Academia.eduAcademia.edu

Panduan Dasar Ekspor - Ekspor lada

Tahap awal ekspor dan impor. Cara transaksi international.

EKSPOR LADA Daftar rempah yang di ekspor : Lada, cengkeh, pala, kapulaga, kunyit, jahe, kulit kayu manis, kapur barus, gambir, pinang, vanili, kumiskucing, kopi, tembakau 1. Lada putih asal : a. Lokasi barang, kontak person, alamat, verifikasi dari tetangga atau petani sekitar b. Berapa banyak jumlah barang yang dapat disediakan oleh petani. Berapa lama bisa di kumpulkan c. Berapa harga barang dari petani dan pengepul d. Cek kualitas barang yang tersedia 2. Spesifikasi lada putih yang dibutuhkan, disesuaikan dengan barang yang tersedia Berdasarkan SNI dan standar yang dibutuhkan pembeli : SNI-0004-2013 Lada Putih a. Kerapatan = mutu I 600 g/L b. Kadar air = maks. 13% c. Kadar biji enteng = maks. 1% d. Kadar benda asing = maks. 1% e. Kadar lada berwarna kehitaman = maks. 1% f. Kadar cemaran kapang = maks. 1% g. Salmonella = detection/25 g, negative h. E.coli = MPN/g <3 Standar eropa : 3. Pengiriman : 10 ton biau to jakarta a. Dari biau ke timampu naik raft Rp. 5000/kg jadwal pagi dan siang di hari berikutnya b. Buruh di pelabuhan timampu Rp. 200.000/org. 3 ton/org c. Truk 10 ton wawondula to makassar Rp. 4.000.000 d. Buruh di pelabuhan makassar Rp. 200.000/org. 3 ton/org e. Biaya pengiriman kapal makassar to Jakarta Rp. 600.000/m3 . 800 kg / m3 . f. Total waktu pengiriman 2-3 minggu biau ke Jakarta g. Update jadwal transportasi kapal laut Jakarta makassar kitrans 4. Info dari pembeli : a. Kontak dan alamat pembeli, verifikasi dengan tetangga sekitar b. Kebutuhan barang, spek nya bagaimana c. Berapa banyak d. Waktu kapan dibutuhkan e. Kirim sample dan penawaran harga. Harga berdasarkan tujuan dan harga referensi di tujuan + pajak + harga beli + Profit. Cek jadwal kapal laut. f. Sesuaikn waktu kebutuhan pembeli dan kemampuan LAA sediakan barang. g. Negosiasi harga h. Cara pembayaran i. Minta PO purchase order 5. Resiko pengiriman, resiko kerusakan barang proses pengiriman, resiko pembayaran, cara transaksi aman. 6. Tujuan negara ekspor : a. Amerika serikat b. Arab Saudi c. Australia d. Bangladesh e. Belanda f. Inggris g. Italia h. Jepang i. j. k. l. m. n. o. p. Jerman Kanada Korea Selatan Malaysia Qatar Singapura Thailand Turki 7. daftar perusahaan importir negara tujuan, kontak, alamat, barang yang dibuthkan, spesifikasi barang yg dibutuhkan, jumlah barang yg dibutuhkan, jenis barang yg dibutuhkan, frekuensi pengambilan, cara pembayaran, pelabuhan di negara tersebut, ekspedisi dari Indonesia ke negara tujuan tersebut. Panduan Dasar Ekspor Langkah Ekspor Langkah-langkah melakukan ekspor di Indonesia, berisikan diagram alir dari kegiatan ekspor, mulai dari lisensi, pemesanan, pengapalan, dan pembayaran Syarat Menjadi Eksportir 1. Badan Hukum PT (Perseroan Terbatas) V 2. Memiliki NPWP (Nomor Wajib Pajak) V 3. Memiliki TDP (Tanda Daftar Perusahaan) V 4. Memiliki PKP (Pengusaha Kena Pajak) X 5. Mempunyai salah satu izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah seperti: a) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Dinas Perdagangan. V b) Surat Izin Industri dari Dinas Perindustrian X (Perlu tidak) c) Izin Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA) yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) X (Perlu tidak, pengurusan izin ini di BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL BKPM) 6. Eksportir Bukan Produsen, dengan syarat: a) Formulir isian dari dinas perindag pemda, kabupaten, propinsi. X b) Formulir isian dari dinas teknis terkait. X c) Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan. V d) Memiliki NPWP pribadi dan perusahaan. V 7. Laporan realisasi ekspor ke dinas perindag setiap 3 bulan. a) Disahkan oleh Bank devisa. X (belum ada kegiatan ekspor. Bank devisa yg buat L/C ?) b) Melampirkan surat pernyataan tidak ada tunggakan pajak, perbankan dan masalah di kepabeanan. X (belum ada kegiatan ekspor. Bagaimana format surat pernyataan. Minta formulir atau format surat pernyataan dari bank dan kepabean) Flowchart Besar Kegiatan Ekspor Untuk mempelajari lebih dalam tentang prosedur ekspor berikut ini adalah flowchart besar kegiatan ekspor: 1. Importir dan eksportir membuat korespondensi dan kontrak. (korespondensi apa?, kontrak apa?) 2. Importir membuka L/C Letter of credit di bank negaranya. 3. Bank pembuat L/C Letter of credit di bank negara importir, mengirimkan L/C Letter of credit ke bank penerima (koresponden) di negara eksportir yang di tunjuk eksportir. (bank yg dpt melayani L/C, prosedur) 4. Bank penerima (koresponden) meneruskan L/C ke eksportir. 5. Eksportir menyiapkan barang, packing list, mutu barang, jumlah barang, sesuai kesepakatan antar eksportir dan importir. 6. Eksportir menentukan lama waktu penyediaan barang, pengiriman barang, cara pengiriman barang, seluruh jadwal yang telah disepakati antar eksportir dan importir. Eksportir memesan jasa pengiriman barang. (biaya pengiriman, proses pengiriman, waktu pengiriman, dokumen pengiriman) 7. Eksportir melakukan pendaftaran dan fiat (PEB=Pemberitahuan Ekspor Barang) ke bead an cuka pelabuhan muat. (prosedur buat PEB? Prosedur pendaftaran PEB, biaya pengurusan) 8. Pengapalan barang. (lama waktu pengiriman dari ke, lama bongkar muat, cara pengambilan barang) Pengurusan SKA (surat keterangan asal). (pengurusan ke instansi apa? Prosedur pengurusan bagaimana, biaya pengurusan SKA) 9. Negosiasi L/C dengan bank penerima di negara eksportir. Penyerahan dokumen ke bank penerima. (negosiasi apa, dokumen yg diserahkan apa?) 10. Bank penerima mengirmkan dokumen sesuai L/C ke bank pembuka (importir). 11. Bank pembuka (Importir) mengirimkan atau menyerahkan dokumen ke importir. 12. Importir menerima dokumen dari bank penerima, untuk mengeluarkan barang dari pelabuhan. Incoterms Incoterms atau International Commercial Terms adalah istilah-istilah (seperangkat kode tiga huruf) yang digunakan dalam perdagangan internasional untuk mengatur agar tidak terjadi kesalahan interpretasi dalam pembuatan kontrak, dalam Incoterms ini diatur syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengiriman atau penyerahan barang E EXW Ex Works F FCA Free Carrier Penjual menyerahkan barang yang sudah mendapat izin ekspor kepada pengangkut yang ditunjuk pembeli di tempat tujuan (sebutkan nama tempat) FAS Free Alongside Ship Penjual menyerahkan barang yang sudah mendapat izin ekspor di samping kapal di pelabuhan tujuan (sebutkan nama pelabuhan pengapalan) FOB Free on Board Penjual menyerahkan barang melewati pagar kapal di pelabuhan pengapalan yang disebut, barang sudah clear for export (sebutkan nama pelabuhan pengapalan) Penjual menyerahkan barang yang belum mendapat izin ekspor di kediamannya atau di tempat lain yang ditentukan (sebutkan nama tempat) C D CFR Cost and Freight CIF Cost, Sama dengan CFR tetapi penjual menanggung Insurance asuransi dan membayar premi (sebutkan nama and Freight pelabuhan tujuan) CPT Carriage Paid To Mirip dengan CFR tapi barang diangkut ke tempat tujuan tertentu (sebutkan nama tempat tujuan) CIP Carriage and Insurance Paid to Hampir sama dengan CPT tetapi penjual menutup asuransi terhadap risiko kerusakan selama perjalanan (sebutkan nama tempat tujuan) DAF Delivered At Frontier Penjual menyerahkan barang di tempat pada wilayah perbatasan tetapi belum memasuki wilayah pabean negara yang dituju (sebutkan nama tujuan) DES Delivered at Ship Penjual menyerahkan barang kepada pembeli di atas kapal, penjual menanggung risiko dan biaya sampai sesaat sebelum dibongkar (sebutkan nama pelabuhan tujuan) DEQ Delivered Ex Quay Penjual menyerahkan barang kepada pembeli di atas dermaga pelabuhan tujuan, uncleared for import(sebutkan nama pelabuhan tujuan) DDU Delivered Duty Unpaid Penjual menyerahkan barang yang belum diurus izin impornya dan belum dibongkar di tempat tujuan yang merupakan kewenangan pembeli , uncleared for import (sebutkan nama tempat tujuan) DDP Delivered Duty Paid Sama dengan DDU tetapi formalitas impor sudah diurus Penjual menyerahkan barang melewati pagar kapal di pelabuhan pengapalan yang disebut, barang sudah clear for export dan biaya angkut ke pelabuhan tujuan sudah ditanggung penjual (sebutkan nama pelabuhan tujuan) Empat Tahapan Utama Dalam Ekspor (Menggunakan L/C) 1. Sales Contract Process Sales contract adalah dokumen/surat persetujuan antara penjual dan pembeli yang merupakan follow-up dari purchase order yang diminta importer. Isinya mengenai syarat-syarat pembayaran barang yang akan dijual, seperti harga, mutu, jumlah, cara pengangkutan, pembayaran asuransi dan sebagainya. Kontrak ini merupakan dasar bagi pembeli untuk mengisi aplikasi pembukaan L/C kepada Bank. a. Promosi Kegiatan promosi komoditas yang akan diekspor melalui media promosi seperti iklan di media elektronik, majalah, Koran, pameran dagang atau melalui badan/lembaga yang berhubungan dengan kegiatan promosi ekspor seperti Ditjen PEN, Kamar Dagang dan Industri, Atase perdagangan dan lain sebagainya b. Inquiry Pengiriman surat permintaan suatu komoditas tertentu oleh Importir kepada eksportir (letter of inquiry). Biasanya berisi deskripsi barang, mutu, harga dan waktu pengiriman c. Offer Sheet Permintaan Importir akan ditanggapi melalui offer sheet yang dikirimkan eksportir. Offer sheet ini berisikan keterangan sesuai permintaan Importir mengenai deskripsi barang, mutu, harga dan waktu pengiriman. Selain itu pada offer sheet ini biasanya ditambahkan tentang ketentuan pembayaran dan pengiriman sample/brochure d. Order Sheet Setelah mendapatkan penawaran dari eksportir dan mempelajarinya, jika setuju maka Importir akan mengirimkan surat pesanan dalam bentuk order sheet (purchase order) kepada eksportir e. Sale’s Contract Sesuai dengan data dari order sheet maka selanjutnya eksportir akan menyiapkan surat kontrak jual beli (sale’s contract) yang ditambah dengan keterangan force majeur clause dan inspection clause. Sales contract ini ditandatangani oleh eksportir dan dikirimkan sebanyak dua rangkap kepada Importir f. Sale’s Confirmation Sales contract akan dipelajari oleh Importir, apabila Importir setuju maka sales contract tersebut akan ditandatangi oleh Importir untuk kemudian dikembalikan kepada eksportir sebagai sales confirmation. Sedangkan satu copy lain dari sales contract ini akan disimpan oleh Importir 2. L/C Opening Process Letter of credit (L/C) adalah Jaminan dari bank penerbit kepada eksportir sesuai dengan instruksi dari importer untuk melakukan pembayaran sejumlah tertentu dengan jangka waktu tertentu atas dasar penyerahan dokumen yang diminta importer. Proses pembukaan L/C. Proses pembukaan L/C tersebut adalah sebagai berikut: 1. Importir akan meminta Opening Bank (Bank Devisa) untuk membuka Letter of Credit sebagai jaminan dan dana yanga akan digunakan untuk melakukan pembayaran kepada Eksportir sesuai dengan kesepakatan pada sales contract. L/C yang dibuka adalah untuk dan atas nama eksportir atau orang atau badan lain yang ditunjuk eksportir sesuai dengan syarat pembayaran pada sales contract 2. Opening bank akan melakukan pembukaan L/C melalui bank korespondennya di Negara Eksportir, dalam hal ini adalah advising Bank. Proses pembukaan L/C ini dilakukan melalui media elektronik, sedangkan penegasan dalam bentuk tertulisnya akan dituangkan dalam L/C confirmation yang diteruskan dari opening Bank kepada advising Bank untuk disampaikan kepada Eksportir 3. Advising Bank akan memeriksa keabsahan pembukaan L/C dari opening Bank, dan apabila sesuai advising Bank akan mengirimkan surat pengantar (L/C advice) kepada Eksportir yang berhak menerima. Jika advising Bank diminta juga oleh opening Bank untuk menjamin pembayaran atas L/C tersebut, maka advising Bank disebut juga sebagai confirming Bank 3. Cargo Shipment Process Output penting dari proses ini adalah dokumen pengapalan yang merupakan bukti bahwa eksportir telah mengirimkan barang yang dipesan Importir sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam L/C. Tahapan cargo shipment process adalah sebagai berikut: 1. Eksportir akan menerima L/C advice sebagai acuan untuk mengirimkan barang dan saat ini eksportir akan melakukan shipment booking kepada shipping company sesuai dengan term yang disebutkan dalam sales contract. Setelah itu eksportir harus mengurus kewajiban Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) di Bea Cukai di pelabuhan muat. Serta hal lain seperti pembayaran pajak ekspor (PE) dan Pajak Ekspor Tambahan (PET) di advising Bank 2. Shipping Company akan memuat barang dan menyerahkan bukti penerimaan barang, kontrak angkutan, bukti kepemilikan barang (bill of lading) serta dokumen pengapalan lainnya jika ada kepada eksportir, kemudian eksportir akan mengirimkannya kepada advising Bank untuk dikirimkan ke opening Bank 3. Shipping Company akan mengangkut barang tersebut ke pelabuhan tujuan yang disebutkan dalam Bill of Lading (B/L) 4. Importir akan menerima dokumen pengapalan jika kewajiban pembayaran kepada opening Bank sudah dilakukan. Selanjutnya dokumen pengapalan ini digunakan untuk mengurus import clearance dengan pihak bea cukai di pelabuhan dan untuk mengambil muatan di shipping Company yang memuat barang yang dipesan 5. Shipping Agent akan menyerahkan barang kepada Importir jika biaya jasa shipping agent telah dilunasi 4. Shipping Document Negotiation Process Proses ini adalah proses penguangan dokumen pengapalan bagi eksportir dan merupakan proses untuk claim barang yang telah dibayar bagi Importir 1. Setelah menerima B/L dari shipping Company, Eksportir akan menyiapkan semua keperluan dokumen lain yang diisyaratkan dalam L/C seperti Invoice, packing list, sertifikasi mutu, Surat Keterangan Negara Asal (SKA) dan lain sebagainya. Semua dokumen tersebut akan diserahkan kepada negotiating Bank, dalam hal ini advising Bank, yang ditentukan dalam L/C untuk memeroleh pembayaran atas L/C 2. Negotiating Bank akan memeriksa kelengkapan dan keakuratan dokumen pengapalan yang dikirimkan eksportir, jika cocok dengan yang diisyaratkan L/C maka negotiating Bank akan melakukan pembayaran sesuai tagihan eksportir dari dana L/C yang tersedia 3. Negotiating Bank akan mengirimkan dokumen pengapalan kepada opening Bank untuk mendapatkan reimbursement atas pembayaran yang dia lakukan kepada Eksportir 4. Opening Bank, akan memeriksa kelengkapan dan keakuratan dokumen pengapalan, jika cocok dengan yang diisyaratkan L/C maka opening Bank akan memberikan pelunasan pembayaran (reimbursement) kepada negotiating Bank 5. Opening Bank selanjutnya memberitahukan penerimaan dokumen pengapalan kepada Importir. Importir akan menyelesaikan pelunasan dokumen itu untuk mendapatkan dokumen pengapalan yang berfungsi untuk mengambil barang pesanan dari shipping agent dan bea cukai setempat Metode Pembayaran Beberapa metode pembayaran yang bisa digunakan dalam proses ekspor impor adalah sebagai berikut: Metode Deskripsi Resiko/Keuntungan Eksportir Advance Payment Cash with order, pembayaran langsung kepada eksportir sebelum barang yang dipesan dikirim Menarik bagi Eksportir karena menerima pembayaran terlebih dahulu Importir  Resiko gagal atau terlambatnya pengiriman barang Metode Deskripsi Resiko/Keuntungan Eksportir Importir  Resiko kualitas dan jumlah barang yang tidak sesuai Open Account Barang dikirim terlebih dahulu oleh eksportir dan pembayaran dilakukan setelah importir menerima barang tersebut Resiko terlambat pembayaran atau tidak dibayar Menarik bagi Importir karena menerima barang terlebih dahulu Consignment Pengiriman barang kepada perantara (importir) yang akan menjual barang tersebut kepada final buyer, kepemilikan barang tetap milik eksportir sampai barang tersebut terjual Kemungkinan gagal pembayaran atau pembayaran terlambat, karena barang belum tentu terjual Menguntungkan Importir karena dapat menjual barang tanpa membayar terlebih dahulu Collection Document againts payment(D/P) Eksportir mengirimkan barang ke port tujuan sedangkan dokumen pengiriman barang dikirimkan ke pihak Bank sebagai perantara. Importir dapat mengambil dokumen tersebut jika sudah melakukan pembayaran melalui Bank, dokumen ini diperlukan importir untuk mengambil barang di port Tidak ada jaminan pembayaran dari Bank kepada Eksportir, karena Bank hanya berperan sebatas pelayanan jasa saja Terdapat resiko barang yang dikirimkan tidak sesuai dengan permintaan Document Hampir sama dengan Document againts againts payment, perbedaannya adalah metode ini acceptance (D/A) memerlukan akseptasi pembayaran terlebih dahulu oleh importir agar importir dapat menerima dokumen pembayaran dari Bank. Akseptasi pembayaran ini merupakan janji pembayaran pada tanggal tertentu, biasanya 30, 60 atau 90 hari setelah akseptasi Tidak ada jaminan pembayaran dari Bank kepada Eksportir, karena Bank hanya berperan sebatas pelayanan jasa saja Terdapat resiko barang yang dikirimkan tidak sesuai dengan permintaan Jaminan pembayaran dari Bank selama dokumen yang dikirimkan sesuai dengan L/C Jaminan memperoleh barang sesuai dengan yang disepakati Letter of Credit (L/C) Jaminan yang diterbitkan oleh issuing Bank atas perintah applicant (Buyer) kepada eksportir agar Importir melakukan pembayaran sejumlah tertentu Perizinan dan Kepabeanan Ekspor Dalam kegiatan ekspor terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, termasuk pajak ekspor, larangan ekspor serta kepabeanan Prosedur Pajak Apabila barang ekspor terkena pajak ekspor maka pajak ekspor harus dilunasi sebelum dimasukkan ke sarana pengangkut. Pajak ekspor ini dihitung berdasarkan harga patokan ekspor (HPE) dan harga patokan ekspor ini ditetapkan oleh Menteri Perdagangan dalam bentuk peraturan Menteri Perdagangan yang berlaku untuk suatu periode tertentu dengan memerhatikan pertimbangan Menteri Teknis dan asosiasi terkait. HPE ini berpedoman pada harga rata-rata internasional dan atau harga harga rata-rata FOB di beberapa pelabuhan di Indonesia. Tarif pungutan ekspor (TPE) yang digunakan sebagai dasar perhitungan adalah TPE yang yang berlaku saat pemberitahuan ekspor barang (PEB) didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, begitu juga dengan HPE, HPE yang digunakan adalah HPE yang berlaku pada saat PEB didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. Cara perhitungan pajak ekspor 1. Terhadap barang ekspor yang dikenakan tarif ad valorem (persentase), Pajak Ekspor dihitung sebagai berikut: Pajak Ekspor = Tarif Pajak Ekspor x Harga Patokan Ekspor x Jumlah Satuan Barang x Kurs 2. Terhadap barang ekspor yang dikenakan tarif ad naturam (spesifik), Pajak Ekspor dihitung sebagai berikut: Pajak Ekspor = Tarif Pajak Ekspor x Jumlah Satuan Barang x Kurs Pembayaran pungutan ekspor ini dapat dilakukan di Bank Devisa atau di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai: Komoditas yang Terkena Pungutan Ekspor: 1. Rotan, terdiri dari:  Rotan asalan yang sudah dirunti, dicuci, diasap dan dibelerangi dari segala jenis;  Rotan dipoles halus;  Hati rotan; dan  Kulit rotan 2. Kayu, terdiri dari:  Veener  Bahan baku serpih  Kayu olahan 3. Kelapa sawit, CPO dan Produk turunannya terdiri dari:  Kelapa sawit/tandan buah segar dan inti (biji) kelapa sawit dan;  Crude palm oil/CPO (crude olein/CRD; Refined bleached deodorized palm oil/RBD PO; Refined bleached deodorized palm olein/RBD olein) 4. Kulit, terdiri dari:  Jangat dan kulit mentah/pickled dari hewan sapi/kerbau dan biri-biri dan Kulit disamak/wet blue dari hewan sapi/kerbau, biri-biri dan kambing Flowchart Perizinan Pabean Secara garis besar prosedur kepabeanan untuk proses ekspor barang adalah sebagai berikut: 1. Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan terlebih dahulu ke kantor pabean dengan mengisi dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB) 2. Pendaftaran PEB disertai dengan Nomor Induk Perusahaan (NIPER) dan dilengkapi dokumen pelengkap. PEB disampaikan paling cepat 7 hari sebelum tanggal perkiraan ekspor dan paling lambat sebelum barang ekspor masuk Kawasan Pabean. Dokumen pelengkap pabean:  Invoice dan Packing List  Bukti Bayar PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak)  Bukti Bayar Bea Keluar (dalam hal barang ekspor dikenai Bea Keluar)  Dokumen dari intansi teknis terkait (dalam hal barang ekspor terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan) Pada Kantor Pabean yang sudah menerapkan sistem PDE (Pertukaran Data Elektronik) kepabeanan, eksportir/PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) wajib menyampaikan PEB dengan menggunakan sistem PDE Kepabeanan 3. Pelunasan pajak ekspor jika barang ekspor tersebut dikenai pajak ekspor. Penyampaian PEB ini dapat dilakukan oleh eksportir atau dikuasakan kepada PPJK 4. Pemeriksaan fisik barang ekspor dan penelitian dokumen 5. Persetujuan dan pemuatan barang ekspor ke sarana pengangkut Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai proses perizinan kepabeanan ini dapat dilihat melalui file berikut ini: Larangan Ekspor Menurut peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor: 01/M-DAG/PER/1/2007 tanggal 22 Januari 2007. Disebutkan bahwa barang-barang ekspor diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu: a. Jenis barang yang diatur tata niaga ekspornya Jenis barang ini hanya dapat diekspor oleh eksportir terdaftar saja. Sedangkan eksportir terdaftar adalah perusahaan atau perorangan yang telah mendapatkan pengakuan dari Kementerian Perdagangan untuk mengekspor barang tertentu sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Suatu barang yang diatur ekspornya karena pertimbangan : 1. Meningkatkan devisa dan daya saing 2. Terikat dengan perjanjian internasional 3. Kelestarian alam 4. Tersedianya bahan baku Barang Diatur ekspornya ini meliputi : b.  Produk Perkebunan : kopi digongsang / tidak digongsang, olahan  Produk Kehutanan  Produk Industri  Produk Pertambangan : produk dari rotan ataupun kayu : asetat anhidrida, asam fenilasetat, efedrin, aseton, butanol : intan, timah, emas Jenis barang yang diawasi ekspornya Barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan oleh eksportir yang telah mendapatkan persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan atau Pejabat yang ditunjuk. Barang yang diawasi ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dilakukan oleh eksportir yang telah mendapat persetujuan ekspor dari Menteri Perdagangan atau pejabat yang ditunjuk (eksportir khusus). Suatu barang diawasi ekspornya karena pertimbangan untuk menjaga keseimbangan pasokan di dalam negeri agar tidak mengganggu konsumsi dalam negeri. Barang Diawasi ekspornya ini meliputi: c.  Produk Peternakan : bibit sapi, sapi bukan bibit, kerbau, kulit Buaya, wet blue, binatang liar dan tumbuhan (appendix II cites)  Produk Perikanan : ikan napoleon, wirasse, benih ikan bandeng  Produk Perkebunan : inti kelapa sawit (palm kernel)  Produk Pertambangan : gas, kokas/minyak petroleum, bijih logam Mulia, perak, emas,  Produk industri : sisa dan scrap dari besi, baja steinless, tembaga, kuningan, aluminium, pupuk urea Jenis barang yang dilarang ekspornya Suatu barang yang dilarang ekspornya karena pertimbangan : 1. Menjaga kelestarian alam 2. Tidak memenuhi standar mutu 3. Menjamin kebutuhan bahan baku bagi industri kecil atau pengrajin 4. Peningkatan nilai tambah 5. Merupakan barang bernilai sejarah dan budaya Barang Dilarang ekspornya ini meliputi: d.  Produk Pertanian: anak ikan dan ikan arwana, benih ikan sidat, ikan hias botia, udang galah ukuran 8 cm dan udang panaedae  Produk Kehutanan: kayu bulat, bahan baku serpih, bantalan kereta api atau trem dari kayu dan kayu gergajian  Produk Kelautan: pasir laut  Produk Pertambangan: bijih timah dan konsentratnya, abu dan residu yang mengandung arsenik, logam atau senyawanya dan lainnya, terutama yang mengandung timah dan batu mulia Jenis barang yang bebas Semua jenis barang yang tidak tercantum dalam peraturan di atas dikategorikan sebagai barang bebas ekspor, namun tentunya eksportir harus memenuhi persyaratan sebagai eksportir terlebih dahulu Standar & Peraturan Internasional Dunia perdagangan internasional saat ini sudah cenderung terbuka dengan lalu lintas perdagangannya yang semakin meningkat sehingga masing-masing Negara biasanya menerapkan perlindungan tersendiri. Perlindungan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari produk yang membahayakan Kesehatan, Keamanan, Keselamatan dan lingkungan (K3L) atau mungkin juga moral. Perlindungan ini biasanya disebut juga sebagai hambatan utama dalam ekspor bagi Eksportir. Hambatan Utama Hambatan Fisik di Bea Cukai Hambatan ini adalah berupa pemeriksaan barang yang harus sesuai dengan dokumen yang menyertainya, seperti jenis dan jumlah barang yang tertera dalam dokumen Hambatan Fiska Hambatan ini berupa bea masuk yang diterapkan oleh masing-masing negara Hambatan Teknik Berupa Standar Standar menurut PP 102 Tahun 2000 adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Biasanya setiap Negara menetapkan standar atau persyaratan mutu untuk barang-barang impornya, sehingga barang yang masuk umumnya harus melalui pengujian tertentu terlebih dahulu, dan biasanya buyer pun memiliki standar spesifikasi yang disepakati bersama Exportir sebelumnya. Seringkali hambatan teknis berupa standar ini disadari menjadi hambatan yang meyulitkan Eksportir untuk mengirimkan barangnya oleh karena itu WTO mengeluarkan technical barrirer to trade agreement untuk mengurangi hambatan dan melindungi Konsumen. Standar Internasional Technical Barrier to Trade (TBT) merupakan salah satu perjanjian dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang mengatur hambatan dalam peraturan teknis yang terkait regulasi teknis, standar dan penilaian kesesuaian. Tujuannya untuk mencegah penggunaan standar dan regulasi teknis yang berlebihan (hambatan teknis) Sanitary and Phytosanitary (SPS) adalah setiap tindakan yang diterapkan untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan Hal-hal yang perlu diketahui oleh eksportir berhubungan dengan standar sebelum melakukan ekspor adalah:  Persyaratan standar dan regulasi teknis yang berlaku di negara tujuan ekspor serta persyaratan konsumen (public requirements)  Laboratorium terakreditasi dengan lingkup dan kemampuan sesuai standar negara tujuan yang diakui oleh otoritas negara tujuan ekspor  Lembaga sertifikasi yang kompeten dan terakreditasi serta diakui oleh otoritas Negara tujuan eksport  Lembaga Inspeksi yang kompeten dan diakui oleh otoritas negara tujuan eksport.  Metrologi yang mampu telusur Pembiayaan Ekspor Menjelaskan proses pembiayaan ekspor beserta sumber pembiayaannya dan beberapa tips yang dapat digunakan untuk mengatur pembiayaan ekspor Jenis Pembiayaan Ekspor Pembiayaan kepada eksportir dalam rangka mendukung aktivitas ekspor secara garis besar dapat dibedakan seperti berikut: Pre-shipment Financing Pembiayaan diberikan kepada nasabah dari mulai membeli bahan baku, memproduksi sampai mengapalkan barang. Fokus dari pembiayaan ini adalah untuk pembiayaan kegiatan produksi. Sedangkan resiko dari pembiayaan ini adalah kemungkinan kegagalan proses produksi. Pembiayaan ini tediri dari dua jenis, yaitu: a. Import for Export Purpose Import for Export Purpose adalah jenis pembiayaan yang diberikan kepada eksportir yang melakukan kegiatan impor bahan baku yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ekspor b. Export Working Capital Transaksional Kebutuhan modal kerja berdasarkan kebutuhan modal satu siklus usaha bisnis Non Transaksional Perhitungan modal kerja berdasarkan historical ekspor dan satu tahun proyeksi ekspor, dengan mempertimbangkan siklus perdagangan eksportir Post-shipment Financing Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah setelah barang dikirim sampai pembayaran tagihan atas ekspor. Fokusnya adalah untuk immediate payment, jadi Eksportir tidak harus menunggu lama pembayaran dari Importir. Resiko dari pembiayaan ini lebih kepada pihak di Negara tujuan ekspor, dengan resikonya antara lain:  Buyer/Issuing Bank yang bermasalah dalam pembayaran  Resiko stabitilas Negara Importir  Resiko ketidaksesuaian dokumen Terdapat beberapa macam tipe untuk pembiayaan ini, yaitu: 1. Export Receivables Negotiation Pengambilalihan atau pembelian wesel/tagihan/dokumen ekspor atas dasar L/C 2. Export Receivables Discounting Pembayaran atau pembiayaan atas piutang ekspor sebelum jatuh tempo 3. Forfaiting Forfaiting adalah penyediaan dana oleh suatu perusahaan (Forfaiter) kepada perusahaan lain atau eksportir dengan membeli barang-barang yang telah dijual sebelumnya oleh klien (Eksportir) kepada pelanggan tetapi klien belum menerima pembayarannya. Biasanya Importir akan memperoleh kredit sampai jangka watu tujuh tahun mendatang. 4. Factoring Penjualan piutang dagang eksportir kepada perusahaan factoring untuk mendapatkan uang tunai dengan cara membayar komisi tertentu. Biasanya Eksportir akan menerima pembayaran 75%-85%. 5. Banker Acceptance Instrumen akseptasi yang dilakukan oleh Bank atas suatu penarikan wesel suatu usance L/C. Tips dan Trik dalam Pembiayaan Ekspor Untuk memasuki sebuah pasar ekspor harus diperhatikan tahapan bisnis ekspor dan Persyaratan Masuk Pasar Ekspor (PMPE). Untuk dapat menentukan Negara Tujuan Ekspor (NTE) yang cocok bagi sebuah produk ekspor diperlukan analisis terlebih dahulu, sehingga Eksportir dapat menghindari kerugian yang mungkin timbul dari ketidaksesuai strategi ekspor. Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menentukan Negara tujuan ekspor beserta strateginya. 1. Eksportir menentukan barang yang akan diekspor dan Negara Tujuan Ekspor 2. Eksportir melakukan riset dan kajian pasar, kajian pasar dapat dilakukan dengan menggunakan literatur yang tersedia, kemudian analisis dapat dilakukan dengan menggunakan SWOT Analysis, yaitu metode berupa matriks yang membandingkan kelemahan, kelebihan , peluang dan hambatan yang muncul dari kombinasi produk ekspor dengan Negara tujuan ekspor 3. Setelah melakukan kajian maka akan keluar sebuah kombinasi product-market yang dianggap cocok oleh Eksportir 4. Karena sudah diketahui pasar mana yang akan dituju tahapan berikutnya adalah menentukan strategi ekspor. Strategi ekspor ini harus memerhatikan: o o o o Segmen pasar di NTE Produk yang akan dipasarkan Identitas Harga o o o Distribusi Promosi Mitra Dagang 5. Dengan strategi ekspor ini maka Eksportir akan lebih mudah menentukan rencana bisnis, yang meliputi jadwal kegiatan, rencana keuangan (cash flow, profit & loss) 6. Setelah cukup terarah selanjutnya Eksportir dapat mulai menentukan bagaimana prosedur bisnis ekspor yang memungkinkan, prosedur bisnis ekspor ini meliputi pembiayaan ekspor, prosedur ekspor dan pembayaran ekspor 7. Apabila strategi ini dirasakan masih kurang menguntungkan maka Eksportir dapat meninjau ulang di mana letak kesalahannya, dengan begitu penentuan strategi ekspor pun akan semakin optimal sehingga akan meminimalisir kerugian finansial Apabila Negara Tujuan Ekspor ini telah pasti selanjutnya yang harus diperhatikan adalah Persyaratan Masuk Pasar Ekspor (PMPE) yang terdiri dari:  Bea masuk dan kuota  Persyaratan berdasar UU NTE  Persyaratan di luar NTE  Persyaratan khusus dari pembeli Dengan melakukan analisis terlebih dahulu terhadap produk yang ditawarkan beserta negara tujuan ekspor diharapkan dapat memperkuat proses perencanaan eksportir baik dalah hal perencanaan keuangan maupun perencanaan pemasaran, sehingga eksportir dapat terhindar dari biaya-biaya yang tidak diperlukan. Institusi Pembiayaan Di dalam kegiatan ekspor terdapat institusi pembiayaan yang dapat membantu eksportir dalam hal pembiayaan, seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan PT. Asuransi Ekspor Indonesia Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia PT. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau PT. Indonesian Eximbank dibentuk melalui UU No.2 Tahun 2009, disebutkan bahwa lembaga ini adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong kegiatan ekspor nasional  Memberikan bantuan dalam rangka ekspor, dalam bentuk Pembiayaan, dalam rangka menghasilkan barang dan jasa dan/atau usaha lain yang menunjang Ekspor;  Menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang dikategorikan tidak dapat dibiayai oleh perbankan tetapi mempunyai prospek (non-bankable but feasible) untuk peningkatan ekspor nasional; dan  Membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh Bank atau Lembaga Keuangan dalam penyediaan pembiayaan bagi Eksportir yang secara komersial cukup potensial dan/atau penting dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Penjaminan, dan Asuransi guna pengembangan http://www.indonesiaeximbank.go.id/ PT. Asuransi Ekspor Indonesia Dalam upaya mendorong peningkatan ekspor non migas, pada tahun 1985 Pemerintah Indonesia mendirikan PT. (Persero) ASURANSI EKSPOR INDONESIA (Asuransi ASEI) yang bergerak di bidang asuransi dan jaminan untuk mendukung pengembangan ekspor non-migas nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1983. Berbeda dengan lembaga asuransi umum lainnya, Asuransi ASEI memiliki produk khusus yang meng-cover risiko yang ditanggung eksportir dan bank yaitu risiko kegagalan pelunasan pembayaran ekspor, baik pembayaran kembali kredit ekspor yang disalurkan bank kepada eksportir (asuransi kredit ekspor) maupun pembayaran transaksi ekspor dari importir luar negeri kepada eksportir (Asuransi Ekspor). Upaya pengembangan program Asuransi Ekspor didasarkan pada pertimbangan bahwa pengembangan dan peningkatan ekspor dapat lebih digalakkan dengan dikembangkannya penggunaan berbagai cara pembayaran (terms of payment) yang lazim berlaku di dunia perdagangan internasional, sehingga tidak hanya terpaku pada penggunaan Sight L/C saja. Pada sisi lain adanya kegiatan ekspor yang dilaksanakan oleh eksportir kelas menengah dan kecil untuk barang non tradisional menuju ke negara dengan risiko tinggi, serta semakin meningkatnya kompetisi dalam pasar dunia yang berubah dari pasar penjual (sellers market) ke pasar pembeli (buyers market) sehingga penjualan dengan cara pembayaran kredit menjadi semakin penting dalam memenangkan transaksi penjualan. Peranan Asuransi ASEI diharapkan mendorong peningkatan ekspor non-migas melalui penyediaan fasilitas Asuransi Ekspor bagi Eksportir untuk mengatasi risiko pembayaran ekspor sekaligus mendorong Eksportir Indonesia melakukan penetrasi ke pasar internasional yang baru, serta fasilitas Asuransi Kredit bagi perbankan untuk mendorong perbankan meningkatkan kredit kepada sektor riil termasuk eksportir. Seiring dengan perkembangan dan perubahan lingkungan usaha dalam upaya lebih mendukung nasabah untuk menjalankan usaha khususnya dibidang perdagangan domestik maupun internasional yang sangat kompetitif, Asuransi ASEI melakukan modifikasi dan diversifikasi produkproduknya dalam class of business Asuransi Ekspor, Asuransi Kredit dan Asuransi Umum yang diharapkan mampu mendukung kelancaran usaha para nasabah Asuransi ASEI. http://www.asei.co.id Produk-produk keuangan yang ditawarkan oleh Ausransi ASEI adalah sebagai berikut: Asuransi Kredit Ekspor Memberikan perlindungan kepada eksportir terhadap kemungkinan kerugian akibat tidak diterimanya pelunasan pembayaran dari importer atau bank penerbit L/C http://www.asei.co.id/produk/asek/ Asuransi Pembiayaan Tagihan Ekspor Dengan jaminan ASEI, mendorong pihak perbankan untuk lebih berani memberikan pembiayaan pasca pengapalan (Post Shipment Financing) kepada eksportir, walaupun ekspor tersebut dilaksanakan dengan media Non L/C. Melalui produk ini eksportir dapat memenuhi kebutuhan modal kerja dan cash flow http://www.asei.co.id/produk/aef/ Asuransi Kredit dan Penjaminan Kredit Merupakan proteksi yang diberikan Asuransi ASEI (selaku penanggung) kepada Bank (selaku tertanggung) atas risiko kegagalan Debitur di dalam melunasi fasilitas kredit atau pinjaman tunai (cash loan) seperti kredit modal kerja, kredit perdagangan dan lain-lain yang diberikan oleh Bank. http://www.asei.co.id/produk/ask/ Surety Bond Suretyship Adalah suatu bentuk Penjaminan dimana ASEI (Surety Company) menjamin Principal(kontraktor/vendor/supplier/konsultan/perusahaan) akan melaksanakan kewajiban atas suatu prestasi/kepentingan kepada Obligee (Bouwheer/Beneficiary) sesuai kontrak/perjanjian antara Principal dan Obligee dan atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku http://www.asei.co.id/produk/surety/ Asuransi Umum Asuransi ASEI menjalankan usaha dibidang Asuransi Umum seperti asuransi harta benda, engineering, pengangkutan, rangka kapal atau asuransi kecelakaan diri. Dengan tujuan untuk terus melayani seluruh nasabah di dalam melindungi risiko setiap usahanya http://www.asei.co.id/produk/asum/ HS Code Harmonized System atau biasa disebut HS adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya Definisi & Manfaat Harmonized System atau biasa disebut HS adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya. Saat ini pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan kepada Harmonized System dan dituangkan ke dalam suatu daftar tarif yang disebut Buku Tarif Bea Mauk Indonesia (BTBMI). Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih dikenal dengan Harmonized System disusun pada tahun 1986 oleh sebuah Kelompok studi dari Customs Cooperation Council (sekarang dikenal dengan nama World Customs Organisation), dan disahkan pada konvensi HS yang ditandatangani oleh tujuh puluh Negara yang sebagian besar Negara Eropa, namun sekarang hampir semua Negara ikut meratifikasi, termasuk Indonesia yang mengesahkannya melalui Keppres no. 35 tahun 1993. Tujuan daripada pembuatan HS ini di antaranya adalah:  Memberikan keseragaman dalam penggolongan daftar barang yang sistematis  Memudahkan pengumpulan data dan analisis statistik perdagangan dunia  Memberikan sistem internasional yang resmi untuk pemberian kode, penjelasan dan penggolongan barang untuk tujuan perdagangan Cara Penggunaan HS Code HS menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang. Kode-kode nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis. Sistem penomoran dalam HS terbagi menjadi Bab (2-digit), pos (4-digit), dan sub-pos (6-digit) dengan penjelasan sebagai berikut: Misalkan kode HS 0101.11.xx.xx yang diambil dari BTBMI (10 digit) 01 01 11 xx xx __ Bab (Chapter) 1 _____ Pos (Heading) 01. 01 ________ Sub-pos (Sub-heading) 0101. 11 ___________ Sub-pos ASEAN, ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN) ______________ Pos Tarif Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI)  Bab di mana suatu barang diklasifikasikan ditunjukkan melalui dua digit angka pertama, contoh di atas menunjukkan bahwa barang tersebut diklasifikasikan pada Bab 1  Dua digit angka berikutnya atau empat digit angka pertama menunjukkan heading atau pos pada bab yang dimaksud sebelumnya, contoh ini menunjukkan barang tersebut diklasifikasikan pada pos 01.01  Enam digit angka pertama menunjukkan sub-heading atau sub-pos pada setiap pos dan bab yang dimaksud. Pada contoh di atas, barang tersebut diklasifikasikan pada sub-pos 0101.11  Delapan digit angka pertama adalah pos yang berasal dari teks AHTN  Sepuluh digit angka tersebut menunjukkan pos tarif nasional yang diambil dari BTBMI, pos tarif ini menunjukkan besarnya pembebanan (BM, PPN, PPnBM atau Cukai) serta ada tidaknya peraturan tata niaganya HS mempunyai enam digit angka untuk penggolongan, masing-masing Negara yang ikut menandatangani konvensi HS atau contracting Party dapat mengembangkan penggolongan enam digit angka tersebut menjadi lebih spesifik sesuai dengan kebijakan Pemerintah masingmasing namun tetap berdasarkan ketentuan HS enam digit. Di Indonesia sendiri sistem penggolongan tersebut menggunakan sistem penomoran 10 digit dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-pos dalam HS enam digit Langkah-langkah Interpretasi HS Code 1. Identifikasi barang yang akan diklasifikasikan, caranya adalah dengan mengetahui spesifikasi barang, dengan identifikasi ini kita dapat memilih bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut 2. Perhatikan penjelasan yang terdapat dalam catatan bagian atau catatan Bab terkait barang yang sudah diklasifikasikan. Jika terdapat catatan yang mengeluarkan barang dari bab atau bagian yang dipilih, perhatikan pada bagian atau bab apa barang tersebut diklasifikasikan. Dengan catatan ini maka kita dapat mengetahui barang tersebut diklasifikasikan di bab atau bagian lainnya 3. Setelah bagian atau Bab telah sesuai dengan spesfikasi barang, maka selanjutnya adalah mengidentifikasi pos yang mungkin mencakup barang tersebut lebih spesifik. Di sini kita akan menentukan sub-pos (6-digit), sub-pos AHTN (8-digit) dan pos tarif (10digit) jika ingin menetahui pembebanan barang yang akan masuk ke Indonesia. Apabila timbul permasalahan dalam pengklasifikasian, sebaiknya kembali lagi pada 10 poin ketentuan menginterpretasi HS yang terdapat dalam HS SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), TDP (tanda daftar perusahaan), NPWP (nomor pokok wajib pajak) dan perizinan lainnya yang berhubungan dengan produk yang Anda akan ekspor. Sedangkan dokumen ekspor lainnya yang Anda harus ketahui adalah:          Sale Contract (Kontrak penjualan)<\/li> Commercial invoice (Faktur Perdagangan)<\/li> Letter of Credit (L\/C)<\/li> Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)<\/li> Bill of Lading ( B\/L ) \/ Air Way Bill (AWB)<\/li> Polis Assuransi<\/li> Packing List<\/li> Certificate of Origin\/ Surat Keterangan Asal (SKA)<\/li> Quality Statement\/ Surat Pernyataan Mutu<\/li><\/ul> (hen/hen) https://cahyorusmanto.wordpress.com/2012/10/30/letter-of-credit-instrument-pembayaran-dan-prosedure-dalamperdaganantrading/ Makalah ini ditulis dan merupakan hasil kompilasi dari beberapa sumber termasuk Sumber Hukum Uniform Customs and Practice for Documentary Credits-500 (U.C.P.D.C.-500) 1993 Revision dalam dunia perdagangan antar negara. Dalam rangka menghadapi perdangan bebas dimana WTO merupakan salah satu badan yang mengatur perdagangan tersebut dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya. Mudah-mudahan tulisan ini berguna untuk para pelaku bisnis maupun mahasiswa untuk menambah wawasan, berikut ulasannya. Cara Pembayaran Ekspor-Impor yang paling aman adalah menggunakan Letter of Credit (L/C). L/C di sini dimaksudkan menjembatani perdagangan internasional atau antar negara dimana pembeli dan penjual belum saling mengenal baik, maka dengan media L/C resiko non payment dapat dialihkan ke bank yang terkait dalam proses L/C (Issuing bank, negotiating bank, conferming bank). L/C yang merupakan singkatan dari Letter of Credit, kadang disebut juga sebagai Credit khususnya dalam Uniform Customs and Practice (UCP). Disamping itu Documentary Credit juga dikenal sebagai istilah yang umumnya dipakai dalam konfirmasi L/C (lembaran L/C). Documentary Credit mengandung arti bahwa bank hanya bertanggung jawab sebatas dokumen dan tidak bertanggung jawab atas komoditi yang dikapalkan apakah sesuai degan yang tersurat dalam dokumen. Singkat kata petugas bank tidak berurusa dengan barang yang dikapalkan. L/C merupakan janji bayar dari Bank Pembuka kepada pihak Eksportir sepanjang mampu menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. Bagi para nasabah importir, BCA menyediakan jasa layanan untuk penerbitan berbagai jenis L/C, mulai dari Sight L/C (atas unjuk), Usance L/C (berjangka), Red Clause L/C (pembayaran di muka), hingga Standby L/C. Penerbitan L/C dapat dilayani dalam 22 mata uang asing ke berbagai penjuru dunia di mana Anda bermitra bisnis. Suatu instrumen (dapat berupa telex, swift, surat) yang dikeluarkan oleh bank (bank penerbit L/C) atas permintaan nasabahnya (importir/ buyer/applicant) yang memberikan kuasa kepada penjual (eksportir/ seller/beneficiary) untuk menarik dengan sehelai wesel/draft sejumlah uang jika telah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam instrumen tersebut. Manfaat bagi nasabah : o Nasabah (eksportir) mendapat jaminan pembayaran atas barang yang mereka ekspor, sedangkan bagi nasabah (importir) mendapat jaminan penerimaan barang yang mereka impor. o Karyawan mempunyai alternatif lain dalam memanfaatkan dana yang dimiliki. o Menghindari korespondensi yang berkali-kali. Persyaratan yang harus dipenuhi : L/C IMPOR o Copy API (Angka Pengenal Importir). o SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan. o Copy KTP pejabat perusahaan. o Copy tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani dokumen impor. o Mengisi & menandatangani Formulir Syarat-syarat Umum Pembukaan L/C. o Mengisi dan menandatangani formulir Penggunaan Fasilitas L/C Sight/Usance. o Membuka rekening di Bank (untuk memudahkan pemotongan biaya-biaya yang timbul dalam proses L/C Impor). SKBDN ( Surat Berdokumen Dalam Negeri) o SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan. o Copy KTP pejabat perusahaan. o Copy tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani dokumen SKBDN. o Mengisi & menandatangani Formulir Syarat-syarat Umum Pembukaan SKBDN. o Membuka rekening di Bank. LC EKSPOR o SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan. o Copy KTP pejabat perusahaan. o Copy tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani dokumen ekspor. o Mengisi & menandatangani Formulir Syarat-syarat Umum Pengoperan Wesel Ekspor. o Menyerahkan L/C asli untuk negosiasi (jika L/C tidak melalui Bank Pelaksana Negosasi). o Membuka rekening di Bank. PROSEDUR EKSPOR Beberapa Peraturan Ekspor yang perlu diketahui 1. Syarat Ekspor Secara umum persyaratan untuk ekspor adalah sebagai berikut : 1. Memiliki Surat Idjin Usaha Perdagangan (SIUP), untuk mendapatkannya perusahaan dapat mengajukan permohonan melalui Kantor Departemen Perdagangan (Kandepdag), atau 2. Memiliki Surat Ijin Usaha dari Departemen Teknis atau Lembaga Pemerintah non Teknis lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Kelompok Mata dagangan Ekspor Mata dagangan ekspor Indonesia dikelompokkan menjadi : a. Barang yang diatur tataniaga ekspornya, dan dilakukan oleh eksportir terdaftar yang telah mendapatkan pengakuan dari Menperindag. Komoditas pertanian yang termasuk kelompok ini antara lain komoditi: maniok, kopi. b. Barang yang diawasi ekspornya, dilakukan oleh eksportir yang mendapat persetujuan dari Menperindag/ pejabat yang ditunjuk berdasarkan rekomendasi instansi teknis yang terkait. Komoditas pertanian yang termasuk kelompok ini antara lain : tepung terigu, kedele, beras, biji karet, inti kelapa sawit, nener, c. Barang yang dilarang ekspornya. Komoditas pertanian yang termasuk kelompok ini antara lain: kulit mentah, karet bongkah, biji kapok (ex. Jawa dan Madura), induk udang, ikan hias. d. Barang yang bebas ekspornya. Komoditas pertanian diluar poin 1 s/d 3 tersebut diatas. 3. Kode HS / The Harmonized System System kode digunakan untuk menunjuk komoditas secara lebih spesifik, sehingga dapat terhindar dari pemilihan komoditi yang diperjual belikan. System kode yang dipergunakan terdiri dari 9 digit yaitu 6 digit pertama adalah kode asli HS yang berlaku secara internasional dan 3 digit terakhir dimaksudkan sebagai kode pengelompokkan komoditi lebih lanjut secara nasional, sehingga penyebutannya menjadi : o digit pertama menunjukkan Bab o digit berikutnya menunjukkan Pos o digit selanjutnya menunjukkan sub pos HS 2 digit terakhir menunjukkan sub pos nasional contoh sebagai berikut : o HARMONIZED SYSTEM Bab Pos 07 0710 : Sayuran, akar bonggol yang dapat dimakan : Sayuran sejenis umbi Sub Pos 0710.10 : umbi kentang Nasional 0710.10.000 : Kentang beku 4. Kontrak dan Syarat-Syarat Penjualan / Terms of Sale Dalam merundingkan suatu kontrak, bagi eksportir dianjurkan untuk : 1. Mengetahui status kelayakan dari calon importir melalui Bank eksportir atau perwakilan perdagangan Indonesia diluar negeri. 2. Mengecek status dari Bank yang mengeluarkan L/C. Guna mengatasi resiko pembayaran dalam mengekspor disarankan untuk menghubungi PT. Asuransi Ekspor Indonesia ( ASEI). PT. Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) Gedung Sarinah Lt.13 Jl. M.H Thamrin No. 11 – Jakarta 10350 Tel. : (021) 3903535 Fax. : (021) 323662, 327886 Telex : 69061 ASEI IA – 69062 AXINDO IA Dalam menutup suatu kontrak penjualan komoditi, beberapa persyaratan dan kondisi perlu terlebih dahulu disetujui. Hal ini perlu dipertimbangkan dengan hati-hati oleh eksportir, karena sekali kontrak telah disetujui, akan mengikat secara hukum. Beberapa kelengkapan berikut ini merupakan informasi penting yang sebaiknya dimasukkan kedalam kontrak, yaitu : 1. Deskripsi komoditi, termasuk spesifikasi standar/ teknis yang harus dipenuhi 2. Jumlah yang dibeli 3. Harga yang dikenakan yang dinyatakan dalam syarat-syarat penjualan yang disetujui, dan mata uang yang digunakan dalam transaksi. 4. Syarat-syarat pembayaran 5. Waktu penyerahan barang 6. Prosedur hukum dan arbitrasi jika terjadi perselisihan 7. Syarat-syarat pengepakan 8. Cara angkut 9. Asuransi 5. Terms Penjualan Pembeli diluar negeri dalam transaksi pasar sering lebih menginginkan untuk terms penjualannya menggunakan C&F atau CIF agar terjamin pengapalannya sampai di tangan importir/ pembeli. Informasi tentang jasa yang tersedia dan perusahaan ekspedisi yang terpercaya dapat diperoleh dari Cargo Tariff and Pricing Department dengan alamat sebagai berikut : 2nd Fl. Garuda Indonesia Cargo Centre Cargo Area Sukarno – Hatta Airport Jakarta 19120, Indonesia Telp. (021)5502227 ext. 138,5590484; Fax (021) 5590485 Eksportir Indonesia masih sering pula menggunakan FOB (Freight on Board) dalam terms penjualannya guna menghindarkan diri dari risiko angkutan / shipping dan asuransi. 6. Standar dan Pengawasan Mutu Peraturan pengawasan mutu pelak-sanaannya merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin, bahwa produk ekspor memenuhi : 1. Spesifikasi yang ditetapkan didalam kontrak 2. Syarat kesehatan, keamanan dan peraturan pengawasan mutu yang ditetapkan oleh negara pengimpor 3. Tingkat mutu minimum yang ditetapkan oleh yang berwenang di Indonesia Menjaga mutu secara konsisten sebagaimana yang diminta oleh pembeli adalah sangat penting. Kegagalan dalam hal ini tidak saja akan merusak reputasi eksportir secara individu, tetapi juga akan merusak nama Indonesia secara keseluruhan. Standarisasi Standar komoditi dikeluarkan oleh Dewan Standarisasi Nasional/ DSN dan disebut Standar Nasional Indonesia / SNI. Pelayanan informasi mengenai standar nasional, regional dan internasional diberikan oleh Lembaga Standarisasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Surat keterangan/ sertifikasi Semua komoditi standarnya sudah ditetapkan memerlukan surat keterangan. Terdapat dua bentuk surat keterangan untuk komoditi pertanian, antara lain : a. Surat Pernyataan Mutu (SPM), yaitu surat pernyataan dari eksportir bahwa komoditi yang diekspor memenuhi standarnya. b. Sertifikasi Mutu (SM), yaitu surat pernyataan yang diterbitkan oleh Laboratorium Penguji Mutu bahwa partai komoditi yang bersangkutan telah memenuhi Standar berdasarkan uji contoh. SPM wajib dilampirkan sebagai dokumen pelengkap pada saat pendaftaran Pemberitahuan Barang (PEB) pada bank Devisa. SM wajib dimiliki oleh setiap eksportir dan digunakan untuk keperluan ekspor antara lain apabila diminta oleh pembeli atau diwajibkan oleh perdagangan internasional. Sertifikasi Mutu dapat dikeluarkan oleh : – Pusat Pengujian dan Pengawasan mutu barang – Balai Sertifikasi Mutu Barang – Laboratorium yang ditunjuk – Produsen/ eksportir yang telah memenuhi syarat 1. I. DOKUMEN EKSPOR Dokumen yang diperlukan untuk ekspor ditentukan oleh permintaan pembeli seperti yang disebut pada acara pembayaran yang dipilih (L/C atau lainnya). Eksportir harus berhati-hati dalam memenuhi secara tepat persyaratan dokumen yang diminta didalam L/C dan mengusahakan penyerahannya dengan segera, agar tidak terjadi kelambatan dalam pembayaran. Dokumen yang biasanya diperlukan adalah : o Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) o Bill of Lading ( B/L, Airway Bill / AWB atau dokumen transpor lainnya seperti postel receipt, cargo receipt) o Invoice o Packing List o Surat Keterangan Asal (SKA) Dalam hal tertentu juga diperlukan : o Asuransi (jika diminta oleh pembeli) o Nomor pokok wajib pajak (NPWP) o Surat Pernyataan Mutu (SPM) atau sertifikat Mutu (SM) o LKP ekspor (Laporan Kebenaran Pemeriksaan), untuk produk yang mendapat fasilitas Bapeksta atau yang dikenakan PE/ Pajak Ekspor atau PET/ Pajak Ekspor Tambahan. A. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) PEB merupakan dokumen utama yang harus diisi dengan benar oleh memperoleh persetujuan Bea dan Cukai. Dengan dasar SK. Menteri Keuangan No: 1012/KMK.00/1991 tahun 1991 tentang Pemberitahuan Ekspor Barang. PEB merupakan satu-satunya dokumen yang diserahkan kepada Bea dan Cukai, dan berguna untuk: – Customs clearance di negara/ pelabuhan asal barang – Dokumen utama untuk keperluan statistik perdagangan – Penetapan pajak ekspor Dokumen PEB yang lengkap terdiri dari 10 lembar dengan perincian 3 lembar ekstra copy dan lainnya 7 lembar untuk keperluan : a. Bank Ekspor (dokumen asli) b. Bank Indonesia c. Biro Statistik (BPS) d. Kantor Wilayah Departemen Perdagangan e. Departemen keuangan f. Bea dan Cukai g. Copy untuk eksportir B. Copy Ekstra Bagi eksportir yang terkena Pajak Ekspor (PE) dan Pajak Ekspor Tambahan (PET) diperlukan lembar yang kesembilan untuk Direktorat Jenderal Moneter. Sesudah PEB di Fiat muat oleh pejabat be cukai, komoditi ekspor dimasukkan ke dalam kapal, maka dari pihak pelayaran akan menerbitkan Bill of Lading (B/L). Sebelum B/L diterbitkan, bila terjadi kehilangan, kerusakan, atau hal-hal lainnya terhadap komoditi ekspor tersebut, maka pihak pelayaran tidak dapat dituntut tanggungjawabnya. Sementara itu Pasal 23 a UCP 500 menetapkan Bill of Lading adalah dokumen yang secara nyata menunjukkan nama pengangkut ditandatangani oleh pengangkut/agen yang ditunjuk atas nama pengangkut, menunjukkan bahwa barang sudah dimuat di atas kapal dengan tanggal penerbitan. Bill of Lading menunjukkan pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar yang ditentukan dalam Letter of Credit dan berisikan kondisi pengangkutan. Dengan demikian dapat disimpulkan, Selembar B/L umumnya terdapat 3 (tiga) unsur pokok yaitu: 1. Tanda terima barang. 2. Kontrak pengangkutan. 3. Pernyataan kepemilikan barang. Dilihat dari kegunaannya, kita mengenal jenis B/L sebagai berikut : a Negotiable B/L atau Original B/L, yaitu B/L yang dapat dipergunakan sebagai dokumen berharga untuk pencairan L/C atau dapat diperjual-belikan. Jenis B/L ini biasanya terdiri dari satu set (Full Set) yakni Original 1,2,3. Hukum yang berlaku di sini adalah apabila salah satu lembar original tersebut sudah dipergunakan, maka lembar lainnya tidak berlaku (One for all, All for One). b Lawan dari Negotiable B/L adalah Non Negotiable B/L, yaitu copy B/L yang tidak dapat dipakai untuk pencairan L/C. c On Board B/L & Receipt B/L On Board artinya barang sudah diterima di atas kapal yang mengangkut barang tersebut yang pada prinsipnya tanggal B/L sama dengan tanggal On Board. Permintaan dalam L/C umumnya adalah On Board B/L. Receipt B/L adalah B/L yang diterbitkan oleh pengangkut sebagai tanda terima barang, namun belum diterima diatas dek kapal. Bank dapat menolak B/L semacam ini untuk pencairan L/C (menganggapnya sebagai penyimpangan/descrepencies). d Clean anad foul Bill of Lading. Hampir semua persyaratan L/C meminta Clean B/L yang artinya di dalam B/L tidak terdapat catatan yang menyebutkan kekurang sempurnaan packing termasuk cargonya sendiri, misalnya drum bocor (Breakage of drum), Steelband berkarat (Rusted steelbend), packing yang jelek (Poor packing), kekurangan barang (Shortage of quantity) dan lain-lain. Singkatnya Clean B/L adalah B/L yang tanpa catatan-catatan tambahan. Lawan dari Clean B/L adalah Foul B/L, artinya B/L tersebut cacat dengan catatan tambahan yang menjelaskan tentang keadaan packing yang kurang sempurna dan lain sebagainya. e Long Form and Short Form B/L. Umumnya pada B/L (halaman belakang) tercantum syarat-syarat B/L yang mencakup syarat pengangkutan yang ditetapkan sepihak oleh pelayaran. Dengan demikian bila terjadi selisih pendapat antara pengirim dengan pengangkut barang atau perusahaan pelayaran, syarat-syarat pengangkutan inilah yang kan dijadikan sumber acuan. B/L semacam ini disebut Long Form B/L. Dalam hal ini jika terjadi selisih pendapat antara pengirim dengan pengangkutan disebut dengan Short Form B/L. Dalam hal ini jika terjadi selisih pendapat maka hukum negara di mana perusahaan pelayaran berdomisili itulah yang akan dipakai sebagai sumber acuan. f Combined Transport B/L Multimodal B/L dan Single Modal B/L. Adalah jenis B/L yang mempergunakan lebih dari semacam transportasi dengan B/L yang sama, artinya setelah sampai di pelabuhan tujuan akan diteruskan dengan mempergunakan 2 atau lebih jenis alat angkut yang berbeda (laut, darat, udara). Kebalikan dari Multi Modal adalah Single Modal. g Express B/L Untuk menghindari Stale B/L maka dipergunakan Express B/L yakni B/L yang dikirim melalui Fax, untuk itu B/L asli tidak perlu diserahkan. Dengan Faxed B/L tersebut maka barang tersebut dikeluarkan dari pelabuhan tanpa perlu menggunakan B/L asli. Ada juga cara lain yaitu dengan mempergunakn jaminan bank yang menjamin paling lama 3 bulan kemudian B/L asli akan diserahkan. h Stale B/L Untuk jarak yang dekat seperti Jakarta-Singapura kapal akan tiba di pelabuhan tujuan dalam waktu 1×24 jam sehingga ada kemungkinan kapal sudah tiba, Namun B/L terlambat 1 atau 2 hari. Sehingga B/L tersebut menjadi basi/Stale, inilah yang disebut sebagai Stale B/L. i Switch B/L Dalam hal Back to Back L/C, karena perdagangan perantara/trader tidak ingin pembeli mengetahui alamat penjual, maka B/L yang pertama yang tercantum nama Shipper yang sebenarnya diganti nama Trader, pada B/L kedua ini tidak tampak lagi shipper yang sebenarnya jenis B/L ini dikenal dengan switch B/L (B/L yang diganti). B/L yang pertama diterbitkan itu disebut Master B/L. j Third Party B/L Ini adalah jenis B/L dimana nama shiper lain yang tercantum dalam L/C, artinya eksportir pertama tidak sanggup mengirimkan barang, sehingga pihak lain yang mengapalkannya. k Ocean B/L dan House B/L Disamping maskapai pelayaran, Forwarding Company juga dapat menerbitkan B/L. B/L yang diterbitkan oleh maskapai pelayaran disebut sebagai Ocean B/L sedangkan yang diterbitkan oleh Forwarding Company disebut dengan House B/L. l Chartered B/L Selain maskapai pelayaran dan Forwarding Company maka ada juga B/L yang diterbitkan oleh pihak yang mencarter kapal, jenis B/L ini dikenal sebagai Chartered B/L. C. Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate Of Origin/ COO Surat keterangan ini menyatakan negara asal dari produk yang diekspor dan biasanya diminta dalam syarat-syarat kontrak dan atau L/C. Ada beberapa ketentuan yang mengatur SKA untuk komoditi ekspor Indonesia. Surat keputusan ini disertai keputusan sebagai pelaksanaan dari ketentuan mengenai pengeluaran SKA untuk komoditi ekspor Indonesia. SKA ini dikeluarkan oleh Pusat Karantina Pertanian untuk keperluan mengekspor komoditas Pertanian ke manca negara atau Kantor Wilayah Departemen Perdagangan dan Kantor Departemen Perdagangan. II. BEA DAN CUKAI SERTA PEMERIKSAAN A. Bea dan Cukai Peraturan mengenai operasi Bea dan Cukai ditetapkan dalam instruksi Presiden No. 4 tahun 1985 mengenai kebijaksanaan untuk melancarkan kegiatan ekonomi. Penerapan prosedur Bea dan Cukai dalam bidang ekspor dan impor termuat dalam surat keputusan Menteri Keuangan. Pasal-pasal dalam keputusan tersebut yang ada hubungannya dengan ekspor dapat ditingkatkan sebagai berikut: 1. Barang – barang ekspor tidak dikenakan pemeriksaan Bea dan Cukai. 2. Pengecualian hanya bisa dilakukan, apabila terdapat kecurigaan, bahwa : 1. Barang ekspor ekspor tersebut merupakan barang yang ekspornya dilarang, diatur atau diawasi. 2. Barang ekspor tersebut kena pajak ekspor (PE) atau ekspor tambahan (PE), dan ini tidak disebutkan dengan benar dalam PEB. Dalam kasus tersebut pemeriksaan hanya dapat dilakukan dengan instruksi tertulis dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Satu-satunya dokumen yang ditangani oleh Bea dan Cukai adalah PEB. Bila PEB ditulis dengan benar, maka Bea dan Cukai dapat memberikan clearance barang untuk dikapalkan /fiat muat. B. Pemeriksaan Walaupun Bea dan Cukai tidak lagi terlibat dalam pemeriksaan barang ekspor, tetapi pemeriksaan masih tetap diperlukan dalam rangka fasilitas Bapeksta. Ajika barang ekspor memerlukan pemeriksaan oleh Surveyor, maka eksportir harus mengajukan permohonan untuk pemeriksaan kepada Surveyor apabila barang sudah siap untuk diekspor dengan mengisi PPBE (Permohonan Pemeriksaan Barang Ekspor). Pemeriksaan meliputi jenis barang, klasifikasi, mutu barang dan jumlahnya. Jika pemeriksaan sudah selesai, surveyor mengeluarkan Pra Kebenaran Pemeriksaan, dimana surat ini harus disertakan pada PEB pada saat mendaftarkan pada Bank Devisa dan kepada Bea dan Cukai untuk persetujuan muat. LKPE akan dikeluarkan apabila barang betul-betul telah dimuat. Prosedur mengenai ini, termasuk untuk barang yang salah atau melanggar persyaratan, tertera dalam surat keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri tanggal 14 Juli 1988. IV. PENGAPALAN / PENGANGKUTAN Tidak terdapat peraturan mengenai pengapalan dalam mata rantai ekspor yang ada hubungan secara langsung dengan eksportir. Namun hal ini menjadi penting bagi eksportir yang menjual dengan term C & F atau CIF. Hal ini akan sangat penting terutama jika diperlukan alat angkut khusus, misalnya kontainer yang berventilasi atau yang memiliki pendingin. Untuk memperlancar pengurusan barang eksportir agar menggunakan jasa agen pengapalan dan ekspedisi. Peraturan-peraturan untuk memperlancar arus perdagangan dimuat dalam INPRES No. 4 tahun 1985, termasuk perbaikan-perbaikan dibidang angkutan barang, dalam bentuk: – Biaya pelabuhan – Tarip angkutan antar cargo – Prosedur penanganan cargo – Agen perkapalan – Operasi pelabuhan Dalam rangka melayani ekspor komoditas, ada 4 pelabuhan utama yang menangani perdagangan internasional antara lain : Tanjung Priok, Tanjumg Perak, Ujung Pandang dan Belawan. Badan Pelaksana Bursa Komoditi ( BAPEBTI) telah membentuk bagian khusus yang berhubungan dengan pengadaan ruang kapal. Kegiatan penyedia informasi muatan dan ruang kapal yang diselenggarakan oleh BAPEBTI meliputi bidang bidang angkutan laut dalam negeri ( antar pulau) dan angkutan laut luar negeri yaitu informasi yang dibutuhkan oleh pihak penyedia dan pemakai jasa angkutan laut. Informasi yang dibutuhkan oleh pihak penyedia jasa angkutan laut meliputi: nama pemesan ruang kapal, jenis dan jumlah komoditi, jadual pengapalan yang direncanakan, jenis kemasan barang, asal dan tujuan pengapalan. Sedangkan informasi yang dibutuhkan pihak pemakai jasa angkutan laut antara lain : nama perusahaan pelayaran, trayek dan jadual pelayaran, jenis/type/ ukuran dan kecepatan kapal, posisi kapal terakhir, ruang kapal yang tersedia dan tarip yang ditawarkan. Disamping melakukan kegiatan tersebut diatas BAPEBTI menyediakan sarana untuk pelaksanaan transaksi muatan dan ruang kapal. Pelaksanaan transaksi sebagaimana dimaksud dilakukan secara bebas. Untuk jelasnya dapat dihubungi BAPEBTI dengan alamat: Badan Pelaksana Bursa Komoditi (BAPEBTI) Jln. Medan Merdeka Selatan No. 14 Jakarta Pusat Tel. 021. 441921 Telex 44194 BAPEBTI IA V. PERATURAN DAN PROSEDUR PEMBAYARAN A. Sistem Konsinyasi / Consignment Sale Cara ini adalah yang paling umum, tetapi memiliki resiko akan kebusukan, penurunan harga , devaluasi uang dan sebaginya terhadap eksportir. dengan sistem ini eksportir kita tidak dapat berbuat banyak, karena segalanya ditentukan oleh importir. Dengan kata lain eksportir selalu dipihak yang lemah karena menjual komoditas tanpa menetahui lebih dahulu nilai produk yang akan diterima. Normsl komisi pada suatu ” consignment Sale” adalah 5 – 10 persen ditambah 2 – 3 persen ” Handling Charge. Pengenaan komisi bervariasi tergantung pada jumlah pekerjaan yang diminta oleh importir. B. Harga Tertentu / Fixed Price Cara ini kurang umum, tetapi kadang-kadang mungkin juga dipakai meskipun dengan menggunakan L/C. Sistem Fixed Price ini akan lebih menguntungkan eksportir jika permintaan akan produk tersebut tinggi atau mempunyai perdagangan berskala luas. C. Letter of Credit (L/C) Cara pembayaran yang banyak dipakai adalah dengan L/C, karena memenuhi kepentingan keduabelah pihak. L/C merupakan surat yang dikeluarkan oleh bnak devisa atas permintaan nasabahnya (importir) yang ditujukan kepada penerima (eksportir) di luar negeri yang menjadi relasi importir tersebut. Dengan surat tersebut eksportir mempunyai hak untuk menarik wesel. Bank bersangkutan menjamin untuk menerima atau untuk menguangkan wesel yang ditarik asalkan memenuhi syarat-syarat yang ada didalam surat tersebut. Alamat bank devisa antara lain : Bagian Devisa Bank Indonesia Jln. Kebon Sirih No. 82 – 84 Jakarta Pusat Tel. 021 372408 – 374108 PROSEDUR EKSPOR Yangdimaksud dengan prosedur ekspor adalah tahapan kegiatan yang dilakukan oleh eksportir semenjak menyiapkan barang dagangannya yang akan diekspor hingga barang tersebut dimuat diatas kapal (kondisi FOB). Bila ekspornya dilakukan dengan L/C, prosedurnya antara lain : 1. Eksportir mengadakan koresponden dengan importir di luar negeri sampai mendapatkan kecocokan harga, mutu, delivery dan lain-lain. 2. Eksportir dan importir mengadakan kontrak jual beli. 3. Importir membuka L/C melalui bank korespondennya. 4. Bank koresponden meneruskan L/C kepada Bank Devisa di Indonesia yang ditunjuk oleh eksportir. 5. Bank Devisa meneruskan L/C ke eksportir. 6. Eksportir menyiapkan barang dagangannya yang dipesan oleh importir. 7. Eksportir mendaftarkan PEB di Bank Devisa yang dilengkapi dengan LKPE, SM dan atau SPM dan dukumen lainnya bila dipersyaratkan. 8. Eksportir memesan ruangan kapal kepada Maskapai Pelayanan/Penerbangan. 9. Eksportir sendiri atau EMKL/EMKU mengfiat muatan barangnya di Bea dan Cukai. 10. Eksportir sendiri atau melalui jasa EMKL/EMKU mengirimkan barangnya ke kapal dan mengurus kelengkapan dokumen ekspornya. 11. Eksportir mengajukan permohonan ke Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan/Kantor Perdagangan untuk mendapatkan SKA (bila diperlukan). 12. Eksportir melakukan negosiasi wesel di Bank Devisa. 13. Bank Devisa mengirimkan dokumen ekspor kepada importir melalui bank korenponden. Jenis- Jenis L/C Bermacam-macam L/C yang diketemukan dalam dunia per L/C-an dimulai dari L/C yang dibatasi negosiasinya (restricted) sampai pada yang bebas negosiasinya (Freely Negotiable). Namun ada tiga jenis L/C yang paling lazim dijumpai dalam praktek yaitu dilihat dari saat pembayarannya : 1. Sight L/C adalah L/C yang bilamana semua persyaratan dipenuhi, maka bank negosiasi paling lama dalam 7 hari kerja wajib melunasi/membayar nominal L/C kepada eksportir. Dengan demikian, Sight L/C (L/C unjuk) bisa dikategorikan sebagai L/C yang tunai, pada saat diperlihatkan semua dokumen pengapalan (shipping Documents) yang lengkap tanpa penyimpangan (Disccrepancies) pada saat itulah pembayaran akan dilakukan oleh bank kepada eksportir. Oleh karena itu digolongkan sebagai L/C yang aman (Safety L/C). 2. Usance L/C Berbeda dengan Sight L/C, maka Usance LC dimaksudkan bahwa pembayaran baru bisa dilunasi jika L/C tersebut sudah jatuh tempo yaitu sekian hari dari tanggal pengapalan / tanggal Bill of Lading, dengan demikian berarti eksportir memberi kredit kepada importir dimana barang dikirim terlebih dahulu, kemudian pembayaran dilakukan. Usance L/C dapat dilakukan kalau eksportir sudah percaya dengan importir. 3. Red Clause L/C Jika Usance L/C dibayarkan kemudian hari oleh importir setelah barang-barang pesanan tiba, sebaliknya Red Clause L/C adalah terbalik dibanding dengan Usance L/C, yaitu pembayaran dilakukan oleh bank negosiasi kepada ekspotir sebelum barang dikapalkan. Dengan demikian importir memberi kredit kepada eksportir. Terlihat adanya PreFinancing bagi eksportir. 4. Revolving L/C. Bila L/C dengan jumlah US$ 200 sebagai nominal L/C pada saat di buka, namun shipment bisa dilakuikan sampai liam kali, maka dalam realisasinya, nominal L/C bertambah menjadi US$ 1,000. Ini diartikan sebagai revolving L/C. Hal ini untuk menghindari biaya pembukuan L/C yang tinggi. Sudah barang tentu dengan revolving L/C pengapalan sebagian (partial shipment) akan diperbolehkan. 5. Transferable L/C. Andaikata pada saat L/C ingin direalisasi, ternyata adanya kesulitan teknis atau kurangnya kapasitas pruduksi, maka L/C tersebut terbuka kemungkinan dialihkan/ditransfer kepada pihak lain / beneficiary ke 2, sehingga yang mengapalkan barang tersebut adalah beneficiery ke 2, sehingga yang mengapalkan barang tersebut adalah beneficiary ke 2. 6. Standby L/C Standby L/C adalah jenis L/C yang berlainan dengan L/C yang berlaku di dunia ekspor impor, karena L/C ini tidak menyangkut pembayaran ekspor impor, teapi hanya berfungsi sebagai jaminan bank/Bank Guarantee, yaitu untuk meng-backup bilamana terjadi wan-prestasi dari benficiary atau pihak yang hutang baik untuk pemborong atau pihak yang berhutang baik untuk penyelesaian bangunan gedung maupun utang lainnya. 7. Confirmed L/C Adalah L/C yang pembayarannya dijamin oleh dua bank, yakni bank pembuat L/C dan bank penyampai L/C atau bank negosiasi, artinya L/C ekspor yang diterima oleh bank penyampai L/C tersebut di-backup / diconfirm kembali / dijamin kembali pembayarannya oleh bank penerima L/C, dengan demikian apabila terjadi kepailitan atau kerugian atas bank pembuka L/C, maka bank penyampai itulah yang akan menyelesaikan pembayaran L/C-nya semua persyaratan L/C dipenuhi. 8. Back to Back L/C Sebenarnya L/C jenis ini adalah L/C yang dibuka berdasarkan L/C yang pertama (master L/C) yang nilai satuan barang dagangannya lebih tinggi yang diterima oleh Trader/perantara. Maka berdasarkan L/C tersebut dibukalah L/C yang baru atau L/C yang kedua, yang sering disebut dengan Back to Back L/C. Ciri khas dari L/C ini dapat dipantau dari pelabuhan tujuan/negara tujuannya. Bila L/C dibuka dari Singapura, pelabuhan tujuannya di Colombo. Hal ini memberi indikasi bahwa barang tersebut bukanlah untuk kepentingan trader/pembuka L/C di Singapura, akan tetapi untuk pembeli yang sebenarnya yang berada di luar Singapura, sehingga dipakai Switch Bill of Lading untuk menghilangkan jejak eksportir di Indonesia. 9. Irrevocable L/C Dilihat dari kemungkinan dibatalkannya L/C oleh pihak pembuka L/C dan bank pembuka, maka kita mengenal Irevocable L/C dan Revocable L/C. Yaitu L/C yang tidak dapat dibatalkan dab L/C yang dapat dibatalkan sepihak. UCP 500 menetapkan bila tidak dicantumkan kepastiannya, akan dianggap sebagai Irrevocable o Negosiasi Negosiasi merupakan pembayaran di muka kepada Eksportir melalui pengambilalihan dokumen ekspor atas dasar L/C. Proses negosiasi ini akan membantu Anda dalam memenuhi kebutuhan cashflow karena Anda tidak perlu menunggu datangnya pembayaran dari Bank Pembuka L/C. o Diskonto Apabila Anda memiliki tagihan atas L/C ekspor berjangka yang sudah diterima (accepted) Bank Pembuka L/C, Anda dimungkinkan untuk menarik pembayaran terlebih dahulu dengan menjual tagihan tersebut kepada Bank. Transaksi ini dikenal dengan istilah diskonto. Dengan demikian, kebutuhan cashflow Anda dapat segera terpenuhi karena Anda tidak perlu menunggu terlalu lama untuk memperoleh pembayaran pada saat jatuh tempo. Pihak-pihak yang terlibat serta kewajiban dan tanggung jawabnya. Dalam keadaan yang sederhana suatu letter of credit menyangkut keterlibatan 3 pihak utama yaitu : Pembeli, Penjual dan Bank Pembuka. Namun demikian ada beberapa tipe atau jenis L/C lain yang melibatkan lebih dari pada yang disebutkan diatas meskipun tidak dapat meninggalkan ketiga pihak utama itu. Jadi dalam mekanisme L/C dapat terlibat secara langsung beberapa pihak yaitu : o Pembeli / Buyer / Importer / Accountee / Opener / Account Party / Applicant. o Penjual / Seller / Exporter / Supplier / Beneficiary o Bank Pembuka / Opening Bank / Issuing Bank o Bank Penerus / Advising Bank / Notifying Bank o Bank Pembayar / Paying Bank o Bank Pengaksep / Accepting Bank. o Bank Penegosiasi / Negotiating bank o Bank Penjamin / Confirming Bank.