Academia.eduAcademia.edu

Karya Ilmiah Rohil Abnur

Pengaruh Variasi Geometri Pahat dan Fluida Pendingin Terhadap Formasi Burr pada Proses Gurdi Material Stainless Steel 304 Rohil Abnur1, Muhammad Rizal2, Husni3 123Program Studi Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No. 7, Darussalam-Banda Aceh 23111, Indonesia E-mail : rohilabnur26@gmail.com Abstract This research examines the effect of tool geometry variation and cooling fluid on burr formation in the 304 stainless steel drilling process. In this research, HSS (High Speed Steel) tool with a diameter of 5 mm was used, the parameters used were tool geometry with variations of 118°, 125°, and 135°, cooling fluid variations, dromus, MQL and no cooling fluid, then feeding variations of 0.1, 0.12, 0.14 mm/rev. Cutting tests were carried out with a CNC Milling Agma A-8, every time the cutting process was carried out, the cutting tool was visually inspected to evaluate tool blade wear. From the test in general, it is found that the cutting parameters greatly affect the shape and height of the burrs, where the greater the feeding value, the burrs produced with a variety of geometries are relatively large, and when given a dromus cooling fluid or MQL, the burrs produced are smaller than without cooling fluid. The shape and type of burr produced can differ from the cooling fluid that used, dromus and MQL is generally uniform burr, while dry cutting is uniform and crown burr. The highest burr value (2.51 mm) was obtained in drilling using 135° tool geometry with no cooling fluid and feeding 0.14 mm/rev, while the lowest burr value (0.18 mm) was obtained in drilling using dromus cooling fluid with 135° tool geometry and feeding 0.1 mm/rev, therefore, these parameters are the ideal parameters for drilling 304 stainless steel material using HSS (High Speed Steel) tools. Keywords : Stainless Steel, Burr Formation, Tool Geometry, Feeding, Cooling Fluid, Drilling Abstrak Penelitian ini mengkaji pengaruh variasi geometri pahat dan fluida pendingin terhadap pembentukan burr pada proses penggurdian stainless steel 304. Pada penelitian ini digunakan mata pahat HSS (High Speed Steel) dengan diameter 5 mm, parameter yang digunakan adalah geometri mata pahat dengan variasi 118°, 125°, dan 135°, variasi fluida pendingin dromus, MQL dan tanpa fluida pendingin, serta variasi feeding 0,1, 0,12, 0,14 mm/put. Pengujian pemotongan dikerjakan dengan mesin CNC Milling Agma A-8, setiap proses pemotongan dilakukan, pahat potong diperiksa keausannya secara visual untuk mengevaluasi keausan mata pahat. Dari pengujian secara umum didapatkan bahwa parameter pemotongan sangat berpengaruh terhadap bentuk dan ketinggian burr, dimana semakin besar nilai feeding maka burr yang dihasilkan dengan variasi geometri relatif besar, dan saat diberikan fluida pendingin dromus atau MQL burr yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan tanpa fluida pendingin. Bentuk dan jenis burr yang dihasilkan dapat dibedakan dari fluida pendingin yang digunakan, saat menggunakan fluida pendingin dromus dan MQL umumnya terbentuk uniform burr, sedangkan tanpa pendingin (dry cutting) terbentuk uniform burr dan crown burr. Nilai burr tertinggi (2,51 mm) diperoleh pada penggurdian menggunakan geometri pahat 135° tanpa fluida pendingin dengan feeding 0,14 mm/put, sedangkan nilai burr terendah (0,18 mm) diperoleh pada penggurdian menggunakan fluida pendingin dromus dengan geometri pahat 135° dan feeding 0,1 mm/put, oleh karena itu, parameter inilah yang menjadi parameter ideal untuk penggurdian material stainless steel 304 menggunakan mata pahat HSS (High Speed Steel). Kata kunci : Stainless Steel 304 , Formasi Burr, Geometri Mata Pahat, Feeding, Fluida Pendingin, Gurdi 1. Pendahuluan Proses pemesinan adalah suatu proses manufaktur dimana objek dibentuk dengan cara membuang atau menghilangkan sebagian material dari benda kerja untuk mendapatkan bentuk dan dimensi yang diinginkan. Adapun jenis-jenis proses pemesinan meliputi proses bubut (turning), proses frais (milling), proses gurdi (drilling), proses menggerinda (grinding) [1]. Proses gurdi (drilling) adalah suatu operasi pemesinan yang digunakan untuk membuat lubang pada benda kerja, terutama pembuatan lubang pada plat tipis sering menimbulkan masalah yaitu terbentuknya burr. Terjadinya burr pada proses gurdi material stainless steel dikarenakan parameter pemotongan, geometri pahat, jenis material pahat, fluida pendingin, dan jenis benda kerja yang tidak sesuai [2]. Formasi burr sering terjadi pada setiap pemesinan (cacat mesin) dimana chip atau beram yang biasanya lepas dari permukaan tidak terlepas atau masih menempel pada benda kerja baik di saluran masuk ataupun keluaran, hal ini dapat mempengaruhi kualitas benda kerja dalam banyak aspek negatif, seperti pemasangan antara permukaan benda kerja dengan rakitan yang tidak tepat, dapat menghambat mencapai produktivitas tinggi dan juga dapat meningkatkan resiko kecelakaan kerja. Oleh karena itu burr harus dihilangkan untuk meningkatkan daya saing dari komponen dan mendapatkan hasil permukaan yang lebih baik [3]. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh variasi geometri mata pahat dan fluida pendingin terhadap terbentuknya burr pada penggurdian material stainless steel 304, juga memberikan informasi parameter pemotongan yang ideal untuk meningkatkan kualitas hasil penggurdian sehingga dapat meminimalisir terjadinya burr saat melakukan penggurdian material stainless steel. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Proses Gurdi Proses gurdi merupakan suatu proses pemesinan yang paling sederhana dibandingkan dengan proses pemesinan lainnya yaitu proses pembuatan lubang bulat menggunakan mata pahat (twist drill) pada benda kerja dengan menekankan mata pahat yang berputar ke benda kerja yang diam sehingga diperoleh lubang yang sesuai dengan dimensi mata pahat. Penggunaan proses gurdi terbilang sangat penting di industri, terdapat sekitar 25% produksi menggunakan proses gurdi. [1]. Selama proses penggurdian, mata pahat melakukan pengeboran pada benda kerja yang mengakibatkan terjadi interaksi antara mata pahat dengan benda kerja dimana benda kerja terpotong dan mata pahat mengalami gesekan [2]. Untuk itu perlu dipahami beberapa elemen dasar parameter pada proses gurdi sebagai berikut. a. Kecepatan potong () Kecepatan potong disebabkan oleh gerakan rotasi pertama dan beban tertinggi pada mata potong. Kecepatan potong biasanya diukur dalam satuan m/min yang mengindikasikan kecepatan permukaan pada mata pahat saat melakukan penyayatan pada benda kerja. Rumus kecepatan potong adalah : (2.1) Dimana : = kecepatan potong (m/min) d = diameter spindel (mm) n = putaran spindel (rpm) b. Laju pemakanan () Laju pemakanan atau feed rate adalah kecepatan makan alat potong terhadap benda kerja dalam suatu proses pemesinan. Feed rate diukur dalam satuan mm/min. Rumus kecepatan pemakanan adalah : (2.2) Dimana : = laju pemakanan (mm/min) f = pemakanan (mm/put) z = jumlah mata potong (buah) n = putaran spindel (rpm) 2.2 Geometri mata pahat Twist drill (drill dengan bermata dua) sangat sering digunakan di industri untuk membuat lubang secara cepat dan ekonomis. Geometri pahat memiliki dua sudut utama yaitu sudut kemiringan spiral disebut helix angle yang berfungsi sebagai jalur keluar beram dari benda kerja, dan ujung mata pahat berbentuk kerucut disebut point angle berfungsi untuk menusuk dan menyayat benda kerja. Sudut dari mata pahat yang tidak sesuai akan menghasilkan lubang yang oversized, berdampak pada ketinggian keluarnya pengeboran (burr) serta dapat menyebabkan keausan pada mata pahat. Biasanya untuk proses gurdi pada baja keras atau alloy steel, geometri pahat yang digunakan adalah 135°, dan untuk material lunak digunakan 118° [3]. Gambar 1. Geometri mata pahat gurdi 2.3 Formasi burr Formasi burr pada proses penggurdian merupakan fenomena yang tidak diinginkan karena dapat mempengaruhi kualitas benda kerja. Fenomena ini terjadi di bagian entrance dan exit lubang. Pembentukan burr pada bagian atas dikarenakan deformasi plastis dari material dan pada bagian bawah disebabkan oleh tingkat penekanan yang tinggi di tengah lubang dan pergesekan dengan bagian margin pahat [4]. Parameter utama pembentukan burr pada proses gurdi bergantung pada beberapa faktor diantaranya mata pahat (geometri, diameter, ketajaman, dan material), sifat material benda kerja (ketebalan, kekasaran, keuletan dan ketahanan sifat mekanik), dan kondisi pemotongan (kecepatan potong, feed rate, penggunaan fluida pendingin). Burr dapat meningkat seiring dengan meningkatnya keuletan suatu material. Geometri pahat dapat berdampak terhadap ukuran burr. Burr pada proses penggurdian stainless steel dapat dibagi menjadi tiga tipe seperti terlihat pada gambar 2. Gambar 2. Jenis dan bentuk burr pada proses gurdi Burr adalah proyeksi material yang dapat menimbulkan banyak kerugian terutama pada industri manufaktur, operasi deburring dan edge finishing dapat mencapai 30% dari total biaya bagian yang diproduksi [5], selain itu juga dapat mengurangi kualitas, daya tahan dan kepresisian suatu produk, burr yang tidak lepas dari benda kerja dapat menghambat proses perakitan suatu produk (assembly) dan menimbulkan resiko kecelakaan kerja. Oleh karena itu burr harus diminimalisir atau bahkan dieliminasi jika memungkinkan [6]. 2.4 Material stainless steel 304 Stainless steel merupakan baja anti karat yang tahan terhadap korosi karena mengandung unsur paduan minimal 18% Cr dan 8% Ni, berdasarkan struktur kristalnya stainless steel atau baja tahan karat dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu baja tahan karat austenit, baja tahan karat martensit, baja tahan karat ferit, baja tahan karat berfasa ganda (duplex), dan baja tahan karat dengan pengerasan presipitasi. Baja tahan karat austenit adalah baja yang mempunyai ketahanan korosi baik, sifat mampu bentuk, sifat mampu las dan non feromagnetik, baja tahan karat austenit mengandung unsur Cr dan Ni diberi nomor seri 300 dan 200 untuk Cr,Ni dan Mn [8]. Salah satu jenis baja tahan karat austenit yang banyak diaplikasikan dalam bidang industri maupun non industri adalah seri SS 304. 3. Metode penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Desain dan Manufaktur, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala. Waktu penelitian pada tanggal 10 Mei 2023. Mesin dan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah CNC Milling Agma A-8, mikroskop digital USB 1000x, dan height gauge. 3.1 Kondisi pemotongan Dalam penelitian ini, kondisi pemotongan ditentukan sebagai variabel pengujian yaitu diameter pahat, kecepatan putaran spindle, variasi geometri sudut ujung mata pahat, feeding, dan fluida pendingin. Kondisi pemotongan dilakukan dengan bervariasi yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel terhadap bentuk dan ketinggian burr yang dihasilkan. Penentuan kondisi pemotongan dengan parameter yang telah ditentukan seperti pada tabel 1. Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 1. Kondisi pemotongan Parameter pemotongan Nilai Diameter mata pahat (d) (mm) 5 Kecepatan pemotongan (Vc) (m/min) 29 Kecepatan putaran spindle (n) (rpm) 1.846 Feeding (f) (mm/put) 0,1, 0,12, 0,14 Geometri mata pahat 118°, 125°, 135° Fluida pendingin Dromus, MQL, dry cutting 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Mesin CNC Pada penelitian ini penggurdian dilakukan menggunakan mesin CNC Milling Agma A-8 yang berada di Laboratorium Desain dan Manufaktur, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala. Dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3. Mesin CNC Milling Agma A-8 3.2.2 Mata Pahat Dalam penelitian ini mata pahat yang digunakan adalah mata pahat twist drill High Speed Steel (HSS) diameter 5 mm yang dapat dilihat pada gambar 4. Dengan sudut pahat divariasikan 118°, 125°, dan 135°. Gambar 4. Mata pahat HSS 3.2.3 Material Material yang menjadi objek pengamatan dalam penelitian ini adalah material stainless steel 304, dengan ukuran panjang 200 mm, lebar 150 mm, dengan ketebalan 2 mm. Lokasi lubang yang sudah dilakukan penggurdian ditunjukkan pada gambar 5. Gambar 5. Material benda kerja 3.2.4 Melihat bentuk dan jenis burr Bentuk dan jenis burr dari hasil penggurdian akan dilihat menggunakan mikroskop digital USB 1000x seperti pada gambar 6. Pembesaran objek yang dimiliki oleh mikroskop ini mencapai 1000 x, pengamatan ini bertujuan untuk melihat burr yang terbentuk pada lubang hasil dari pennggurdian. Gambar 6. Mikroskop digital USB 1000x 3.2.5 Mengukur ketinggian burr Alat yang digunakan untuk membantu peniliti dalam mengukur ketinggian burr adalah height gauge seperti ditunjukkan pada gambar 7. merupakan suatu alat ukur ketinggian dengan ketelitian 0,02 mm. Gambar 7. Height gauge 3.2.6 Fluida Pendingin Fluida pendingin mempunyai kegunaan khusus dalam proses gurdi, selain memperpanjang umur pahat, dalam beberapa kasus juga mampu menurunkan gaya dan memperhalus permukaan produk hasil pemesinan. Secara umum dapat dikatakan bahwa peran utama fluida pendingin adalah untuk mendinginkan dan melumasi. Dengan fluida pendingin, temperatur yang tinggi yang terjadi dilapisan luar benda kerja bisa dikurangi, sehingga tidak merubah stuktur metalografi benda kerja [9]. Pada penelitian ini, proses penggurdian menggunakan variasi fluida pendingin yaitu fluida pendingin dromus, MQL minyak nabati dan tanpa pendingin (dry cutting). 3.3 Set-up Pengujian Pada penelitian ini mesin yang digunakan untuk menggurdi plat baja tahan karat adalah mesin CNC Milling Agma A-8 dan menggunakan mata pahat HSS (High Speed Steel) diameter 5 mm. Langkah awal yaitu memanaskan mesin selama 15 menit agar suhu mesin stabil dan mempersiapkan cairan pendingin yaitu dromus dan memasang mata pahat High speed Steel (HSS). Selanjutnya, set up parameter pemotongan yang sudah ditentukan, dari Master Cam di input ke mesin CNC Milling Agma A-8 agar proses gurdi dapat di lakukan. Setelah itu dilanjutkan dengan pemasangan benda keja yang diikat dengan menggunakan clamp yang ada pada mesin. Dilanjutkan dengan proses penggurdian sesuai dengan parameter yang sudah ditetapkan, penggurdian pertama dikerjakan menggunakan fluida pendingin dromus dengan geometri sudut ujung pahat dan feeding yang sudah divariasikan, kemudian dilanjutkan dengan penggurdian menggunakan MQL dan diakhiri dengan penggurdian tanpa fluida pendingin (dry cutting). Setiap pengujian pada saat sebelum pemotongan dimulai, mata pahat terlebih dahulu diperiksa secara visual untuk mengevaluasi keausan pada mata pahat. Setelah penggurdian selesai maka dilakukan proses pengambilan data, diantaranya pengambilan data ketinggian burr menggunakan height gauge dan pengambilan data gambar dari bentuk dan jenis burr menggunakan mikroskop USB 1000x. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Bentuk dan Jenis Burr Setelah proses penggurdian selesai maka dapat dilihat bentuk dan jenis burr yang terbentuk pada material stainless steel menggunakan mikroskop USB 1000x. 4.1.1 Bentuk dan jenis burr pada geometri pahat 118° Data dari bentuk burr yang dihasilkan dari penggurdian stainless steel 304 menggunakan mata pahat HSS (High Speed Steel) dengan geometri pahat 118° menggunakan variasi fluida pendingin diperoleh burr berbentuk uniform burr pada masing-masing feeding yang digunakan, data dari bentuk burr dapat dilihat pada gambar dibawah ini Gambar 8. Bentuk burr menggunakan dromus dengan feeding (a) 0,1 mm/put, (b) 0,12 mm/put, (c) 0,14 mm/put Gambar 9. Bentuk burr menggunakan MQL dengan feeding (a) 0,1 mm/put, (b) 0,12 mm/put, (c) 0,14 mm/put Gambar 10. Bentuk burr tanpa fluida pendingin dengan feeding (a) 0,1 mm/put, (b) 0,12 mm/put, (c) 0,14 mm/put 4.1.2 Bentuk dan jenis burr pada geometri pahat 125° Data dari bentuk burr yang dihasilkan dari penggurdian stainless steel 304 menggunakan mata pahat HSS (High Speed Steel) dengan geometri pahat 125° dapat dilihat pada gambar dibawah ini, jenis burr yang dihasilkan umumnya berbentuk uniform burr pada setiap variasi fluida pendingin yang digunakan. Gambar 11. Bentuk burr menggunakan dromus dengan feeding (a) 0,1 mm/put, (b) 0,12 mm/put, (c) 0,14 mm/put Gambar 12. Bentuk burr menggunakan MQL dengan feeding (a) 0,1 mm/put, (b) 0,12 mm/put, (c) 0,14 mm/put Gambar 13. Bentuk burr tanpa fluida pendingin dengan feeding (a) 0,1 mm/put, (b) 0,12 mm/put, (c) 0,14 mm/put 4.1.3 Bentuk dan jenis burr pada geometri pahat 135° Data yang dihasilkan dari penggurdian stainless steel 304 menggunakan mata pahat HSS (High Speed Steel) dengan geometri pahat 135° menggunakan variasi fluida pendingin dapat dilihat pada gambar dibawah, jenis burr yang dihasilkan umumnya uniform burr dan pada feeding 0,12 mm/put dan 0,14 mm/put dengan dry cutting dihasilkan crown burr. Gambar 14. Bentuk burr menggunakan dromus dengan feeding (a) 0,1 mm/put, (b) 0,12 mm/put, (c) 0,14 mm/put Gambar 15. Bentuk burr menggunakan MQL dengan feeding (a) 0,1 mm/put, (b) 0,12 mm/put, (c) 0,14 mm/put Gambar 16. Bentuk burr tanpa fluida pendingin dengan feeding (a) 0,1 mm/put, (b) 0,12 mm/put, (c) 0,14 mm/put 4.2 Ketinggian burr Pengukuran ketinggian burr menggunakan height gauge didapatkan ketinggian burr yang dapat dilihat pada tabel 2. Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 2. Data ketinggian burr Geometri mata pahat Feeding (mm/put) Ketinggian Burr Fluida Pendingin Dromus MQL Dry Cutting 118° 0,1 0,31 0,26 0,46 0,12 0,34 0,29 0,58 0,14 0,38 0,32 0,62 125° 0,1 0,22 0,24 0,32 0,12 0,24 0,26 0,46 0,14 0,28 0,27 1,29 135° 0,1 0,18 0,2 1,45 0,12 0,21 0,25 2,27 0,14 0,24 0,27 2,51 Dari data ketinggian burr menunjukkan bahwa pada proses penggurdian stainless steel 304 menggunakan fluida pendingin dromus maupun MQL nilai ketinggian burr yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan dry cutting. Nilai burr tertinggi yaitu 2,51 mm diperoleh pada penggurdian dry cutting sedangkan nilai burr terendah dengan nilai 0,18 mm diperoleh pada penggurdian menggunakan fluida pendingin dromus. 4.3 Pengaruh fluida pendingin terhadap ketinggian burr pada variasi geometri pahat Pada penelitian ini dapat diketahui pengaruh dari fluida pendingin terhadap ketinggian burr pada variasi geometri pahat yang digunakan sebagai berikut. 4.3.1 Geometri pahat 118° Pada penggurdian stainless steel 304 menggunakan mata pahat HSS dengan geometri sudut ujung pahat 118° diperoleh data ketinggian burr seperti pada gambar 17. dapat dilihat bahwa fluida pendingin berpengaruh terhadap ketinggian burr, dimana dengan diberikan fluida pendingin dromus saat proses penggurdian, ketinggian burr yang dihasilkan cenderung lebih kecil dibandingkan dengan tanpa pendingin (dry cutting). Gambar 17. Grafik hubungan pengaruh fluida pendingin terhadap ketinggian burr pada geometri pahat 118° Selain fluida pendingin, ketinggian burr juga dipengaruhi oleh feeding seperti pada gambar 18, dapat dilihat bahwa semakin bertambahnya nilai feeding pada proses penggurdian maka ketinggian burr yang dihasilkan juga semakin bertambah. Gambar 18 Grafik hubungan pengaruh feeding terhadap ketinggian burr pada geometri pahat 118° Pada penggurdian menggunakan mata pahat HSS dengan geometri sudut ujung pahat 118° diperoleh nilai burr terkecil adalah 0,26 mm dengan menggunakan fluida pendingin MQL dan feeding 0,1 mm/put. Sedangkan untuk nilai burr tertinggi adalah 0,62 mm, pemotongan dry cutting dan feeding 0,14 mm/put. 4.3.2 Geometri pahat 125° Hubungan pengaruh fluida pendingin terhadap ketinggian burr pada geometri pahat 125° seperti pada gambar 19. dapat dilihat bahwa fluida pendingin memiliki pengaruh terhadap ketinggian burr, dimana saat penggurdian tanpa menggunakan fluida pendingin (dry cutting) ketinggian burr yang dihasilkan lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan fluida pendingin dromus. Gambar 19. Grafik hubungan pengaruh fluida pendingin terhadap ketinggian burr pada geometri pahat 125° Ketinggian burr juga dipengaruhi oleh variasi feeding yang digunakan seperti pada gambar 20. semakin bertambahnya feeding maka ketinggian burr yang dihasilkan juga semakin besar. Gambar 20 Grafik hubungan pengaruh feeding terhadap ketinggian burr pada geometri pahat 125° Pada penggurdian stainless steel 304 menggunakan geometri sudut ujung pahat 125° diperoleh nilai burr terkecil adalah 0,22 mm pada penggunaan fluida pendingin dromus dengan feeding 0,1 mm/put, dan nilai burr tertinggi adalah 1,29 mm, tanpa fluida pendingin dan feeding 0,14 mm. 4.3.3 Geometri pahat 135° Pada gambar 21. Hubungan pengaruh fluida pendingin terhadap ketinggian burr pada geometri pahat 135° dapat dilihat bahwa fluida pendingin memiliki pengaruh terhadap ketinggian burr dimana saat diberikan dromus ketinggian burr yang terbentuk rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan tanpa pendingin (dry cutting). Gambar 21 Grafik hubungan pengaruh fluida pendingin terhadap ketinggian burr pada geometri pahat 135° Tidak hanya fluida pendingin, ketinggian burr pada penggurdian menggunakan geometri pahat 135° juga dipengaruhi oleh feeding seperti pada gambar 22, ketinggian burr meningkat seiring dengan meningkatnya nilai feeding yang digunakan. Gambar 22. Grafik hubungan pengaruh feeding terhadap ketinggian burr pada geometri pahat 135° Nilai burr terkecil pada penggurdian dengan geometri sudut ujung pahat 135° adalah 0,18 mm dengan feeding 0,1 mm/put, tanpa pendingin (dry cutting). Sedangkan untuk nilai burr tertinggi adalah 2,51 mm, dry cutting dan feeding 0,14 mm/put. 4.4 Data hasil ketinggian burr terendah Dari hasil percobaan pada penelitian ini, diperoleh data bentuk dan ketinggian burr terendah yang dapat dibedakan berdasarkan geometri pahat dan fluida pendingin yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini. Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 3. Data hasil ketinggian burr terendah Geometri pahat Fluida pendingin Feeding Ketinggian burr Bentuk burr 118° MQL 0,1 0,26 mm Uniform burr 125° Dromus 0,1 0,22 mm Uniform burr 135° Dromus 0,1 0,18 mm Uniform burr Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa bentuk burr yang dihasilkan adalah uniform burr dengan ketinggian burr terendah didapatkan pada penggurdian menggunakan geometri pahat 135° dengan fluida pendingin dromus dan feeding 0,1 mm/put diperoleh ketinggian burr 0,18 mm, parameter inilah yang dapat meminimalisir terjadinya burr pada penggurdian stainless steel 304 menggunakan mata pahat HSS (High Speed Steel). 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian proses penggurdian stainless steel 304 menggunakan mata pahat HSS (High Speed Steel) dengan variasi geometri pahat dan fluida pendingin dapat diambil kesimpulan bahwa geometri pahat dan fluida pendingin berpengaruh terhadap terbentuknya burr. Terbukti pada penelitian ini dengan diberikannya fluida pendingin pada proses penggurdian dapat meminimalisir ketinggian burr dibandingkan dengan tanpa fluida pendingin (dry cutting) Gerak pemakanan (feeding) sangat berpengaruh terhadap bentuk dan ketinggian burr, dimana semakin besar nilai feeding maka burr yang dihasilkan oleh pemotongan menggunakan mata pahat HSS (High Speed Steel) dengan geometri pahat 118°, 125°, dan 135° relatif semakin besar. Dari penelitian ini diperoleh parameter yang sesuai untuk meminimalisir terbentuknya burr yaitu dengan menggunakan geometri sudut ujung pahat 135° dan fluida pendingin dromus dengan nilai feeding 0,1 mm/put diperoleh ketinggian burr 0,18 mm. Penghargaan Ucapan terimakasih kepada : Bapak Dr. Ir. Muhammad Rizal, S.T, M.Sc selaku Dosen Pembimbing. Bapak Dr. Ir. Husni, M.Eng, Sc selaku Dosen Co.Pembimbing. Kepada ayah dan ibu yang senantiasa selalu mendoakan dan memberi dorongan kepada peneliti. Kepada seluruh teman-teman yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Daftar Pustaka Abdelhafeez, A. M., Soo, S. L., Aspinwall, D. K., Dowson, A., & Arnold, D. (2015). Burr formation and hole quality when drilling titanium and aluminium alloys. Procedia CIRP, 37, 230–235. Aulia, U., Zaini, Y., & Yullah, S. H. (2018). Pengaruh Spindle Speed Dan Feed Rate Terhadap Pembentukan Burr Dan Keakurasian Dimensi Lubang Pada Material Kuningan Menggunakan Teknologi Micro-Drill Machining. Jurnal Teknik Mesin Unsyiah, 6(Juni), 1–7. Costa, E. S. (2010). Burr Produced on the Drilling Process as a Function of Tool Wear and Lubricant-Coolant Conditions. Journal of the Brazillian Society of Mechanical Sciences and Engineering, 31, 57–63. Rahdiyanta, D. (2010). Buku 4 Proses Gurdi (Drilling). Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Efstathiou, C., Vakondios, D., & Antoniadis, A. (2016). Finite Element Modeling and Experimental Study of Burr Formation in Drilling Processes. International Mechanical Engineering Congress and Exposition, 50527. Franczyk, E., Slusarczyk, L., & Zebala, W. (2020). Drilling Burr Minimization by Changing. Materials, 13(14), 3207. Hellstern, C., & Systems, V. M. (2016). Investigation of Interlayer Burr Formation in the Drilling of Stacked Aluminum Sheets Cody Hellstern. International Journal of Innovation in Mechanical Engineering and Advanced Materials, 11 (3), 230-248. Patil, R., Shinde, S., Marla, D., & Joshi, S. (2016). Experimental analysis of burr formation in drilling of TI-6AL-4V alloy. International Journal of Mechatronics and Manufacturing Systems, 9(3), 237-253. Matsumura, T., & Leopold, J. (2010). Simulation of Drilling Process for Control of Burr Formation. Journal of Advanced Mechanical Design, Systems, and Manufacturing, 4(5), 966–974. Sreenivasulu, R., & Rao, C. S. (2015). Overview on Burr Formation, Simulation and Experimental Investigation of Burr size — based on Taguchi Design of Experiments during Drilling of Alluminium 7075 Alloy. Akgec International Journal of Technology, 7(1), 24–30. Romli. (2013). Analisis Sifat Mekanis Pengaruh Proses Pengelasan Baja Tahan Karat. Jurnal Austenit, 5 (1), 21–34. 1