BUKU AJAR
SOSIOLOGI HUKUM
Kode Mata Kuliah
:
HM.101
Pengajar:
M. CHAIRUL BASRUN UMANAILO
NIPS: 137 030 233
e-mail: chairulbasrun@gmail.com
telp: 085243025000
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS IQRA BURU
2013
Hukum dan perubahan sosial
A. Pendahuluan
Sebagaimana yang kita ketahui, perubahan serta dinamika masyarakat memiliki saham
penting bagi munculnya sosiologi hukum, dalam hal ini perubahan menjadikan setiap bagian
yang ada pada kehidupan masyarakat ikut menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi.
Kelompok masyarakat berkembang dari bentuk yang sederhana sampai dengan yang
kompleks. Bersamaan dengan itu, timbullah hukum dalam masyarakat, mulai dari yang
sederhana sampai pada saatnya menjadi semakin rumit. Corak kehidupan masyarakat diikuti
oleh corak hukum yang berlaku pada masyarakat tersebut.
Dalam
perkembangannya
saling
pengaruh
mempengaruhi.
Setiap
kelompok
masyarakat selalu ada permasalahan sebagai akibat perbedaan antara yang ideal dan aktual,
antara yang standar dan yang praktis. Standar dan nilai-nilai kelompok dalam masyarakat
mempunyai variasi sebagai faktor yang menentukan tingkah laku individu. Penyimpangan nilai
yang ideal dalam masyarakat seperti pencurian, pembunuhan, pemerkosaan menimbulkan
persoalan dalam masyarakat. Dalam situasi demikian, kelompok berhadapan dengan
problema untuk menjamin ketertiban bila kelompok tersebut ingin mempertahankan
eksistensinya
Dalam sistim sosial menurut teori Cybernetic (Soerjono Soekanto), masyarakat
mengalami perubahan sosial berdasarkan beberapa aspek yaitu:
a. Budaya.
Aspek budaya dalam perubahan sosial menkontribusikan nilai. Nilai yang dimaksud
adalah pembangsaan, pembangsaan agama, pembangsaan iptek, pembangsaan
militer, pembangsaan persatuan dan kesatuan.
b. Sosial.
Aspek sosial menkontribusikan integrasi (pengikat). Dalam aspek ini nilai dijadikan
sebagai pedoman yang harus dituliskan dalam bentuk hukum, sehingga nilai tersebut
dijadikan sebagai pengikat kehidupan bersama. Bentuk hukum yang dimaksud
adalah sistem hukum tidak tertulis (hukum adat), sistem hukum tertulis ( Common
Law, Anglo Saxon, Sosialis, Islam).
c. Politik.
Aspek politik menkonktribusikan pencapaian tujuan. Dalam mencapai tujuan
kehidupan harus terikat dengan aturan dan nilai. Dalam pencapaian tujuan harus
menggunakan budaya politik, proses politik, partisipasi politik, komunikasi politik dan
struktur politik.
d. Ekonomi.
Masyarakat dalam
perubahan sosial dalam mencapai tujuan ekonomi harus
menggunakan energi. Energi yang dimaksud harus bersifat liberal, kapitalis, sosialis
dan pancasila sehingga akan mengalami pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
ekonomi.
Pembangunan sendiri terdiri dari beberapa konsep:
·
Kemajuan karena adanya pembangunan
·
Pembangunan belum tentu kemajuan
·
Pembangunan karena adanya perubahan sosial
·
Perubahan sosial belum tentu pembangunan.
Berdasarkan
konsep
perubahan
di
atas,
Soerjono
Soekanto
mendefenisikan
pembangunan merupakan proses yang dialami oleh suatu masyarakat menuju kepada
keadaan hidup yang lebih baik, proses mana pada umumnya direncanakan serta dilakukan
dengan sengaja.
Pada prinsipnya kaidah-kaidah hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat
mempunyai peranan penting terutama dalam perubahan yang dikehendaki atau direncanakan
(intended change atau planed change). Dengan perubahan yang direncanakan dan
dikehendaki tersebut dimaksudkan sebagai perubahan yang dikehendaki dan direncanakan
oleh warga masyarakat yang berperan sebagai pelopor. Dalam masyarakat yang kompleks
dimana birokrasi memegang peranan penting dalam tindakan sosial, mau tak mau harus
mempunyai dasar hukum untuk sahnya. Dalam hal ini, maka hukum dapat menjadi alat
ampuh untuk mengadakan perubahan sosial, walaupun secara tidak Langsung.
Selanjutnya sehubungan dengan perubahan ini, hukum juga bertujuan mengubah
perikelakuan masyarakat. Satu masalah yang muncul seperti dikemukakan oleh Gunnar Myrdal
yakni soft development dimana hukum tertentu ternyata tidak efektif. Gejala ini terjadi karena
beberapa faktor seperti pembentuk hukum, penegak hukum, pencari keadilan dan lainnya.
oleh karena itu, selain mencapai tujuan, perlu dirumuskan sarana untuk mencapai tujuan
tersebut.
Soerjono Soekanto mengemukakan ada 4 kaidah hukum yang bertujuan mengubah
perikelakuan masyarakat yakni:
o
Melakukan imbalan secara psikologis bagi pemegang peranan yang patuh
maupun pelanggar kaidah hukum.
o
Merumuskan tugas-tugas penegak hukum untuk bertindak sedemikian rupa,
sehingga sesuai dengan serasi-tidakserasinya perikelakuan pemegang peranan
dengan kaidah hukum.
o
Mengubah perikelakuan pihak ketiga, yang dapat mempengaruhi perikelakuan
pemegang peranan yang mengadakan interaksi.
o
Mengusahakan perubahan persepsi, sikap, dan nilai-nilai pemegang peranan.
Langkah di atas hanya merupakan suatu model yang tentunya memiliki banyak
kelemahan. Akan tetapi dengan model tersebut, setidaknya dapat diidentifikasi masalah yang
berkaitan dengan tidak efektifnya sistem hukum tertentu dalam mengubah dan mengatur
perikelakuan masyarakat.
B. Uraian Bahan Pembelajaran
Defenisi Dan Konsep Perubahan Sosial
Kehidupan manusia itu adalah proses dari suatu tahap hidup ke tahap lainnya, karena
itu perubahan sebagai proses dapat menunjukkan perubahan sosial dan perubahan budaya
atau berlaku kedua duanya pada satu runtuntan proses itu. Adapun perubahan sebagai
proses tanpa membicarakan dahulu macam dan arah proses itu. Proses dalam makna sosial
pada hakekatnya ialah perjalanan kehidupan suatu masyarakat yang ditunjukkan oleh
dinamikanya baik mengikuti evolusi biologi dalam daur hidup, maupun perubahan tingkah
laku dalam menghadapi situasi sosial mereka.
Menurut Astrid S.Susanto ( 1985 ) perubahan sosial adalah perubahan masyarakat
menjadi kemajuan masyarakat yang sesuai bahkan dapat menguasai kemajuan teknologi dan
menghindari
bahaya
degradasi
martabatnya.
Perubahan
sosial
diberi
arti
sebagai
development atau perkembangan yang merupakan perubahan tertuju pada kemajuan
keadaan dan hidup anggota masyarakat, sehingga akan dinikmati pula oleh individu. Tujuan
pembangunan itu adalah pemanfaatan kemajuan tehnologi dan ilmu dalam memperbaiki
keadaan materi – mental manusia, agar martabat manusia dapat ditingkatkan.
Robert H. Lauer memberikan uraian tentang perubahan sosial dalam versi lain. Paling
tidak ia menganggap penting untuk terlebih dahulu menguraikan definisi perubahan sosial
dimasa lalu yang dibangun diatas mitos – mitos tentang perubahan yang merintangi
pema“aman dan meng“alag” penyusunan perspekt”f baru, karena ”tu ”a menyatakan
Understanding of social change, therefore,must begin by defining the concept and by
s“edd”ng T“e myt“”cal from our t“oug“t.
Pemahaman mengenai perubahan sosial harus dimulai dengan memberikan batasan
konsepnya dan menghilangkan mitos dari pikiran kita. Mitos membentuk pola pikiran yang
menyimpang,trauma dan ilusi,yang akan merupakan kendala untuk memahami perubahan
sosial sebagai hakekat kehidupan manusia.
Kebanyakan literatur tentang perubahan sosial , dimulai tanpa mendefinisikan dengan
jelas mengenai apa yang dimaksud dengan konsep perubahan itu. Perubahan sosial
diperlakukan seakan mempunyai makna berupa fakta intuitif. Tetapi arti perubahan sosial
sebenarnya bukanlah berupa fakta intuitif dan bukan berarti suatu yang sama dengan fakta
intuitif seperti yang diartikan kebanyakan para ahli.
Lalu apa yang kita artikan dengan perubahan sosial itu? Kebanyakan definisi
membicarakan perubahan sosial dalam arti yang sangat luas. Wilbert Moore misalnya,
mendef”n”s”kan peruba“an sos”al sebaga” perubahan penting dari striktur sosial , dan yang
dimaksud dengan struktur sos”al adala“ pola-pola perilaku dan interaksi sosial. Moore
memasukkan ke dalam definisi perubahan sosial sebagai ekspresi mengenai struktur seperti
norma, nilai dan fenomena kultural. Perubahan sosial didefinisikan sebagai fariasi atau
modifikasi dalam setiap aspek proses sosial, pola soaial, dan bentuk-bentuk sosial, serta
set”ap mod”f”kas” pola antar “ubungan yang mapan dan standart per”laku.
Disadari atau tidak perubahan dalam masyarakat itu pasti terjadi, meskipun terkadang
perubahan didalamnya tidak selamanya mencolok atau sangat berpengaruh terhadap
kehidupan luas. Ada perubahan yang bersifat cepat dan mencakup aspek-aspek yang luas,
ada pula yang berjalan sangat lambat. Perubahan tersebut akan terlihat dan dapat ditemukan
oleh seseorang yang mau meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat dalam kurun
waktu tertentu dan dibandingkan dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada
masa lampau
Rogers et.al. mengemukakan bahwa perubahan sosial adalah suatu proses yang
melahirkan
perubahan-perubahan
didalam
struktur
dan
fungsi
dari
suatu
sistem
kemasyarkatan.
Sedangkan Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi mengemukakan bahwa
perubahan sosial diartikan sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik
karena perubahan-peubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk,
idiologi, maupun karena adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat
tersebut
Soerjono Soekanto merumuskan bahwa perubahan sosial adalah segala perubahanperubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola
perikelakuan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat
Kiranya sulit untuk membayangkan bahwa perubahan-perubahan sosial yang terjadi
pada salah satu lembaga kemasyarakatan, tidak akan menjalar ke lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya. Walaupun hal itu mungkin saja terjadi, akan tetapi pada umumnya
suatu perubahan di bidang tertentu akan mempengaruhi bidang-bidang lainnya.
Masalah kemudian adalah sampai seberapa jauh suatu lembaga kemasyarakatan dapat
mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya, atau sampai sejauh manakah
suatu lembaga kemasyarakatan dapat bertahan terhadap rangkaian perubahan-perubahan
yang dialami lembaga kemasyarakatan lainnya (Rosana, 2011).
Realitas Perubahan Sosial Di Indonesia
Perubangan sosial di Indonesia dimulai dengan reformasi yang membawa perubahan
terhadap tantanan kehidupan. Reformasi merupakan suatu proses perbaikan dengan
melakukan koreksi terhadap unsur-unsur yang rusak, dengan tetap mempertahankan elemen
budaya dasar yang masih fungsional, tanpa merubah bentuk masyarakat dan budaya secara
total dan mendasar. Transformasi adalah perubahan yang sifatnya lebih cepat, total, mendasar
dan menyeluruh. Sedangkan deformasi merupakan kerusakan pada keteraturan sosial
tersebut. Peruba“an yang cepat tersebut “arus mampu memperta“ankan cultural continuity ,
dan disini suatu unsur yang amat perlu dipertahankan adalah kesepakatan-kesepakatan nilai
(commonality of values) yang pernah dicapai selama lebih dari 60 tahun silam.
Akibat gejala sosiologis fundamental, maka terjadi pergeseran-pergeseran yang
diantaranya sebagai berikut:
1.
Pergeseran Struktur Kekuasan: Otokrasi Menjadi Oligarki, Kekuasaan terpusat
pada sekelompok kecil elit, sementara sebagian besar rakyat (demos) tetap jauh
dari sumber-sumber kekuasaan (wewenang, uang, hukum, informasi dan
sebagainya.). Krisis dalam representative democracy dan civil society.
2.
Kebencian Sosial Yang Tersembunyi (Socio–Cultural Animosity). Pola konflik di
Indonesia ternyata bukan hanya terjadi antara pendukung fanatik Orba dengan
pendukung Reformasi, tetapi justru meluas antar suku, agama, kelas sosial,
kampung dan sebagainya. Sifatnya pun bukan vertikal antara kelas atas dan
bawah tetapi justru lebih sering horizontal, antara rakyat kecil, sehingga konflik
yang terjadi bukan konflik yang korektif tetapi destruktif.
a) Konflik sosial yang terjadi di Indonesia bukan hanya konflik terbuka (manifest
confl”ct) tetap” leb”“ berba“aya lag” adala“ hidden atau latent conflict
antara berbagai golongan.
b) Cultural animosity adalah suatu kebencian budaya yang bersumber dari
perbedaan ciri budaya tetapi juga perbedaan nasib yang diberikan oleh
sejarah masa lalu, sehingga terkandung unsur keinginan balas dendam.
Konflik tersembunyi ini bersifat laten karena terdapat mekanisme sosialisasi
kebencian yang berlangsung dihampir seluruh pranata sosialisasi (agent of
socialization) di masyarakat (mulai dari keluarga, sekolah, kampung, tempat
ibadah, media massa, organisasi massa, organisasi politik dan sebagainya.
c) Kita belum berhasil menciptakan kesepakatan budaya (civic culture)
d) Persoalannya
adalah
proses
integrasi
bangsa
kita
yang
kurang
mengembangkan kesepakatan nilai secara alamiah dan partisipatif (integrasi
normatif), tetapi lebih mengandalkan pendekatan kekuasaan (integrasi
koersif)
e) Karena kebencian sosial yang tersembunyi, maka timbul suatu budaya
merebaknya pengangguran. Secara sosiologis, penganggur adalah orang
yang tidak memiliki status sosial yang jelas (statusless), sehingga tidak
memiliki standar pola perlaku yang pantas atau tidak pantas dilakukan,
cenderung mudah melepaskan diri dari tanggungjawab sosial (Umanailo,
2013).
Hukum Dan Perannya Dalam Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Indonesia
Di dalam proses perubahan hukum (terutama yang tertulis) pada umumnya dikenal
adanya tiga badan yang dapat mengubah hukum, yaitu badan-badan pembentuk hukum,
badan penegak hukum, dan badan-badan pelaksana hukum, merupakan ciri-ciri yang
terdapat pada negara-negara modern. Pada masyarakat sederhana, ketiga fungsi berada
pada satu tangan terntentu atau diserahkan pada unit-unit terpenting dalam masyarakat
seperti keluarga. Akan tetapi, baik pada masyarakat modern maupun sederhana ketiga fungsi
tersebut dijalankan dan merupakan saluruan-saluran melalui mana hukum mengalami
perubahan-perubahan.
Perubahan-perubahan
sosial
dan
perubahan-perubahan
hukum
tidak
selalu
berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan-keadaan tertentu perkembangan hukum
mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta
kebudayaannya atau mungkin hal yang sebaliknya yang terjadi.
Agent of change atau pelopor perubahan adalah seseorang atau kelompok orang yang
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembagalembaga kemasyarakatan. Hukum mempunyai pengaruh langsung dan pengaruh tidak
langsung di dalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Seperti misalnya hukum yang
mengatur pengendara bermotor untuk memakai helm bagi penggunanya.
Realitas yang memaksa pengendara untuk mamakai tidak terlepas dari intervensi
hukum, dimana ada kekuatan berupa sanksi bagi mereka yang melanggarnya. Maka dengan
demikian hukum mampu merubah masyarakat untuk memakai helm ketika berkendaraan di
jalan umum.
Selain itu, hukum merupakan suatu sarana yang ditujukan untuk mengubah
perikelakuan warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Salah satu masalah yang dihadapi di dalam bidang ini adalah apabila yang
terjadi apa yang dinamakan oleh Gunnar Myrdal sebagai Soft Developmnet (Soekanto, 1980).
Hukum-hukum tertentu yang dibentuk dan diterapkan, ternyata tidak efektif. Gejalagejala semacam itu akan timbul, apabila ada fktor-faktor tertentu yang menjadi halangan.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pembentuk hukum, penegak hukum, para pencari
keadilan, maupun golongan-golongan lain di dalam masyarakat.
Fungsi Hukum Sebagai Siklus Perubahan Sosial
Pada prinsipnya kaidah-kaidah hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat
mempunyai peranan penting terutama dalam perubahan yang dikehendaki atau direncanakan
(intended change atau planed change). Dengan perubahan yang direncanakan dan
dikehendaki tersebut dimaksudkan sebagai perubahan yang dikehendaki dan direncanakan
oleh warga masyarakat yang berperan sebagai pelopor. Dalam masyarakat yang kompleks
dimana birokrasi memegang peranan penting dalam tindakan sosial, mau tak mau harus
mempunyai dasar hukum untuk sahnya. Dalam hal ini, maka hukum dapat menjadi alat
ampuh untuk mengadakan perubahan sosial, walaupun secara tidak Langsung.
Sebagai makhluk sosial, manusia dalam kehidupan sosialnya tidak akan pernah terlepas
dari adanya kebutuhan dalam menunjang kelangsungan kehidupan mereka, oleh sebab
itulah manusia yang satu dengan manusia yang lainnya akan saling memiliki kepentingannya
masing-masing dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Namun karena manusia identik dengan sifat egois (mementingkan diri sendiri) dan
angkuh yang menyebabkannya seringkali merugikan orang lain ketika menjalankan dan
mengejar kepentingan mereka, jadi tidak mustahil akan sering terjadi konflik di antara
manusia dalam melaksanakan dan mengejar kepentingannya tersebut, disinilah muncul yang
biasa disebutkan dengan masalah. Dari needs dan problem itu, kemudian hukum hadir untuk
meminimalisir konflik yang terjadi dalam kehidupan sosial manusia, agar manusia merasa
aman dalam menjalankan dan mengejar kepentingannya masing-masing (Mertokusumo,
2005: 3).
Hukum juga sering diartikan sebagai teks yang tertera di dalam Undang-Undang,
sebagai aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa, dan Hakim), dalam kajian tentang budaya
hukum (Legal Culture), terlihat bahwa hukum itu disitu difungsikan sebagai motor keadilan,
kemudian dalam berbagai kajian lainnya terkadang hukum disebut sebagai institusi sosial, dan
juga sebagai alat rekayasa sosial, bahkan sebagian orang menyatakan hukum itu sebagai
mitos dari kenyataan.
Perbedaan yang demikian tidak menjadi suatu permasalahan dalam mendefenisikan
serta memfungsikan hukum tersebut. Namun ada hal yang menarik dalam kajian sosiologi
hukum, yaitu ketika melihat prilaku manusia sebagai hukum. Sebagaimana dipaparkan oleh
Satjipto Rahardjo (2009: 20), maka akan diperlukan kesediaan untuk mengubah konsep kita
mengenai hukum, dimana hukum itu tidak hanya diartikan sebagai peraturan (rule), tetapi
juga prilaku (behavior).
Lawrence M. Friedman, sebagaimana di kutip oleh Saifullah, (2007: 26) yang menyatakan
bahwa sistem hukum itu terdiri atas struktur hukum (berupa lembaga hukum), substansi
hukum (beruba perundang-undangan), dankultur hukum atau budaya hukum. Dimana ketiga
komponen itulah yang mendukung berjalannya sistem hukum di suatu Negara.
Tapi tidak dapat dipungkiri bahwa secara realitas sosial, keberadaan sistem hukum yang
terdapat dalam masyarakat itu akan mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat
pengaruh dari modernisasi atau globalisasi, baik itu secara evolusi maupun revolusi. Dan bisa
juga karena disebabkan oleh beberapa faktor lainnya yang mempengaruhi hukum. Demikian
halnya dengan manusia dalam kehidupan bermasyarakat (sosial), tentunya bisa mengalami
perubahan-perubahan seperti yang terjadi pada hukum itu sendiri. Lantas bagaimana jika
hukum dan masyarakat itu mengalami perubahan. apakah hukum itu yang menyebabkan
perubahan masyarakat, atau sebaliknya. dan bagaimana peran social control dan social
enginerring dalam perkembangan masayarakat tersebut.
Fuady (2011: 52), yang jika dilihat dari perkembangan hokum dibandingkan dengan
perkembangan masyarakat, hokum dapat dibedakan sebagai berikut;
1.
Hukum Social engineering
2.
Hukum Progressive
3.
Hukum Slow Motion
4.
Hukum Stagnan
Gerakan dari empat model hokum tersebut berfungsi dan berkembang secara berbedabeda, dengan konsekuensi yang berbeda-beda pula.
Perubahan hukum dan perubahan masyarakat, ada dua macam perubahan hukum yaitu;
1. Perubahan hokum yang bersifat ratifikasi. Dalam hal ini sebenarnya masyarakat
sudah terlebih dahulu berubah dan sudah mempraktikkan perubahan dimaksud
kemudian diubahlah hukum untuk disesuaikan dengan perubahan yang sudah
terlebih dahulu terjadi dalam mayarakat. Akan tetapi perlu diketahui bahwa dalam hal
ini tidak serta-merta terjadi perubahan hukum jika terjadi perubahan dalam
masyarakat. Yang lebih sering ialah hukum sulit merespons perubahan yang terjadi
dimasyarakat. Sebab hakikinya hokum itu super konservatif, dan kalaupun
berkembang dia berkembang mengikuti iramanya sendiri, berputar diorbitnya sendiri
dengan logikanya sendirir dijalan yang sunyi. Perubahan masyarakat yang
menyebabkan perubahan hokum ini sering terjadi perubahan dalam bentuk
perubahan undang-undang yang ada. Tetapi sekali-kali juga perubahan dalam
Yurisprudensi yang bersifat menggebrak . M”salnya Yurisprudensi belanda tahun 1919
yang mengubah paradigma pranata perbuatan hukum.
2. Perubahan hukum yang bersifat proaktif. Dalam hal ini masyarakat belum
mempraktikkan perubahan tersebut, tetapi sudah ada ide-ide yang berkembang
terhadap perubahn dimaksud. Kemudian sebelum masyarakat mempraktikkan
perubahan ynag dimaksud, hukum sudah terlebih dahulu diubah, sehingga dapat
mempercepat praktik perubahan masyarakat tersebut. dalam hal ini, berlakulah
ungkapan
“ukum sebagai sarana rekayasa masyarakat
enginerring) (Fuadi, 2011: 52-55).
(law as a tool social
C. Penutup
Perubahan sosial dalam masyarakat adalah suatu produk dengan berbagai faktor, dan
dalam banyak hal, hubungan antar faktor-faktor tersebut. Selain faktor hukum, ada beberapa
mekanisme perubahan lainnya, seperti faktor-faktor teknologi, ideologi, kompetisi, konflik,
ekonomi, dan politik, serta masalah struktural (structural strains). Semua mekanisme tersebut
dalam kebanyakan hal saling berhubungan. Hal itu juga terjadi dalam perubahan hukum :
adalah sangat sulit, bahkan tidak mungkin, untuk menggambarkan hubungan sebab dan
akibat (cause-and-effect relationship).
Hukum dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent of change atau pelopor perubahan
adalah seseorang atau kelompok orang yang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat
sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Suatu perubahan social
yang dikehendaki atau direncanakan, selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan
pelopor perubahan tersebut. Cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang
teratur dan direncanakan terlebih dahulu, dinamakan social engineering atau social planning
(Soekonto, 1988:99).
Hukum mepunyai pengaruh langsung atau pengaruh yang tidak langsung di dalam
mendorong terjadinya perubahan sosial. Misalnya, suatu peraturan yang menentukan sistem
pendidikan tertentu bagi warga Negara mepunyai pengaruh secara tidak langsung yang
sangat penting bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial.
Di dalam berbagai hal, hukum mempunyai pengaruh yang langsung terhadap
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang artinya adalah bahwa terdapat hubungan yang
langsung antara hukum dengan perubahan-perubahan sosial. Suatu kaidah hukum yang
menetapkan bahwa janda dan anak-anak tanpa memperhatikan jenisnya dapat menjadi ahli
waris mempunyai pengaruh langsung terhadapat terjadinya perubahan-perubahan sosial,
sebab tujuan utamanya adalah untuk mengubah pola-pola perikelakuan dan hubunganhubungan antara warga masyarakat. Pengalaman-pengalaman di Negara-negara lain dapat
membuktikan bahwa hukum, sebagiamana halnya dengan bidang-bidang kehidupan lainnya
dipergunakan sebagai alat untuk mengadakan perubahan sosial. Misalnya di Tunisia, maka
sejak diperlakukannya Code of Personal Status pada tahun 1957, seorang wanita yang telah
dewasa, mempunyai kemampuan hukum untuk menikah tanpa harus di dampingi oleh
seorang wali.
Kiranya dapat dikatakan bahwa kaidah-kaidah hukum sebagai alat untuk mengubah
masyarakat mempunyai peranan penting terutama dalam perubahan-perubahan yang
dikehendaki atau perubahan-perubahan yang direncanakan. Dengan perubahan-perubahan
yang dikehendaki dan direncanakan dimaksudkan sebagai suatu perubahan yang dikehendaki
dan direncanakan oleh warga masyarakat yang berperan sebagai pelopor masyarakat. Dan
dalam masyarakat yang sudah kompleks di mana birokrasi memegang peranan penting
tindakan-tindakan social, mau tak mau harus mempunyai dasar hukum untuk sahnya.
Oleh sebab itu, apabila pemerintah ingin membentuk badan-badan yang berfungsi untuk
mengubah masyarakat (secara terencana), maka hukum diperlukan untuk membentuk badan tadi
serta untuk menentukan dan membatasi kekuasaannya. Dalam hal ini kaidah hukum mendorong
terjadinya perubahan-perubahan sosial dengan membentuk badan-badan yang secara langsung
berpengaruh terhadap perkembangan-perkembangan di bidang-bidang sosial, ekonomi, dan
politik.