Academia.eduAcademia.edu

Menabur Benih Perdamaian

Menabur Benih Perdamaian Oleh: Saortua Marbun Salah satu keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat adalah kecakapan menyelesaikan konflik, menabur benih-benih damai demi memulihkan hubungan yang retak. Kemampuan ini tidak berkembangan dengan sendirinya di dalam diri manusia, keterampilan ini perlu dibina, diperlukan figur teladan, perlu dialami secara nyata, tidak hanya dituturkan. Konflik telah terjadi sepanjang kehidupan manusia, bisa terjadi di tempat kerja, di tengah keluarga. Konflik politik, konflik antar agama, konflik adat, konflik bisnis dan sebagainya. Manusia memerlukan figur juru damai, seseorang dengan soft skill merestorasi hubungan, memelihara situasi, menularkan spirit kedamaian. Tentu sangat kontras dengan apa yang terjadi belakangan ini, ada orang yang bertindak menyelesaikan konflik dengan kekerasan. Kedamaian menjauh, manusia saling balas menyerang, saling menyakiti, manusia beringas terhadap sesamanya. Jika ditelusuri akar-akarnya adalah minimnya kemampuan memecahkan konflik, buruknya kompetensi menebar kedamaian. Jadilah peace maker, jadilah pembawa damai. Tuhan Yesus berfirman, "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Matius 5:9) Para pembawa damai memiliki damai itu di dalam dirinya. Damai itu disemai dalam pribadi yang harmonis dengan Tuhan. Mustahil seseorang menjadi juru damai, jika tidak ada damai di dalam hatinya. Yesus memberkati para pembawa damai dan menyebut mereka berbahagia, mereka disebut anak-anak Allah. Para pembawa damai adalah orang-orang yang memiliki sifat-sifat ilahi, peace, shalom, salam artinya damai sejahtera. Bila hubungan yang retak tidak ditangani secara bijak, maka keadaan itu dapat merugikan diri sendiri. Pertama, karena konflik dan hubungan yang retak dapat mengganggu keselarasan pribadi dengan Tuhan. Seseorang tidak layak mendekat pada Tuhan bila hubungannya dengan sesama dicemari permusuhan, dicemari luka dan kebencian. Firman Tuhan berkata, "Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya."(1 Yohanes 4:20-21) Kedua, hubungan yang bermasalah menghambat doa. Itu sebabnya Tuhan memerintahkan seorang untuk melakukan rekonsiliasi bila ada konflik yang belum terselesaikan; sebelum mempersembahkan korban kepada Tuhan, sebelum sujud kepada Tuhan. Tuhan menginginkan agar manusia mengasihi sesamanya. Mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama dibina secara bersamaan, keharmonisan secara vertikal dan horizontal. Apakah anda ingin menjadi pembawa damai dan hidup berbahagia? Apakah anda berniat untuk menjadi anak-anak Allah yang membawa shalom, salam, damai sejahtera di dalam hidup sehari-hari? Tidak ada cara lain, pulihkan hubungan anda, berdamai. Buatlah tindakan langkah pertama untuk menciptakan damai, jadilah peace maker. Jangan menunggu waktu berlalu karena konflik tidak akan tuntas seiring berlalunya waktu. Konflik memerlukan kehadiran para pencipta perdamaian. Alamilah kebahagiaan sejati, berdamailah. Jangan menunda, karena penundaan hanya membuat hati semakin terluka. Damai sejahtera bagi dunia. Pos Bali Edisi Kamis, 2 April 2015