Ketut Hery Sony Pratama, Saortua Marbun
Komodifikasi Penjor Sebagai Sarana Persembahyangan Umat Hindu
Jurnal Studi Kultural (2016) Volume I No.2:110-115
Jurnal Studi Kultural
http://journals.an1mage.net/index.php/ajsk
Laporan Riset
Komodifikasi Penjor sebagai Sarana Persembahyangan Umat Hindu
Ketut Hery Sony Pratama, Saortua Marbun*
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Triatma Mulya
Info Artikel
Abstrak
Sejarah artikel:
Menurut Ajaran Agama Hindu di Bali, penjor dimaknai sebagai pemberian persembahan atau sebagai
ungkapan terimakasih kepada bumi atau pertiwi yang sudah memberikan tempat hidup dan kesejahteraan
manusia, mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan manusia untuk mencapai kemenangan dharma
melawan adharma. Penjor dibuat dari bahan-bahan alam yakni sebatang bambu yang ujungnya melengkung
lalu dihiasi dengan berbagai jenis reringkitan, variasi dari daun janur atau daun enau yang masih muda.
Seiring dengan berjalannya waktu, penjor pun mengalami pergeseran makna bagi Masyarakat Hindu
dikarenakan semakin banyak generasi muda yang tidak memahami makna penjor yang sebenarnya.
Dikirim 14 Maret 2016
Direvisi 20 April 2016
Diterima 24 Mei 2016
Kata Kunci:
Komodifikasi
Penjor
Hindu
Galungan
Bali
Di sisi lain, penjor telah diperjualbelikan beserta dengan kelengkapan-kelengkapannya. Komodifikasi penjor
membuat masyarakat merasa dimudahkan mengingat bahan-bahan pembuatan penjor seperti janur, bambu,
dan bahan lainnya saat ini sudah mulai langka di daerah perkotaan. Bertambahnya penjual penjor di
Kawasan Denpasar membuat masyarakat cenderung memilih membeli perlengkapan penjor atau pun penjor
yang sudah jadi.
© 2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.
1. Pendahuluan
Penjor merupakan salah satu budaya yang berkembang di
masyarakat khususnya di Bali, seiring dengan berjalannya
waktu, penjor pun mulai berubah maknanya bagi
Masyarakat Hindu itu dikarenakan semakin banyak generasi
muda yang tidak tahu menahu tentang makna penjor yang
sebenarnya.
Penjor saat ini sudah cenderung hanya sebagai hiasan rumah
saat Galungan sehingga masyarakat berlomba-lomba dalam
membuat hiasan penjor yang sedemikian rupa.
Sama halnya seperti canang, penjor pun mulai dilirik dalam
dunia usaha, karena di zaman sekarang ini orang sudah lebih
mementingkan kegiatan duniawinya atau kegiatan mereka di
kantor atau lebih mementingkan pekerjaannya dari pada
membuat penjor dari kebiasaan tersebut banyak masyarakat
yang mencari keuntungan lewat berjualan penjor.
Jawaban tersebut dibutuhkan banyak orang agar memahami
arti dari penjor menurut Agama Hindu, dan untuk
mengetahui penyebab penjor dikomodifikasi.
2. Diskusi
Galungan merupakan salah satu acara besar di Bali
walaupun belum diakui sebagai hari libur nasional. Dalam
perayaannya Galungan sangat identik dengan dipasangnya
penjor di depan rumah tepatnya di sebelah kanan pintu
gerbang rumah atau di depan Sanggah Lebuh.
Penjor dibuat dari bahan-bahan alam yakni bambu yang
ujungnya melengkung lalu dihiasi dengan berbagai jenis
reringkitan atau variasi dari daun janur atau daun enau yang
masih muda.
Gejala ini memunculkan masalah-masalah seperti, Pertama,
bagaimana pandangan Agama Hindu tentang penjor? Kedua,
apa makna penjor yang sebenarnya? Ketiga mengapa penjor
itu dikomodifikasi? Keempat, bagaimana pandangan
manajemen bisnis terhadap komodifikasi penjor? Jawaban
dari masalah-masalah tersebut sangat dibutuhkan guna
menambah wawasan tentang penjor dan maknanya serta
peluang bisnisnya.
∗
Peneliti koresponden: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Triatma Mulya, Jl. Kubu Gunung
Tegal Jaya Dalung Kuta Utara Badung, Bali 80361. Mobile: +628123643289 |
Email:saortuam@gmail.com
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 2 Juli 2016 www.an1mage.org
Citra 1. Penjor. Sumber: Magnificient Bali, 2014
https://magnificientbali.files.wordpress.com/2014/05/penjor.jpg?w=300&h=200
110
Ketut Hery Sony Pratama, Saortua Marbun
Setelah itu penjor dilengkapi dengan gantung-gantungan
yang digantung pada bagian atas bambu tepatnya di bagian
lengkungannya.
Gantung-gantungan yang dipasang antara lain pala bungkah
(umbi-umbian), palawija (jagung, padi, dan sejenisnya), pala
gantung (kelapa, mentimun, pisang, dan buah lainnya, kain
putih dan kuning, serta jajan.
Komodifikasi Penjor Sebagai Sarana Persembahyangan Umat Hindu
Bahkan saat ini pemakaian mute dan styrofoam sudah marak
karena membuat penjor menjadi lebih bagus. Penjor hias ini
pun mulai dipandang masyarakat sebagai penjor sakral
karena kurangnya pengetahuan tentang makna penjor yang
sesungguhnya. Seperti gambar penjor di bawah ini,
penjornya dibuat dengan hiasan barong yang sudah tampil
bagus atau sudah penuh dengan nilai seni tapi menyimpang
dengan makna penjor yang sebenarnya.
Adapun gantungan yang diletakkan pada ujung bambu yaitu
sampiyan penjor lengkap dengan porosan dan bunga dan
untuk bagian bawahnya berisi Sanggah Ardha Candra atau
sanggah dengan bentuk persegi empat dengan bentuk atas
yang melengkung setengah lingkaran menyerupai bulan
sabit atau ada juga yang membuat berbentuk segitiga dan
lengkap dengan sajennya.
Adapun makna penjor menurut Ajaran Agama Hindu di Bali
yaitu untuk memberikan persembahan atau sebagai
ungkapan terimakasih kepada bumi atau pertiwi karena
sudah memberikan tempat hidup dan kesejahteraan manusia
serta agar dapat mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan
manusia untuk mencapai kemenangan dharma melawan
adharma.
Pertiwi itu lantas digambarkan sebagai dua ekor naga yaitu
Naga Basuki dan Naga Ananta Bhoga. Selain itu penjor juga
dimaknai sebagai simbol gunung yang memberikan
keselamatan dan kesejahteraan.
Seiring dengan perkembangan zaman banyak orang lebih
mengedepankan unsur seni daripada unsur sakralnya
sehingga muncul 2 jenis penjor yaitu Penjor Sakral dan
Penjor Hiasan atau sering disebut dengan pepenjoran.
Penjor sakral dibuat pada saat ada Upacara Dewa Yadnya
(odalan di Pura) pada penjor sakral berisikan sanggah dan
gantung-gantungan seperti sampyan, pala bungkah, pala
gantung, palawija
dan diisikan banten penjor serta
diupacarai seperti halnya di Hari Raya Galungan penjor
diupacarai pada saat penampahan Galungan atau sehari
sebelum Galungan.
Penjor hias dibuat pada saat ada acara Manusa Yadnya dan
Pitra Yadnya (Nganten, Metatah, Ngaben) pada penjor
hiasan tidak berisikan sanggah dan perlengkapan seperti
Palawija, pala gantung, pala bungkah, karena lebih
mengedepankan unsur seni dari penjor itu.
Penjor hias mulai marak karena sering diadakannya
perlombaan membuat penjor, jadi masyarakat berlombalomba menghias penjornya sedemikian rupa yang dulunya
hanya memakai satu gelungan sekarang sudah memakai
lebih, ada yang membuat sampyan penjor seperti manusia,
ada yang menambahkan ornamen barong, naga serta
ornament lainnya.
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 2 Juli 2016 www.an1mage.org
Citra 2. Penjor. Sumber: Moris Teruna Blahbatuh, 2016
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1097638040288975&set=a.478426268876
825.126826.100001283694664&type=3&theater
3. Mengapa Penjor Dikomodifikasi
Masyarakat senantiasa berubah di semua tingkatan
kompleksitasnya. Pada tingkat makro terjadi perubahan
ekonomi, politik, dan kultur. Pada tingkat meso terjadi
perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi. Sementara
pada tingkat mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku
individual. Dalam masyarakat kini terkandung pengaruh,
bekas, dan jiplakan masa lalu serta bibit potensi untuk masa
depan.
Sifat berprosesnya masyarakat secara tersirat berarti bahwa
fase sebelumnya berhubungan sebab akibat dengan fase kini
dan fase kini merupakan prasyarat sebab akibat yang
menentukan fase berikutnya (Sztompka, 2005) [1].
Oleh karena itu muncul istilah kapitalisme atau sistem
perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh
kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan
perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang,
menyalurkan barang dan lain sebagainya.
Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk
memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan
perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah
tidak ikut campur dalam ekonomi.
Dalam perekonomian kapitalisme setiap warga dapat
mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya.
Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk
111
Ketut Hery Sony Pratama, Saortua Marbun
memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas
malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas
dengan berbagai cara.
Berbicara tentang kapitalisme adapun istilah yang juga
sering
muncul
yaitu
komodifikasi
atau
cara
mendeskripsikan cara kapitalisme
untuk
melancarkan
tujuannya dengan mengakumulasi kapital, atau menyadari
transformasi nilai guna menjadi nilai tukar.
Komodifikasi Penjor Sebagai Sarana Persembahyangan Umat Hindu
agama yang dianggap sakral sekalipun ternyata tidak dapat
lepas dari tarikan komersialisasi dan komodifikasi”.
Perpaduan antara pasar dan konsumerisme melahirkan,
membentuk, memelihara dan melanggengkan komodifikasi
agama. Gejala komodifikasi seperti ini tidak saja terjadi pada
Agama Hindu, tetapi juga agama-agama lain.
Komoditas dan komodifikasi adalah dua hal yang memiliki
hubungan objek dan proses, dan menjadi salah satu indikator
kapitalisme global yang kini tengah terjadi. Dalam ekonomi
politik media komodifikasi adalah salah satu bentuk
penguasaan media selain strukturasi dan spasialisasi.
Komodifikasi menurut Vincent Mosco digambarkan sebagai
cara kapitalis dengan membawa akumulasi tujuan kapitalnya
atau mudahnya dapat digambarkan sebagai suatu perubahan
nilai fungsi atau guna menjadi suatu nilai tukar [2]. Dan
sekarang ini telah sangat banyak sekali bentuk komodifikasi
yang muncul dalam perkembangan kehidupan manusia.
Sedangkan komodifikasi penjor merupakan penjor yang
awalnya dibuat sendiri oleh masyarakat dari proses
penebangan bambu, pemetikan bambu atau daun enau yang
masih muda dan mencari perlengkapan lainnya sendiri
sampai proses pembuatan penjornya.
Namun seiring berkembangnya zaman daerah perkotaan pun
sudah mulai sulit untuk mencari perlengkapan penjor
sehingga banyak yang melihat peluang bisnis ini dan sampai
saat ini sudah lebih banyak yang membeli penjor yang sudah
jadi dari pada membuat sendiri.
Adapun ciri-ciri komodifikasi agama [3], yaitu pertama,
barang atau jasa yang ditawarkan adalah simbol agama.
Gagasan ini berlaku, mengingat bahwa penjor adalah simbol
Agama Hindu di Hari Raya Galungan.
Kedua, komodifikasi agama memiliki motif mencari laba. [3]
Gagasan ini dapat diterapkan pada kasus komodifikasi
penjor, mengingat bahwa penjor sudah diperjualbelikan
pastinya memiliki motif untuk mencari laba atau
keuntungan. Dengan demikian komodifikasi penjor pada
Masyarakat Bali tidak saja mengacu kepada aktivitas jual
beli penjor, melainkan dapat bermakna lebih dalam lagi.
Citra 3. Hiasan Penjor. Sumber: Gung Indi, 2016
http://www.nusabali.com/article_images/2416/pedagang-perlengkapan-penjor-ramaijelang-galungan-800-2016-02-03-033614_0.jpg
Maraknya penjualan bahan-bahan penjor dan penjor yang
sudah jadi di Kawasan Denpasar. Hal itu nampak dari
perayaan Hari Raya Galungan saat ini, hal itu dikarenakan di
daerah perkotaan sudah mulai kehilangan kawasan hijaunya
sebab sudah banyak terdapat bangunan-bangunan besar
seperti di Daerah Denpasar.
Sekalipun terdapat kawasan hijau di Denpasar kawasan itu
hanya berisi pohon-pohon biasa dan sawah yang membuat
Masyarakat Denpasar sangat sulit untuk menemukan bahanbahan membuat penjor. Melihat dari kejadian tersebut
pedagang bahan-bahan penjor pun mulai berdatangan ke
Kawasan Denpasar guna menjual bahan-bahan dan
perlengkapan untuk membuat penjor.
Menurut penuturan dari salah satu pemasok penjor di
Kawasan Denpasar, dia mendapat bahan daun enau dari luar
Daerah Bali tepatnya dari Daerah Madura sedangkan
perlengkapan lainnya didatangkan dari Wilayah Gianyar dan
Mengwi.
Komodifikasi agama pada dasarnya berkaitan erat dengan
pasar dan konsumerisme. Karena pasar menyediakan
beraneka barang konsumsi sesuai dengan apa yang
dibutuhkan masyarakat atau diinginkan oleh konsumen [4].
Menurut penuturannya bisnis ini banyak dikerjakan oleh
kasta pekerja dan yang sangat disayangkan yaitu saat ini
sudah banyak pedagang dari orang yang beragama bukan
Hindu yang mulai berjualan penjor itu berarti lahan bisnis
Orang Bali sudah mulai berkurang karena Sifat Masyarakat
Bali yang lebih suka menjadi konsumen dan jarang mau
menjadi produsen, sifat ini muncul karena ajaran orang tua
dulu yang sering melarang anaknya untuk berbisnis karena
takut gagal sehingga sifat itu diwariskan secara genetik turun
temurun.
Kejayaan pasar mengakibatkan masyarakat mengalami
perilaku komersialisasi atau suka berbelanja. Dengan adanya
pernyataan ini tidak mengherankan jika “simbol-simbol
Tidak sekedar menjual bahan-bahan penjor pedagang pun
mulai menyediakan berbagai hiasan penjor hasil kreasi
sedemikian rupa seperti hiasan gelungan bola, hiasan pada
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 2 Juli 2016 www.an1mage.org
112
Ketut Hery Sony Pratama, Saortua Marbun
tali sampyan dan hiasan lainnya yang sudah dibuat beragam
untuk menarik minat pembeli.
Permasalahan di Daerah Denpasar tidak hanya kesulitan
mencari bahan-bahan kelengkapan penjor tetapi masalah
kedua yang dihadapi adalah masalah waktu yang diperlukan
untuk membuat penjor.
Komodifikasi Penjor Sebagai Sarana Persembahyangan Umat Hindu
satu inti yakni manajemen adalah sebagai proses
perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian dan
pengendalian atau kontrol sumber daya dalam mencapai
sasaran dengan efisien dan efektif.
Adapun beberapa pengertian manajemen menurut beberapa
ahli sebagai berikut:
Masyarakat perkotaan di zaman sekarang sudah mulai
mengesampingkan aktivitas kerohanian daripada pekerjaan
mereka itu karena sekarang sudah banyak yang lebih
menjungjung kebenaran ilmu pengetahuan daripada harus
percaya pada ajaran agama yang tidak pasti.
1.
Menurut Drs. Oey Liang Lee mengartikan
manajemen adalah ilmu dalam perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan
pengawasan dari manusia untuk menentukan
capaian tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan.
Untuk itu dengan adanya pedagang penjor ini masyarakat
yang sibuk dengan pekerjaannya lebih mudah untuk
langsung membeli bahan penjor bahkan ada yang langsung
membeli penjor yang sudah jadi.
2.
Pengertian manajemen menurut James A.F. Stoner
adalah proses perencanaan, pengorganisasian dan
penggunaan terhadap sumberdaya organisasi
lainnya supaya tujuan organisasi dapat tercapai
sesuai dengan yang ditetapkan.
3.
Pengertian manajemen menurut R. Terry adalah
suatu proses khas terdiri tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengontrolan yang dilakukan dalam menentukan
serta mencapai target yang sudah ditetapkan lewat
pemanfaatan sumberdaya manusia dan lainnya.
4.
Pengertian manajemen menurut Lawrence A.
Appley adalah suatu seni untuk mencapai tujuan
tertentu lewat usaha yang dilakukan oleh orang lain
5.
Pengertian manajemen menurut Horold Koont dan
Cyril O’Donnel adalah suatu usaha untuk mencapai
tujuan lewat kegiatan orang lain.
6.
Pengertian manajemen menurut Stoner adalah suatu
proses
dalam
membuat
perencanaan,
pengorganisasian, mengendalikan dan memimpin
segala macam usaha daripada anggota organisasi
dan menggunakan segala sumber daya organisasi
dalam mencapai sasaran.
7.
Pengertian manajemen menurut Wilson Bangun
adalah suatu rangkaian aktivitas yang dikerjakan
oleh para anggota organisasi agar tujuan dapat
tercapai dengan rangkaian yang teratur dan tersusun
baik. [5]
Bahan-bahan penjor yang banyak dijual saat ini hampir
sebagian besar terbuat dari daun lontar atau pun janur yang
berasal dari Sulawesi bahkan menggunakan material gabus
atau styrofoam serta hiasan mute berwarna-warni sehingga
penjor yang dulunya dibuat dari bahan-bahan alami sekarang
sudah mulai bercampur dengan material dari pabrik.
Menurut Made Santi salah satu guru untuk Agama Hindu di
SMP Negeri 4 Banjar, “Jika dilihat dari makna penjor yang
sebenarnya perlengkapan yang berasal dari pabrik ini tidak
dibenarkan oleh Agama Hindu dan sangat bertentangan
dengan makna dan tujuan penjor yang sebenarnya sebab
penjor itu harus dibuat dari bahan atau hasil alam bukan
buatan pabrik.”
Awalnya pernak-pernik dari pabrik ini dijual untuk
keperluan penjor hias bukan penjor sakral, tetapi seiring
dengan berkembangnya trend penjor hias dan kurangnya
pengetahuan tentang makna penjor, masyarakat pun mulai
memakai pernak-pernik untuk penjor sakral supaya penjor
mereka terlihat menarik.
4. Pandangan
Manajemen
Bisnis
Terhadap
Komodifikasi Penjor
Globalisasi tampaknya melahirkan peluang dan kekayaan
yang sangat luar biasa bagi segelintir orang, dan
menjerumuskan sebagian besar lainnya dalam kemiskinan
dan kesengsaraan yang memilukan.
Globalisme yaitu ideologi pasar bebas, globalisme
merupakan ideologi politik dominan saat ini, dalam dua
dekade terakhir, konsep “globalisasi” menjadi metafora baru
bagi kelompok pendukung utopia pasar untuk pandangan
neoliberal mereka [4].
Terdapat banyak pengertian manajemen/bisnis yang
diketahui masyarakat, walaupun semuanya mengarah pada
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 2 Juli 2016 www.an1mage.org
Dalam komodifikasi penjor ilmu manajemen sangat
dibutuhkan sebab ilmu sangat berperan dalam semua
komodifikasi atau bisnis misalkan dalam pembuatan penjor
akan lebih efektif jika mengetahui bagaimana cara mengatur
pembelian bahan dan bagaimana caranya menggunakan
bahan, maka bagaimana mendapat untung. Dalam bisnis
penjor hubungan antara produsen, penjual dan konsumen
sangat berhubungan dalam komodifikasi penjor ini.
113
Ketut Hery Sony Pratama, Saortua Marbun
Menurut data Indonesian Institute for Corporate and
Directorship (IICD, 2010), di dalam Simanjuntak (2010:1)
[6] lebih dari 95 persen bisnis di Indonesia merupakan
perusahaan yang dimiliki maupun dikendalikan oleh
keluarga. Itu berarti bahwa kegiatan bisnis keluarga telah
lama memberi sumbangsih terbesar terhadap pembangunan
ekonomi nasional [6].
Bahkan, saat krisis ekonomi tahun 1997/1998 dan 2008,
bisnis keluarga terus menunjukkan eksistensinya sebagai
penopang sekaligus sebagai modal kekuatan dalam
pemulihan ekonomi nasional.
Sebagai bisnis yang dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga
maka manajemen maupun kinerja perusahaan, baik yang
berskala kecil maupun besar, banyak dipengaruhi oleh visi
maupun misi keluarga. Namun, bisnis keluarga tentu tidak
luput dari ragam persoalan yang kadang-kadang sulit
dipecahkan [6].
Misalnya; adanya distrust atau ketidakpercayaan di antara
sesama anggota keluarga, konflik dalam suksesi
kepemimpinan, konflik dalam pengambilan keputusan, isu
putra mahkota, generasi penerus usaha, perbedaan pola pikir
antara generasi pertama dan generasi berikutnya.
Akibatnya, tidak jarang bisnis keluarga mengalami
kemerosotan, bahkan terpaksa tutup, akibat konflik yang
berkepanjangan di internal keluarga. Jadi, tiga isu utama
yang sering muncul dalam bisnis keluarga ialah
kepemimpinan (leadership), kepemilikan (ownership), dan
prinsip pengelolaan (manajemen), baik pada generasi
pertama maupun generasi berikutnya [6].
Isu ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan isu bisnis pada
umumnya yang keanggotaannya tidak ada hubungan
keluarga (non family business).
Sehingga tiga isu tersebut telah diatasi atau diantisipasi oleh
pembuat undang-undang dengan membuat penggolongan
tiga jenis badan usaha utama yang bisa dipakai para
pebisnis, yaitu: Firma (Fa), Commanditaire Vennootshap
(CV), dan Perseroan Terbatas (PT). Ketiga badan usaha ini
memiliki prinsip-prinsip yang berbeda sebagaimana diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) [6].
Bisnis keluarga ini bisa kita lihat dari komodifikasi penjor di
Bali yang banyak membangun bisnis ini bersama
keluarganya. Seperti Pak Adi yang berbisnis dengan
keluarganya yakni kakak pertama dan keduanya dan juga
anaknya ikut dalam membangun bisnis penjor ini.
Seiring pesatnya perkembangan seni merangkai janur, trend
penjor pun mulai melanda Denpasar, itu bisa dilihat dari
penjor-penjor yang dipasang di depan rumah mereka, hampir
semua penjor itu dihiasi dengan sedemikian rupa ada yang
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 2 Juli 2016 www.an1mage.org
Komodifikasi Penjor Sebagai Sarana Persembahyangan Umat Hindu
memakai gelungan biasa, ada yang memakai hiasan naga,
dan ada yang hiasannya sangat rumit untuk dibuat yang
masing-masing kalau dihitung harganya bisa sampai jutaan
bahkan puluhan juta untuk membuat penjor seperti itu.
Pembuatannya juga beragam ada yang memakai jasa
pembuatan penjor bahkan ada yang merangkai sendiri.
Menurut penuturan dari salah satu pedagang, trend pernakpernik penjor berkembang sangat pesat dari tahun 2005.
Pada tahun-tahun sebelumnya, yang banyak dijual di pasaran
adalah jenis gelungan penjor yang sederhana, serta kain
putih kuning. Kini, kreasi gelungan semakin indah, sehingga
membuat penampilan penjor terkesan megah.
Begitu pula menyangkut sampiyan-nya, dari yang sederhana,
kini mulai banyak yang menggunakan sampiyan tangga.
“Sekarang banyak masyarakat yang membeli material
dasarnya saja, seperti gabus maupun daun lontar. Karena
mereka ingin merangkai sendiri di rumahnya. Namun
banyak pula masyarakat yang membeli perlengkapan yang
sudah jadi agar lebih praktis” ujar Putu Adi, salah seorang
pedagang di Pasar Batu Kandik.
Sementara itu, salah seorang konsumen, Putu Subawa
mengaku tertarik membeli hiasan penjor karena terpengaruh
tetangga di kiri kanannya yang telah membuat lebih dulu.
“Ternyata praktis dan penjor terlihat lebih indah dan hias,”
ujarnya memberi alasan.
Adapun warga lainnya yang memberi alasan sederhana
yaitu, terkait sulitnya mendapatkan janur di daerah
perkotaan seperti di Denpasar dan juga terkendala oleh
kesibukan dalam pekerjaan. “Pohon kelapa sih banyak, tapi
yang disuruh memanjat tidak ada. Dari pada repot-repot,
lebih baik beli gelungan penjor yang sudah jadi” katanya.
Dari hasil Pantauan di lapangan, warung-warung yang
menjual pernak-pernik penjor pun bermunculan di manamana, dengan menawarkan harga yang beragam.
Di toko Pak Adi, harga gelungan motif tertentu, Rp. 70.000Rp. 80.000 per bungkus. Sampiyan tangga Rp. 10.000-Rp.
35.000, tali sampiyan Rp. 25.000-Rp. 35.000, untaian padi
Rp. 20.000,- per bungkus, janur biasa Rp. 20.000 sedangkan
janur yang bagus dihargai dari Rp. 60.000 sampai jutaan
rupiah, dan sanggah penjor seharga Rp. 20.000-Rp. 35.000.
Melihat peluang bisnis penjor dan perlengkapannya ke
depannya kemungkinan akan bertambah pesat itu
dikarenakan masyarakat sudah mulai merasa dimudahkan
dengan adanya penjual penjor.
Tidak hanya itu jika dilihat dari bahan-bahan pembuatan
penjor seperti janur, bambu, dan bahan lainnya yang saat ini
sudah mulai sulit dijumpai apalagi di daerah perkotaan,
114
Ketut Hery Sony Pratama, Saortua Marbun
Komodifikasi Penjor Sebagai Sarana Persembahyangan Umat Hindu
dengan bertambahnya penjual penjor yang ada di Kawasan
Denpasar itu akan membuat Masyarakat Denpasar menjadi
lebih memilih membeli langsung daripada membuat penjor
sendiri sehingga mereka lebih cendrung membeli
perlengkapan penjor ataupun penjor yang sudah jadi.
Dengan komodifikasi penjor ini masyarakat sangat terbantu
karena dapat mempermudah mereka dalam membuat penjor
dan tidak hanya itu hiasannya pun pasti akan mengalami
perkembangan yang sangat berbeda dengan yang ada saat
ini.
Adapun pernyataan dari salah satu pedagang di Kawasan
Denpasar bahwa omzet mereka naik setiap tahunnya dari
awal dia menjual penjor.
Saran
Seiring dengan perkembangan zaman, seharusnya lembagalembaga agama atau organisasi lebih sering melakukan
penyuluhan dan sosialisasi tentang makna penjor yang
sebenarnya supaya masyarakat tidak salah dalam membuat
penjor, dan juga penjor yang diperjualbelikan harusnya
sesuai dengan Ajaran Agama Hindu dan tidak menggunakan
bahan-bahan dari hasil pabrik.
5. Konklusi
Penjor merupakan salah satu sarana yang digunakan Umat
Hindu dalam merayakan Hari Raya Galungan.[7] Penjor
dibuat dari bahan-bahan alam yakni bambu yang ujungnya
melengkung lalu dihiasi dengan berbagai jenis reringkitan
atau variasi dari daun janur atau daun enau yang masih
muda.
Referensi
[1]
Wianti, N.I., Dharmawan, A.H. and Kinseng, R., 2012.
"Kapitalisme Lokal Suku Bajo". Sodality: Jurnal Sosiologi
Pedesaan, 6(1).
[2]
Iyan Setiawan. 2013. "Komodifikasi, Spasialisasi dan
Strukturasi dalam Program “Indonesia Mencari Bakat Musim
3”". https://iyansetione.wordpress.com/
[3]
Nengah Bawa Atmadja dan Tuty Maryati, 2014. "Geria Pusat
Industri Banten Ngaben Di Bali Perspektif Sosiologi
Komodifikasi Agama". Jurnal Kawistara Vol 4, No 2.
[4]
Azhari, S.K., 2007. "Globalisme (Bangkitnya Ideologi
Pasar)". Jurnal Sosioteknologi, 6(11), pp.273-275.
[5]
Informasianan. 2015. "Pengertian Manajemen Menurut Para
Ahli | Informasiana". 2015. Informasiana. Diakses 4 Mei
2016. http://informasiana.com/
Seiring dengan perkembangan zaman penjor dibagi lagi
menjadi 2 yaitu penjor sakral dan penjor hias atau sering
disebut “pepenjoran” [7].
[6]
Saat ini pembuatan penjor sudah tidak lagi dibuat sendiri
melainkan membeli dari pedagang penjor di sekitar mereka
sehingga menimbulkan Komodifikasi Penjor [8]. Kegiatan
itu berubah karena sulitnya mencari bahan penjor dan ada
juga yang “malas” dalam membuatnya.
Simanjuntak, A., 2011. "Prinsip-prinsip manajemen bisnis
keluarga (family business) dikaitkan dengan kedudukan
mandiri perseroan terbatas (PT) ". Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan
(Journal
of
Management
and
Entrepreneurship), 12(2), pp.pp-113.
[7] Winanti, N.P., 2012. "Penjor Galungan dalam Kehidupan
Umat Hindu Di Bali Kajian Bentuk Fungsi dan Makna".
Sphatika, 7(2).
Setelah itu penjor dilengkapi dengan gantung-gantungan
yang digantung pada bagian atas bambu tepatnya di bagian
lengkungannya.
Adapun gantungan yang diletakkan pada ujung bambu yaitu
sampiyan penjor lengkap dengan porosan dan bunga dan
untuk bagian bawahnya berisi Sanggah Ardha Candra atau
sanggah dengan bentuk persegi empat dengan bentuk atas
yang melengkung setengah lingkaran menyerupai bulan
sabit atau ada juga yang membuat berbentuk segitiga dan
lengkap dengan sajennya.
Sudah dipastikan bahwa kegiatan membeli ini akan terus
dilakukan oleh masyarakat perkotaan seperti Denpasar dan
membuat komodifikasi ini memiliki prospek bagus ke
depannya [3].
Jurnal Studi Kultural Volume I No. 2 Juli 2016 www.an1mage.org
[8]
Imadewira.com. 2016. "Penjor Galungan di Bali".
imadewira.com.
[online]
Available
at:
http://imadewira.com/penjor-galungan-di-bali/. Diakses 23
May 2016.
115