar 3,4, dan 5. Pada gambar 3 menunjukkan permukaan serat yang
dipotong melintang mempunyai pori-pori yang masih kotor. Hal ini dikarenakan serat belum dilakukan proses perlakuan, hanya
pembersihan dengan air saja. Gambar 4 memperlihatkan permukaan serat yang berpori dan bersih, hal ini yang menjadikan
matrik dapat terserap dengan baik pada serat. Perendaman dengan 5% batu kapur, menjadikan permukaan serat lebih kasar dan
berpori. Gambar 5 meperlihatkan permukaan serat yang sudah mulai rusak, hal ini disebabkan pada perlakuan dengan
menggunakan 7,5% batu kapur permukaan serat terdegradasi. Hal ini yang menjadikan ikatan antara matrik dan serat kurang
baik.
Gambar 3. Tanpa perlakuan
Volume 5 Nomor 1 Maret 2020, PILAR TEKNOLOGI | 4
PILAR TEKNOLOGI : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik
Website : http://pilar.unmermadiun.ac.id/index.php/pilarteknologi
Gambar 4. Perendaman 5% lama 8 jam
Gambar 5. Perendaman 7,5% lama 8 jam
Pada gambar 6, menunjukkan kandungan serat yang diproses tanpa perlakuan kandungan kalsium 0%, gambar 7 serat dengan
perlakuan perendama batu kapur 5% kandungan kalsium 0,7%, dan gambar 8 kandungan dengan perlakuan perendaman
batukapur 7,5% serat mempunyai kandungan kalsium 0,6%. Perubahan kandungan kimia pada serat mempengaruhi permukaan
serat dan pori-pori serat sabut kelapa. Penghapusan kotoran pada serat dengan perlakuan kimia untuk megurangi gugus
hidroksil dan menambah kekuatan ikatan antara matrik dan serat, hal seperti juga dilakukan oleh (Li, Meng, and Ma 2016).
Permukaan serat yang kasar akan meningkatkan sifat wettability atau mampu serap terhadap matrik, hal ini dikarenakn
kandungan lignin serat sabut kelapa juga menurun sehingga kekuatan mekanik serat juga akan naik (Muensri et al. 2011).
Gambar 7 menunjukkan bahwa dengan perlakuan perendaman serat sabut kelapa dengan persentase batu kapur 5% dan lama
perendaman 8 jam bila dibandingkan dengan serat tanpa perlakun. Peningkatan kadar karbon pada serat. meningkatkan ikatan
antara serat dengan matrik(Muensri et al. 2011) .
Gambar 6. Komposisi serat sabut kelapa tanpa perlakuan
Volume 5 Nomor 1 Maret 2020, PILAR TEKNOLOGI | 5
PILAR TEKNOLOGI : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik
Website : http://pilar.unmermadiun.ac.id/index.php/pilarteknologi
Gambar 7. Komposisi serat sabut kelapa 5% batu kapur
Gambar 8. Komposisi serat sabut kelapa 7,5% batu kapur
Dengan perlakuan perendaman serat pada air batu kapur mengakibatkan matrik akan lebih masuk ke pori-pori serat bila
dibandingkan dengan serat yang tanpa perlakuan. Serat yang yang mengalami perlakuan 7,5% dan 10% batu kapur, permukaan
serat telah mengalami kerusakan sehingga matrik tidak dapat meresap ke pori-pori serat. Perendaman dengan Ca(OH)2 atau air
batu kapur yang mempunyai pH lebih kecil dari NaOH dan lebih besar dari NaHCo 3membuat serat meningkat daya resap
terhadap Matrik.
Air batu kapur mempunyai sifat basa sedang atau dibawah NaOH sehingga dengan perendaman tersebut, serat menjadi
pengurangan gugus hidroksil. Berkurangnya gugus hidroksil pada serat menjadikan ikatan serat dan matrik menjadi lebih kuat.
Perendaman air batu kapur kandungan karbon pada serat sabut kelapa meningkat.
IV. KESIMPULAN
Perlakuan perendaman serat sabut kelapa pada air batu kapur dapat meningkatkan mampu resap (wettability) dengan matrik,
hal ini dapat dilihat dari sudut kontak antara serat dan matrik. Sudut kontak pada perlakuan 5% batu kapur mempunyai sudut
kontak yang paling kecil. Perlakuan batu kapur menyebabkan serat menjadi lebi bersih dari kotoran dan meningkatkan
kekasaran permukaan serat.
V. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2017. Indonesia, Negara Produsen Kelapa Terbesar Di Dunia. databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/01/06/indonesia-negara-produsen-kelapaterbesar-di-dunia.
Arsyad, Muhammad. (2016). Efek Perendaman Serat Sabut Kelapa Dalam Larutan Alkali Terhadap Daya Serap Serat Sabut Kelapa Pada Matriks Poliester.
3(April): 15–19.
Bledzki, A. K., dan J. Gassan. (1999). Composites Reinforced with Cellulose Based Fibres. Progress in Polymer Science (Oxford) 24(2): 221–74.
Desch, H. E., J. M. Dinwoodie, H. E. Desch, dan J. M. Dinwoodie. (1996). Strength, Elasticity and Toughness of Wood. Timber Structure, Properties,
Conversion and Use: 102–28.
Eral, Hüseyin Burak dkk. (2011). Drops on Functional Fibers: From Barrels to Clamshells and Back. Soft Matter 7(11): 5138–43.
Li, Weiwei, Li Meng, dan Renliang Ma. (2016). Effect of Surface Treatment with Potassium Permanganate on Ultra-High Molecular Weight Polyethylene
Fiber Reinforced Natural Rubber Composites. Polymer Testing 55: 10–16. http://dx.doi.org/10.1016/j.polymertesting.2016.08.006.
Muensri, Pakanita, Thiranan Kunanopparat, Paul Menut, dan Suwit Siriwattanayotin. (2011). Composites : Part A Effect of Lignin Removal on the Properties of
Coconut Coir Fiber / Wheat Gluten Biocomposite. Composites Part A 42(2): 173–79. http://dx.doi.org/10.1016/j.compositesa.2010.11.002.
Mwaikambo, Leonard Y., dan Martin P. Ansell. (2002). Chemical Modification of Hemp, Sisal, Jute, and Kapok Fibers by Alkalization. Journal of Applied
Polymer Science 84(12): 2222–34.
Raharjo., Wahyu,Purwo., dan Rudy,Soenoko. (2019). Effect of Chemical Treatment on Wettability of Zalacca Fibres as Composites Reinforcements. IOP
Conference Series: Materials Science and Engineering 494(1).
Volume 5 Nomor 1 Maret 2020, PILAR TEKNOLOGI | 6
PILAR TEKNOLOGI : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik
Website : http://pilar.unmermadiun.ac.id/index.php/pilarteknologi
Raharjo., Wahyu, Purwo., Rudy,Soenoko, Anindito, Purnowidodo., dan Choiron. (2018). Experimental and Micromechanical Modelling of Randomly Oriented
Zalacca Fibre/Low-Density Polyethylene Composites Fabricated by Hot-Pressing Method. Cogent Engineering 5(1): 1–14.
https://doi.org/10.1080/23311916.2018.1518966.
Raharjo., Wijang,Wisnu., Rudy ,Soenoko., Yudy,Surya Irawan., dan Agus,Suprapto. (2017). The Influence of Chemical Treatments on Cantala Fiber Properties
and Interfacial Bonding of Cantala Fiber / Recycled High Density Polyethylene ( RHDPE ) The Influence of Chemical Treatments on Cantala Fiber
Properties and Interfacial Bonding of Cantala Fi. Journal of Natural Fibers00(00): 1–14.
Suyanto, Heru. (2016). Review Serat Alam : Komposisi, Struktur, Dan Sifat Mekanis. October (October): 14.
Yudhanto., Ferriawan., Andika,Wisnujati., dan Kusmono. (2016). Pengaruh Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Tarik Dan Wettability Serat Alam Agave
Sisalana Perrine. Prosiding Seminar Nasional XI “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016 (2010): 318–23.
Volume 5 Nomor 1 Maret 2020, PILAR TEKNOLOGI | 7