Academia.eduAcademia.edu

Ekonomi pembangunan UMKM

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa karena atas rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang diajukan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah ekonomi pembangunan.

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa karena atas rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang diajukan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah ekonomi pembangunan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari yang diharapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. penyusunan makalah ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat: Bapak Prof. Ruly selaku Dosen mata kuliah ekonomi pembangunan Bapak saeful Muhjab selaku asisten dosen mata kuliah ekonomi pembangunan Rekan-rekan kelompok Dan juga rekan-rekan mahasiswa kelas A pendidikan ekonomi akuntansi angkatan 2015. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Diharapkan makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Bandung, 30 November 2016 Penyusun DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 1 1.3. Tujuan 2 1.4. Manfaat 2 BAB II PEMBAHASAN 3 2.1. KEBIJAKAN PUBLIK: JENIS, ANALISIS DAN LINGKUP 3 2.1.1 Definisi Kebijakan Publik 3 2.1.2. Jenis-jenis Kebijakan 4 2.1.3. Analisis Kebijakan Publik 7 2.1.4. Lingkup Kebijakan Publik 8 2.2. PERANAN PEMERINTAH DALAM PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN 9 2.3. USAHA RAKYAT MANDIRI UNTUK PEMBANGUNAN 15 BAB III PENUTUP 25 3.1. KESIMPULAN 25 3.2. SARAN 25 DAFTAR PUSTAKA 26 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, persoalan-persoalan yang dihadapi pemerintah semakin kompleks akibat dari krisis-krisis yang terjadi, persoalan-persoalan kompleks yang dihadapi pemerintah ini haruslah segera dapat diatasi. Kondisi yang kian kompleks ini pada akhirnya menempatkan pemerintah dan lembaga tinggi lainnya berada pada pilihan-pilihan kebijakan yang sangat sulit. Jika pengambilan kebijakan dilakukan secara tepat maka akan membantu pemerintah dan rakyat keluar dari krisis tersebut, sebaliknya jika pengambilan kebijakan tidak dilakukan secara tepat maka akan memperburuk situasi yang berdampak buruk bagi pemerintah dan masyarakat, oleh karena itu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan diperlukan pengambilan kebijakan secara tepat , sehingga kebijakan tersebut tidak menimbulkan masalah-masalah baru. Pengambilan suatu kebijakan tentunya memerlukan analisis yang cukup jeli, dengan menggunakan berbagai model serta pendekatan yang sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan. Untuk bisa mengambil kebijakan yang sesuai dengan permasalahannya maka sangat perlu untuk mengerti dan memahami berbagai jenis kebijakan dan analisis yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan suatu kebijakan. Dalam perekonomian suatu bangsa, pemerintah sangatlah berperan penting dalam pembangunan dan kemajuan negara, timbul atau terselesaikannya suatu permasalah tergantung pemerintahnya yang mampu mengambil kebijakan secara tepat, dalam masalah pembangunan masyarakatpun sangat berperan penting dalam membantu memajukan perekonomian negara, salah satunya dengan usaha rakyat mandiri melalui UMKM (usaha mikro, kecil, menengah) yang dianggap sebagai cara yang efektif dalam membantu meningkatkan perekonomian negara. Rumusan Masalah Apa pengertian dari kebijakan publik ? Apa saja jenis, analisis, dan lingkup kebijakan publik ? Apa peranan pemerintah dalam paradigma baru pembangunan ? Apa usaha rakyat mandiri untuk pembangunan ? Tujuan Untuk mengetahui pengertian kebijakan publik. Untuk mengetahui jenis, analisis dan lingkup kebijakan publik. Untuk mengetahui peranan pemerintah dalam paradigma baru pembangunan. Untuk mengetahui usaha rakyat mandiri untuk pembangunan. Manfaat Memberikan pengetahuan mengenai pengertian kebijakan publik. Memberikan pengetahuan mengenai jenis, analisis, dan lingkup kebijakan publik. Memberikan pengetahuan mengenai peranan pemerintah dalam paradigma baru pembangunan. Memberikan pengetahuan mengenai usaha rakyat mandiri untuk pembangunan. BAB II PEMBAHASAN KEBIJAKAN PUBLIK: JENIS, ANALISIS DAN LINGKUP Definisi Kebijakan Publik Kebijakan Publik merupakan suatu aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dan merupakan bagian dari keputusan politik untuk mengatasi berbagai persoalan dan isu-isu yang ada dan berkembang di masyarakat. Kebijakan publik juga merupakan keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk melakukan pilihan tindakan tertentu untuk tidak melakukan sesuatu  maupun untuk melakukan tidakan tertentu. Dalam kehidupan masyarakat yang ada di wilayah hukum suatu negara sering terjadi berbagai permasalahan. Negara yang memengang penuh tanggung jawab pada kehidupan rakyatnya harus mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Kebijakan publik yang dibuat dan dikeluarkan oleh negara diharapkan dapat menjadi solusi akan permasalahan-permasalahan tersebut. Kebijakan Publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (Mustopadidjaja, 2002). Untuk memahami lebih jauh bagaimana kebijakan publik sebagai solusi permasalahan yang ada pada masyarakat, kita harus memahami dulu apa dan seperti apa kebijakan publik itu sendiri. Berikut adalah definisi-definisi kebijakan publik menurut para ahli kebijakan publik. Thomas R. Dye (1981) Kebijakan publik adalah apa yang tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh pemerintah. Pengertian yang diberikan Thomas R. Dye ini memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Selain itu, kajiannya yang hanya terfokus pada negara sebagai pokok kajian. Easton (1969) Mendefinisikan kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam pengertian ini hanya pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Anderson (1975) Kebijakan publik adalah kebijakan kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: 1) kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa. Jenis-jenis Kebijakan Kebijakan Distributif Kebijakan disrtibutif adalah kebijakan dan program-program yang dibuat oleh pemerintah dengan tujuan untuk mendorong kegiatan di sektor swasta atau kegiatan-kegiatan masyarakat yang membutuhkan intervensi pemerintah dalam bentuk subsidi atau sejenisnya dimana kegiatan tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya campur tangan pemerintah tersebut. Kebijakan distributif memberikan barang dan jasa kepada anggota organisasi, termasuk juga membagikan biaya barang/jasa diantara anggota organisasi. Misalnya kebijakan pemerintah dalam pendidikan dan pembangunan jalan raya.  Subsidi yang diberikan oleh pemerintah biasa mengambil beberapa bentuk Cash atau Inkind (hadiah, pinjaman dengan bunga lunak, penurunan pajak, dsb.).  Subsidi yang diberikan oleh pemerintah dapat dimaksudkan untuk mendapatkan efek: Positif (masyarakat mau melakukan aktivitas yang dikehendaki pemerintah). Negatif (masyarakat tidak melakukan aktivitas yang tidak disukai pemerintah). Persoalan yang muncul dalam pembuatan kebijakan distributif. Asumsi yang dipakai selama ini seolah antara kebijakan distributif yang satu dengan yang lain tidak berhubungan. Dalam kenyataannya anggaran pemerintah sangat terbatas, sehingga kebijakan distributif yang dibuat oleh pemerintah dapat bersifat zero sum game dimana pembuatan kebijakan yang satu akan berimplikasi pada hilangnya kebijakan yang lain.  Bentuk-bentuk kebijakan distributif. Subsidi pupuk, pestisida dan alat-alat pertanian agar petani mau menanam padi unggul. Penyediaan alat kontrasepsi gratis.  Raskin  Kartu sehat.  Kompensasi BBM.  Beasiswa Kebijakan Regulatoris Kebijakan regulatoris adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara menyediakan seperangkat larangan, keharusan, atau memberi kejelasan agar masyarakat memperoleh peluang dan jaminan untuk bisa menjalankan tugas, pekerjaan, rutinitas, ataupun rencana lainnya. Regulasi ini mengikat para pihak terkait dengan substansi regulasi dengan memunculkan sanksi bila terjadi pengingkaran atas ketentuan yang telah dibuat jenis-jenis kebijakan regulatoris biasanya berupa produk hukum atau peratu ran administratif yang diawasi dan dijalankan secara terbuka. Semua pihak subjek hukum yang terkait memiliki konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukan. Misalnya, pemerintah membuat seperangkat kebijakan untuk mengatasi membengkaknya kelompok miskin dengan meningkatkan kesempalan kerja maka dibuatkan regulasi yang mendorong investasi. Pada saat yang sama dibuatkan peraturan tentang Harga Eceran Tertinggi untuk produk yang dikonsumsi masyarakat secara luas. Melalui kebijakan tersebut diharapkan kelompok miskin memiliki pendapatan dan sekaligus memerlukan daya beli yang tinggi. Pada dua kebijakan regulatif ini bisa bertolak belakang sehingga kemungkinan maksud baik itu tidak bisa terlaksana. Penetapan HET untuk mendapatkan stabilitas harga yang berimplikasi pada tingkal permintaan agregat, yang memiiiki dampak pada tingkat produksi dan kesempatan kerja. Sementara kenaikan kesempatan kerja akan mendorong timbulnya permintaan yang dapat meningkatkan tekanan inflasi yang berdampak buruk pada stabilitas harga. Kebijakan regulatoris bisa juga dilakukan pada skala Kebijakan Mikro Sektor. Agar kemiskinan berkurang secara nyata, maka penciptaan kesempatan kerja harus jauh lebih tinggi daripada peningkatan angkatan kerja dan untuk menciptakan stabilisasi harga pada barang-barang yang meniadi penyebab tingginya angka inflasi. Hal ini mengandung arti bahwa penumbuhan ekonomi harus memusatkan perhatian pada sektor sumber-sumber utama nafkah bagi kaum miskin atau memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang dikonsumsi oleh mereka, yaitu pangan. Dengan demikian, perlu adanya kebijakan regulatoris pada sektor pentanian, misalnya subsidi pupuk, bantuan teknologi pentanian, dan sejenisnya. Kebijakan Redistributif Kebijakan redistributif adalah kebijakan yang dilakukan oleh badan pemerintah untuk melakukan perubahan alokasi sumber-sumber dari kelompok tertentu kepada kelompok lainnya. Dengan melakukan itu, pemerintah mengontrol ulang distribusi sumber daya dengan memilih target baru yang memiliki posisi strategis bagi perubahan yang lebih mendasar. Bentuk kebijakan redistributif dapat berupa program affirmative action, desegregasi, deregulasi, dan lainlain. Kebijakan redistributif biasanya kontroversial dan mengganggu kenyamanan suatu kelompok dalam masyarakat sehingga berpotensi menciptakan konflik yang membutuhkan pengondisian terhadap ekses yang kemungkinan muncul Sebuah kenyataan, bahwa pembangunan yang dilakukan saat ini telah menciptakan tingkat kesenjangan yang tinggi, hal ini ditandai dengan semakin besarnya gini ratio. Diketahui pula bahwa tingkat keparahan kemiskinan meningkat, walaupun jumlah orang miskin berkurang. Beberapa penjelasan teiah diketahui, bahwa keadaan tersebut diduga karena perubahan teknologi berbasis keahlian yang mengurangi partisipasi tenaga kerja, disusul dengan pelemahan serikat-serikat pekerja, liberalisasi perdagangan, dan tingkat upah yang rendah. Untuk mengurangi ekses lebih jauh, dibutuhkan kebijakan pemerataan pendapatan melalui program padat karya dan memperbesar subsidi pada kelompok miskin. Sebagaimana diketahui, bahwa globalisasi beserta turunannya tidak hanya menjadi penyebab kesenjangan yang lebih besar di antara beberapa negara, tetapi juga menyebabkan kesenjangan yang lebih besar di dalam suatu negara. Pertumbuhan perekonomian yang terjadi bersifat semu karena tidak diikuti oleh peningkatan produksi lokal dan produktivitas tenaga kerja. Pemerintah harus menemukan kebijakan-kebijakan yang mengmangi kesenjangan dan juga memberi kontribusi untuk penumbuhan atau setidaktidaknya secara sektoral. Salah satu bidang penting dari pembaruan ini adalah kebijakan redistribusi yang mengubah alokasi sumber daya publik melalui perubahan pola pembiayaan dan perpajakan. Banyak negara memiliki subsidi tersembunyi atau subsidi besar ataupun pengeluaran perpajakan yang menguntungkan kaum kaya, misalnya di Pakistan, subsidi untuk jasa-jasa dinikmati oleh kaum kaya ditambah 4% dari seluruh PDB. Perkiraan yang berhubungan dengan India, bahkan menyatakan jumlah yang lebih besar, yaitu mendekati 7% dari PDB. Jasa-jasa dengan harga murah dan pro kaum kaya meliputi irigasi, listrik, dan pendidikan tinggi. Kebijakan harga yang tepat untuk jasa-jasa ini akan menimbulkan penghasilan tambahan yang dapat digunakan untuk subsidi silang layanan pokok bagi kaum miskin. Analisis Kebijakan Publik Kebijakan perlu dianalisis untuk melihat efektivitasnya. Analisis kebijakan merupakan proses kajian yang mencakup lima komponen, yakni a) perumusan masalah, b) peramalan/kebijakan, c) rekomendasi/adopsi, d) pemantauan/ implementasi, dan e) evaluasi. Setiap komponen dapat dikembangkan menjadi komponen lain melalui prosedur metodologi tertentu. Sebagai contoh, prosedur peramalan akan menghasilkan masa depan kebijakan, sedangkan rekomendasi akan melahirkan aksi kebijakan. Pemantauan akan menghasilkan efektivitas yang lebih baik dari kebijakan serta evaluasi akan melahirkan informasi tentang capaian kinerja kebijakan beserta efektivitasnya. James Anderson (1979), sebagai pakar kebijakan publik menetapkan proses kebijakan pubiik sebagai berikut. Formulasi Masalah (Problem Formulation) Masalah apa yang harus segera diatasi, apa penyebabnya, dan indikator kunci mana yang membutuhkan penanganan sebagai prioritas. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation) Strategi apa yang harus digunakan dalam menjalankan program. Kapan dan dari mana sumber pendanaan diadakan serta pihak mana saja yang harus dilibatkan dalam pelaksanaannya. Penentuan Kebijakan (Policy Adoption) Bagaimana urutan pengerjaan program kebijakan, siapa yang layak menjadi leading sector. Bagaimana mengukur capaian luaran kebijakan, serta pihak mana sajakah yang perlu dilibatkan dalam pengawasan. lmplementasi(Implementation) Metode dan teknologi seperti bagaimana yang bisa mendukung implementasi. Apakah semua pelaku kebijakan sudah berjalan sesuai dengan Tupoksinya dan bagaimana pengawasan bisa berjalan sesuai dengan rencana. Evaluasi (Evaluation) Menentukan tingkat efektivitas serta kemungkinan dampak ikutan dari kebijakan yang sudah digulirkan. Kebijakan seperti apa lagi yang harus digulirkan untuk memperkuat, memelihara, atau mengembangkan hasil capaian yang sudah diraih. Michael Howlet dan M. Ramesh (1995) menyatakan pandangan yang memiliki kesamaan. Kesamaan terletak pada pentingnya analisis untuk keseluruhan proses dengan menggunakan teori sistem, yakni input-processoutput. Demikian pula Michael Howiet dan M. Ramesh menunjuk lima tahapan dalam proses kebijakan yang hampir sama. Lingkup Kebijakan Publik Lingkup studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai bidang dan sektor, seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya. Dilihat dari hierarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional, ataupun lokal. Produk kebijakan yang dimaksud, terdokumentasikan dalam undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan pemerintahdaerah /provinsi, keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan walikota/bupati. Walaupun representasi dan kebijakan publik adalah dokumen perundang-undangan, namun pada dasarnya kebijakan publik adalah perwujudan tindakan, dengan demikian, bukan hanya kumpulan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik semata.Ruang Lingkup Studi Kebijakan Publik. Policy Agenda (Peenyusunan Agenda Kebijakan) Policy Formulation (Formulasi Kebijakan) Policy Adoption (Adopsi Kebijakan) Policy Implementation (Implementasi Kebijakan) Policy Evaluation (Penilaian Kebijakan) Policy Advoasy (Anjuran Kebijakan) dan Policy Recommendation (Rekomendasi Kebijakan) PERANAN PEMERINTAH DALAM PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN Keterlibatan pemerintah secara dominan menjadi fenomena umum dalam proses pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang. Walaupun keterlibatan bercirikan intervensi melebihi kapasitas dan kerap mendorong terjadinya distorsi ekonomi. Namun, hampir di seluruh negara peran seperti itu masih dibutuhkan. Senyatanya, distorsi yang dimaksud didorong oleh maksud melindungi sebagian masyarakat dari keserakahan rezim ekonomi yang cenderung tidak melihat pembangunan ekonomi sebagai usaha kolektif yang hasilnya pun bisa dinikmati oleh keseluruhan rakyat. Paradigma baru seyogianya memposisikan peran pemerintah sebagai faktor yang tetap penting, namun tidaklah harus dominan. Posisi pemerintah sebagai regulator, motivator, fasilitator, inisiator, dan pelindung untuk tumbuhnya kreativitas dan efisiensi perekonomian. Harus diakui, bahwa masih perlu pengendalian dalam proses pengalokasian sumber daya dan tidak mungkin seluruhnya diserahkan pada mekanisme pasar dan sektor privat. Dalam sistem perekonomian yang cenderung liberal, peran pemerintah sebagai komplemen dari mekanisme pasar. Untuk menuju peran proporsionalnya, perlu dukungan kerangka hukum (regulatory framework) dan pengawasan publik melalui lembaga-lembaga yang ada. Namun faktanya, tidak seluruh negara bisa berada pada peran yang sama karena senyatanya mereka berada dalam koridor konstitusi yang berbeda sehingga peran "pemerintahannya" bisa berbeda satu sama lain, walaupun kecenderungan perekonomiannya sudah mengarah pada ekonomi liberal. Sebagaimana Tiongkok, walaupun perekonomiannya sudah menjurus pada liberalisme yang pandangan politiknya tetap sosialis komunis. Dengan demikian, peran pemerintahnya dalam perekonomian ada pergeseran bila dibandingkan dengan masa lalu. Peranan pemerintah dilihat dari perspektif peningkatan daya saing dalam perekonomian global diwujudkan dalam bentuk, antara lain a) menciptakan struktur kelembagaan yang padu dengan persaingan pasar dan menyokong pembaruan makro ekonomi; b) menjamin kepastian hukum untuk meyakinkan investor; c) merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang mendukung pengembangan perusahaan swasta; d) menjaga stabilitas nilai tukar dan e) melaksanakan pengendalian pendidikan yang mendukung produktivitas. Peranan pemerintah dilihat dari perspektif peningkatan daya kreasi masyarakat guna mendukung masyarakat madani yang kuat, antara lain a) menjalankan program pemberdayaan masyarakat; b) mendukung penguatan pilar masyarakat madani; c) menyelenggarakan sistem penjaminan kesehatan dan pendidikan yang bermutu; d) menjalankan fungsi mediasi antar pemeran pemangku kepentingan dalam masyarakat madani yang kuat; e) mendorong tumbuhnya lembaga dan kelembagaan ekonomi masyarakat untuk kemandirian ekonomi, dan f) menginisiasikan keuangan inklusi. Untuk mendukung peran tersebut perlu diciptakan stabilitas sosial yang berdampingan dengan pertumbuhan ekonomi guna mendukung sistem kesejahteraan sosial yang berkeadilan. Ada empat hal penting yang harus dilakukan dalam konteks ini, yakni a) merumuskan perencanaan pembangunan partisipatif; b) mempercepat reformasi birokrasi; c) merumuskan kebijakan fiskal yang berpihak; dan d) melaksanakan desentralisasi. pertama, paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia, baik teori demokrasi maupun teori-teori pemberdayaan mengajarkan bahwa partisipasi masyarakat merupakan esensi dasar dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berkeadilan. Oleh karena itu, perencanaan yang perlu dikembangkan adalah perencanaan pembangunan partisipatif, yaitu pola perencanaan pembangunan yang melibatkan peran serta masyarakat bukan saja sebagai objek, melainkan sekaligus sebagai subjek pembangunan. Dengan demikian, nuansa yang dikembangkan dalam perencanaan pembangunan benar-benar dari bawah (bottom-up approach). Conyers (1991), menegaskan tiga alasan mengapa pendekatan partisipatif ini penting, yakni a) partisipasi masyarakat merupakan representasi kebutuhan dan sikap masyarakat; b) masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya; dan c) bentuk pengakuan hak demokrasi, bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyatakat sendiri. Kedua, percepatan reformasi birokrasi, dilakukan dengan mengawali pengembangan kapasitas kelembagaan diikuti dengan merancang ulang sistem dan susunan kelembagaan. kemudian mereformasi prosedur dan mekanisme kerja dengan merumuskan kebijakan-kebijakan baru yang mendorong terbangunnya budaya baru dalam pelayanan publik didukung oleh penerapan strategi baru imbal kerja yang berbasis pada kinerja. Ketiga, penciptaan kebijakan fiskal yang berpihak. Kebijakan fiskal harus menjadi mekanisme untuk menciptakan distribusi ekonomi yang berkeadilan dan berpihak pada kepentingan masyarakat kebanyakan. Kebijakan fiskal merupakan suatu kewajiban negara untuk menjamin hak-hak rakyat dengan menjalankan mekanisme distribusi sumber daya di tengah-tengah masyarakat. Kebijakan fiskal merefleksikan arah dan prioritas negara untuk memobilisasi pendapatan dan untuk mengeluarkannya sehingga berdampak pada redistribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan. Keempat, untuk mendekatkan layanan yang efektif maka harus diupayakan untuk membagi kewenangan dari pusat ke daerah. Sebagaimana disampaikan Mark Turner & David Hulme (1997), desentralisasi diyakini dapat mengarahkan pembuatan keputusan yang lebih efektif dan efisien, khususnya dalam bidang a) rencana berbasis daerah akan lebih valid, detil, dan up to date dalam perencanaan pembangunan; b) koordinasi interorganisasi; c) eksperimen dan inovasi; d) motivasi personal; dan e) pengurangan beban kerja, pembagian, dan pemerataan. DESENTRALISASI Desentralisasi sebagai suatu cara membagi kewenangan dari pusat ke daerah merupakan bentuk populer belakangan ini di negara berkembang. Namun, tidak berarti semua urusan dan kewenangan bisa didelegasikan. Karena pemerintah pusat harus menguasai kepentingan nasional sehingga mempunyai kewenangan mengatur sistem pemerintahan termasuk daerah. Desentralisasi membutuhkan prasyarat agar bisa berjalan optimal karena tidak serta mena desentralisasi ini membuat segalanya menjadi baik untuk semua kondisi. Dalam banyak kasus di negara ketiga, desentralisasi lebih banyak membuka peluang terjadinya penyimpangan kekuasaan berupa korupsi dan manipulasi secara merata. Smith (1985) dalam “Governance, Administration, & Development; Making The State Wor ", Mark Turner dan David Hulme (1997) melalui artikel “Decentralization Within The State; Good Theory Poor Practice", telah memberikan peringatan bahwa, "Desentralisasi di negara berkembang gagal meningkatkan pelayanan publlk yang menjadi tujuan utama desentralisasi. Desentralisasi memang menunjukkan hasilnya, tetapi membuat rakyat tidak percaya, khususnya dengan kegiatan desentralisasi demokrasi politik karena tidak berkorelasi langsung dengan kesejahteraan rakyat." Namun, sejelek apapun desentralisasi tetap masih memiliki urgensi dalam membangun budaya birokrasi yang berorientasi pada pelayanan prima. Selain itu, bagi negara modern, desentralisasi adalah keniscayaan yang mutlak dilakukan, mengingat perekonomian suatu negara tidak dapat dikelola oleh kekuatan terpusat saja karena menimbulkan ketidakefisienan. Implementasi desentralisasi adalah dilaksanakannya desentralisasi fiskal. Dengan desentralisasi fiskal, berpotensi untuk memotong hambatan berupa panjangnya birokrasi sistem penganggaran, serta terakomodasi permasalahan daerah dalam sistem penganggaran pembangunan daerah. Beberapa kajian tentang pelaksanaan desentralisasi fiskal memberikan banyak informasi tentang dampak negatif dari desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal memberikan hasil yang lebih buruk dari sentralisasi fiskal karena adanya perbedaan potensi sumber penghasilan antardaerah serta alasan lain, misalnya munculnya ketidakpastian dan keberlangsungan fiskal. Dengan demikian, alih-alih bisa meningkatkan kesejahteraan, sering kali desentralisasi fiskal bahkan menghambat laju usaha UMKM. Untuk itu, ada dua kemungkinan huhungan antara desentraiisasi fiskal dan kesejahteraan rakyat, khususnya keberlangsungan usaha rakyat, yakni sebagai berikut. Apabila desentralisasi fiskal diarahkan pada bentuk peningkatan jumlah raihan dan penambahan jenis pajak daerah dan retribusi daerah tanpa ada peningkatan efektivitas pengeluaran maka akan mengakibatkan kenaikan biaya operasional. Akibatnya, iklim usaha akan memburuk atau semakin tidak kondusif. Hal ini akan membuat pengusaha daerah kehilangan kesempatan untuk meraih manfaat dari globaiisasi perdagangan dan investasi. Pada situasi ini, masyarakat akan kehilangan kesempatan memperoleh pekerjaan dan berkurang kemampuannya dalam membiayai penyelenggaraan pembangunan. Dengan demikian, kemampuan masyarakat untuk membiayai pendidikan dan kesehatan semakin rendah. Efeknya adalah rendahnya pasokan kualitas angkatan kerja. jika desentralisasi fiskal lebih diarahkan pada bentuk peningkatan efektivitas pengeluaran (dana dialokasikan berdasarkan prioritas kebutuhan daerah) daripada penambahan jenis pajak dan retribusi sehingga biaya transaksi menurun, maka iklim usaha membaik atau semakin kondusif. Dalam kondisi seperti ini, kemampuan masyarakat untuk ikut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi (bisnis) dan penyelenggaraannya semakin besar sehingga diharapkan semakin banyaknya pengusaha daerah yang berpeluang/mendapat kesempatan meraih manfaat dari globalisasi perdagangan dan investasi. Hal ini akan memberikan implikasi positif terhadap kapasitas dan kemampuan masyarakat untuk membiayai pengembangan sektor-sektor ekonomi. Namun, penerimaan daerah berasal dari pajak dan retribusi daerah. Apabila hal ini tidak dinaikkan, baik jumlah maupun jenis maka jumlah yang dikeluarkan pun sulit meningkat. Padahal, belanja rutin pembangunan cenderung terus meningkat. Kedua-duanya harus terjaga harmonisasinya karena pada dasarnya desentralisasi fiskal harus memiliki dampak positif bagi penciptaan iklim usaha yang lebih baik, begitupun sebaliknya. ltulah peran senyatanya dari pemerintah, eksekutif dan legislatif dalam pembangunan daerah. Hal di atas dapat dijelaskan lebih tegas lagi, bahwa iklim usaha yang semakin kondusif akan memberi pengaruh positif terhadap perekonomian daerah, dalam bentuk: 1) percepatan pertumbuhan ekonomi daerah; 2) penurunan tingkat pengangguran; 3) peningkatan upah tenaga kerja; 4) pengentasan kemiskinan; dan 5) peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Hal semacam ini dimungkinkan karena kegiatan bisnis makin semarak sejalan dengan penurunan biaya transaksi. Namun tidak demikian halnya, apabila dunia usaha tidak optimal menjalankan perannya, maka yang terjadi adalah kerugian bagi semua pihak. Ciri-ciri Desentralisasi Menurut Smith (1985), Desentralisasi memiliki ciri-ciri : Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah otonom Fungsi pemerintahan yang diserahkan dapat dirinci atau merupakan fungsi yang tersisa (residual function). Penerima wewenang adalah daerah otonom Pembagian desentralisasi menurut JHA Logemann JHA Logemann membagi desentralisasi menjadi dua macam, yaitu : Desentralisasi Jabatan (dekonsentrasi), yaitu pelimpahan kekuasaan dari alat kelengkapan negara yang lebih atas kepada bawahannya guna memperlancar tugas dari pemerintah.  Desentralisasi Ketatanegaraan (Politik), yaitu pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom dalam lingkungannya.Dalam desentralisasi politik, rakyatdengan menggunakan dan memanfaatkan saluran-saluran tertentu (lembaga perwakilan) ikut serta di dalam pemerintahan, dengan batas dan wilayahnya masing-masing. Sehubungan dengan itu, desentralisasi ketatanegaraan/politik dibedakan menjadi 2, yaitu Desentralisasi Fungsional (fungsi) adalah pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurusi fungsi tertentu. Batas pengaturannya adalah jenis fungsi. Desentralisasi Teritorial (kewilayahan) adalah penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan menguruh urusannya sendiri, batas pengaturannya adalah daerah. Di mana daerah otonom tersebut dapat menentukan kebijakan daerahnya sendiri, kecuali dalam bidang : Politik luar negeri Pertahanan Keamanan Peradilan Moneter Fiskal Agama Kelebihan Desentralisasi Meningkatkan pembangunan di daerah-daerah tertinggal dalam suatu negara. Mengapa ? Karena dapat mendorong daerah tersebut untuk mandiri dan secara otomatis memajukan pembangunan nasional. Kelebihan lainnya : Dapat mengurangi penumpukan pekerjaan di pemerintahan pusat. Dapat lebih memuaskan masyarakat di daerah karena sifatnya lebih langsung. Memperkecil kemungkinan terjadi kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat. Mengurangi birokrasi yang buruk karena tiap kebutuhan dapat segera dilaksanakan. Ketika ada masalah yang mendesak, daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari pemerintah pusat. Kelemahan Desentralisasi Perlu adanya kontrol dari pemerintahan pusat agar tidak terjadi beragam penyelewengan di daerah karena tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat. Jika kontrol dari pemerintah pusat ke daerah itu kurang, bukan tidak mungkin timbul permasalahan baru.  Akan muncul kekurangan lain di balik sistem ini, yaitu akan menyebabkan euforia yang berlebih dimana wewenang tersebut hanya mementingkan kelompok dan golongan serta dapat digunakan untuk mengambil keuntungan oknum maupun pribadi (karena sulit dikontrol pusat).  Kelemahan lainnya : Diperlukan biaya yang lebih banyak. Keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan daerah lebih mudah terganggu. Mempersulit koordinasi dikarenakan struktur pemerintahannya bertambah kompleks (besarnya organ-organ pemerintah). Contoh Desentralisasi Misalnya di dalam instansi dinas yang berada di suatu daerah, dinas pendidikan mengatur pola pendidikan, dinas perikanan yang mengatur pengelolaan potensi perikanan yang ada di daerah tersebut, dinas pertanian yang mengatur bagaimana pengelolaan pertanian dapat berjalan dengan baik, dan lain sebagainya. USAHA RAKYAT MANDIRI UNTUK PEMBANGUNAN Usaha rakyat merupakan simplikasi dan small bussines enterprises yang Indonesia kenal sebagai UMKM. Namun, usaha rakyat memiliki konotasi lebih luas, yaitu sebagai usaha yang dikembangkan di luar format state dan bebas dalam mengembangkan diri sesuai kapasitas yang dimilikinya. Usaha rakyat merupakan bentuk nyata dari ekonomi kerakyatan yang sudah menjadi wacana konstitusi sejak lama. Mubyarto menyatakan, bahwa "Ekonomi kerakyatan menunjuk pada sila ke-4 Pancasila yang menekankan pada sifat demokratis sistem ekonomi Indonesia. Dalam demokrasi ekonomi Indonesia, produksi tidak hanya dikerjakan oleh sebagian warga, tetapi oleh semua warga dan hasilnya dibagikan kepada semua masyarakat secara adil dan merata (penjelasan Pasal 33 UUD 1945).” Ekonomi kerakyatan dari sisi mikro disebut sebagai usaha rakyat. Ekonomi kerakyatan menekankan pada pelibatan masyarakat dalam proses ataupun pemanfaatan hasil secara berkeadilan. Apabila proses tersebut hanya menghasilkan kesenjangan maka ekonomi kerakyatan belum menjadi komitmen bulat penyelenggara negara. Sri Edi Swasono melihat ekonomi kerakyatan dalam perspektif sistem ekonomi yang merupakan turunan dari Pancasila sebagai ideologi negara sebagaimana diungkapkan berikut: “Secara normatif, landasan idill sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian, sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi pada Ketuhanan yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab(tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama bukan kemakmuran orang-seorang). “ Dari berbagai definisi tersebut, secara sederhana dapat dikatakan, bahwa pada dasarnya ekonomi kerakyatan bertumpu pada keterlibatan dan peran serta seluruh lapisan dan elemen masyarakat dalam proses perencanaan. pelaksanaan, dan penerimaan hasil kegiatan ekonomi yang berkeadilan sehingga hasil pembangunan juga dapat dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Usaha rakyat di berbagai negara ditempatkan dalam posisi yang penting. Di negara berkembang, usaha rakyat menjadi solusi keterbatasan kesempatan kerja selain menjadi simpul distribusi barang, baik dari hulu ke hilir atau sebaliknya. Sedangkan di negara maju, peran sektor privat ini lebih penting dan strategis lagi. Hal ini disebabkan adanya pembatasan sektor usaha negara yang beroperasi dalam pelayanan kesejahteraan. Formal dan Informal Usaha rakyat dikelompokkan ke dalam bentuk yang dilegitimasi oleh hukum formal (usaha sektor formal) dan berjalaan tanpa legilitas formal (sektor informal). Hubungan usaha sektor informal dan formal tersebut terkadang diposisikan sebagai substitusi, suplemen, ataupun tahapan. Namun umumnya, usaha sektor informal selalu berada pada posisi subordinat (Sadler dan Beryl (2003); Portes (2004)). Hal ini mengakibatkan usaha sektor informal dipandang sebagai sistem ekonomi bayangan yang mempunyai posisi tawar-menawar yang rendah, Nugroho dalam Casper (2015) Sadler dan Beryl (2003), menunjuk posisi subordinat sebagai akibat melemahnya sektor informal itu sendiri. Secara internal, usaha sektor informal mempunyai keterbatasan perlindungan hukum dan fasilitas kerja, serta pengorganisasian. Secara eksternal, usaha sektor informal berhadapan dengan hambatan struktural, terutama apabila transaksi berhubungan dengan institusi formal, seperti rekanan bisnis, perbankan, ataupun pemerintah. Sektor informal berbeda dengan sektor formal, menurut lLO (1972) sedikitnya tujuh karakter yang membedakan kedua sektor tersebut: 1) kemudahan untuk masuk (ease of entry), 2) kemudahan untuk mendapatkan bahan baku; 3) sifat kepemilikan; 4) skala kegiatan; 5) penggunaan tenaga kerja dan teknologi; 6) tuntutan keahlian; serta 7) deregulasi dan kompetisi pasar. Keberadaan usaha sektor informal yang berdampingan dengan usaha sektor formal, khususnya di perkotaan menimbulkan terjadinya fenomena saling bersaing, namun saling menguatkan. Sektor informal kerap kali mengisi keterbatasan yang dimiliki sektor formal, begitupun sebaliknya. Namun bagaimanapun hubungan keduanya, fakta yang tidak bisa ditepis adalah kemampuan sektor informal dalam menyediakan kesempatan kerja kepada angkatan kerja yang ada. Salah satu survei mencatat, di Asia saja angkatan kerja yang terserap di sektor ini mencapai 60% dari total tenaga kerja. Sethurahman (1980) juga telah melakukan studi komprehensif tentang sektor informal di Indonesia. Dalam studinya, ia menemukan kontribusi pekerja sektor informal pada bidang manufaktur sebesar 48%. Keseluruhan pekerja sektor informal adalah 53,8% dari total jumlah pekerja. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa sektor informal mampu menyerap tenaga kerja jauh lebih banyak daripada sektor formal. Todaro (1994) menyatakan, bahwa usaha sektor informal sangat penting untuk dikembangkan lebih lanjut agar dapat menjadi usaha yang besar dan masuk ke dalam sistem perekonomian sebagal pelaku usaha yang formal. Usaha Bersama Keunggulan sektor informal adalah fleksibilitas dan ketangguhannya dalam menghadapi fluktuasi lingkungan, namun memiliki kelemahan legalitas yang sulit diatasi oleh tingkat sosial mereka. Untuk mengatasinya, perlu diupayakan agar mereka bisa hidup dalam kelompok dan bersama-sama mengatasi masalah struktural mereka. Membangun kelompok kuat dari pengusaha sektor informal dan formal, membutuhkan kesiapan khususnya dalam memahami konteks sosialnya. Dalam kaitan dengan itu, dibutuhkan kajian sosiologi ekonomi, Richard Swedberg (2001), menunjuk sosiologi ekonomi adalah bagian dari sosiologi yang membahas dan menganalisis fenomena ekonomi dengan konsep-konsep dan metode-metode sosiologi. Wirausahawan Sosial Richard Cantillon (1755), LE. Say (1803) atau J. Schumpeter (1934) sudah lama berbicara tentang pentingnya wirausaha. Banyak orang membicarakan hal lni, namun belum dipahami oleh banyak orang tentang istilah social entrepreneurship atau Wirausahawan sosial. Terkesan paradoks, di sisi lain harus."haus uang"dan melupakan orang lain, sementara kata sosial sering bermakna "peduli orang lain". Wirausahawan sosial atau social entrepreneurship merupakan turunan dari entrepreneurship atau kewirausahaan. Akhir-akhir ini, istilah ini sering digunakan terutama setelah Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank di Bangladesh mendapatkan hadiah Nobel untuk perdamaian tahun 2006 dan membuktikan bahwa tidak ada paradoks tentang istilah itu. Indonesia belum memberikan perhatian yang serius tentang hal ini walaupun sudah banyak yang sudah memulainya melalui berbagal kegiatan, baik kegiatan koperasi, sekolah, atau poliklinik kesehatan. Kegiatan serupa dimulai seiring dengan perkembangan budaya masyarakat melalui kelompok kesukuan, ataupun keagamaan. Misalnya, organisasi Syarikat Dagang Islam didirikan oleh H. Samanhud: pada tanggal 16 Oktober 1905 di Solo. Saat itu, Syarikat Islam diresmikan dengan Akte Notaris pada tanggal 10 September 1912 dengan berkedudukan di kota Solo. Syarikat Islam telah meletakkan dasar perjuangannya atas tiga prinsip dasar, yaitu a) asas Islam sebagai dasar perjuangan organisasi; b) asas kerakyatan sebagai dasar himpunan organisasi; dan c) asas sosial ekonomi sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang umumnya berada dalam taraf kemiskinan dan kemelaratan. Social entrepreneurship memanfaatkan inovasi, sumberdaya, dan kesempatan untuk mengatasi tantangan sosial dan lingkungan dengan pendekatan kewirausahaan Fokus usaha diarahkan pada transtormasi sistem pemberdayaan masyarakat dan menghilangkan penyebab kemiskinan, ketidakmerataan, kerusakan lingkungan, clan kemanusiaan. Alex Nicholls, Oxford University's Skoll Centre, menegaskan batasan. ”A social entrepreneur is someone who recognizes a sosial problem and uses entrepreneurial principles to organize, create, and manage a venture to make sosial change....rather than bringing a concept to market to address a consumer problem, sosial entrepreneurs attempt to bring a concept to market to address a public problem.” Social entrepreneurship bukan kegiatan sosial biasa atau quasi sosial, melainkan harus memasukkan laba sebagai prinsip perencanaan bisnisnya. Bukanlah organisasi nirlaba karena dari keuntungan organisasi tersebut dapat mengembangkan dan membesarkan pemberdayaan kepada masyarakat lebih besar dan luas lagi. Adapun tujuan utama social entrepreneurship adalah menciptakan sistem perubahan yang berkelanjutan (sustainable systemschange). Kunci pentingnya adalah inovasi, berorientasi pada kebutuhan masyarakat, dan adanya perubahan sistem sosial masyarakat. Dengan demikian, pengertian sederhana dari social entrepreneur adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kepedulian sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurship untuk melakukan perubahan sosial (social change), terutama dengan menggarap bidang kesejahteraan (welfare), pendidikan, dan kesehatan (healthcare). Jika business entrepreneurs mengukur keberhasilan dari kinerja keuangannya (keuntungan ataupun pendapatan), maka social entrepreneur keberhasilannya diukur dari manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Social entrepreneurship sudah berkembang di dunia ratusan tahun yang lalu diawali antara lain oleh Florence Nightingale (pendiri sekolah perawat pertama) dan Robert Owen (pendiri koperasi) Pengertian social entrepreneurship sendiri berkembang sejak tahun 1980-an yang diawali oleh para tokoh, seperti Rosabeth Moss Kanter, Bill Drayton, Charles Leadbeater, dan Profesor Daniel Bell dari Universitas Harvard yang sukses dalam kegiatan social entrepreneurship karena sejak tahun 1980 berhasil membentuk 60 organisasi yang tersebar di seluruh dunia. Awalnya, social entrepreneurship bisa merupakan kegiatan "non-profit", namun dalam perkembangannya kegiatan harus berorientasi pada bisnis (entrepreneurial private -sector business activities). Keberhasilan legendaris dari Grameen Bank dan Grameen Phone di Bangladesh adalah salah satu contoh terjadinya pergeseran orientasi dalam menjalankan karakteristik social entrepreneurship. Hal ini menjadi daya tarik bagi dunia bisnis untuk turut serta dalam kegiatan social entrepreneurship karena dapat menghasilkan keuntungan finansial. Social entrepreneurs memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi karena dengan kiprahnya mampu memberikan hal-hal sebagai berikut: menciptakan kesempatan kerja; melakukan inovasi dan kreasi baru terhadap produksi barang ataupun jasa yang dibutuhkan masyarakat; menjadi modal sosial; dan meningkatkan kesetaraan (equity promotion) Pembangunan ekonomi seharusnya ditujukan untuk memberdayakan manusia (people empowerement) agar dapat mengembangkan entrepreneurship termasuk pengembangan social entrepreneurship. Kebijakan pemerintah seharusnya ditujukan untuk mengurangi hambatan-hambatan birokrasi yang. mengarah pada menurunnya kegiatan social entrepreneurship. Berbagai tantangan yang dihadapi oleh social entrepreneurs antara lain adalah masalah pendanaan, pendidikan untuk mereka yang mampu melahirkan social entrepreneur tangguh dan kurangnya insentif yang diberikan untuk meringankan beban lembaga-Iembaga yang bergerak di bidang sosial. Oleh karena itu, social entrepreneurs harus didukung oleh sosial investor agar inovasinya dapat diwujudkan. Hakikat Pentingnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.  Adapun kriterianya sebagai berikut: No. URAIAN KRITERIA ASSET OMZET  1 USAHA MIKRO  Maks. 50 Juta  Maks. 300 Juta  2 USAHA KECIL > 50 Juta - 500 Juta > 300 Juta - 2,5 Miliar 3 USAHA MENENGAH > 500 Juta - 10 Miliar > 2,5 Miliar - 50 Miliar Sumber:www.depkop.go.id Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu Kelompok ini terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisi ekonomi. Maka sudah menjadi keharusan penguatan kelompok usaha mikro, kecil dan menengah yang melibatkan banyak kelompok. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum berdasarkan undang-undang. Selain berdasar Undang-undang tersebut,dari sudut pandang perkembangannya Usaha Kecil Dan Menengah dapat dikelompokkan dalam beberapa kriteria Usaha Kecil Dan Menengah yaitu: Livelihood Activities, merupakan Usaha Kecil Menengah yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima. Micro Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan. Small Dynamic Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor. Fast Moving Enterprise, merupakam Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB). Salah satu peranan UMKM yang paling krusial dalam pertumbuhan ekonomi adalah menstimulus dinamisasi ekonomi. Karakternya yang fleksibel dan cakap membuat UMKM dapat direkayasa untuk mengganti lingkungan bisnis yang lebih baik daripada perusahaan-perusahaan besar. Sejak krisis moneter yang diawali tahun 1997, hampir 80% usaha besar mengalami kebangkrutan dan melakukan PHK massal terhadap karyawannya. Berbeda dengan UMKM yang tetap bertahan di dalam krisis dengan segala keterbatasannya. UMKM berperan besar dalam mengurangi angka pengangguran, bahkan fenomena PHK menjadikan para pekerja yang menjadi korban dipaksa untuk berfikir lebih jauh dan banyak yang beralih melirik sektor UMKM ini.  Kondisi UMKM di Indonesia  Usaha skala kecil di Indonesia adalah merupakan subyek diskusi dan menjadi perhatian pemerintah karena perusahaan kecil tersebut menyebar dimana-mana, dan dapat memberi kesempatan kerja yang potensial. Para ahli ekonomi sudah lama menyadari bahwa sektor industri kecil sebagai salah satu karakteristik keberhasilan dan pertumbuhan ekonomi. Industri kecil menyumbang pembangunan dengan berbagai jalan, menciptakan kesempatan kerja, untuk perluasan angakatan kerja agi urbanisasi, dan menyediakan fleksibilitas kebutuhan serta inovasi dalam perekonomian secara keseluruhan.  Secara kuantitas, UMKM memang unggul, hal ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar usaha di Indonesia (lebih dari 99 %) berbentuk usaha skala kecil dan menengah (UMKM). Namun secara jumlah omset dan aset, apabila keseluruhan omset dan aset UMKM di Indonesia digabungkan, belum tentu jumlahnya dapat menyaingi satu perusahaan berskala nasional. Data-data tersebut menunjukkan bahwa UMKM berada di sebagian besar sektor usaha yang ada di Indonesia. Apabila mau dicermati lebih jauh, pengembangan sektor swasta, khususnya UMKM, perlu untuk dilakukan mengingat sektor ini memiliki potensi untuk menjaga kestabilan perekonomian, peningkatan tenaga kerja, meningkatkan PDB, mengembangkan dunia usaha, dan penambahan APBN dan APBD melalui perpajakan.  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Propinsi Jawa Barat dengan Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat tahun 2000, jumlah kelompok usaha kecil di Provinsi Jawa Barat adalah 6.751.999 unit atau merupakan 99,89% dari keseluruhan jumlah kelompok usaha yang ada. Penyebaran kelompok usaha kecil ini masih didominasi oleh sektor pertanian dengan jumlah usaha/rumah tangga sebanyak 4.094.672 unit atau 60,57% dari total keseluruhan usaha yang ada. Sampai dengan tahun 2000, jumlah tenaga kerja yang terserap dalam usaha kecil dari berbagai sektor ekonomi di Provinsi Jawa Barat berjumlah 10.557.448 tenaga kerja atau 84,60% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada di Jawa barat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penyerapan tenaga kerja usaha kecil di Jawa Barat adalah yang terbesar dibandingkan dengan tingkat penyerapan tenaga kerja pada usaha besar dan menengah.  Gambaran di atas nampaknya sudah cukup untuk menafikkan pikiran bahwa UMKM adalah usaha yang tidak penting, hanya untuk orang-orang tidak berpendidikan. Justru mungkin inilah saat bagi kita yang sudah menyadari begitu dahsyatnya ketangguhan UMKM, untuk mulai memberikan perhatian yang lebih serius di dalam sektor ini. Bila kita melihat UMKM yang ada di Negara lain, salahsatunya adalah Korea Selatan yang berhasil mengembangkan UKM. Negara ini mendefinisikan UKM sebagai usaha yang jumlah tenaga kerjanya di bawah 300 orang dan jumlah assetnya kurang dari US $ 60 juta.  Saat ini keadaan UMKM di Indonesia semakin menurun, ini dikarenakan kesalahan pengurusan dan kurangnya perhatian pemerintah. Alasannya, pelaksanaan program pemberdayaan UMKM berikut anggarannya yang sangat melimpah tiap tahun dinilai tidak efektif. Ini terbukti dari kenyataan bahwa sektor UMKM yang mampu menyediakan 99,46% lapangan pekerjaan baru, namun kontribusinya baru 43,42% dari seluruh nilai transaksi perekonomian Indonesia setiap tahunnya. Peran UMKM nampak belum begitu dirasakan, karena kurangnya kekuatan bersaing dengan produk-produk luar negeri, dan juga masalah klasik yaitu permodalan. Kita harus melihat ini sebagai masalah yang harus kita pecahkan bersama. Karena kita tidak ingin selamanya terpuruk di dalam krisis yang sudah lebih dari 5 tahun melanda negeri kita. Pengembangan Sektor UMKM Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UMKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UMKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UMKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UMKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UMKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.  Pemerintah pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UMKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi. Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UMKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi.  Peranan Bank Indonesia terhadap UMKM Keberhasilan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan dan peran pemerintah dalam mendorong penyaluran kredit kepada UMKM. Berbagai skim Kredit/pembiayaan UMKM diluncurkan oleh pemerintah dikaitkan dengan tugas dan program pembangunan ekonomi pada sektor-sektor usaha tertentu, misalnya ketahanan pangan, perternakan dan perkebunan. Peran pemerintah dalam skim-skim kredit UMKM ini adalah pada sisi penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga skim kredit dimaksud, sementara dana kredit/pembiayaan seluruhnya (100%) berasal dari bank-bank yang ditunjuk pemerintah sebagai bank pelaksana. Selain itu pemerintah berperan dalam penyiapan UMKM agar dapat dibiayai dengan skim dimaksud, menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang akan menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit, dan memfasilitasi hubungan antara UMKM dengan pihak lain.  Pada dewasa ini skim kredit yang sangat familiar di masyarakat adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang khusus diperuntukkan bagi UMKM dengan kategori usaha layak, namun tidak mempunyai agunan yang cukup dalam rangka persyaratan Perbankan. KUR adalah Kredit/pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi yang tidak sedang menerima Kredit/Pembiayaan dari Perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah pada saat permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan. Tujuan akhir diluncurkan Program KUR adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. BAB III PENUTUP KESIMPULAN Kebijakan publik merupakan suatu hal yang sangat penting dalam perekonomian, karena merupakan salah satu solusi pemecahan masalah yang sedang dihadapi oleh pemerintah. Dalam menyelesaikan urusan-urusan pembangunan, pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dan berpengaruh bagi kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat. Masyarakat pun dapat ikut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi melalui usaha rakyat mandiri salah satunya yaitu Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dianggap efektif dalam membantu pemerintah dalam pembangunan ekonomi. SARAN Masyarakat diharapkan mampu mengembangkan pemahamannya mengenai kebijakan publik agar dapat mengetahui tentang kebijakan-kebijakan yang sedang diambil pemerintah dalam suatu permasalahan yang sedang dihadapi, juga masyarakat diharapkan mampu meningkatkan kemampuan dan kreativitas agar mampu berkontribusi dalam pembangunan ekonomi, contohnya seperti menjadi seorang wirausaha yang mampu membuka lapangan kerja yang bertujuan untuk mengurangi jumlah pengangguran dan mengurangi angka kemiskinan di negara tercinta ini, negara kesatuan republik Indonesia. DAFTAR PUSTAKA 1 2