Academia.eduAcademia.edu

Problematika Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf

2020, Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam

Waqf is a very noble deed. Each waqf property must be managed and developed in accordance with the philosophical values of wisdom, which is to be good for social life and charity that always flows to the waqf. Such a goal, will not be achieved if the management of waqf is contrary to Islamic law and legislation, such as the management that occurred in Meureubo District caused a lot of problems. Therefore, this study formulates the management of waqf land, obstacles, and strategies for developing waqf land in Meureubo Sub-district, West Aceh District. This research is qualitative descriptive with a case study method or approach, carried out at KUA and Meureubo District communities. Data collection technique’s through interviews is observation and documentation. Data analysis techniques are carried out by data reduction, data presentation, and data verification to formulate the concept of findings based on waqf management theory. The result of the research shows that: (1) Management o...

Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam Vol. 2, No. 2, 219-231, 2020 Problematika Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf (Studi Kasus di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat) Wildan Mukhalad Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh wildan.mukhalad@gmail.com Abstract Waqf is a very noble deed. Each waqf property must be managed and developed in accordance with the philosophical values of wisdom, which is to be good for social life and charity that always flows to the waqf. Such a goal, will not be achieved if the management of waqf is contrary to Islamic law and legislation, such as the management that occurred in Meureubo District caused a lot of problems. Therefore, this study formulates the management of waqf land, obstacles and strategies for developing waqf land in Meureubo Sub-district, West Aceh District. This research is qualitative descriptive with a case study method or approach, carried out at KUA and Meureubo District communities. Data collection technique’s through interviews is observation and documentation. Data analysis techniques are carried out by data reduction, data presentation and data verification to formulate the concept of findings based on waqf management management theory. The result of the research shows that: (1) Management of waqf land management in Meureubo is not implemented well, because the manager is in the form of individual. This form does not give birth to two management indicators that are: planning and organizing. (2) Obstacles in the management of waqf land are: lack of community understanding about waqf, lack of awareness of wakif and nazir waqf, weak government institutional role, low quality human resources and lack of supervision. (3) The strategies are: a) synergy between agencies or institutions, b) socialization of the representatives, c) improvement of the quality of the waqf ruling. Keywords: management; development; waqf land A. Pendahuluan Penelitian ini dilatarbelakangi oleh berbagai kasus perwakafan yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Kasus perwakafan yang dimaksud adalah adanya tanah wakaf yang tidak berhasil guna seperti yang diharapkan, baik seperti yang tertuang dalam undang-undang perwakafan maupun tujuan wakaf dari sudut pandang syar’i yaitu digunakan untuk ibadah dan/atau kesejahteraan umum. 1 1 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Jakarta: Prenada Media, 2003), 234. Problematika Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf (Studi Kasus di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat) Pada dasarnya, wakaf merupakan suatu perbuatan yang sangat baik, oleh karena itu, setiap harta wakaf dalam pemanfaatannya harus berhasil digunakan sesuai dengan filosofis pensyariatannya yaitu untuk memberikan kebaikan bagi kehidupan sosial mawquf ‘alaih (penerima wakaf). Hal ini juga akan menjadi amal yang terus mengalir kepada si pewakaf, 2 sebagaimana yang tersebut dalam dalil pensyariatan wakaf itu yaitu: ‫ إذا مات ابن آدم انقطع عمله إال‬:‫صلى هللا عليه وسلم قال‬- ‫ أن رسول هللا‬،‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه‬ 3 .)‫ أو ولد صالح يدعو له (رواه مسلم‬،‫ أو علم ينتفع به‬،‫ صدقة جارية‬:‫من ثالث‬ Artinya: Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda: Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat baginya dan anak saleh yang selalu mendoakannya. Tujuan wakaf yang dimaksud di atas, tidak akan tercapai bila pengelolaannya tidak sesuai dengan tuntutan syariat. Di antara kasus wakaf yang pengelolaannya tidak sesuai dengan tujuannya adalah kasus hilangnya tanah wakaf yang terjadi di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Tanah wakaf dimaksud, tidak dikelola dengan baik bahkan menyebabkan tanah wakaf tersebut hilang. Dari hasil wawancara dan dokumentasi yang diperoleh pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Meureubo diketahui bahwa, tanah wakaf yang hilang tersebut berlokasi di Gampong Ujong Tanoh Darat seluas 1290 M2, diperuntukkan pewakaf untuk pembangunan masjid.4 Tanah seluas 1290 M2, diungkapkan Kepala Penyelenggara Zakat dan Wakaf Kankemenag Kabupaten Aceh Barat bahwa sertifikatnya sudah diurus ke KARAZAWA (Kepala Penyelenggara Zakat dan Wakaf) Kankemenag Aceh Barat. Saat pengecekan ke lapangan, ternyata tidak ditemukan (tidak ada lagi), atau tidak lagi 2 Al-Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah (Mesir: Dar al- Fikr, t.th.), Jilid III, 378. Bandingkan juga dengan Muhammad Jawad Mughniyah, al-Ahwal al-Syakhshiyyah, (Mesir: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1964), 301; Anton Widyanto, “Pengembangan Fiqh Di Zaman Modern,” Jurnal Ilmiah Islam Futura 10, no. 2 (February 1, 2011): 82–100, https://doi.org/10.22373/JIIF.V10I2.46. 3 Muslim ibn al-Ḥajjaj al-Qushayri, Ṣaḥiḥ Muslim (California: Dar al-Ma’rifah, 1994), 239. 4 Dokumentasi Kantor Urusan Agama Kecamatan Meureubo, Kab. Aceh Barat dikutip Tanggal 6 Desember 2016. 220 | Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam Vol. 2, No. 2, 2020 Wildan Mukhalad atas nama pewakaf. 5 Penyebab hilangnya tanah tersebut dinyatakan oleh Tuha Gampong karena dijual oleh Kepala Desa bersama ahli waris ketika pewakaf telah meninggal dunia.6 Kasus perwakafan lainnya di Kecamatan Meureubo yaitu hilangnya tanah wakaf yang berlokasi di Gampong Pasi Pinang seluas 315 M2, tanah diperuntukkan untuk Masjid. Tanah tersebut adalah wakaf dari Muhammad Daud yang diikrarkan untuk keperluan perluasan dan pengembangan lokasi mesjid Gampong Pasi Pinang dengan menunjukkan Abu Bakar sebagai nazir wakafnya. Ikrar wakaf tanah wakaf tersebut sampai saat ini belum dilakukan, hal ini akibat dari kelalaian dan keterlambatan nazir selaku penanggung jawab penyelamatan harta wakaf. Kasus ini bermula setelah tanah wakaf milik Muhammad Daud dijual dan dipindahkan lokasinya dari yang dekat dengan rumah masyarakat dengan tanah lain yang berada di samping Masjid, ini bertujuan untuk memudahkan dalam pembangunan dan perluasan mesjid ke depannya. 7 Status tanah ini menurut Kepala Penyelenggara Zakat dan Wakaf (KARAZAWA) Kankemenag Kab. Aceh Barat, bahwa sertifikatnya telah diurus ke KARAZAWA Kankemenag Aceh Barat dan sudah dilanjutkan proses Badan Pertanahan Negara (BPN). Saat dilakukan pengukuran tanah oleh pihak Badan Pertanahan Negara (BPN) dan KARAZAWA, tanah itu telah dijual dan dialihkan lokasinya oleh ahli waris. Mengingat lokasi tanah wakaf yang sudah beralih dan data ikrar wakaf di lokasi yang di samping Masjid belum ada, maka pihak Badan Pertanahan Negara (BPN) membatalkan sertifikat tanah wakaf tersebut.8 Selain dua kasus kehilangan tanah wakaf di atas, terdapat kasus-kasus lainnya, yaitu kesalahan pemanfaatan tanah wakaf seperti yang terjadi pada tanah wakaf Darul Hikmah Gampong Peunaga Rayeuk Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat seluas 1939 M2, pemilik tanah yaitu Imam Syafi’i dalam ikrarnya memperuntukkan untuk perluasan lokasi dan pengembangan Masjid. Namun, oleh Nazir yaitu Saidi Ansari, pada saat melengkapi bahan administrasi pengurusan sertifikat tanah tersebut ke Badan Pertanahan Negara (BPN) terlebih dahulu mengubah peruntukan ikrar wakaf 5 Wawancara dengan Irwandi, SE, Kepala Penyelenggara Zakat dan Wakaf Kankemenag Kab. Aceh Barat, Tanggal 6 Desember 2016. 6 Wawancara dengan Ismail, Tuha Peut Gampong Ujong Tanoh Darat, Tanggal 7 Desember 2016. 7 Dokumentasi tanah perwakafan di Kecamatan Meurebo dikutip dari Kantor Kankemenag Kab. Aceh Barat, Tanggal 6 Desember 2016. 8 Wawancara dengan Irwandi, SE, Kepala Penyelenggara Zakat dan Wakaf Kankemenag Kab. Aceh Barat, Tanggal 6 Desember 2016 Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam Vol. 2, No. 2, 2020 | 221 Problematika Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf (Studi Kasus di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat) dalam lembaran Akta Ikrar Wakaf (AIW) asli yang dipinjam di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kaway XVI.9 Ikrar semula yaitu “untuk keperluan perluasan lokasi dan Pengembangan Masjid Darul Hikmah Peunaga Rayeuk”, kemudian ditambahkan kata-kata “dan pesantren” sehingga menjadi “untuk keperluan perluasan lokasi dan Pengembangan Masjid dan Pesantren Darul Hikmah Peunaga Rayeuk. Perkembangan selanjutnya, dari pengelolaan tanah wakaf Darul Hikmah Gampong Peunaga Rayeuk dialihfungsikan oleh nazir wakaf untuk masjid dan pesantren, bahkan dalam pengelolaan lanjutannya, pesantren tersebut sangat berkembang menjadi pesantren modern Darul Hikmah yang menyediakan pemondokan asrama untuk para santri. Dalam hal ini nazir juga mengubah namanya pada plang nama “Tanah Wakaf Mesjid Darul Hikmah Peunaga Rayeuk” menjadi “Yayasan Wakaf Darul Hikmah Peunaga Rayeuk”. Tindakan nazir seperti gambaran di atas, membuat ahli waris pewakaf Darul Hikmah tersebut merasa keberatan disebabkan perubahan nama dan peruntukannya yang sudah tidak sesuai dengan data ikrar wakaf. Bahkan pihak ahli waris menganggap nazir wakaf tidak amanah karena telah menukar/mengubah peruntukannya dan mengambil keuntungan pribadi dengan cara pemanfaatan tanah wakaf tersebut. Kejadian ini telah memunculkan berbagai permasalahan, sehingga ahli waris dan sebahagian masyarakat bersama aparat Gampong menggugat nazir wakaf. Menurut ahli waris dan masyarakat setempat, gugatan tersebut disebabkan nazir saat ini tidak amanah dan tidak menjalankan fungsi dan tugasnya sebagaimana peraturan, dan telah mencederai amanah dari pewakaf. 10 Selain kasus-kasus di atas, terdapat banyak kasus lainnya. Dari data Kankemenag Aceh Barat terungkap bahwa di Kecamatan Meureubo terdapat 45 lokasi tanah wakaf. Dari 45 lokasi tersebut yang sudah besertifikat hanya 26 lokasi, 8 lokasi sudah didaftarkan ke BPN (Badan Pertanahan Negara) tetapi belum keluar sertifikatnya dan sisanya sebanyak 11 lokasi tanah wakaf belum didaftarkan ke BPN, sehingga jumlah tanah wakaf yang belum mendapatkan sertifikat di Kecamatan Meureubo sebanyak 19 lokasi. 11 9 Sebelum pemekaran Kecamatan Tahun 2002, Gampong Peunaga Rayeuk masih dalam wilayah Kecamatan Kaway XVI. 10 Surat Putusan Rapat Ahli Waris tanah wakaf Darul Hikmah Gampong Peunaga Rayeuk,13 Desember 2011. 11 Farid Wadjdy dan Mursyid, Wakaf untuk Kesejahteraan Umat (Filantropi Islam yang Hampir Terlupakan), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 142. 222 | Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam Vol. 2, No. 2, 2020 Wildan Mukhalad Kasus-kasus di atas, mulai dari kehilangan tanah wakaf dan kesalahan pemanfaatan tanah wakaf, serta banyaknya tanah wakaf yang belum besertifikat di Kecamatan Meureubo, mengindikasikan bahwa, banyak tanah saat ini belum dikelola sesuai dengan tuntunan syariat dan bertentangan dengan tujuan wakaf itu sendiri. Hal ini mengakibatkannya tanah wakaf tidak dapat digunakan untuk umat, hilangnya manfaat dari pewakaf serta tanah wakaf tidak dapat dilindungi oleh negara. Permasalahan di atas menarik perhatian penulis untuk meneliti secara lebih jauh dan mendalam tentang pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Sehingga, permasalahan ini akan ditemukan solusinya. Bagaimana manajemen pengelolaan tanah wakaf di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, dan Bagaimana hambatan dan strategi pengembangan tanah wakaf di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat? B. Metode Penelitian Penelitian ini adalah bersifat penelitian lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta fakta yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk melihat keadaan nyata yang terjadi di masyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, kemudian dilakukan identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah. Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris, yaitu suatu pendekatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang bagaimana hubungan hukum dengan masyarakat serta faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hukum dalam masyarakat. Sumber data yang dimaksud dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.12 Penelitian ini menggunakan dua sumber data, sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer, yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya. Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Meureubo, Kasi Penyelenggara Syari’ah Kabupaten Aceh Barat dan tokoh masyarakat di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. 12 Suharsimi Arikunto, Preosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 129. Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam Vol. 2, No. 2, 2020 | 223 Problematika Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf (Studi Kasus di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat) Sumber data skunder dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Data-data sekunder tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen yang didapatkan dari berbagai sumber lainnya, seperti buku-buku ilmiah, diantaranya adalah buku yang dikarang oleh Abdul Halim yang berjudul: Hukum Perwakafan di Indonesia, Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sumber, baik lapangan maupun sumber-sumber lain yang mendukung. Peneliti menganalisis masalah pada penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan teknik induktif, yaitu sebuah analisis yang mengangkat fakta-fakta khusus dan peristiwa konkret untuk dijadikan sebuah kesimpulan yang bersifat umum. Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan mengenai problematika pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Analisis dilakukan dengan pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan hukum yang digunakan untuk mengkaji data dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum Islam yang sesuai dengan al-Qur’an, Hadis atau pendapat para ulama. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Manajemen Pengelolaan Tanah Wakaf pada Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Ada dua indikator masalah dalam manajemen pengelolaan wakaf di Kecamatan Meureubo. Pertama, manajemen pengelolaannya tidak dilakukan oleh nazir, namun dilakukan oleh KUA. Meskipun demikian, perencanaannya banyak yang tidak terealisasi disebabkan KUA tidak menjadi pihak yang langsung mengelola tanah wakaf. Kedua, Pengorganisasian dalam pengelolaan wakaf, baik pada pihak nazir maupun KUA, keduanya tidak mengimplementasikan manajemen yang baik dalam pengelolaan tanah wakaf di Kecamatan Meureubo. Menurut penulis, gambaran kedua poin di atas memperjelas bahwa tugas pengelolaan wakaf di Kecamatan Meureubo menjadi samar-samar antara pihak KUA dengan nazir wakaf. Hal ini terbukti dari pengelolaan data-data wakaf yang belum tertata rapi. Seharusnya, pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf itu perlu dilaksanakan secara terorganisasi, agar harta wakaf dapat berkembang dan pengelolaannya berjalan dengan baik sesuai dengan fungsi dan tujuan wakaf. 224 | Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam Vol. 2, No. 2, 2020 Wildan Mukhalad Sesuai dengan fungsi dan tujuannya, seharusnya pelaksanaan manajemen wakaf yang dikelola wakaf memiliki sistem, prosedur dan mekanisme kerja nazir. Hal ini penting agar pembagian tugas tidak terikat oleh satu orang, melainkan terikat kepada prosedur dan aturan. Selain itu, ada upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan ekonomi kaum dhu‘afa serta pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kemudian hal yang sangat penting adalah manajemen pengelolaannya harus profesional dan transparan. Selain hal di atas, kesamar-samaran pengelolaan wakaf juga disebabkan oleh struktur birokrasi, KUA sebagai lembaga pengelola wakaf secara hierarki garis koordinasinya dengan Bimas Islam (Kemenag), sementara wakaf sendiri garis kordinasinya dengan penyelenggara syariah, sehingga setiap monitoring, wakaf tidak pernah disentuh karena wakaf di Kemenag gabung dengan zakat. karenanya wakaf menjadi pekerjaan kedua setelah zakat. Sementara di KUA, pengelolaan wakaf juga menjadi pekerjaan yang kedua setelah urusan administrasi pernikahan. Kurang jelasnya posisi wakaf baik di Kemenag yang pengelolaannya gabung dengan zakat dan di KUA gabung dengan pernikahan membuat manajemen wakaf belum terkelola dengan baik dan rapi. Hal teknis lainnya, di KUA tidak tersedia staf yang secara khusus menangani pengelolaan wakaf. Semua urusan yang berhubungan dengan wakaf masih dipegang langsung oleh kepala KUA, sehingga berkembang atau tidaknya wakaf di KUA bergantung pada cara kepala KUA itu mengelola wakaf itu sendiri. 13 Terkait nazir, menurut penulis juga masih banyak ditemukan permasalahannya, di antaranya adalah masih banyak ditemukan nazir yang masa jabatannya melebihi 5 tahun, 14 padahal menurut Peraturan Pemerintah No.42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Wakaf menyebutkan bahwa “Masa bakti nazir adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali. Pengangkatan kembali nazir dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia, apabila yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam periode sebelumnya sesuai ketentuan prinsip syariah dan Peraturan Perundang-undangan”. Sesuai dengan peraturan ini nazir hanya mempunyai masa bakti 5 tahun dan bisa 13 Hasil wawancara dengan Maturidi, Penyusun Bahan Kerumahtanggaan Kantor Urusan Agama Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat pada tanggal 12 April 2018. 14 Muhamamad Ubaid Abdullah al-Kubaisyi, Ahkam al-Wqf fi Syari’at al-Islamiyah, (Bagdad: Mathba’ah al-Irsyad, 1977), juz 2, 187-203. Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam Vol. 2, No. 2, 2020 | 225 Problematika Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf (Studi Kasus di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat) diangkat kembali oleh Badan Wakaf Indonesia jika pada masa bakti sebelumnya mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. 2. Hambatan Pengelolaan dan Pengembangan Tanah wakaf di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Hambatan dalam pengembangan harta wakaf di Kecamatan Meureubo antara lain disebabkan karena kurangnya pemahaman masyarakat Kecamatan Meureubo tentang perwakafan. Masyarakat Kecamatan Meureubo umumnya beranggapan bahwa harta wakaf hanya sebatas benda tak bergerak, yaitu tanah. Jarang ada pada masyarakat Meureubo yang mewakafkan dalam bentuk tunai dan produktif. Padahal benda bergerak pun bisa diwakafkan, antara lain surat-surat berharga, uang, logam, dan lainnya. Selain kurangnya pemahaman yang utuh tentang wakaf, juga belum menyadari pentingnya wakaf dalam kehidupan dan kesejahteraan masyarakat banyak. 15 Kurangnya kesadaran para pewakaf dan nazir di Kecamatan Meureubo Lemahnya peran kelembagaan pemerintah termasuk Kementrian Agama di Aceh Barat yang menangani persoalan zakat dan wakaf berpengaruh dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf. Terutama persoalan pengembangannya, penekanan kepada nazir sebagai pengelola belum sepenuhnya dikerahkan. Padahal dengan lahirnya Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 diharapkan pengembangan wakaf dapat dirasakan. Akan tetapi, hal ini belum sepenuhnya mendapat respons positif dari masyarakat. Dalam pengelolaan wakaf, pihak yang paling berperan berhasil tidaknya dalam pemanfaatan harta wakaf adalah nazir wakaf. Dalam hal ini, yang menjadi hambatan dalam pengelolaan wakaf yaitu keberadaan nazir wakaf yang masih tradisional. Kurangnya sosialisasi dari pihak berwenang menyebabkan masyarakat merasa asing akan perbincangan masalah wakaf, apalagi masalah wakaf harta yang tidak bergerak/ produktif .Hal ini seperti diungkapkan oleh KUA bahwa pengetahuan masyarakat masalah wakaf hanya sebatas amalan, baik itu dalam bentuk ibadah dan pendidikan, persoalan wakaf belum sepenuhnya diketahui. Memang lembaga pemerintah, termasuk KUA melakukan sosialisasi kepada masyarakat, 15 akan tetapi Hasil wawancara dengan Safrizal, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat pada tanggal 12 April 2018. 226 | Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam Vol. 2, No. 2, 2020 Wildan Mukhalad hal ini diakui masih kurang dan belum maksimal, sehingga pemahaman masyarakat tentang wakaf belum sampai pada tingkat pemanfaatan yang maksimal. 16 3. Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Tanah wakaf di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat a) Sinergi Lintas Instansi Harus diakui bahwa berbagai upaya pengembangan wakaf telah dilakukan, baik dari organisasi massa Islam, nazir, perguruan tinggi, LSM, pemerintahan sendiri namun belum mendapatkan hasil yang maksimal. maupun Lahirnya Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya merupakan bukti bahwa pemerintah menggarap wakaf sebagai payung hukum untuk mengembangkan perwakafan di masa mendatang. Bahkan upaya pemerintah meregulasi peraturan terkait dengan masalah tersebut masih terus dilakukan dengan tujuan untuk memberdayakan lembaga-lembaga keagamaan secara optimal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat banyak. Namun, upaya pemerintah tersebut perlu didukung kerja sama, sinergi dan keseriusan semua pihak yang terkait (stakeholders) agar wakaf benar-benar berdampak positif bagi masyarakat. Tidak terkecuali di Kecamatan Meureubo dalam wawancara terungkap belum optimalnya paham, peran dan sinergi para pejabat teknis di Lingkungan Kementrian Agama dengan para pihak yang terkait terhadap upaya pemerintah pusat untuk memberdayakan wakaf. Pejabat teknis lebih berkutat pada penanganan yang bersifat linier dibandingkan menciptakan gagasan strategis dalam mengembangkan wakaf yang lebih berwawasan sosial dan lebih bermanfaat. Praktek wakaf yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Meureubo saat ini belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien, sehingga dalam berbagai kasus harta wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum atau harta benda wakaf yang semestinya yang bisa diproduktifkan tetapi tidak diproduktifkan, seperti diinginkan atau yang ada pada Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yakni Pasal 43 ayat (2). 16 Hasil wawancara dengan Safrizal, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat pada tanggal 12 April 2018. Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam Vol. 2, No. 2, 2020 | 227 Problematika Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf (Studi Kasus di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat) b) Sosialisasi Perundang-undangan Hadirnya Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, sesungguhnya dapat memberikan harapan yang cukup cerah dalam upaya penyelamatan dan pemberdayaan serta pengembangan wakaf untuk kesejahteraan masyarakat secara umum. Akan tetapi, sosialisasi dan pelaksanaannya sampai sekarang belum tampak menggembirakan. Barangkali lokakarya wakaf ini merupakan salah satu wujud dari sosialisasi dan upaya pelaksanaan undang-undang tersebut, serta upaya pengembangannya secara maksimal. Atas dasar itulah maka Kementrian Agama Kab Aceh Barat perlu melakukan sosialisasi atas peningkatan kinerja para nazir dalam melaksanakan tugasnya sebagai nazir wakaf, agar pengelolaan wakaf dapat dilakukan secara benar, profesional, sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku, sejalan dengan sesuai hukum syariah dan juga hukum positif. Selain hal di atas, sosialisasi perlu juga dilakukan tentang sertifikat wakaf, karena saat ini masih banyak tanah wakaf di Kecamatan Meureubo yang belum mempunyai sertifikat tanah wakaf. Hal ini perlu dilakukan mengingat masih banyak tanah wakaf tidak mempunyai bukti perwakafan, seperti surat-surat yang memberikan keterangan bahwa tanah tersebut telah diwakafkan. Ditemukannya tanah wakaf yang tidak mempunyai bukti administratif tersebut disebabkan banyak para pewakaf yang menjalankan tradisi lisan dengan kepercayaan yang tinggi ketika mewakafkan tanahnya kepada nazir perorangan maupun lembaga. c) Peningkatan kualitas nazir dan lembaga wakaf Nazir sebagai salah satu pihak yang berpengaruh dalam bidang pengelolaan dan pengembangan wakaf, harus banyak memberikan cara atau metode agar wakaf tersebut tidak terbengkalai dan dapat dimanfaatkan dengan baik, sebagaimana tugasnya mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya, artinya bahwa suatu upaya harus profesional, baik dalam pengelolaan dan manajemennya. Di samping itu, nazir juga harus melakukan pengadministrasian, mengawasi dan melindungi harta wakaf, serta melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Badan Wakaf Indonesia. Namun atas tugas-tugasnya tersebut Nazir dapat menerima imbalan sebagai haknya maksimal 10% dari hasil bersih pengelolaan dan pengembangan harta wakaf tersebut. 228 | Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam Vol. 2, No. 2, 2020 Wildan Mukhalad Dalam hal ini, Kemenag Aceh Barat dapat membuat pembinaan kepada nazir wakaf, misalkan diangkat pembahasannya “pembinaan manajemen dan administrasi pengelolaan wakaf”, karena selama ini belum pernah dilakukan pembinaan dengan model demikian. Apabila program ini dilakukan Kemenag secara maksimal, maka akan dapat mengubah cara berpikir nazir yang masih tradisional menjadi lebih modern dan memahami tentang wakaf serta mempunyai kreativitas dalam mengembangkan harta wakaf yang ada. Selain itu, Kemenang Aceh Barat juga perlu melakukan penertiban masa periode nazir. Nazir yang sudah melebihi masa jabatan dan SDM nazir yang tidak profesional menyebabkan perkembangan wakaf yang ada di Kecamatan Meureubo terhambat. Berdasarkan hal tersebut program yang direncanakan KUA dan Kemenag ini akan dapat mengubah dan menertibkan nazir yang sudah melebihi masa jabatan dan digantikan oleh nazir yang mempunyai keilmuan dalam bidang perwakafan agar perwakafan di Kecamatan Meureubo dapat berkembang secara maksimal dan sesuai dengan tujuannya. D. Penutup Manajemen pengelolaan tanah wakaf di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat tidak terlaksana dengan baik, disebabkan pengelola tanah wakaf atau nazirnya berbentuk perorangan. Bentuk ini tidak melahirkan perencanaan dan organizing sehingga banyak menimbulkan permasalahan. KUA Kecamatan Meureubo dalam tugasnya mencakup wakaf, namun bukan sebagai pengelola, KUA bertugas hanya memberikan informasi dan administrasi dalam pencatatan tanah wakaf dan ikrarnya saja. KUA Kecamatan Meureubo sebenarnya mempunyai perencanaan dan organizing namun tidak menyentuh pengelolaan wakaf secara khusus, hal ini disebabkan KUA bukan kantor khusus pengelolaan perwakafan namun digabung dengan bidang pernikahan. Hambatan dalam pengelolaan tanah wakaf di Kecamatan Meureubo sangat banyak, karena pengelolaan dilakukan oleh perorangan bukan oleh lembaga yang berbadan hukum. Begitu pula penyerahan harta dari wakif kepada nazir mayoritasnya dilakukan secara lisan sesuai dengan ukuran sahnya dalam hukum Islam tanpa melihat perundang-undangan. Di antara hambatan dimaksud adalah: a) kurangnya pemahaman masyarakat tentang wakaf, b) kurangnya kesadaran wakif dan nazir wakaf, c) lemahnya Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam Vol. 2, No. 2, 2020 | 229 Problematika Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf (Studi Kasus di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat) peranah kelembagaan pemerintah, d) SDM wakaf yang berkualitas rendah dan e) kurangnya pengawasan. Oleh karena itu, perlu dilakukan strateginya yaitu: a) sinergitas antar instansi atau lembaga, b) sosialisasi perwakafan, c) peningkatan kualitas nazir wakaf. DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, Ciputat: Ciputat Press, 2005. Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Ahamad Rofiq, Hukum Islam Indonesia, Jakarta:. Raja Grafindo Persada, 1998. Ahmad Djalaluddin, Manajemen Qur’ani Menerjemahkan Idarah Ilahiyah dalam Kehidupan, Malang : UIN Press, 2007. Al-Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Mesir: Dar al- Fikr, t.th. Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2003. Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf, Jakarta: Direktorat Pembinaan Wakaf, 2007 Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Fiqih Wakaf, Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2006. Farid Wadjdy dan Mursyid, Wakaf untuk Kesejahteraan Umat (Filantropi Islam yang Hampir Terlupakan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Farid Wadjdy, Wakaf & Kesejahteraan Umat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Handoko, Manajemen, Yogyakarta: BPFE, 2003. Helmi Karim, Fiqih Muamalah, Jakarta: Grafindo Persada, 1997. Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008. Kementrian Agama RI, Quran Tajwid Maghfirah , Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006. Kurniati, Badan Hukum Sebagai Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam, Makassar: Alauddin University Press. 2013. M.A. Mannan, Sertifikat Wakaf Tuna Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, Jakarta: CIBER PKTTI-UI, 2001. Muhamamad Ubaid Abdullah al-Kubaisyi, Ahkam al-Wqf fi Syari’at al-Islamiyah, Bagdad: Mathba’ah al-Irsyad, 1977. 230 | Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam Vol. 2, No. 2, 2020 Wildan Mukhalad Muhammad Ismail Yusanto, Pengantar Manajemen Syariat Jakarta: KhairulBayan, 2002. Rozalinda, Manajemen Wakaf Produktif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015. Sakli Anggoro,“Pemanfaatan Tanah Wakaf Untuk Kegiatan Produktif (Studi Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Tanah Wakaf di Kabupaten Kudus)”. Tesis, Kudus: Universitas Muria Kudus. Siah Khosyi’ah, Wakaf dan Hibah Perspektif Ulama Fiqh dan Perkembangannya diIndonesia, Bandung: Pustaka Setia 2010. Sri Nurhayati, Akutansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2009. Sudono Sukirno, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999. Suhrawardi, Wakaf & Pemberdataan Umat, Jakarta: Sinar Grafika, 2010. Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Darul Ulum Press, 1994. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001. Tim Depag, Pola Pembinaan Lembaga Pengelola Wakaf (Nazhir) Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf DEPAG RI, 2004. Tim Penulis, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1999. Undang-Undang No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Wakaf Tahun 2012. Widyanto, Anton. Dilema Syariat Di Negeri Syariat: Kontekstualisasi Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana Zina Di Aceh. Edited by Maria Ulfah. Banda Aceh: NASA & Ar-Raniry Press, 2013. https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/2263/1/Buku Dilema Syariat di Negeri Syariat-Anton Widyanto.pdf. ———. “Pengembangan Fiqh Di Zaman Modern.” Jurnal Ilmiah Islam Futura 10, no. 2 (February 1, 2011): 82–100. https://doi.org/10.22373/JIIF.V10I2.46. Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam Vol. 2, No. 2, 2020 | 231