Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan bahan renungan yang menggugah kesadaran para pendiri negara, termasuk Soekarno ketika menggagas ide Philosophische Grondslag. Perenungan ini mengalir ke arah upaya untuk menemukan nilai-nilai filosofis yang menjadi identitas bangsa Indonesia. Perenungan yang berkembang dalam diskusi-diskusi sejak sidang BPUPKI sampai ke pengesahan Pancasila oleh PPKI, termasuk salah satu momentum untuk menemukan Pancasila sebagai sistem filsafat.
Aksiologi : Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sosial
This paper examines philosophy in the Pancasila value system. This research can be qualified in philosophical research, the method used in this research is qualitative research method through literature review. The type of method used is descriptive qualitative. While the data analysis technique, the writer uses the technique introduced by Miles and Huberman, which includes data reduction, presentation, and conclusion. This article begins with the formulation of the meaning of philosophy in the Pancasila system. Then describe descriptively related to the function of philosophy in the Pancasila system. Pancasila is the basis as well as the ideology of the Indonesian nation, which can be implemented in the life of the nation and state. While philosophy can be understood as a way of deep thinking to get a truth. Philosophy in the Pancasila system is a philosophy on the basis of the state which consists of five precepts as derivations that have their respective roles, but the goal is th...
Di jaman yang serba instan ini, banalitas dan kedangkalan telah menjadi tradisi. Pancasila, misalnya, kini ia tidak dipahami sebagai sistem filsafat yang menjadi pandangan hidup bangsa. Sila-sila yang ada di dalamnya hanya menjadi bahan pelajaran untuk dihafal di ruang-ruang kelas yang sempit. Bahkan nama Pancasila sendiri seringkali hanya digunakan sebagai tameng oleh beberapa oknum politikus untuk mencapai agenda politik terselubungnya. Pancasila juga terkadang hanya menjadi simbol ajang gagah-gagahan untuk menunjukkan superioritas eksistensi. Dengannya, pihak penyandang nama tersebut bisa gasak sana dan gasak sini, mengabaikan esensi-esensi yang terkandung di dalam Pancasila itu sendiri. Hal-hal yang demikian sudah semestinya kita akhiri. Bangsa ini harus kembali merefleksikan atau merenungkan Pancasila sebagai sebuah sistem filsafat yang utuh. Tidak hanya pada kerangka teoretis saja, namun juga mesti bermuara pada praktik-praktik dalam kehidupan sehari-hari. Lantas pertanyaannya, bagaimanakah sesungguhnya sistem filsafat Pancasila yang menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia tersebut? Bagaimana pula sesungguhnya cara mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari? Dua pertanyaan inilah yang akan menjadi fokus pembahasan pada artikel kali ini.
Setiap negara atau bangsa di dunia ini mempunyai sistem nilai (filsafat) tertentu yang menjadi pegangan bagi anggota masyarakat dalam menjalankan kehidupan dan pemerintahannya. Filsafat negara merupakan pandangan hidup bangsa yang diyakini kebenarannnya dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat yang mendiami negara tersebut. Pandangan hidup bangsa merupakan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap bangsa. Nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi segala aspek suatu bangsa. Nilai adalah suatu konsepsi yang secara eksplisit maupun implisit menjadi milik atau ciri khas seseorang atau masyarakat. Pada konsep tersembunyi bahwa pilihan nilai merupakan suatu ukuran atau standar yang memiliki kelestarian yang secara umum digunakan untuk mengorganisasikan sistem tingkah laku suatu masyarakat (Prayitno, 1989:1). Sistem nilai (filsafat) yang dianut suatu bangsa merupakan filsafat masyarakat budaya bangsa. Bagi suatu bangsa, filsafat merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, filsafat berfungsi dalam menentukan pandangan hidup suatu masyarakat dalam menghadapi suatu masalah, hakikat dan sifat hidup, hakikat kerja, hakikat kedudukan manusia, etika dan tata krama pergaulan dalam ruang dan waktu, serta hakikat hubungan manusia dengan manusia lainnya (Prayitno, 1989:2).
URTX - Revista d'humanitats de l'Urgell, 2023
Sulla rotta per la Sicilia: l'Epiro, Corcira e l'Occidente, 2011
Excellence and Innovation in Learning and Teaching , 2023
T. Kerig/A. Zimmermann (eds.), Economic archaeology : from structure to performance. International conference, Köln, 9-11 Juni 2010 (Bonn 2013), 65-82., 2013
Health Information & Libraries Journal, 2016
Dressing the dead in classical antiquity, 2012
eldiario.es 8/12/2021
trakia journal of sciences, 2020
European Journal of Human Genetics, 2011
Chemical Communications, 2013
Angelaki: Journal of Theoretical Humanities, 2024
Anti. Revista del Centro de Investigaciones Precolombinas, C.A.B.A, Argentina, 2024
Arabian Journal of Geosciences, 2016
Christianity & Literature, 2018