Academia.eduAcademia.edu

REFORMASI BIROKRASI LELANG JABATAN DI MATA KONSTITUSI

Agung Hidayat Mazkuri & Bayu Nugraha

REFORMASI BIROKRASI DENGAN SISTEM LELANG JABATAN DIMATA KONSTITUSI Pendahuluan. Negara merupakan kesatuan organisasi jabatan-jabatan (ambtenorganisatie)1 dan bersifat supra-struktur yang menjalankan fungsinya berdasarkan tataran organ yang disusun sedimikian sistematis agar mampu mencapai tujuan Negara (ius constitutum) secara kolektif dan berkesinambungan. Tugas negara dibagi menjadi 3 kelompok2, Pertama negara harus memberikan perlindungan kepada penduduk dalam wilayah tertentu. Kedua, negara mendukung atau langsung memberikan pelayanan kehidupan masyarakat dibidang social, ekonomi, dan kebudayaan. Ketiga, negara menjadi wasit yang tidak memihak antara pihak-pihak yang berkonflik dalam masyarakat serta menyediakan suatu sistem yudisial yang menjamin keadilan dasar dalam hubungan kemasyarakatan. Tidak bisa dipungkiri, semakin kompleksnya kebutuhan masyarakat saat ini juga mendorong semakin berkembangnya tindakan negara yang mampu mewadahi kompleksitas tersebut. Dalam hal ini hukum harus terus bergerak menyesuaikan diri dengan berbagai dinamika perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat agar senantiasa mampu berjalan dengan efektif dalam memenuhi rasa keadilan bagi rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Suatu negara hukum dalam menjalankan dan mencapai tujuan negara, dilaksanakan oleh sebuah pemerintahan. Arti pemerintah sendiri terdapat dua pengertian, yaitu pemerintah dalam arti luas dan pemerintah dalam arti sempit. Pemerintah dalam arti luas (regering) adalah pelaksanaan tugas seluruh badan-badan, lembaga-lembaga, dan petugas-petugas yang diserahi wewenang untuk mencapai 1 Ambtenorganisatie secara harfiah berasal dari Bahasa Belanda yang berarti organisasi jabatan-jabatan. Istilah ini dirumuskan oleh Logemann yang mengartikan hakikat negara yang merupakan kesatuan dari jabatan-jabatan yang tersusun secara sistematis dan menjalankan fungsinya masing-masing untuk mencapai tujuan negara itu sendiri. 2 Y Sri Pudyatmoko, 2009, (Perizinan,Problem dan Upaya Pembenahan) PT Gramedia Widiarsana Indonesia ,Jakarta hlm. 1 1 tujuan negara.3 Sedangkan pemerintah dalam arti sempit (bestuur) mencakup organisasi fungsi-fungsi yang menjalankan tugas pemerintahan4. Maka dalam tulisan ini yang dimaksud pemerintah ialah pemerintah dalam arti sempit. Pemerintahan dibentuk dengan maksud untuk membangun peradaban dan menjaga sistem ketertiban sosial, sehingga masyarakat bisa menjalani kehidupan secara wajar dalam konteks kehidupan bernegara. Dalam perkembangannya, konsep pemerintahan mengalami transformasi paradigma dari yang serba negara ke orientasi pasar (market or public interest), dari pemerintahan yang kuat, besar, dan otoritarian ke orientasi small and less government, egalitarian, dan demokratis serta tranformasi sistem pemerintahan dari yang sentralistik ke desentralistik5. Penyelenggaraan Pemerintahan yang baik adalah landasan dasar bagi penerapan dan penyusunan kebijakan Negara Demokratis di era negara modern, era globalisasi dan era demokrasi pada dewasa ini. Fenomena demokrasi di tandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sedangkan fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungannya antar bangsa (interpendensi). Adanya kedua fenomena tersebut, secara langsung maupun tidak, berdampak pada re-definisi peran para pelaku penyelenggara pemerintahan, dari posisi yang serba mengatur dan mendikte ke posisi sebagai fasilitator. Dalam berbagai undang-undang yang menguasai peradilan administrasi di Belanda, Asas-Asas Pemerintahan yang baik (AAUPB) disebut sebagai dasar bandingan dan atau pengujian (antara lain pasal 8 ayat 1 dibawah WET AROB). ABBB adalah asas-asas hukum tidak tertulis, dimana untuk keadaan-keadaan tertentu dapat ditarik aturan-aturan hukum yang dapat diterapkan. Dalam praktek hukum Belanda ABBB telah mendapat tempat yang jelas6. Secara konseptual istilah kepemerintahan yang baik (good governnance) mengandung dua pemahaman.7 3 Kuntjoro Purbopranoto, 1981, Perkembangan Hukum Administrasi Indonesia, Binacipta, Bandung, hlm. 1 4 Ibid. 5 Bappenas, Menumbuhkan Kesadaran Tata Kepemerintahan Yang Baik, Seketariat Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan yang Baik hlm.1 BAPPENAS 2014. 6 Philipus M. Hadjon. 199, Asas Umum Pemerintahan yang Baik (Algemene Beginselen van behoorlijk Bestuur)dalam Paulus Effendie Lotulung, Himpunan Makalah Azas-azas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) PT. Citra AdityaBakti, Bandung, hlm. 109 7 Sadarmayanti, Good governance “kepemerintahan yang baik” membangun sistem manajemen kinerja guna meningkatkan produktifitas menuju good governance, ctk.kedua Mandar Maju, Bandung, 2012 hlm.1 2 Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya, Lembaga Administrasi Negara mengemukakan bahwa good governance berorientasi pada : Pertama, orientasi Negara yang ideal, diarahkan pada pencapaian tujuan nasional; Kedua, pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif, efisien, dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi pertama mengacu pada demokrastisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituennya seperti ; legitimasi “accountability scuring of human right , autonomy and devaluation of power and assurance of civilan control” (apakah pemerintah dipilih dan mendapat kepercayaan dari rakyatnya),. Sedangkan orientasi kedua tergantung pada sejauh mana pemerintah mempunyai kompetensi dan sejauh mana struktur serta mekanisme politik dan administrative berfungsi secara efektif dan efisien8. United Nation Development Program (UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang berjudul “Governance for Suistainable Human Development” (1997) mendefinisikan pemerintahan (governance) sebagai berikut: “Governance is the exercise of economic, political, and administrative author to manage country’s affairs at all levels and means by which states promo social cohesion, integration, and ensure the well being of their population” (kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan dibidang ekonomi, politik, dan adminstratif untuk mengelola berbagai urusan Negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrument kebijakan Negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan kohesivitas social dalam masyarakat). Mengenai pengertian dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Jazim Hamidi dalam penelitiannya menemukan pengertian dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, yaitu9 : a. AAUPL merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkungan hukum adminitrasi negara; 8 9 Ibid. hlm. 3-4 Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta hlm. 247 3 b. AAUPL berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat administrasi negara dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai tindakan administrasi negara (yang berwujud penetapan/beschikking), dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi pihak penggugat. c. Sebagian besar dari AAUPL masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis, masih abstrak, dan dapat digali dalam praktik kehidupan di masyarakat. d. Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar dalam berabgai peraturan hukum positif. Meskipun sebagian dari asas itu berubah menjadi kaidah hukum tertulis, sifatnya tetap sebagai asas hukum. Dalam birokrasi pemerintahan dikenal jabatan karir, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS (Pegawai Negeri Sipil). Jabatan karir dapat dibedakan menjadi dua10 hal, yaitu: 1. Jabatan Fungsional; 2. Jabatan Struktural. Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu satuan organisasi yang dalam satuan pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Jabatan fungsional pada hakikatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah. Jabatan struktural yaitu, jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). menurut pasal 8 UU No. 100 Th. 2000 tentang pengangkatan pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan struktural tidak dapat merangkap jabatan struktural lain maupun dengan jabatan fungsional. Untuk dapat lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna yang sebesarbesarnya, maka sistem pembinaan karir yang harus dilaksanakan adalah sistem pembinaan karir tertutup dalam arti Negara, dengan tidak menutup kemungkinan 10 Sri Hartini, dkk. 2010. Hukum Kepegawaian di Indonesia. Jakarta:Sinar Grafika hlm. 99 4 adanya sistem pembinaan karir terbuka untuk jabatan tertentu apabila perlu untuk kepentingan Negara. Pada umumnya, yang dimaksud dengan : “Sistem karir tertutup (Jabatan Tertutup) adalah bahwa pangkat dan jabatan yang ada dalam suatu organisasi hanya dapat diduduki oleh pegawai yang telah ada dalam organisasi itu, tetapi tertutup bagi orang luar11”. Dengan sistem karir tertutup, dimungkinkan perpindahan Pegawai Negeri dari Departemen/Lembaga yang satu ke Departemen/Lembaga yang lain atau dari Propinsi yang satu ke Propinsi yang lain, terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat menejerial. Hal ini mengandung pengertian bahwa, seluruh Pegawai Negeri Sipil merupakan suatu kesatuan, hanya tempat pekerjaannya yang berbeda. Sementara Sistem karir terbuka adalah bahwa pangkat dan jabatan dalam suatu organisasi dapat diduduki oleh orang dari luar organisasi tersebut, asalkan ia mempunyai kecakapan yang diperlukan, tanpa melalui pengangkatan sebagai calon pegawai. Maka yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sistem karir tertutup. Pembahasan. Pada dasarnya pengisian jabatan dalam pemerintahan berkaitan erat dengan hak setiap orang, yang merupakan perwujudan dari hak politik sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus diakui dan dilindungi oleh Negara. Dalam pasal 28D Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa setiap warga Negara memiliki kesempatan yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan. Hal ini mengindikasikan bahwa, Negara sepatutnya memberikan peluang yang sama kepada setiap warga Negara untuk mengisi jabatan yang tersedia didalam Pemerintahan, termasuk didalam jabatan struktural, yang diwujudkan melalui mekanisme pengisian jabatan yang mampu mewadahi peluang tersebut secara terbuka. 11 Penjelasan pasal 12 ayat (2) Undang-undang No. 8 th 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. 5 Pengisian jabatan pemerintahan secara yuridis sistematis telah diatur dalam UU No.43 Th 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian; PP No.9 Th 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; Peraturan Pemerintah No.100 Th 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural; Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 Th 2012 tentang Cara Pengisian Jabatan Struktural yang Lowong di Instansi Pemerintahan. UU No.43 Th 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menyatakan bahwa pengangkatan PNS dalam jabatan struktural harus berdasarkan pada prinsip profesionalisme. Pengangkatan dalam jabatan didasarkan atas prestasi kerja, disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, dapat dipercaya, serta syarat objektif lainnya. Untuk lebih menjamin objektifitas dalam mempertimbangkan dan menetapkan kenaikan pangkat dan pengangkatan dalam jabatan, diadakan daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan dan daftar urut kepangkatan. Peraturan Pemerintah No.100 Th 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural menyatakan beberapa persyaratan subtansial dalam menduduki jabatan struktural sebagai berikut : 1. Berstatus Pegawai Negeri Sipil. 2. Serendah-rendahnya menduduki pangkat satu (1) tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan. 3. Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan. 4. Semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam dua tahun terakhir. 5. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan. 6. Sehat jasmani dan rohani. 12 Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural yang belum mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai dengan tingkat jabatan struktural, wajib mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan 12 Pasal 5 Peraturan Pemerintah No.100 Th 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. 6 selambat-lambatnya 12 bulan sejak yang bersangkutan dilantik13. Surat Edaran Menteri No.16 Th 2012 tentang cara Pengisian Jabatan Struktural yang lowong secara terbuka di lingkungan instansi pemerintahan menyatakan bahwa sesuai grand design reformasi birokrasi yang dipertajam dengan rencana aksi Program Percepatan Reformasi Birokrasi salah satu diantaranya adalah program sistem promosi PNS secara terbuka. Guna lebih menjamin para pejabat struktural memenuhi kompetensi jabatan yang diperlukan, maka perlu diadakan promosi PNS atau pengisian jabatan berdasarkan sistem merit dan terbuka, dengan mempertimbangkan kesinambungan karir PNS yang bersangkutan14. Reformasi birokrasi yang berusaha digalakkan pemerintah belakangan ini, mendorong adanya perbaikan sistem kepegawaian, baik menyangkut struktur kepegawaian maupun menyangkut pengoptimalan sistem kepegawaian itu sendiri. Reformasi tersebut dilakukan guna mewujudkan tata kinerja kepegawaian yang efektif, efisien, dan sesuai dengan nilai-nilai tata pemerintahan yang baik. Usaha untuk mewujudkan reformasi birokrasi tersebut tidak terlepas dari kenyataan kinerja kepegawaian saat ini yang banyak menuai kritik dari masyarakat karena dianggap tidak mampu menjalankan fungsinya dengan optimal sebagai pelayan masyarakat serta sarat dengan berbagai praktek tata kelola pemerintahan yang buruk. Salah satu permasalahan dalam kepegawaian yang menjadi sorotan utama saat ini, yakni menyangkut proses rekruitmen pegawai atau pengisian jabatan pemerintahan yang tidak transparan dan cenderung masih menggunakan mekanisme pengisian jabatan secara tertutup, yang lebih mengutamakan pada peran pejabat atasan dalam melakukan pengangkatan pejabat dengan jabatan dibawahnya. Berbagai praktek penyimpangan proses pengisian jabatan struktural secara tertutup menimbulkan keraguan akan keefektifan mekanisme pengisian jabatan tersebut, karena pada akhirnya hanya akan mengutamakan aspek politis dan mengenyampingkan aspek kualitas dan kualifikasi yang diperlukan. Maka kemudian banyak dijumpai pejabatpejabat yang menempati suatu jabatan struktural yang tidak sesuai dengan kualifikasinya, yang pada akhirnya akan memperburuk kinerja dari instansi pejabat 13 Pasal 7 Peraturan Pemerintah No.100 Th 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. 14 Surat edaran menteri No. 16 Th. 2012 tentang cara pengisian jabatan struktural yang lowong secara terbuka di lingkungan instansi pemerintah. Hlm 2. 7 tersebut bekerja. Hal ini jelas tidak sesuai dengan salah satu prinsip umum kepegawaian yang mengamanatkan pejabat harus ditempatkan pada jabatan yang sesuai. Berbagai masalah yang muncul dalam mekanisme pengisian jabatan struktural secara tertutup mendorong dilakukannya pergeseran sistem sistem pengisian jabatan struktural menjadi sistem pengisian jabatan struktural secara terbuka. pengisian jabatan struktural secara terbuka bisa diartikan, sebuah jabatan bisa diperebutkan pegawai negeri sipil tidak hanya dari wilayah kerja/instansi/departemen tertentu, dapat berasal dari wilayah kerja yang berbeda. Pengisian jabatan secara terbuka pada hakikatnya menerapkan prinsip keterbukaan, artinya setiap pejabat struktural yang memenuhi persyaratan tertentu memiliki hak untuk mengajukan dirinya dalam seleksi pengangkatan jabatan struktural tersebut. Hal ini dilakukan guna menampung berbagai kompetensi yang dimiliki oleh pegawai sehingga nantinya dapat ditempatkan pada posisi atau jabatan yang sesuai dengan kompetensinya. Didalam penjelasan UU no.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme disebutkan bahwa asas kepentingan umum adalah yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. Upaya untuk melindungi kepentingan umum terkadang dijalankan secara sepihak oleh para aparat birokrasi, kecenderungan perlindungan kepentingan umum oleh aparat birokrasi lebih mengutamakan kepentingan kelompok-kelompok tertentu atau mereka yang memiliki kekuatan finansial dan kekuasaan. Istilah yang tepat untuk menunjukkan bahwa aktifitas pemerintahan yang berpihak pada kepentingan gumum ialah netralitas birokrasi. Sebagai konsekuensinya, didalam aktifitas birokrasi tanggung jawab akhir seorang pegawai bukan berhenti pada tujuan instansional dan atasan melainkan kepada kepentingan masyarakat luas. Dalam ketetapan MPR No. VII/MPR/2001 telah ditetapkan visi Indonesia masa depan dengan kurun waktu 20 tahun yang disebut visi Indonesia 2020, yaitu : “ terwujudnya masyarakat Indonesia yang religious, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan Negara “ dimana hal terbut mencerminkan harapan terselenggaranya Good Governance dalam setiap proses jalannya pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan 8 mencapai tujuan serta cita-cita bangsa. Sehingga penerapan Good Governance sebagai tujuan serta cita-cita bangsa hanya dapat diwujudkan dengan penerapan pengangkatan pegawai negeri sipil dan pejabat struktural yang bersih, bertanggung jawab, serta terlepas dari korupsi, kolusi dan Nepotisme sehingga dapat memenuhi asas umum kepegawaian “ the right man on the right place “. Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa Indonesia, dalam sila ke 5 memuat salah satu nilai luhur yang menghendaki tercapainya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum mencita-citakan keadilan yang mampu diterapkan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal pengisian jabatan struktural pemerintahan yang akan menjadi penggerak dari berbagai proses kenegaraan yang ada. Landasan dasar dalam pancasila tersebut kemudian di turunkan dalam Pasal 28D Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang mengamanatkan bahwa setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Landasan tersebutlah yang berusaha dicapai dalam pengisian jabatan struktural secara terbuka, yang menghendaki adanya penjaminan hak bagi setiap warga Negara untuk mendaftarkan diri dalam pengisian jabatan struktural. Pengisian jabatan struktural dalam pemerintahan seharusnya dilakukan dengan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi dan prestasi yang diperlukan oleh jabatan itu secara objektif, tanpa membedakan jenis kelamin, agama, ras, suku, golongan, status sosial, ekonomi, terlebih lagi harus terlepas dari segala kepentingan politis. 9