BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sejarah perekonomian dunia, memperlihatkan bahwa banyak permasalahan yang
mendesak di dunia karena masalah ekonomi. Contohnya pada tahun 1930 dunia
mengalami masalah pengangguran di kalangan tenaga kerja dan sumber daya lainnya,
begitu juga tahun 1940 dunia mengalami masalah merealokasikan sumber daya yang
langka dengan cepat antara kebutuhan perang dengan kebutuhan sipil. Tahun 1950
terjadi masalah inflasi, tahun 1960 terjadi kemunduran pertumbuhan ekonomi, tahun
1970 dan awal tahun 1980 terjadi kasus biaya energi yang meningkat (harga minyak
yang meningkat sepuluh kali dibandingkan dekade sebelumnya) (Lipsey, et. al. 1991),
memasuki akhir tahun 2008 sampai dengan saat ini krisis finansial global yang dimulai
di Amerika Serikat sejak 2007 yang dipicu macetnya kredit perumahan (subprime
mortgage) juga telah menimbulkan permasalahan yang mendunia.
Dampak yang dirasakan Indonesia antara lain karena perekonomian dunia melemah
sehingga pasar ekspor bagi produk Indonesia menjadi sangat menurun, nilai tukar
rupiah terdepresiasi sehingga hutang luar negeri pemerintah maupun swasta menjadi
beban yang cukup berat. Sejarah Indonesia dalam kurun waktu yang panjang sebagai
negara jajahan bangsa asing karena alasan ekonomi bahwa Indonesia merupakan
sumber hasil bumi yang sangat penting bagi dunia juga mempelihatkan bahwa masalah
ekonomi adalah masalah yang penting bagi suatu negara.
Dari uraian diatas, kita dapat melihat bahwa persoalan-persoalan ekonomi selalu
muncul dari penggunaan sumberdaya yang langka untuk memuaskan keinginan
manusia yang tak terbatas dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Akibat
kelangkaan, maka terjadi perebutan untuk menguasai sumberdaya yang langka
tersebut. Perebutan menjadi penguasa atas sumber daya yang langka bisa
menimbulkan persengketaan antar pelaku ekonomi bahkan bisa memicu perang baik
1
antar daerah maupun antar negara.
Permasalahan ekonomi ini perlu diatur agar pemanfaatan sumber daya yang terbatas
dapat berjalan dengan baik dengan prinsip-prinsip keadilan. Hukum ekonomi
merupakan salah satu alat untuk mengatasi berbagi persoalan tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Hukum Ekonomi di Indonesia ?
2. Bagaimana Perkembangan Hukum Ekonomi dalam menyelesaikan persoalan
ekonomi
yang ada di Indonesia ?
1.3. Tujuan Penulisan dan Kegunaannya
Tujuan daripada penulisan makalah ini agar orang dapat mengetahui serta memahami
tentang perkembangan Hukum Ekonomi di Indonesia serta bagaimana perkembangan
penerapan Hukum Ekonomi sebagai salah satu cara penyelesaian masalah ekonomi
yang ada di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan Hukum Ekonomi Indonesia
SEBELUM KEMERDEKAAN
Pengembangan Hukum yang menyangkut Hukum Ekonomi dibanding dengan
keadaan di Indonesia. Perkembangan Hukum kita menunjukkan perkembangan yang
terbalik dengan Negara Belanda. Sebab di Indonesia hanya orang-orang asing saja
(golongan eropa, timur asing ), aktif dalam dunia perdagangan Nasional dan
Internasional, tunduk pada kaedah-kaedah Hukum Barat ( BW dan WVK). Sedangkan
orang-orang Indonesia asli ( Bumi putra ),sebagian besar berlangsung di perdesaan
sehingga kehidupan berlangsung dibawah hukum adat,yang bersifat komunal.Hanya
dalam beberapa hal tertentu, seperti penggunaan cek,dan wesel serta perbuatan
hukum tertentu yaitu hendak mendirikan suatu PT, barulah hukum barat berlaku di
Indonesia.
SETELAH KEMERDEKAAN
Sedikit demi sedikit Hukum Barat, terutama Hukum Dagang mulai berarti bagi
golongan INdonesia asli, Kini,secara otomatis Hukum DAgang dianggap setiap kali
orang Indonesia asli menggunakan suatu lembaga (pranata) Hukum Barat ( Hukum
Dagang ), terutama setelah Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Belanda menjadi
perusahaan Negara. Sekitar tahun 1958, perekonomian Indonesia lebih banyak lagi
jatuh ke tangan orang Indonesia asli sehingga Hukum Dagang (WVK) dan kaedah
Hukum kekayaan dan perikaan barat dalam BW lebih diserapi dalam masyarakat Hukum
Indonesia.Dengan adanya peraturan export impor devisa, perbangkan, pengkreditan
dll, terutama setelah diundangkannya UUPMA No.1/1976/ dan UUPMDN No. 6/1968,
maka pemerintah Indonesia secara terbuka telah mengakui WVK.
REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) I,II, dan III
Pada masa perplita I,II, dan III Struktur Ekonomi Indonesia sudah merupakan suatu
Verwaltungswirdchaft ( Hukum Ekonomi Indonesia yang terarah ) . Buktinya bahwa
besarnya peranan pemerintah dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai pemberi
arah dalam pembangunan ekonomi (Bappenas), baik sebagai pengatur dan pemberi izin
(BKPN) dan lain instansi pemerintah, modernizing agent ataupun pelaksana ikut serta
dalam kehidupan ekonomi sebagsi perusahaan Negara dan perusahaan swasta, PN
terutama Perum, dan Persero, bahkan dapat membentuk Join Venture dengan PMA,
3
juga peranan bank-bank pemerintah yang dominan sebagai pemilik dan penyalur kredit
dan keuangan untuk kebutuhan Perekonomian Nasional kearah berlakunya SST
Verwaltungswirtschaff (Planned Economy). Secara hukum dasar dari sistem
Verwaltungswirtschaff, dapat dilihat dalam Pasal 33 UUD 1945, yang merupakan hukum
Ekonomi Indonesia.
Pada Replita I yang menekankan pada usaha-usaha pembangunan masyrakat dan
struktur perekonomian secara keseluruhan. Dalam Replita III perhatian dan tekanan
kebijakan pemerintah diletakkan pada usaha-usaha peningkatan kesejahteraan warga
Negara Indonesia. Atas dasar itulah Hukum Ekonomi Indonesia dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu :
1.
Hukum Ekonomi Pembangunan
2.
Hukum Ekonomi Sosial
2.2
Perkembangan
Hukum
Ekonomi
dalam
menyelesaikan
persoalan
ekonomi
yang ada di Indonesia
Pemanfaatan sumber daya yang terbatas menyebabkan perlunya suatu perangkat
hukum yang dapat mengatur agar semua pihak yang berkepentingan mendapat
perlakuan yang adil (win-win solution) dan agar tidak terjadi perselisihan diantara
pelaku ekonomi. Fungsi hukum salah satunya adalah mengatur kehidupan manusia
bermasyarakat di dalam berbagai aspek. Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk
memenuhi kebutuhannya. Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh
karena itu manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Interaksi ini sering
kali tidak berjalan dengan baik karena adanya benturan kepentingan diantara manusia
yang berinteraksi. Agar tidak terjadi perselisihan maka harus ada kesepakatan bersama
diantara mereka. Kegiatan ekonomi sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga
perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya
dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku
ekonomi. Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku disetiap kelompok sosial
atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok
sosial atau bangsa tersebut.
Hukum tertinggi yang mengatur mengenai perekonomian di Indonesia terdapat dalam
pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi :
(1)
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
4
(2)
Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3)
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
(4)
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
undang.
Tujuan suatu bangsa salah satunya adalah mensejahterakan rakyatnya. Seperti tujuan
Negara Indonesia yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Dalam tujuan negara tersebut disebutkan memajukan kesejahteraan umum.
Jadi perekonomian nasional ini ditujukan bagi kemajuan dan kesejahteraan umum.
Dari pasal 33 tersebut bahwa perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama yang
berdasarkan asas kekeluargaan-lah yang diamanatkan UUD kita. Koperasi adalah salah
satu bentuk dari amanat pasal 33 ayat 1. Tujuan koperasi adalah untuk kesejahteraan
anggotanya. Di Indonesia sendiri telah banyak berdiri koperasi-koperasi. Namun
koperasi-koperasi yang ada masih banyak yang dihadapkan oleh permasalahan masih
rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi dalam koperasi, dalam PP No. 7 Tahun
2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dalam
lampiran Pasal (6) Bab 20 mengenai Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah bahwa koperasi yang aktif hanya 76% dari total jumlah yang ada. Dan
hanya 48% dari koperasi yang aktif tersebut yang menyelenggarakan RAT (Rapat
Anggota Tahunan). Selain itu disebutkan juga tertinggalnya kinerja Koperasi dan
kurang baiknya citra koperasi karena banyak koperasi terbentuk tanpa didasari oleh
kepentingan bersama dan prinsip kesukarelaan para anggotanya, sehingga kehilangan
5
jati diri koperasi yang otonom dan swadaya. Banyak koperasi yang tidak profesional
menggunakan teknologi dan kaidah-kaidah ekonomi modern sebagaimana layaknya
badan usaha.
Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 menyebutkan bahwa negara menguasai cabang-cabang
produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dan juga bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk dipergunakan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. BUMN (Badan Usaha Milik Negara) adalah salah satu dari
pelaksanaan pasal tersebut dimana terdapat PT. Pertamina, PT. Aneka Tambang, PT
Pertani, PT Pupuk Kaltim, PT Pertani dan lain-lain. Dalam era privatisasi yang pada
mulanya dilakukan untuk efisiensi dan terbukanya modal asing yang masuk ke
Indonesia perlu diwaspadai agar jangan sampai cabang- cabang produksi yang penting
dan kekayaan alam yang ada di Indonesia menjadi milik asing dan hanya memperoleh
sedikit keuntungan atau royalti dan jangan sampai Indonesia hanya sebagai penonton
di negeri sendiri. Peranan hukum disini adalah untuk melindungi kepentingan negara
perlu dibuat agar dapat terwujud bangsa yang sejahtera dan menjadi tuan di negeri
sendiri.
Hukum Ekonomi Indonesia juga harus mampu memegang amanat UUD 1945
(amandemen) pasal 27 ayat (2) yang berisi : “Tiap-tiap warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Negara juga memiliki
kewajiban untuk mensejahteraan rakyatnya, sehingga perekonomian harus dapat
mensejahterakan seluruh rakyat, sementara fakir miskin dan anak yang terlantar juga
perlu dipelihara oleh Negara. Negara perlu membuat iklim yang kondusif bagi usaha
dan bagi masyarakat yang tidak mampu dapat diberdayakan. Sementara yang memang
tidak dapat berdaya seperti orang sakit, cacat perlu diberi jaminan sosial (Pasal 34 UUD
1945). Tugas negara ini dalam kondisi sekarang tidaklah mudah dimana kemampuan
keuangan pemerintah sendiri juga terbatas. Konsep perekonomian yang baik perlu
dilaksanakan.
Indonesia merupakan bagian dari masyarakat global sehingga Indonesia pun tidak
terlepas dari hukum internasional termasuk yang menyangkut ekonomi. Tetapi
walaupun demikian, kita juga harus bersikap kritis dan memperjuangkan hak bagi
6
kesejahteraan Negara kita, karena tidak semua kebijakan ekonomi tersebut dapat
diterapkan dan kalaupun diterapkan harus ada penyesuaian dengan hukum yang
berlaku di Indonesia.
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, sehingga dalam pengaturan hukum
ekonominya harus mempertimbangkan hal tersebut. Di era orde baru kita pernah
mencoba mengatur Negara ini menggunakan sistem sentralisasi atau terpusat. Semua
kegiatan ekonomi diatur oleh pemerintah pusat. Diakui dengan sistem ini
perekonomian kita sempat berjaya dengan swasembada beras, namun di sisi lain terjadi
kesenjangan antara pusat-pusat ekonomi dengan daerah-daerah yang terpencil dan
kurangnya pemerataan pembangunan.
Sistem pemerintahan Indonesia dalam Bab VI Pasal 18 UUD 1945 (amandemen) juga
diatur mengenai desentralisasi yang didalamnya termuat juga desentralisasi bidang
ekonomi. Pasal tersebut berisi :
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah propinsi dan
daerah propinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten,
dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang
(2) Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
(3) Pemeritahan daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang angota-angotanya dipilih melalui pemilihan umum
(4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing masing sebagai kepala pemerintahan daerah
propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan
(7) Susunan dan tatacara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undangundang
Pasal 18A:
(1) Hubungan wewenang antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah
7
propinsi, kabupaten, kota atau antara propinsi, kabupaten dan kota, diatur dengan
undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya lainnya antara
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras berdasarkan undang-undang
Pasal 18B:
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undang-undang
Pada pasal 18A ayat (2) sangat jelas menunjukkan bahwa masalah pemanfaatan
sumberdaya juga diatur dalam undang-undang ini.
Tujuan utama desentralisasi adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui
penyelenggaraan urusan/fungsi/tanggung jawab pemerintahan untuk penyediaan
pelayanan masyarakat lebih baik. Pelaksanaan otonomi daerah yang baik akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Beberapa contoh sukses ditunjukkan dalam Koran
Tempo, Senin, 22 Desember 2008, sejumlah kepala daerah di negeri ini dapat
mengembangkan kreativitasnya dalam memajukan daerahnya. Peran pimpinan daerah
dalam mendorong terciptanya pemerataan pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan sangatlah penting. Kriteria yang dipilih Tempo untuk menyeleksi para
calon tokoh pimpinan daerah adalah dalam sektor pelayanan pubik, transparansi dan
keramahan pada dunia usaha setempat. Hal ini dilakukan Tempo karena dianggap
masih banyak anggapan miring tentang otonomi daerah sebagai desentralisasi korupsi
dan munculnya raja-raja kecil. Sebanyak 61 kasus kepala daerah menjadi tersangka
dan kemudian menjadi terpidana akibat praktek yang salah dalam menjalankan otonomi
dan presepsi mengenai otonomi daerah.
Pemerintahan di daerah harus berhati-hati dalam membuat regulasi ataupun perangkat
hukum yang menyangkut perekonomian daerahnya, agar tidak terjadi salah presepsi
8
tentang otonomi ekonomi daerah. Peranan pemerintah pusat juga harus lebih ketat
dalam mengawasi jalannya otonomi daerah agar tujuan nasional dapat berjalan sebagai
mana mestinya. Keberpihakan pemerintah baik pusat maupun daerah terhadap
pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah daerah diharapkan mampu
mengurangi jurang antara masyarakat mapan dan marjinal, karena dengan
pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah akan mengurangi ketergantungan
masyarakat akan import dan memperluas lapangan pekerjaan. Sehingga akan
mengurangi beban pemerintah dan diharapkan daerah mampu mandiri mengatasi
kesulitan didaerahnya sesuai dengan sumberdaya yang ada didaerah tersebut.
Pemerintahan daerah juga harus menjaga agar otonomi daerah adalah bukan mengatur
daerah dengan kacamata kedaerahannya tetapi lebih melihat bahwa negara kita
mempunyai tujuan bersama yang mulia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pemerintahan daerah juga tidak boleh
semena-mena menyombongkan diri apabila berhasil, tetapi juga mau membantu daerah
lain, minimal dengan menularkan informasi tentang keberhasilan mereka terhadap
daerah lain.
Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam
melakukan perumusan dan sosialisasi mengenai batasan-batasan dan sanksi hukum
yang jelas bagi pelaku ekonomi baik tingkat pusat maupun daerah, yang kemudian
ditetapkan menjadi peraturan atau kebijakan pemerintah pusat maupun daerah. Dalam
hal sosialisasi, pemerintah perlu juga melibatkan media massa ataupun membentuk
kader-kader yang siap memberikan informasi mengenai keberadaan peraturan maupun
kebijakan tersebut. Pemerintah juga perlu memberikan penghargaan kepada tokoh,
pimpinan atau masyarakat yang melakukan perubahan posistif terhadap perkembangan
ekonomi daerahnya, diharapkan kegiatan ini memacu munculnya tokoh-tokoh yang
peduli terhadap keberhasilan daerah untuk mencapai kesejahteraan.
Aspek hukum yang mengatur perekonomian Indonesia sudah diamanatkan dalam UUD
1945 yang sudah empat kali diamandemen, namun baru tahun 1982 ada sebuah
penelitian yang dilakukan mengenai Hukum Ekonomi Indonesia. Penelitian ini dilakukan
oleh Universitas Padjajaran Bandung yang di pimpin oleh DR. C.F.G Sunaryati Hartono,
9
S.H, yang diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Hukum Ekonomi Indonesia.
Dalam buku tersebut Hukum Ekonomi Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu Hukum
Ekonomi Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial (Soedijana, Yohanes, Setyardi,
2008).
Hukum Ekonomi Pembangunan adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai
cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (peningkatan produksi)
secara nasional dan berencana. Hukum Ekonomi Pembangunan meliputi bidang-bidang
pertanahan, bentuk-bentuk usaha, penanaman modal asing, kredit dan bantuan luar
negeri, perkreditan dalam negeri perbankan, paten, asuransi, impor ekspor,
pertambangan, perburuhan, perumahan, pengangkutan dan perjanjian internasional.
Hukum Ekonomi Sosial adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara
pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata, sesuai
dengan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia (distribusi yang
adil dan merata). Hukum Ekonomi Sosial meliputi bidang obat-obatan, kesehatan dan
keluarga berencana, perumahan, bencana alam, transmigrasi, pertanian, bentuk-bentuk
perusahaan rakyat, bantuan dan pendidikan bagi pengusaha kecil, perburuhan,
pendidikan, penderita cacat, orang-orang miskin dan orang tua serta pensiunan
(Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008).
Sejarah Hukum Ekonomi Indonesia juga pernah menganut sistem ekonomi Pancasila,
yang menurut Emil Salim menpunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Sistem ekonomi pasar dengan unsur perencanaan
b.
Berprinsip keselarasan, karena Indonesia menganut paham demokrasi ekonomi
dengan azas perikehidupan keseimbangan. Keseimbangan antara kepentingan individu
dan masyarakat
c.
Kerakyatan, artinya sistem ekonomi ditujukan untuk kepentingan rakyat banyak
d.
Kemanusiaan, maksudnya sistem ekonomi yang memungkinkan pengembangan
unsur kemanusiaan
Apakah hukum diperlukan dalam mengelola perekonomian negara? Masih banyak
masyarakat yang bertanya demikian karena terkadang hukum lebih banyak dianggap
sebagai faktor penghambat daripada sebagai faktor yang melandasi ekonomi.
10
Walaupun demikian sudah seharusnya ada hukum yang mengatur dan mengelola
perekonomian negara, karena pada dasarnya hukum mempunyai beberapa peranan
dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Peranan hukum (Soedijana, Yohanes,
Setyardi, 2008) tersebut antara lain adalah :
a.
Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan
b.
Hukum sebagai sarana pembangunan
c.
Hukum sebagai sarana penegak keadilan
d.
Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat
Dari beberapa syarat tentang hukum yang ditulis dalam Bab (2), buku Ekonomi
Pembangunan Indonesia yang patut dipertimbangkan yaitu :
a.
Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus berdasarkan falsafah kenegaraan
Pancasila dan UUD 1945
b.
Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus mengandung dan memupuk nilai-
nilai baru yang mengubah nilai-nilai sosial yang bersumber pada kesukuan dan
kedaerahan menjadi nilai-nilai sosial yang bersumber memupuk kehidupan dalam ikatan
kenegaraan secara nasional
c.
Bahwa sistem hukum nasional itu mengandung kemungkinan untuk menjamin
dinamika dalam rangka pembaharuan hukum nasional itu sendiri, sehingga secara
kontinyu dapat mempersiapkan pembangunan dan pembaharuan masyarakat di masa
berikutnya
Setelah pemerintah daerah dan kota membuat perangkat hukum, yang menjadi tugas
selanjutnya adalah perlunya sosialisasi dalam penerapan hukum ekonomi di daerah
dan kota. Sosialisasi ini bertujuan agar setiap pelaku ekonomi daerah dan kota
mengetahui batasan-batasan hukum dan sanksi hukum dengan jelas.
Peran pemerintah daerah juga diperlukan dalam peningkatan perekonomoian
Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Boediono di Jakarta, Kompas,
Rabu (19/12), selama ini kontribusi pemerintah daerah (pemda) masih minim. Lebih
lanjut Boediono mengatakan, masih ada beberapa rencana tindak yang belum tuntas
dalam paket kebijakan ekonomi, baik dalam kebijakan perbaikan iklim investasi,
percepatan pembangunan infrastruktur, usaha mikro-kecil-menengah (UMKM), maupun
11
kebijakan sektor keuangan. Oleh karena itu, masih diperlukan paket kebijakan lanjutan
yang akan dikeluarkan pada tahun 2008. “Inti pokoknya, paket itu merupakan alat
mengoordinasi kebijakan dan mengarahkan peta jalan selama dua tahun ke depan
(2008-2009). Nanti, apakah matriks itu dipayungi inpres (instruksi presiden) atau apa,
tidak jadi masalah,” ujar Boediono (sekarang Wakil Presiden RI).
Ketua Tim Pengawas Pencapaian Paket Kebijakan Ekonomi Jannes Hutagalung pada era
Menko Perekonomian Boediono mengatakan, fungsi pemda akan diperbanyak dalam
pelaksanaan rencana tindak paket kebijakan ekonomi 2008. Itu disebabkan sebagian
besar pelaksanaan programnya ada di daerah. “Misalnya, program UMKM. Untuk sektor
ini, kami akan lebih meningkatkan kerja sama dengan pemda,” kata Jannes.
Sebenarnya, ujar Jannes, dalam paket kebijakan ekonomi terdahulu sudah diatur
tentang penunjukan pejabat di kabupaten dan kota untuk membantu tugas
pengawasan yang dibentuk Menko Perekonomian. Namun, belum semua kabupaten
dan kota melaksanakannya. Boediono menambahkan, “Harapan kami kalau ada pejabat
yang ditugaskan di setiap kabupaten, kami bisa berkomunikasi dengan baik.”
Pemerintah memastikan paket kebijakan ekonomi yang sudah digulirkan sejak tahun
2006 akan berubah wujud, terutama dalam bentuk legalitasnya.
Hal itu dimungkinkan karena paket kebijakan ekonomi tersebut tidak akan ditertibkan
dalam bentuk inpres, tetapi produk hukum lain yang lebih kuat. Aspek yang tercakup
antara lain adalah perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur,
reformasi sektor keuangan, dan UMKM. Keberadaan rencana tindak dalam paket
kebijakan akan memudahkan pengawasan oleh masyarakat. Kebijakan paket kebijakan
ekonomi terdahulu diatur dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan
Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM (Kompas, 19
Desember 2008).
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hukum Ekonomi merupakan satu kata yang hubungannya sangat erat , tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya karena bersifat timbal balik satu dengan lainnya.
Hukum sebagai pengontrol atau pengawas masyarakat yang ada
Dan Ekonomi sebagai masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Jadi intinya yaitu hukum ekonomi adalah sebuah peraturan yang dibuat oleh pihak
pemerintah untuk masyarakat untuk mengatur jalannya kehidupan masyarakat itu
sendiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Hukum Ekonomi disetiap anggota masyarakat berbeda-beda satu sama lain. Sesuai
dengan kesepakatan yang dibuat sebelumnya. Karena itu terdapat hukum tertinggi
yang mengatur dan sebagai landasan dari berjalannya hukum ekonomi di Indonesia
yaitu pasal 33 UUD 1945.
Tapi , pada kenyataan yang beredar dimasyarakat peraturan ini sudah dibuat tapi
belum berjalan dengan baik. Jadi masih sangat memprihatinkan karena ini akan
menyebabkan kerugian di negara Indonesia.
Ketidakpatuhan masyarakat pada peraturan ini disebabkan mereka yang ingin
mengambil untung ekonomis lebih dari usaha mereka
Dan juga ini disebabkan karena pihak pemerintah yang memberikan sanksi kurang
tegas untuk para tersangka yang melanggar peraturan yang dapat menyebabkan para
tersangka tidaklah jera melakukan kembali perbuatan tersebut.
Karena itu supaya peraturan ini berjalan dengan baik dan tidak membuat negara
Indonesia lebih rugi lagi, kita dapat memulai dari diri sendiri untuk tidak melanggar
peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan juga pihak pemerintah dapat membuat
sebuah sanksi yang lebih tegas untuk mereka yang melanggar peraturan dalam hukum
ekonomi ini
13
DAFTAR ISI
•
Koran Kompas, Rabu, 19 Desember 2008
•
Koran Tempo, Senin, 22 Desember 2008
•
Lipsey, Richard G., Peter O. Steiner, Douglas D. Purvis and Paul N. Courant.
Economics. Binarupa Aksara, Jakarta. 1991.
•
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009
•
Soedijana, F.X., Triyana Yohanes dan Untung Setyardi. Ekonomi Pembangunan
Indonesia (Tinjauan Aspek Hukum). Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. 2008
•
Soetandyo Wignosubroto, Bhenyamin Hoessein, Djoermansah Djohan, Robert A.
Simanjuntak, Syarif Hidayat, B.N. Marbun, Sadu Wasisitiono dan Sutoro Eko. Pasang –
Surut Otonomi Daerah. Institute for Local Development, Jakarta, 2005.
O Subadi. dkk, ANALISA SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA, Sentral informasi desa
kita, diaksesdari https://labtani.wordpress.com/2008/11/07/sejarah-perekonomianindonesia/, pada tanggal:22 februari 2017
Erawaty, Elly. 2017,
Manual Hukum Ekonomi Indonesia Bandung: Fakultas hukum UniversitasKatolik
Parahyangan.
Creutzberg, Pieter, dan JTM Van Laanen. 1987. Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia.
YayasanObor Indonesia:Jakarta
Leirissa, RZ, GA Ohorella, dan Yuda B. Tangkilisan.1996. Sejarah Perekonomian
Indonesia.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI:Jakarta
Mustopo, M.Habib, dkk. 2005. Sejarah 3. Yudhistira:Jakarta
14