Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan
Islam
Irawan
Asosiasi Sarjana Manajemen Pendidikan Islam Indonesia (ASMAPI)
e-mail: irawan@uinsgd.ac.id
Abstract
When the word )slam is attached to the subject Education Management and become
)slamic Education Management it would rise a question whether or not it is a science?
If It is a science, what is the assurance that truly represent it as a science? This paper
tries to proof that Islamic education management could be considered as a science and
it bears its own scientific paradigm. The analysis employs the critical realism school of
Stephen Ackroyd in the philosophy of management as well as numbers of
episthemeological issues of organizational practices by Frits Schipper that are brought
to the context of Islamic education. The analysis shows that the formal object of
Islamic education management is management science, whereas, its material object is
management practices of educational activities in Islamic education institutions such
as madrasah, pesantren (boarding school) dan Islamic schools. The researches in
Islamic education management focus on facts, context, event and cases happened in
that institutions, by not merely attaching Qur anic verses in the existing theory of
education management, so that it looks Islamic, since the Qur an is also contextual
with its asbabun nuzul (the causes of revelation) concept.
Keywords: Islamic Education Management, Scientific Paradigm, Philosophy of
Management
Abstrak
Saat nama )slam ditempelkan pada Manajemen Pendidikan menjadi Manajemen
Pendidikan )slam MP) , timbul pertanyaan, apakah ia sudah layak disebut ilmu? Jika
sudah, muncul pertanyaan, apa yang menjamin bahwa ia benar-benar telah
merepresentasikan sebuah ilmu? Artikel ini bermaksud membuktikan bahwa MPI bisa
menjadi sebuah ilmu dan memiliki paradigma keilmuannya sendiri. Untuk
membahasnya, digunakan filsafat manajemen aliran realisme kritis (Stephen Ackroyd,
2010) dan sejumlah isu epistemologis praktik organisasi (Frits Schipper, 2010) yang
kemudian diretas ke dalam konteks pendidikan Islam. Hasil analisis menunjukkan
bahwa objek formal MPI itu adalah ilmu manajemen (the Science of management)
sedangkan objek materialnya adalah pengelolaan kegiatan pendidikan di pelbagai
lembaga pendidikan Islam (madrasah, pesantren dan sekolah Islam). Riset MPI pun
297
298
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
fokus pada fakta, konteks, peristiwa dan kasus-kasus yang terjadi di lembaga tersebut,
bukan sebatas menempelkan ayat-ayat suci ke dalam teori manajemen pendidikan
yang ada, agar nampak Islami. Kitab suci pun pada dasarnya kontekstual al tafsīr as
siyāqi dan berbasis kepada fakta lapangan asbāb an nuz”l .
Kata Kunci: Manajemen Pendidikan Islam, paradigma keilmuan, filsafat manajemen
Pendahuluan
Pesatnya perkembangan kajian Manajemen Pendidikan di Indonesia
pada tahun 2005-an berdampak pada; 1) banyaknya Program Studi
Administrasi Pendidikan di beberapa universitas mantan IKIP
bertransformasi menjadi Program Studi Manajemen Pendidikan; 2) maraknya
pembukaan Program Studi Manajemen Pendidikan baik di tingkat S-1, S-2
maupun S-3, baik di perguruan tinggi swasta maupun negeri.
Gejala di atas berimbas pula pada pendidikan Islam. Pada tahun 2007,
Departemen Agama menitipkan 30 orang dosen Perguruan Tinggi Agama
Islam untuk mengikuti program beasiswa doktor bidang Manajemen
Pendidikan ke Universitas Islam Nusantara Bandung. Harapannya, setelah
lulus, mereka dapat memperbaiki pengelolaan pendidikan Islam. Mulai tahun
2009-an, kajian terhadap Manajemen Pendidikan Islam pun semakin sering
dilakukan di hampir seluruh Pendidikan Tinggi Islam (diktis) di Indonesia.
Fenomena ini mendapatkan momentumnya setelah sejumlah IAIN (Jakarta,
Yogyakarta, Malang dan Bandung), dalam rentang waktu 2004-2006, sukses
mengubah bentuk kelembagaan dan pengelolaannya menjadi UIN.
Pada tahun 2009 itulah, Program Studi/Jurusan Kependidikan Islam
(KI) pun berganti nama menjadi Jurusan/Program Studi Manajemen
Pendidikan Islam/MPI.1 Sejak saat itu, sejumlah Perguruan Tinggi Agama
Islam (UIN, IAIN dan STAIN) mulai membuka atau mengganti nama Prodi KI
menjadi Prodi atau Jurusan MPI. Pada tahun 2012, Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung berhasil mengubah Prodi KI
menjadi Jurusan MPI dengan akreditasi A. Setahun kemudian (2013), Program
Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung pun membuka Program S-2
Manajemen Pendidikan Islam.
1
PMA RI No. 39 Tahun 2009, n.d.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
Hingga tahun 2013, terdapat kurang lebih 40 Prodi S-1 MPI di seluruh
Indonesia yang tersebar di UIN, IAIN, STAIN dan beberapa PTAIS seIndonesia. Pada tahun itu, mereka sepakat membuat suatu Forum
Komunikasi Prodi MPI se-Indonesia. Pada tanggal 24 Mei 2014, mereka
mendeklarasikan berdirinya Asosiasi Sarjana Manajemen Pendidikan Islam
(ASMAPI) Indonesia di Bandung. Asosiasi ini bersifat independen dan fokus
dalam pengembangan keilmuan dan praksis manajemen pendidikan Islam.
Tulisan ini bermaksud merespons fenomena di atas dengan berupaya
merumuskan suatu paradigma keilmuan MPI, yang dalam beberapa bagian
boleh jadi sama dan/atau berbeda dengan Adminsitrasi/Manajemen
Pendidikan (AP/MP). Tujuannya agar MPI memiliki paradigma keilmuan
yang mapan dan eksistensinya diakui kalangan intelektual dan cendekiawan
manajemen pendidikan, baik di tingkat nasional maupun internasional,
karena jelas spesifikasinya. Selebihnya, sebagai cabang dari ilmu pendidikan
Islam (Islamic Education), MPI pun dapat memberi warna baru dan
berkontribusi nyata dalam mengembangkan ilmu manajemen pendidikan.
Alat analisis yang digunakan dalam tulisan ini adalah filsafat
manajemen aliran realisme kritis (Stephen Ackroyd, dalam Koslowski, 2010).
Sejumlah isu epistemologi dalam praktik organisasi (Frits Schipper, dalam
Koslowski, 2010) sedemikian rupa dikontekstualisasikan dengan kegiatan
pengelolaan lembaga pendidikan Islam. Dari isu epistemik tersebut kemudian
dirumuskan suatu desain metodologi penelitian MPI. Contoh penelitian MPI
yang berbasis pada metode penelitian realis tersebut ditampilkan di bagian
akhir tulisan ini.
Konsep Manajemen Pendidikan Islam
Beberapa isu penting epistemologi organisasi adalah menyelidiki; 1)
aspek-aspek kualitas dari teori organisasi yang diperkirakan dapat
memperkuat praktik manajemen; 2) sejumlah perangkat kognitif dan strategi
penjelasan rasional teori tersebut sehingga dapat meligitimasi eksistensi
manajemen sebagai sebuah ilmu.2
2
Peter Koslowski, Elements of a Philosophy of Management and Organization (New
York: Springer, 2010), hlm. 93.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
299
300
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
Di dalam ilmu manajemen, tindakan yang memperhitungkan kualitas
suatu ilmu disebut dengan manajemen ilmu (knowledge management).
Bidang ini bertujuan mengkaji kreativitas, inovasi dan proses bagaimana
publik mengklaim keabsahan sebuah ilmu (context of justification). Oleh
karena itu manajemen ilmu memerlukan ilmu tentang ilmu, agar ia memiliki
sebuah keyakinan tentang ilmu yang diklaimnya. Seorang konsultan
manajemen mengklaim bahwa ia telah menghadirkan kesadaran tentang
chaos pada sebuah organisasi. Maka kehadirannya harus dipandang penting,
misalnya, karena ia telah menstimulasi organisasi tersebut agar senantiasa
mengembangkan dan mencipta ilmu baru yang berhubungan dengan
tindakan mengelola organisasi yang dapat mengantisipasi perubahan zaman
yang cepat, kompleks dan tidak teratur.3
Dalam konteks filsafat sains, pernyataan di atas terdengar atraktif
karena alih-alih objektif justru ilmu manajemen sepertinya dituntut untuk
melibatkan emosi, perasaan, imajinasi dan persepsi atas kenyataan yang ada.
Di sini kreativitas, inovasi dan kesungguhan dalam mengonseptualisasi
semua peristiwa yang hadir dihadapannya menjadi faktor menentukan,
apakah tindakan yang dimaksud masuk ke dalam kosa kata epistemologi atau
hanya mitos bahkan dogma semata.
Beberapa konsep manajerial seperti auditing, monitoring dan kualitas
kinerja organisasi dapat diperiksa secara kritis dan diuji secara ilmiah agar
bisa memperbaiki praktik organisasi. Ketiga istilah tersebut berhubungan
dengan persoalan transparansi, integritas, keterbukaan, indikator,
pengukuran dan tanggung jawab perusahaan. Ketiga istilah yang terdengar
aksiologis ini sedemikian rupa harus dibawa ke ranah epistemologis agar
secara teoretis mengalami pembaruan keilmuan.
Konsep ‘transparansi’ yang berhubungan dengan tata kelola, baik di
dalam dunia bisnis, pemerintahan maupun pendidikan itu, biasanya
dilaksanakan dalam rangka menjamin akuntabilitas, tanggung jawab dan
keterbukaan finansial organisasi agar kinerjanya menjadi lebih baik. Dengan
demikian, dalam arti ini, konsep ‘transparansi’ dapat bermakna; 1) literal,
yakni membuat kasat mata sesuatu yang tidak terlihat (visual un-presence),
bagaikan sebuah kaca yang membuat benda-benda di baliknya menjadi
3
Ibid., hlm. 93.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
tembus pandang; 2) metaforis, yakni menyingkapkan sesuatu melalui sesuatu;
membuat sesuatu yang mengganggu menjadi nyaman (makes an un-disturb),
karena telah merepresentasikan semua hal dengan apa adanya (un-hidden
presence). Dalam konteks bisnis, kondisi finansial sebuah perusahaan dapat
dikatakan telah transparan ketika segala sesuatunya dapat terlihat dari luar,
sebening kristal, tidak ada rahasia (nothing remaining covert), tidak ada
embel-embel apa pun dibelakangnya (nothing existing behind it) dan tidak
ada manipulasi finansial apa pun (no financial manipulation).4
Secara epistemologi ‘transparansi’ dapat bermakna bahwa semua
ilmu harus jernih, jelas (muhkam/wudhūh) dan berbeda dengan yang lain
(clear and distinct). Komunitas intelektual yang ideal adalah komunitas yang
terbuka dan sama sekali tidak boleh memiliki sisi gelap. Misalnya, efek
samping dari obat yang dijual bebas pun harus secara rinci disebutkan dalam
kemasan. Berarti, dalam kuasa ilmu harus ada transparansi atau keterbukaan.
Demikian pula dengan MPI, ia harus lepas dari pandangan dogmatis
keagamaan Islam dan secara terbuka (Asy Syaffāfiah) masuk ke dalam
khasanah keilmuan Islam (Islamic Studies) atau ilmu pendidikan Islam
(Islamic Education) yang menyejarah, kritis, objektif (maudhu’i) dan
kontekstual.
Konsep berikutnya adalah integritas. Integritas berasal dari bahasa
Latin ‘integer’ yang bermakna ‘keseluruhan’, ‘lengkap’, ‘tidak terpecahpecah’, ‘utuh’, atau ‘satu kesatuan’ (kāffah). Konsep-konsep ini sering
digunakan dalam bidang kedokteran, teknologi, etika dan pendidikan.
Integritas mencerminkan sesuatu yang sangat berharga dan bernilai,
berdasarkan situasi dan kondisi yang dipertimbangkan secara komprehensif.
Tindakan yang dilandasi integritas bermakna bahwa tindakan itu dilakukan
secara utuh dan satu kesatuan, antara perbuatan dengan perkataan, bukan
karena tunduk dan patuh karena mengikuti aturan, tidak berniat jahat (not
having a suspect agenda), tidak mengatakan atau bertindak pada suatu waktu
‘A’ sementara pada saat yang lain tanpa atau dengan sebab-sebab yang
khusus bertindak dan berkata ‘non-A’. Menghadirkan integritas bukan asal
membuat orang lain merasa senang atau secara eksklusif berupaya memenuhi
kepentingan pribadinya.
4
Ibid., hlm. 97-100.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
301
302
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
Seorang auditor misalnya, memerlukan integritas dalam menjalankan
profesinya karena tidak semua tindakan mengaudit itu dapat direduksi ke
dalam satu prosedur yang ketat. Bagaimanapun juga, integritas
mengandaikan hadirnya kebajikan intelektual. Maka mengelola integritas itu
artinya membantu orang menjadi lebih sensitif terhadap potensi konflik
seraya mengatasinya secara bijak dan bajik serta bermanfaat. Integritas
adalah sejenis kebajikan super (super-virtue), kebajikan yang sifatnya hakikat
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (to keep better live).5
Untuk bisa mengolah, menghayati dan mencapai tujuan epistemik di
atas, MPI hendaknya; 1) mengkaji secara serius pelbagai teori manajemen
bisnis agar secara kritis bisa diterapkan di lembaga pendidikan Islam
sehingga pengelolaannya lebih efektif dan efisien; 2) menginvestigasi dan
menguji sejumlah ilmu manajemen bisnis dengan pelbagai pertanyaan etis
keislaman (akhlak-Islāmiyyah). Misal, dengan mengajukan pertanyaan;
Tindakan seperti apakah yang dianggap paling benar lagi mulia (akhlak al
karimah) dalam mengelola manusia, sebagai makhluk dan wakil Tuhan di
muka bumi ini?; Salah satu jawabannya harus transparan (ijtihadiyyah) dan
penuh integritas (kāffah) 3) menguji perilaku perusahaan dan organisasi
bisnis (profit) dengan pelbagai teori pedagogi Islam agar dapat menciptakan
suatu nilai tambah (‘anfa’uhum li ‘n nās) baik bagi anggota organisasi
maupun masyarakat sekitarnya (abundant organizations).
Objek Formal dan Objek Material MPI
Mapan tidaknya suatu bidang ilmu, termasuk ilmu Manajemen
Pendidikan Islam ditentukan oleh dasar teori, metodologi dan praksis yang
ditetapkan dalam objek formal dan objek materialnya. Objek formal ilmu
Manajemen Pendidikan Islam adalah ilmu manajemen (the science of
management), misalnya dari Frederick Winslow Taylor. Sebagai ilmu, maka
pendekatan formal yang digunakan MPI adalah riset ilmiah (scientific
research) bidang manajemen.
Sekarang ini, cara kerja peneliti bidang organisasi dan manajemen
cenderung mengikuti agenda akademik filsafat sains kaum realis. Para
peneliti realis menyelediki konfigurasi, formasi dan susunan suatu gejala
5
Ibid., hlm. 103-104.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
manajerial kemudian dengan kritis mereka merekonfigurasi, mereformasi
serta merestrukturisasi gambaran tentang organisasi baik publik maupun
privat. Tipe teori dan metode penelitian manajemen realisme kritis ini
disajikan dalam tabel berikut.
Perbandingan Logika Penelitian Positivistik dengan Realistik
Tipe
Eksplanasi
Proses
penemuan
Ilmiah
Proses
mengonstruksi ilmu
Positivistik
Induktif
Generalisasi
Kesatuan variabel
dan probabilitas
hasil
Deduktif
Silogisme,
bermula dari
premis
kemudian
menjadi postulat
dan teori.
Memperhitungk
an unsur yang
membangun
suatu sistem
mekanis
memperhitungk
an proses dan
kondisi yang
jelas untuk
dielaborasi
Mengumpulkan
dan
mengakumulasi
data
Dari prinsip
menuju teori
baru
Realistik
Abduktif
Retroduktif
Mengakui
perlunya
perbaikan
dalam sistem
tertentu
Menjawab
pertanyaan:
kondisi macam
apa yang
menghadirkan
proses tersebut
menjadi
mungkin
Menguji proposisi,
membantah hukum
dengan
menunjukkan
kesalahan prediksi
dengan kontradiksi
Memperhitungkan
proses kerja yang
muncul dalam
konteks
Menempatkan
sejumlah
perhitungan
partikular ke dalam
kondisi sosio
ekonomi yang lebih
luas
(Stephen Ackroyd dalam Koslowski [ed.], 2010: 53)
Penelitian kaum realis mengombinasikan unsur-unsur teoretis
(menduga ada mekanisme tertentu) dengan pembuktian empiris (operasional
atau tidak operasional) dan tidak sepenuhnya bergantung pada positivisme
(generalisasi dari pembuktian induktif) maupun pada logika penyimpulan
postulat teoretis (deduksi). Kaum realis lebih mekanis sekaligus abduktif
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
303
304
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
(mengikuti konstruksi urutan) dan retroduktif (memperhatikan kondisi
tertentu secara mekanis dan teridentifikasi secara inderawi). Penyimpulan
riset kaum realis lebih praktis tetapi kritis karena di samping memperhatikan
tafsiran imajinatif yang dapat membangun pola tertentu juga
memperhitungkan kondisi tertentu yang dapat menghadirkan pola tertentu.
Desain Penelitian Kaum Realis
INTENSIF
Kejelasan
Seperti apakah
strategi riset
mekanismenya?
(kontekstual)
EKSTENSIF
Bagaimana cara
memperlakukan konteks ke
dalam suatu mekanisme
tertentu
Berpotongan
Berinteraksi
secara tipikal?
secara
sejarah?
Analisis
Analisis
perbandingan
institusional
kasus
generatif
SurveiStudi
Populasi
Prosedur Riset:
Penelitian
pasif
Studi kasus
tunggal
Intervensi aktif
Penelitian
tindakan
Evaluasi
kebijakan
komparatif
Evaluasi
kebijakan
umum
Kritik
terhadap
kebijakan
Abduksi
Abduksi
Retroduksi
Retroduksi
Logika
penemuan
yang dominan
(Stephen Ackroyd dalam Koslowski [ed.], 2010: 61)
Peneliti manajemen realis bisa menggunakan prosedur penelitian
pasif atau naturalistik (berurusan dengan peristiwa apa adanya) atau terlibat
aktif (mencoba menginduksi perubahan melalui intervensi tertentu). Akan
tetapi logika penemuan ilmiah kaum realis lebih mengedepankan abduksi
dan retroduksi yakni mendemonstrasikan kehadiran urutan kasus per kasus
secara mekanis dan generatif. Hal ini dilakukan agar dapat mengambil secara
total beragam hasil pengamatan penting dari tepi (partikular) yang mungkin
dianggap tidak penting menjadi sangat penting. Riset manajemen kaum realis
akan menjadi semakin berbobot dan lebih rumit ketika bergerak di antara
abduksi dan retroduksi.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
Fokus Riset dan Logika Penemuan Ilmiah Kaum Realis
Prinsip Logika Penemuan Ilmiah
Abduksi
Retroduksi
Menetapkan proses
generatif
Desain studi kasus
sederhana
Fokus
Riset
Efek
terhadap
konteks
Contoh: Willis/Burawoy
Mengklarifikasi kontribusi
konteks terhadap efek
proses generatif
Desain studi kasus
komparatif
Penemuan temporal dan
hubungan spasial dalam proses
generatif yang kompleks
Investigasi kelembagaan secara
generatif
Contoh: Edwards II/ Mutch
Mempertimbangkan konteks
umum dan relevansinya dengan
penyebab umum secara mekanis
Studi populasi skala besar
Contoh: Byrne, Ackroyd + Muzio
Contoh: Burawoy II,
Edward I
(Stephen Ackroyd dalam Koslowski [ed.], 2010: 63)
Berdasarkan pendekatan kaum realis maka objek studi riset kaum
realis adalah kasus dan/atau konteks secara generatif, komparatif maupun
populatif berskala besar. Dengan demikian secara epistemologi, objek
material ilmu Manajemen Pendidikan Islam adalah lembaga, pranata dan
organisasi pendidikan Islam baik formal, nonformal maupun informal. Dalam
jalur pendidikan formal, yang termasuk lembaga pendidikan Islam adalah RA,
madrasah (MI, MTs, MA dan MAK) dan perguruan tinggi Islam (STAIN, IAIN
dan UIN).
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk
mengenyam proses pembelajaran (Nata 2004: 50). Dalam bahasa Indonesia
madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk
belajar dan memberi pengajaran (Poerwadarminta 1984: 889). Madrasah
adalah wadah atau tempat belajar ilmu-ilmu keislaman dan ilmu
pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang sesuai dengan zamannya.
Maka istilah madrasah identik dengan pendidikan Islam, akan tetapi tidak
sama dengan ‘pendidikan agama Islam’. Dalam perkembangannya, madrasah
berkedudukan sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengombinasikan
pendidikan keagamaan dengan pengajaran ilmu-ilmu umum.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
305
306
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
Sebagian besar madrasah di Indonesia milik swasta. Hanya sekitar
6,4% madrasah yang berstatus milik pemerintah. Hal ini bermakna bahwa
persoalan pendanaan menjadi agenda utama perbaikan manajemen
madrasah. Madrasah memiliki kurikulum yang lebih jelas dan formal serta
tidak mondok bahkan pendekatan pembelajarannya lebih variatif serta
modern. Saat ini semua madrasah memuat kurang lebih 70% kurikulum
umum dan 30% kurikulum keagamaan. Lulusan madrasah pun bisa
melanjutkan ke perguruan tinggi umum (Tan, 2011: 93-94). Agar madrasah
dapat setara denggan sekolah umum, pemerintah mengeluarkan kebijakan
bahwa madrasah dipersepsi sama dengan sekolah umum. Pemerintah pun
mengadakan pelbagai pelatihan tentang manajemen madrasah dan sekolah
secara bersama bahkan menerbitkan modul Peningkatan Tata Kelola
Madrasah atau Sekolah dengan tujuan yang sama, yaitu meningkatkan
keefektivan dan efisensi manajemen sekolah dasar dan menengah. Meskipun
secara teoretis bisa mengadopsi teori manajemen yang sama namun secara
kontekstual dan kultural belum tentu direspons sama seperti sekolah pada
umumnya.
Meskipun madrasah di Indonesia telah mengadopsi kurikulum
pendidikan umum, namun pengajaran sains belum menjadi fokus utama
madrasah. Secara ideologis, madrasah masih menganggap bahwa sains itu
identik dengan Barat/sekuler sehingga apa pun yang berasal dari Barat
biasanya diterima agak apatis, termasuk ilmu manajemen. Boleh jadi isu
masuknya manajemen modern ke madrasah justru dicurigai sebagai bagian
propaganda kapitalisme. Maka perlu ada penyesuaian khusus ketika hendak
menerapkan manajemen di madrasah. Di sinilah MPI berperan.
Untuk meliterasi madrasah dengan sains perlu menghadirkan sains
pada masa klasik Islam yaitu sekitar abad ke 3-4 Hijriyah/ Abad ke 9-10 M.
Saat itu sains betul-betul dipelajari secara serius di madrasah. Pengajaran
matematika dan astronomi yang dihubungkan dengan logika dan filsafat
biasa dipelajari di madrasah. Di bawah pimpinan Khwājah Nasīr al-Dīn Tūsī
didirikan suatu tempat observatori (peneropongan bintang) di Maraghah
sebagai tempat praktik murid-murid madrasah.
Pada abad ke 2/8, saat umat Islam melakukan kontak dengan China,
lembaga-lembaga pendidikan (madrasah) juga mengajarkan ilmu-ilmu kimia
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
China. Hal ini semakin mendekatkan umat Islam dengan sains klasik dari
pelbagai wilayah lain seperti India (Nasr, 1987: 129-130). Pada abad ke 3/9
gelombang penerjemahan sains ke dunia Islam semakin menjadi-jadi. Hal ini
merupakan bukti keterlibatan langsung lembaga pendidikan Islam, kecuali
madrasah adalah Bayt al-hikmah. Maka umat Islam pun semakin melek sains.
Saat ini agar umat Islam melek sains mestinya madrasah berperan kembali
dalam mengajarkan sains, bukan hanya sekedar melengkapi, tetapi menjadi
kurikulum utama. Fakta sejarah tersebut dapat membuktikan bahwa
pengelolaan madrasah pada zaman dahulu telah mapan. Tugas MPI
membuktikan serta menggambarkan secara rinci kegiatan penyelenggaraan
madrasah tersebut kemudian menyusunnya ke dalam suatu teori manajemen
pendidikan Islam yang menyejarah sehingga bisa diterima dan diterapkan di
madrasah modern.
Dalam UUSPN 2003 pasal 30, pesantren termasuk ke dalam
pendidikan keagamaan. Pesantren bisa diselenggarakan secara formal,
nonformal dan atau informal. Ideologi dasar pesantren pun pada dasarnya
bersumber dari ajaran Islam namun kecenderungan pesantren yang selalu
berupaya menyesuaikan diri dengan perubahan zaman (konteks), misalnya
dari segi infrastruktur diklasifikasikan menjadi pesantren yang hanya
memiliki; 1) masjid dan rumah kyai; 2) masjid, rumah kiai dan asrama; 3)
masjid, rumah kiai, asrama dan madrasah; 4) masjid, rumah kiai, asrama,
madrasah dan fasilitas lain (lahan peternakan, pertanian, kerajinan dan
koperasi); 5) fasilitas modern yang lengkap (perpustakaan, dapur umum,
ruang tamu, ruang makan, kantor administrasi, toko dan koperasi, gedung
pertemuan, kamar mandi, WC dan labolatorium) dan memadai. Pesantren
model ini biasanya memiliki manajemen yang baik namun dalam pengelolaan
keuangan masih konvensional dan manual (by cash) belum non cash atau
digital (berkartu ATM) sehingga rawan penyelewengan.6
Contoh Penelitian Manajemen Pendidikan Islam
Melalui sejumlah penelitian, konsep-konsep tertentu dari manajemen
dapat diterapkan secara dalam perilaku penyelenggaraan pendidikan Islam.
Misalnya, dorongan etika sosial yang diterapkan pada perusahaan melalui
6
Media Pendidikan: Jurnal Pendidikan Islam Volume XXVII, Nomor 3 (1433 H 2012)
dan Republika edisi 26-8-2014.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
307
308
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
CSR dapat diterapkan di madrasah. Penelitian Ahmad Juhaidi, Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Madrasah 7 memberi peluang bagi
madrasah untuk memanfaatkan CSR tersebut.
Ada dua hal yang menjadi fokus penelitian Juhaidi dalam
memanfaatkan CSR untuk madrasah, yaitu:
1.
Penetapan distribusi dan alokasi untuk madrasah. Metode penetapan
alokasi dan distribusi dana CSR pada sebuah madrasah dapat
berdasarkan jumlah siswa yang berasal dari desa terdampak (ring satu
dan ring dua). Metode ini dapat mendorong madrasah untuk
meningkatkan jumlah siswa dari desa terdampak dengan meningkatkan
kualitas pendidikan di sekolah/madrasah tersebut. Model ini
memprioritaskan siswa-siswa desa dari desa terdampak yang selama ini
tidak menjadi dasar dalam penetapan distribusi dan alokasi program
CSR. Distribusi dan alokasi pada sebuah madrasah idealnya didasarkan
pada jumlah siswa dari desa terdampak yang terdaftar madrasah
tersebut. Semakin banyak siswa dari desa terdampak, semakin besar
pula dana CSR berbentuk block grant ‘swakelola’ yang dialokasikan di
madrasah tersebut. Sedangkan unit cost dapat ditetapkan berdasarkan
kemampuan pihak perusahaan. Dengan demikian, madrasah pun akan
mendapat konpensasi yang diterima secara langsung dan berhak
memutuskan sendiri untuk apa dana itu digunakan berdasarkan
kebutuhan siswa agar sejalan dengan esensi manajemen berbasis
madrasah. Dengan demikian, keterlibatan pihak ketiga dapat direduksi
sehingga dana yang sampai langsung kepada proses pendidikan akan
semakin besar, tanpa harus dibebani cost operasional pihak ketiga;
2. Peran madrasah dalam perencanaan. Perencanaan program CSR
pendidikan, idealnya dilakukan sepenuhnya oleh pihak madrasah.
Dengan demikian, kebutuhan ril siswa akan dapat terakomodasi.
Perspektif manajemen berbasis madrasah memberikan otonomi yang
sangat luas bagi madrasah dalam proses perencanaan di madrasahnya.
Kajian perencanaan pendidikan menegaskan bahwa perencanaan
pendidikan dimulai dengan menentukan masalah. Bagaimanapun juga
madrasah lebih memahami persoalan apa saja yang menghambat
7
Ibid., hlm. 456-460.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
proses belajar di lembaga mereka. Oleh karena itu, perencanaan
program CSR yang tidak melibatkan madrasah menjadi satu faktor yang
dapat menghambat keberhasilan program CSR bidang pendidikan.
Pada umumnya, keterlibatan madrasah dalam proses perencanaan
program CSR sangat sedikit. Hal itu bertolak belakang dengan trend
desentralisasi dalam School Based Management (SBM). Manajemen
berbasis madrasah merupakan konsekuensi logis dari desentralisasi
kewenangan ke tingkat sekolah. World Bank (2009) menyebutkan
bahwa SBM akan meningkatkan outcome pendidikan. Pertama, SBM
akan meningkatkan akuntabilitas kepala sekolah (termasuk madrasah)
dan guru bagi siswa, orang tua, dan guru. Mekanisme akuntabilitas
yang menempatkan publik pada pusat pelayanan dan meningkatkan
outcome dengan memfasilitasi partisipasi dalam pelayanannya. Kedua,
SBM akan memberikan kesempatan pada penentu kebijakan lokal
untuk memutuskan input yang tepat dan kebijakan yang sesuai realitas
dan kebutuhan lokal. Proses perencanaan kegiatan yang tidak
melibatkan madrasah akan mengabaikan kebutuhan dan realitas
madrasah.
Penelitian Juhaidi menunjukkan bahwa kelemahan utama dalam
penyelenggaraan pendidikan Islam adalah persoalan pengelolaan
dana/keuangan. Pertama lembaga pendidikan Islam, umumnya kurang lincah
dalam mencari sumber dana, termasuk dalam memanfaatkan CSR. Kedua
tidak transparan dalam pengelolaan. Ketiga para pengelola tidak memiliki
integritas dalam pengelolaan keuangan. Untuk kasus pesantren misalnya,
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama berhasil mengungkap beberapa
kasus pelanggaran anggaran bantuan untuk pondok pesantren. Kemenag
memiliki anggaran sekitar 450 Miliar khusus untuk pondok pesantren. Tetapi
hanya sekitar 300 dari 43 ribu ponpes yang bisa memperoleh bantuan. Di satu
sisi ini keterbatasan dana, akan tetapi di sisi lain ada pelanggaran di oknum
kemenag wilayah daerah yang memberikan peluang kepada orang
terdekatnya, saudaranya, atau lembaga pesantren yang didirikannya
(Republika, 26-8-2014). Ini adalah bentuk penyimpangan yang terjadi karena
ada konflik kepentingan (conflict of interest), tidak adanya integritas dan
transparansi dalam pengelolaan keuangan pondok pesantren.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
309
310
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
Muhammad Jasin selaku Irjen Kemenag mengatakan bahwa ada
sejumlah oknum yang memotong uang bantuan untuk kepentingan pribadi
karena merasa berjasa telah memberikan bantuan. Dampaknya, bantuan
diberikan ke tempat yang sama dalam beberapa tahun, sedangkan pesantren
yang benar-benar membutuhkan malah terabaikan (Republika, 26-8-2014).
Ini dampak dari rendahnya kedisiplinan dan bertolak belakang dengan moto
Kemenag yaitu ‘ikhlas beramal’. Untuk menegakkan kedisiplinan perlu
penegakan hukum. Untuk menyadarkan kembali ke visi kemenag perlu ada
upaya penanaman kembali budaya organisasi yang sesuai dengan visi dan
misi organisasi.
Penelitian Adri Efferi 8 yang berjudul, ‘Dampak Konflik Internal
Kepemimpinan pada Kinerja Dosen Perguruan Tinggi Islam’ dapat memberi
gambaran bahwa teori kepemimpinan manajemen perusahaan dapat
diterapkan di lembaga pendidikan Islam.
Pemanfaatan atas sejumlah potensi fisik untuk peningkatan kinerja
dosen STAIN Kudus masih belum tergarap secara maksimal. Keadaan
lingkungan politik kampus yang belum sepenuhnya netral, menyebabkan
pola kepemimpinan kharismatik yang dijalankan ketua STAIN Kudus tidak
berjalan dengan efektif. Kecenderungan politis dosen yang terpilah menjadi
dua kubu justru semakin meluas. Dua kubu yang berseteru, yang pada
awalnya hanya melibatkan dosen secara terbatas, kini semakin meluas dan
menguat membentuk dua kelompok politik besar. Kebijakan-kebijakan
pimpinan STAIN Kudus justru nampak semakin bergantung pada kebijakankebijakan dari Kementerian Agama Pusat. Pola kepemimpinan kharismatik
yang dijalankan pimpinan justru lebih menampilkan sosok kepemimpinan
yang semakin tidak efektif. Pimpinan, menampakkan perilaku yang tidak
berorientasi kepada pengembangan dosen seperti menghargai pelbagai upaya
hasil eksperimen, gagasan baru, dan perubahan. Dosen, sebagai bawahan
semakin merasa tidak terpuaskan dan hanya dipandang sebelah mata oleh
pimpinan. Dengan demikiam, pola kepemimpinan kharismatik yang
dijalankan Ketua STAIN Kudus cenderung berubah menjadi kepemimpinan
situasional. Hal tersebut ditandai dengan; 1) meningkatnya kadar bimbingan
8
Adri Efferi, Dampak Konflik Internal Kepemimpinan Pada Kinerja Dosen
Perguruan Tinggi Islam’, Media Pendidikan Jurnal Pendidikan Islam Volume
XXVII, Nomor 3 (2012): hlm. 347-364.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
dan arahan yang diberikan oleh pimpinan; 2) menguatkan kadar dukungan
sosioemosional kelompok tertentu yang disediakan pimpinan, dan 3)
menurunnya tingkat kesiapan (kematangan) yang diperlihatkan dosen pada
umumnya dalam menjalankan tugas yang dibebankan organisasi/ lembaga.
Kepemimpinan di STAIN Kudus belum mencerminkan suatu
kenyataan bahwa ia mempunyai kekuatan dan keberanian dalam menyatakan
kemampuan mental, yang didukung oleh unsur-unsur penting sebagai ways
and means yaitu; 1) kemampuan menciptakan, menjelaskan dan menawarkan
gagasan-gagasan baru dalam tema yang menarik, kreatif, terbuka untu diuji,
lebih unggul dalam persaingan atau tawar-menawar dengan pihak lain,
terutama bawahannya; 2) kemampuan argumentatif dan mempertahankan
pendirian secara etis-rasional sehingga pihak lain termotivasi untuk
merundingkan dan mempertimbangkan hingga akhirnya menerima pilihan
yang diturunkan dari gagasan tadi; 3) kemampuan mempengaruhi pihak lain
dengan menggunakan metode yang paling sesuai sehingga semua pihak
bekerja sama dan dalam satu kesatuan organisatoris, mentaati arahan dan
koordinasinya; 4) kemampuan mengendalikan bentuk-bentuk kerja sama
yang semakin stabil dan prosesnya makin produktif melalui pemilihan
personil yang kokoh.
Dalam telaah Bryman, model kepemimpinan yang dibutuhkan oleh
STAIN Kudus adalah pemimpin penerobos ‘breakthrough leadership’.
Pemimpin penerobos adalah pemimpin yang mampu membawa perubahanperubahan besar baik terhadap individu maupun organisasi dengan jalan
memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam
organisasi maupun keseluruahn organisasi, menciptakan inovasi, meninjau
kembali struktur, memperbaiki proses dan membangun kembali nilai-nilai
organisasi agar lebih baik dan lebih relevan. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat dan
mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini
dianggap tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos mempunyai
pemikiran yang metanoiac ‘menembus kedalaman pikiran’, dan dengan bekal
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
311
312
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
pemikiran ini sang pemimpin mampu menciptakan pergesaran paradigma
untuk mengembangkan praktik-praktik organisasi agar lebih maju dan baru.9
Dalam perpektif teologi Islam, Nabi Muhammad SAW adalah sosok
pemimpin yang tidak banyak menyuruh dan melarang tetapi lebih banyak
menerapkan model suri teladan. Dalam QS. Al-Ahzab [33]: 21 disebutkan:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah saw itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah swt dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah swt" (Digital Qur’an
Versi 3.2. Juz 21). Nabi Muhammad SAW lebih mengedepankan aksi ‘action’
daripada instruksi/perintah. Nabi Muhammad SAW menghindari
menggunakan metode nasihat karena banyak nasihat itu tidak disukai Allah
SWT (QS. Ash-Shaffat [61]: 2-3; dalam digital Qur’an Versi 3.2. Juz 28).
Rasulullah SAW adalah pemimpin yang holistic, accepted dan proven.
Kepemimpinan beliau melingkupi bidang: bisnis, rumah tangga, masyarakat,
politik, pendidikan, hukum, pertahanan dan negara. Kepemimpinan beliau
pun accepted ‘diterima’ karena diakui lebih dari 1,3 milyar manusia dan
proven (terbukti) karena lebih dari 15 abad masih relevan untuk diterapkan.10
Antonio membandingkan kepemimpinan Muhammad dengan Characteristic
of Values-Based Leaders dari Bennis dan ternyata menempati semua kriteria
yang digagas oleh Bennis. Muhammad adalah seorang yang visioner,
berkemauan kuat, memiliki integritas, amanah, serba ingin tahu, dan berani.
Dalam Megaskills of Leadership dari Nanus, Muhammad pun merupakan
pimpinan yang berpandangan jauh ke depan, menguasai perubahan, mampu
mendesain organisasi, seorang pembelajar yang antisipatoris, berinisiatif
tinggi, terampil menginterdependensi, dan memiliki standar integritas yang
tinggi.11
Pemimpin dan kepemimpinan di STAIN Kudus ternyata belum
mencerminkan kepemimpinan Rasul Muhammad SAW yang komprehensif
dan memenuhi seluruh kriteria kepemimpinan yang ada saat ini. Padahal bisa
jadi, kedua pimpinan sangat memahami dan meyakini kebenaran ajaran
9
10
11
Charlene Tan, Islamic Education and Indoctrination: The Case in Indonesia (New
York: Routledge, 2011).
Antonio..., 2009, hlm. 6-7
Ibid.., hlm. 26-27
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
Rasul Muhammad. Ada beberapa kendala yang menyulitkan pimpinan STAIN
Kudus untuk menerapkan baik pola kepemimpinan transformasional
Bryman, interdependensi, suri teladan dan orientasi aksi dari Rasul
Muhammad SAW yaitu secara eksternal intervensi Kemenag Pusat terlalu
kuat dan secara internal ada konflik kepemimpinan yang berkepanjangan
antara Ketua dengan Pembantu Ketua I STAIN Kudus. Konflik internal
tersebut merupakan dampak dari konflik historis antara pendukung
Masyharuddin dengan penentangnya dalam pemilihan langsung Ketua STAIN
Kudus tahun 2005. Konflik internal tersebut justru semakin tajam karena
Ketua STAIN terpilih, Abdul Hadi, bukan asli berasal dari STAIN Kudus.
Konflik internal yang berkepanjangan ini berdampak pada kinerja
dosen STAIN Kudus. Secara umum, ‘ideologi-politik’ dosen STAIN Kudus
terbagi ke dalam dua kubu yaitu kubu yang mendukung ketua dan kubu yang
mendukung Pembantu Ketua I, Kahar Utsman. Kedua kubu tersebut pada
dasarnya merupakan tangan panjang dari kubu pendukung Masyharuddin
dan penentangnya, namun sudah berubah bentuk. Pendukung Masyharuddin
dan berarti juga pendukung Abdul Hadi didominasi oleh kaum muda yang
secara ideologi-akademis kuat namun secara finansial lemah. Pendukung
Kahar Utsman didukung oleh dosen senior yang secara ideologi-akademis
lemah namun secara finansial mapan. Dampak konflik internal
kepemimpinan di STAIN Kudus terhadap kinerja dosen dapat terlihat pada
menurunnya frekuensi tatap muka perkuliahan, kurang bersemangatnya
dosen dalam mengembangkan karir akademiknya, dan tingkat partisipasi
yang rendah dari dosen dalam mengikuti program-program peningkatan
akademik yang diselenggarakan oleh pimpinan STAIN Kudus.
Pemimpin dan kepemimpinan sebagai variabel organisasi pendidikan
(sebagai variabel eksternal anggota organisasi) merupakan variabel penting
yang dapat mempengaruhi kinerja individu (personil pendidik). Faktor
pimpinan sangat menentukan tingkat kecenderungan pimpinan dalam
memberikan peluang-peluang pekerjaan tambahan (proyek/lembur) yang
dapat menambah penghasilan anggota organisasi. Pimpinan STAIN Kudus
memiliki kewenangan khusus dalam mengatur, memilih dan menentukan
besaran distribusi proyek dan kegiatan lembaga serta menunjuk kepada siapa
proyek, kegiatan, program itu akan diberikan. Sangat masuk akal jika
pimpinan lebih memprioritaskan peluang tersebut kepada bawahan yang
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
313
314
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
mendukungnya. Berarti sangat masuk akal pula jika bawahan yang tidak
kebagian peluang tersebut berupaya menentang kebijakan pimpinannya.
Simpulan
Isu epistemologis yang berhubungan dengan praktik manajemen
pendidikan Islam fokus pada tindakan tata kelola yang dipandang belum
sepenuhnya dijalankan oleh lembaga pendidikan Islam, misalnya konsep
transparansi dan integritas. Secara teoretis, pembahasannya bisa di geser ke
ilmu pendidikan Islam (Islamic Education) dan atau ke ilmu keislaman
(Islamic Studies) bukan langsung ke ayat-ayat suci yang dapat bersifat
dogmatis. Hasilnya dapat disusun menjadi teori manajemen pendidikan Islam
tentang transparansi (Asy Syaffāfiah) dan (Kāffah). Pendekatan riset realisme
dapat melandasi riset kesarjanaan bidang manajemen pendidikan Islam.
Konsep-konsep tata kelola yang berhubungan dengan integritas misalnya,
dapat dirinci secara kultural keislaman menjadi budaya integritas (al ‘Urf al
Kāffah). Konsep-konsep yang berhubungan dengan transparansi (Asy
Syaffāfiah) adalah transparansi dalam hal keuangan, auditing dan
pertanggungjawaban terkait dengan pengelolaan lembaga Islam. Konsep dan
teori tersebut secara formal kemudian diabduksi dan diretroduksi ke dalam
praktik manajemen pendidikan melalui riset kaum realis bukan dikembalikan
secara silogistis ke dalam ayat-ayat suci agar terhindar dari dogmatisme.
Metode penelitian Manajemen Pendidikan Islam yang konsisten
menggunakan metode riset kaum realis dapat merepresentasikan kondisi
objektif objek materialnya yakni lembaga pendidikan Islam. Artinya secara
generatif nilai manajemen yang berorientasi pada keuntungan semata (profit
oriented) harus tunduk pada nilai pedagogi-Islam yaitu memanusiakan
manusia (to humanize of human beings) berdasarkan nilai-nilai universal
agama Islam. Praksis bidang manajemen pendidikan Islam dapat pula
menerapkan pelbagai teori manajemen yang relevan dengan perilaku
penyelenggaraan pendidikan Islam. Misalnya, dorongan etika sosial yang
diterapkan pada perusahaan melalui CSR dapat diterapkan di madrasah,
seperti nampak dalam penelitian Ahmad Juhaidi. Pola kepemimpinan
perusahaan pun dapat diadopsi oleh lembaga pendidikan, seperti yang
dicontohkan dalam riset Adri Efferi.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
Irawan
Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam
Daftar Referensi
Adri Efferi. “Dampak Konflik Internal Kepemimpinan Pada Kinerja Dosen
Perguruan Tinggi Islam’.” Media Pendidikan Jurnal Pendidikan
Islam Volume XXVII, Nomor 3 (2012).
Koslowski, Peter. Elements of a Philosophy of Management and Organization.
New York: Springer, 2010.
Media Pendidikan: Jurnal Pendidikan Islam Volume XXVII, Nomor 3 (1433 H
2012).
PMA RI No. 39 Tahun 2009, n.d.
Tan, Charlene. Islamic Education and Indoctrination: The Case in Indonesia.
New York: Routledge, 2011.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 1, Nomor 2, November 2016/1438
P-ISSN : 2502-9223; E-ISSN : 2503-4383
315