Academia.eduAcademia.edu

Psikologi Peserta Didik

2020, Buku Referensi

Seorang pendidik mutlak memiliki tugas, peran dan fungsi yang sangat berat. Karena subyek yang dihadapinya adalah para siswa memiliki karakteri heterogen mulai dari kebiasaan, social, budaya dan lain-lain. Oleh karena itu, idealnya para pendidik memiliki pengetahuan dan kemampuan daya analisa perilaku siswa yang memiliki berbagai keunikan.

Dr. Halim Purnomo, M.Pd.I. Psikologi Peserta Didik Penerbit K-Media Yogyakarta, 2020 PSIKOLOGI PESERTA DIDIK vi + 172 hlm.; 14 x 20 cm ISBN: 978-602-451-859-2 Penulis : Halim Purnomo Tata Letak : Uki Desain Sampul : Nur Huda A. Cetakan : Juli 2020 Copyright © 2020 by Penerbit K-Media All rights reserved Hak Cipta dilindungi Undang-Undang No 19 Tahun 2002. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektris mau pun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis dan Penerbit. Isi di luar tanggung jawab percetakan Penerbit K-Media Anggota IKAPI No.106/DIY/2018 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. e-mail: kmedia.cv@gmail.com ii KATA PENGANTAR Sebagai seorang pendidik mutlak memiliki tugas, peran dan fungsi yang sangat berat. Karena subyek yang dihadapinya adalah para siswa memiliki karakteristik yang heterogen mulai dari kebiasaan, social, budaya dan lian-lain. Oleh karena itu, idealnya para pendidik memiliki pengetahuan dan kemampuan daya analisa perilaku siswa yang memiliki berbagai keunikan. Buku referensi ini secara sengaja didesain menyajikan konsep-konsep dasar memahami perilaku, pertumbuhan dan perkembangan siswa dalam konteks pendidikan dan pengajaran. Kajian ini penulis golongkan pada pembahasan psikologi perkembangan peserta didik sebagai suatu kajian ilmu semoga dapat menjadi panduan para pendidik mengemban tugas mulianya. Selanjutnya sebagai sebuah referensi, penulis berharap buku ini dapat memberi angin segar dan jendela informatif khususnya pada pengetahuan tentang memahami pertumbuhan dan perkembangan siswa. Materi buku ini secara sengaja disusun dengan bahasa yang mudah dipahami bagi seluruh academic background pembaca. Harapan penulis, melalui buku ini dapat menambah kajian dan khazanah pertumbuhan dan perkembangan peserta didik di tengah ragam sumber maupun rujukan yang menawarkan berbagai konten kajian. Selanjutnya dalam rangka penyempurnaan buku ini pada edisi berikutnya, segala kritikan dan masukan yang membangun sangat penulis harapkan dan bisa dikirim ke halim_purnomo@yahoo.co.id. Yogyakarta, 11 Juli 2020 Halim Purnomo iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................... iii DAFTAR ISI ......................................................................... iv BAB I F. G. H. I. J. K. Psikologi Perkembangan ......................................... 1 Pengertian Psikologi .................................................. 1 Hakikat Pertumbuhan dan Perkembangan .................. 4 Prinsip-Prinsip Perkembangan ................................... 7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan .......................................................... 12 Pengertian Psikologi Perkembangan Peserta Didik ........................................................................ 24 Teori Perkembangan Peserta Didik .......................... 26 Tujuan Psikologi Perkembangan Peserta Didik ....... 29 Manfaat Psikologi Perkembangan Peserta Didik...... 30 Peserta Didik Dari Masa Ke Masa ........................... 31 Prinsip-Prinsip Perkembangan Peserta Didik ........... 34 Aliran-Aliran Perkembangan Peserta Didik ............. 39 A. B. C. D. E. F. G. Fase Perkembangan Peserta Didik ....................... 41 Fase-Fase Perkembangan ......................................... 41 Aspek-Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan ....... 55 Karakteristik Anak Sekolah Dasar ........................... 57 Masa Remaja............................................................ 61 Tahap Perkembangan Intelektual ............................. 71 Tahap Operasional Konkrit ...................................... 73 Tahap Operasional Formal ....................................... 74 BAB III A. B. C. D. Kebutuhan Peserta Didik ...................................... 75 Konsep Kebutuhan Peserta Didik............................. 75 Kebutuhan peserta didik secara khusus .................... 77 Kebutuhan psikologis peserta didik ......................... 80 Teori Kebutuhan Peserta Didik ................................ 85 A. B. C. D. E. BAB II iv BAB IV Perkembangan Fisik .............................................. 87 A. Aspek Perkembangan Fisik Anak Prasekolah .......... 87 B. Perkembangan Fisik Anak Sekolah .......................... 90 BAB V Perkembangan Kognitif......................................... 97 A. Orientasi Perkembangan Kognitif ............................ 97 B. Proses Perkembangan Kognitif ................................ 99 C. Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik ...................................................................... 104 D. Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik ..... 108 BAB VI Perkembangan Motorik....................................... 109 A. Orientasi Perkembangan Motorik .......................... 109 B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik .......................................... 111 C. Prinsip-Prinsip Perkembangan Motorik ................. 113 D. Perkembangan Motorik Kasar ................................ 114 E. Perkembangan Motorik Halus ................................ 116 BAB VII A. B. C. D. Konsep Diri........................................................... 118 Orientasi Konsep Diri ............................................ 118 Proses Pembentukan Konsep Diri .......................... 123 Konsep Diri Positif dan Negatif ............................. 126 Peranan Konsep Diri .............................................. 129 BAB VIII A. B. C. D. Perkembangan Sosial ........................................... 131 Orientasi Perkembangan Sosial .............................. 131 Karakteristik Teori Perkembangan Sosial .............. 138 Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Sosial ..................... 139 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial ............................................. 142 E. Implikasi Perkembangan Sosial terhadap Penyelenggaraan Pendidikan.................................. 145 BAB IX Intelegensi ............................................................. 148 A. Orientasi Intelegensi .............................................. 148 B. Jenis-Jenis Intelegensi ............................................ 150 v BAB X Tokoh-Tokoh Perkembangan Anak ................... 161 A. Erikson (Perkembangan Psikososial) ..................... 161 B. Kohlberg (Perkembangan Moral) ........................... 163 C. Hurlock (Perkembangan Emosi) ............................ 164 BAB XI Kesimpulan ........................................................... 165 DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 166 BIODATA PENULIS ............................................................... 168 vi BAB I Psikologi Perkembangan A. Pengertian Psikologi Psikologi dalam arti etimologi/bahasa berasal dari kata “Psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup dan “logos” yang berarti ilmu. Istilah psikologi dari arti tersebut merupakan pengetahuan atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Obyek yang diamati dan dikaji dalam psikologi adalah manivestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi. Berdasarkan obyeknya, psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Teori-teori dan hasil riset psikologi telah diaplikasikan secara luas dalam berbagai lapangan kehidupan, seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan, proses pembelajaran, industri, perdagangan, sosial-kemasyarakatan, politik, dan bahkan agama. Psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. Kelebihan dari ilmu ini mampu menyentuh hampir seluruh dimensi kehidupan manusia mulai dari bangun tidur hingga akan tidur kembali. Psikologi perkembangan peserta didik jika akan dikaji, idealnya harus berangkat terlebih dahulu dari psikologi pendidikan. Karena psikologi pendidikan mengkaji perilaku individu pada aktivitas pendidikan. Psikologi pendidikan 1 dapat diartikan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni: 1. Ontologis: obyek dari psikologi pendidikan merupakan perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan. 2. Epistemologis: teori-teori, konsep-konsep, prinsipprinsip dan dalil-dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif. 3. Aksiologis: manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan. Psikologi Pendidikan menurut Purnomo (2019) dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu (dalam hal ini adalah siswa) dalam konteks pendidikan dalam rangka menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi terkait pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah. Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi dan sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Berdasarkan uraian pengertian ini dapat dipahami bahwa psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku individu dalam perkembangannya beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan 2 psikologi perkembangan peserta didik merupakan bidang kajian psikologi perkembangan yang secara khusus mempelajari aspek-aspek perkembangan individu yang berada pada tahap usia sekolah dasar dan sekolah menengah. Berikut perbedaan pertumbuhan dan perkembangan dapat dijelaskan sebagai berikut (Sunarto & Hartono, 2002): Pertumbuhan Pertumbuhan merujuk pada perubahan khususnya fisik Pertumbuhan merujuk pada perubahan dalam ukuran yang menghasilkan pertumbuhan sel atau peningkatan hubungan antar sel Pertumbuhna merujuk pada perubahan kuantitatif Pertumbuhan tidak berlangsung seumur hidup Pertumbuhan mungkin membawa atau tidak membawa perkembangan Perkembangan Perkembangan berkaitan dengan organisme sebagai keseluruhan Perkembangan merujuk pada kematangan struktur dan fungsi Pertumbuhan merujuk pada perubahan kuantitatif dan kualitatif Perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan Perkembangan mungkin terjadi tanpa pertumbuhan 3 B. Hakikat Pertumbuhan dan Perkembangan Kehidupan anak terdiri dua proses yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara interdependensi yaitu saling bergantungan satu sama lainnya. Proses ini terjadi semenjak masa konsepsi atau saat bertemunya dua sel telur dengan sperma pada suatu organisme yang tumbuh dan selalu berkembang. Kedua sel tersebut akhirnya membelah diri dan berdifferensiasi untuk menghasilkan tulang-tulang, syaraf, otot, usus, otak dan bagian-bagian tubuh lainnya. Setelah kurang lebih sembilan bulan dalam kandungan ibu, organisme yang baru tumbuh akhirnya menjadi bayi yang sempurna yang siap lahir ke dunia dengan perangkat keterampilan hidup minimal, seperti bernapas, bergerak, menangis, menyusu, dan lain-lain. Setelah lahir dan berintekrasi dengan lingkungan sekitarnya, ia selalu mengalami berbagai perubahan, baik psikis dalam bentuk perilaku dan keterampilan ataupun perubahan dalam bentuk fisik. Kedua proses tersebut saling mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, namun kedua proses perubahan itu dapat dibedakan untuk memperjelas pengertian atau penggunaannya. Pengertian pertumbuhan dan perkembangan sama-sama mengarah pada suatu perubahan. Perbedaan pendapat para ahli dalam perumusan definisi perkembangan dan pertumbuhan seperti seakan-akan keduanya memiliki kesamaan arti dan ada ahli lain menyatakan bahwa perkembangan digunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan dalam aspek psikis, 4 sedangkan pertumbuhan digunakan untuk perubahanperubahan dalam aspek fisik atau jasmaniah. Bjorklund (2018) mengemukakan bahwa perkembangan menyangkut perubahan : 1. Pertama, perubahan dalam arti perkembangan terutama berakar pada unsur biologis. Misalnya seorang anak yang berlatih menari menjadi terampil menari, anak yang belajar menulis dan membaca menjadi terampil menulis dan membaca, anak yang belajar berhitung menjadi terampil berhitung atau anak yang belajar menyanyi menjadi terampil dalam bernyanyi, dan lainlain. 2. Kedua, perkembangan mencakup perubahan baik struktur maupun fungsi. Perubahan dalam struktur biasanya menunjuk kepada perubahan fisik baik dalam hal ukuran ataupun dalam hal bentuknya (seperti perubahan lengan, kaki, otot, jaringan saraf, ataupun bagian-bagian tubuh lainnya), sedangkan perubahan fungsi lebih mengacu kepada perubahan aktivitas yang secara intern yang terdapat dalam unsur fisik (seperti kelenturan otot, keterampilan bergerak, kemampuan berpikir, reaksi emosional, dan perubahan-perubahan sejenis lainnya). 3. Ketiga, perubahan dalam arti perkembangan bersifat terpola, teratur dan terorganisasi dan dapat diprediksi. Ini berarti yang yang secara normal perkembangan individu mengikuti pola-pola tertentu yang sudah diketahui dan dapat diramalkan. Misalnya : seseorang 5 anak baru bisa duduk setelah bisa menelungkup, akan merangkak setelah duduk, akan berjalan setelah merangkak. 4. Keempat, perubahan dalam perkembangan bersifat unik bagi setiap individu, dalam arti terjadinya variasi individual dalam perkembangan anak setiap saat, yang melibatkan berbagai unsur yang saling berpengaruh satu sama lain. 5. Kelima, perubahan dalam arti perkembangan dapat berlangsung sepanjang hayat, dimulai semenjak masa konsepsi sampai meningal dunia, yang tidak terbatas sampai masa remaja seseorang. Beberapa pengertian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa perkembangan itu dapat didefinisikan sebagai perubahan organisme (individu) baik dalam perubahan fisik maupun perubahan dalam psikis yang mengacu pada bertambah kompleksitas yaitu perubahan dari suatu yang sangat sederhana kepada suatu yang lebih rumit dan rinci, yang semuanya berlangsung secara teratur dan terorganisasi yang berlangsung sepanjang hayat dari individu. Pertumbuhan (growth) dapat diartikan sebagai proses perubahan dalam aspek jasmaniah, seperti bertambahnya tinggi dan berat badan seseorang, berubahnya struktur tulang, proporsi badan, semakin sempurnanya jaringan syaraf dan lain-lain. Perubahan dalam pertumbuhan bersifat kuantitatif yang mengacu pada perubahan fisik yang dialami individu sebagai hasil dari proses pematangan dari fungsi-fungsi fisik 6 yang berlangsung secara normal bagi orang yang sehat dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan jasmani dapat diteliti dengan mengukur berat badan, panjang dan ukuran lingkaran, misalnya lingkar kepala, dada, pinggul dan lengan. Pertumbuhan setiap bagian tubuh mempunyai perbedan tempo kecepatan misalnya, pertumbuhan alat-alat kelamin berlangsung paling lambat pada masa kanak-kanak, dan menjadi lambat pada akhir masa kanak-kanak dan relative berhenti pada masa pubertas. C. Prinsip-Prinsip Perkembangan Anak sebagai individu mengalami perkembangan yang tak pernah henti-hentinya. Pemahaman yang baik tentang perkembangan anak, akan membantu pendidik untuk memberi perlakuan yang benar kepada anak-anak. Perkembangan anak pada dasarnya merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam seluruh aspek yang ada dalam diri anak, seperti aspek fisik, aspek sosisal, aspek emosi, kognitif (berfikir) maupun aspek spiritual. Perkembangan ini terdapat berbagai aturanaturan tertentu yang disebut dengan prinsip-prinsip perkembangan. Berbagai prinsip-prinsip perkembangan tersebut antara lain: 1. Perkembangan merupakan proses yang tak berakhir. Manusia akan berkembang, berubah dan dipengaruhi terus oleh pengalaman sepanjang hayatnya, baik dalam aspek fisik maupun dalam aspek psikis dan sosialnya. Perkembangan ini terjadi dalam proses yang tidak berakhir ditandai dengan tercapainya kematangan fisik. 7 Perkembangan merupakan proses yang berkesinambungan mulai dari kelahiran berlanjut ke masa dewasa sampai usia tua. Misalnya, saat usia dini yang ketika baru lahir nampak seperti makhluk yang tidak berdaya yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tidur, makan, atau menangis. Ketika sudah sekolah, anak-anak pun mengalami kemajuan dari pengendalian diri yang sederhana sampai ke suatu kemampuan untuk memulai suatu kegiatan serta melakukannya. Selama di sekolah dasar anak-anak belajar kemampuan untuk dihargai masyarakat dan masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanakkanak ke masa dewasa, serta masa dewasa seseorang mengikat diri pada suatu pekerjaan dan banyak yang menikah yang merupakan masa yang paling produktif dan masa tua terjadi penurunan kekuatan fisik membatasi kegiatan orang yang lebih tua, penyakit yang melemahkan dapat membuat orang merasa tak berdaya. 2. Setiap anak bersifat individual dan berkembang sesuai dengan perkembangannya. Tingkatan anak yang memiliki kesamaan usia, akan tetapi masing-masing memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya karena anak bersifat individual yang bebeda antara yang satu dengan yang lain. Perolehan perkembangan bervariasi untuk setiap anak, termasuk untuk keberfungsian semua aspek perkembangan dalam diri anak. Karena setiap anak memiliki tingkat penguasaan yang bervariasi, ada yang cepat, lambat, 8 sedang dan lain-lain dan semua itu ditentukan oleh faktor bawaan dan pengaruh belajar yang dimiliki anak. Setiap anak merupakan pribadi yang unik dengan pola dan waktu pertumbuhan bersifat individual sebagaimana halnya kepribadian, temperamen, gaya belajar, latar belakang dan pengalaman keluarga. Semua anak memiliki kelebihan, kebutuhan-kebutuhan, dan minat-minat masing-masing. Sejumlah anak mungkin memiliki kebutuhan belajar dan perkembangan yang khusus. Pemahaman tentang keragaman yang luas bahkan pada anak-anak usia yang sama, hendaknya mengantarkan kepada kesadaran bahwa usia anak hanyalah sebuah gambaran kasar untuk kemasakan perkembangannya. Pengakuan bahwa keragaman individual bukan hanya diharapkan tapi juga dihargai, menuntut kita sebagai orang dewasa ketika berinteraksi dengan anakanak memperlakukan mereka secara tepat dengan keunikannya masing-masing. Pengakuan ini tidak menganggap bahwa anak hanya sebagai anggota kelompok usia, kemudian mengharapkan mereka untuk menampilkan tugas-tugas perkembangan kelompok usia tersebut tanpa mempertimbangkan keragaman kemampuan adaptasi setiap individu anak. Memiliki pengharapan tinggi terhadap anak adalah penting, tetapi memiliki harapan-harapan yang kaku menurut norma kelompok tidak mencerminkan kenyataan yang terjadi bahwa adanya perbedaan yang 9 nyata dalam perkembangan dan belajar individual anak dalam tahun-tahun awal kehidupan. Harapan norma kelompok dapat memberi dampak yang sangat merusak terutama untuk anak-anak dengan kebutuhan perkembangan dan belajar yang khusus. 3. Semua aspek perkembangan saling berkaitan. Aspek perkembangan anak yang berupa perkembangan fisik, sosial, emosi, kognitif, dan spiritual saling berhubungan erat satu sama lain. Perubahan dalam satu aspek mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aspek lain. Perkembangan dalam satu aspek dapat membatasi atau memfasilitasi perkembangan pada aspek-aspek lainnya. Anak yang secara fisik berkembang sehat akan cenderung menunjukkan konsepsi diri yang positif dan konsepsi diri yang positif akan berpengaruh positif terhadap perkembangan belajarnya. berdasarkan aspekaspek perkembangan fisik anak, maka pendidik harus menyadari betul bahwa hal ini sangat terkait dengan kesadaran-kesadaran untuk mengorganisasikan pengalaman-pengalaman belajarnya dan membantunya berkembang secara optimal dalam semua dimensi perkembangan. Sebagai pendidik misalnya, kesadaran akan adanya hubungan antar semua bagian perkembangan ini, bermanfaat untuk perencanaan kurikulum untuk berbagai kelompok usia anak. Bagi anak-anak usia sekolah dasar, perencanaan kurikulum diarahkan sebagai usaha-usaha untuk membantu mereka 10 mengembangkan pemahaman-pemahaman konseptual yang dapat diaplikasikan pada mata pelajaran yang dipelajari. 4. Perkembangan itu terarah dan dapat diramalkan. Prinsip ini dapat diartikan: a. Bergerak dari kepala ke kaki dari dalam ke luar. b. Bergerak dari struktur ke fungsi. c. Bergerak dari yang umum ke khusus. d. Bergerak dari yang konkret ke abstrak. e. Bergerak dari egosentris ke perspektif menuju pemahaman. f. Bergerak dari heteronom ke otonom. g. Bergerak spiral kearah tujuan. Perkembangan anak berlangsung dalam sebuah tahapan yang relatif teratur di mana kemampuankemampuan, keterampilan-keterampilan, dan pengetahuan-pengetahuan lanjut anak terbangun atas kemampuan-kemampuan, keterampilan-keterampilan, dan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya. Riset-riset perkembangan manusia menunjukkan bahwa tahapantahapan pertumbuhan dan perubahan anak usia 9 tahun pertama rentang kehidupan relatif stabil dan dapat diprediksikan tahapannya. Perubahan-perubahan yang dapat diramalkan ini terjadi pada semua bagian perkembangan seperti perkembangan fisik, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan bahasa, dan 11 perkembangan kognitif. Pengetahuan mengenai perkembangan yang khas untuk setiap rentang usia anak membantu para orangtua atau pendidik untuk mempersiapkan lingkungan belajar dan merencanakan tujuan-tujuan kurikulum yang reaslistik dan pengalaman-pengalaman belajar yang tepat menurut perkembangan anak. D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Semenjak dalam kandungan, janin tumbuh menjadi besar dengan sendirinya, dengan kodrat yang dikandungnya sendiri. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan, yaitu: a) Bakat atau pembawaan, b) Sifat-sifat keturunan, dan c) Dorongan dan instink. Faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkembangan antara lain: a) Makanan, b) Iklim, c) Kebudayaan, d) Ekonomi, dan e) Kedudukan anak dalam lingkungan keluarga. Faktor umum merupakan unsur – unsur yang dapat digolongkan ke dalam kedua faktor sebelumnya dan bisa dikatakan bahwa faktor umum ini merupakan faktor campuran yang terdiri dari : a) Intelegensi, b) Jenis kelamin, c) Kesehatan, dan d) Ras. Selanjutnya secara spesifik dapat dirinci sebagai berikut: 1. Faktor Internal a. Faktor Genetika (hereditas) Gen merupakan substansi/materi pembawa sifat yang diturunkan dari induk. Gen mempengaruhi ciri dan sifat mahluk hidup, misalnya bentuk tubuh, tingga tubuh, warna kulit, dan sebagainya. Gen juga 12 menentukan kemampuan metabolisme mahluk hidup, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Hereditas merupakan “totalitas karakeristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gengen. Meskipun peranan gen sangat penting, faktor genetis bukan satu-satunya faktor yang menentukan pola pertumbuhan dan perkembangan karena juga dipengaruhi oleh faktor lainnya. b. Faktor Fisiologis Faktor-faktor fisiologis merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor fisiologis yang mempengaruhi perkembangan peserta didik antara lain : 1. Tubuh dan warna kulit. Tubuh merupakan bagian dari pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang tidak bisa disamakan dengan yang lainnya, begitupun dengan warna kulit seseorang. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan seseorang sesuai dengan tahap perkembangannya. 2. Faktor Gizi atau Asupan Makanan Kesehatan individu sangat tergantung pada pemberian gizi yang baik dan berimbang. Hal ini merupakan faktor yang sangat penting dalam 13 merangsang tumbuh kembang individu dan merangsang perkembangan otak dan sistem syarafnya yang merupakan bagian paling penting dalam menentukan tumbuh dan kembang individu. Kondisi individu yang cacat atau mempunyai penyakit tertentu, tentu saja akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Pengaruh yang diberikan tidak hanya pengaruh pada fisik saja, melainkan juga secara psikologis. Cacat atau penyakit banyak disebabkan oleh beberapa hal yaitu: 1) Pengaruh genetik, 2) Ibu yang kurang gizi pada saat mengandung, 3) Obat-obatan dan alkohol, 4) Radiasi, 5) Penyakit yang diderita ibu selama kehamilan, dan 6) Keadaan emosi pada ibu saat hamil. c. Faktor Psikologis Kondisi fisik dan psikis individu sangat berkaitan. Kondisi fisik yang tidak sempurna atau cacat juga berkaitan dengan persepsi individu terhadap kemampuan dirinya. Begitupun dengan ketidakmampuan intelektual yang diulas sebelumnya dapat disebabkan karena kerusakan sistem syaraf, kerusakan otak atau mengalami retardasi mental. Kapasitas mental, emosi, dan intelegensi pada aspek kejiwaan setiap orang itu berbeda. Kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan 14 berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional yang seimbang sangat menentukan keberhasilan dan kecerdasan dalam perkembangan sosial anak. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses perkembangan siswa, hormon, intelegensi, motivasi, sikap, dan bakat. 1. Hormon Hormon merupakan zat yang berfungsi mengendalikan berbagai fungsi di dalam tubuh. Meskipun kadarnya sedikit, hormon memberikan pengaruh yang nyata dalam pengaturan berbagai proses dalam tubuh. Hormon akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada mahluk hidup beragam jenisnya. 2. Kecerdasan/inteligensi siswa Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sendiri sebagai pengendali tertinggi 15 (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia. Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orangtua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat superior, superior, ratarata, atau mungkin lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi kemampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada siswa. 3. Seks Perbedaan perkembangan antara kedua jenis seks tidak tampak jelas yang nyata kelihatan adalah kecepatan dalam pertumbuhan jasmaniyah. Pada waktu lahir anak laki-laki lebih besar dari perempuan, tetapi anak perempuan lebih cepat perkembangannya dan lebih cepat pula dalam mencapai kedewasaannya dari pada anak laki-laki. Anak perempuan pada umumnya lebih cepat mencapai kematangan seksnya kira-kira satu atau dua tahun lebih awal dan pisiknya juga tampak 16 lebih cepat besar dari pada anak laki-laki. Hal ini jelas pada anak umur 9 sampai 12 tahun. 4. Motivasi Motivasi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhankebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya. 5. Sikap Sikap individu dalam proses belajar dapat memengaruhi keberhasilan belajarnya. Sikap merupakan gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Sutirna, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Guru 17 sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa. 6. Bakat Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses perkembangan adalah bakat. Secara umum, bakat (attitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Sutirna, 2019). Berkaitan dengan belajar, Slavin (2012) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang yang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan 18 mendukung proses belajarnya sehingga kernungkinan besar ia akan berhasil. Setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap segala informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya, siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa lain selain bahasanya sendiri. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan hal – hal yang datang atau ada di luar diri siswa/peserta didik yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan lingkungan. Faktor eksternal yang memengaruhi perkembangan dapat digolongkan menjadi 7 macam yaitu: faktor biologis, physis, ekonomis, cultural, edukatif, religious dan lingkungan. a. Faktor Biologis Bisa diartikan, biologis dalam konteks ini adalah faktor yang berkaitan dengan keperluan primer seorang anak pada awal kehidupanya: Faktor ini 19 wujudnya berupa pengaruh yang datang pertama kali dari pihak ibu dan ayah. b. Faktor Physis Faktor ini menurut Suarca, et al., (2005) mencakup kondisi keamanan, cuaca, keadaan geografis, sanitasi atau kebersihan lingkungan, serta keadaan rumah yang meliputi ventilasi, cahaya, dan kepadatan hunian (Suarca, 2005). Semua kondisi ini sangat mempengaruhi bagaimana individu dapat menjalankan proses kehidupannya. Sebagai contoh, kondisi daerah yang tidak aman karena adanya pertikaian dapat menyebabkan tekanan tersendiri bagi individu dan proses imitasi atau peniruan perilaku kekerasan yang dapat berpengaruh dalam pola perilaku individu. Sementara itu kondisi yang jelek pada faktor cuaca, kurangnya sanitasi atau kebersihan lingkungan, keadaan rumah yang tidak menunjang hidup sehat, serta keadaan geografis yang sulit, misalnya karena di daerah terpencil yang jauh dari informasi, sulit dijangkau, serta rawan akan bencana alam, selain dapat mempengaruhi tekanan psikis juga mempengaruhi faktor kesehatan karena pengobatan yang sulit didapatkan. Semua ini jelas membawa dampak masing–masing terhadap perkembangan anak–anak yang lahir dan dibesarkan di sana. Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Selanjutnya agar mampu mempertimbangan 20 dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. c. Faktor Ekonomis/Status Sosial Ekonomi Selama proses perkembanganya, berapa pun ukuranya bervariasi, seorang anak pasti memerlukan biaya. Biaya untuk makan dan minum di rumah, tetapi juga untuk membeli peralatan sekolah yang dibutuhkan oleh siswa. Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi 21 “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri. d. Faktor Cultural Di Indonesia ini, jika dihitung ada berpuluh bahkan beratus kelompok masyarakat yang masing–masing mempunyai kultur, budaya, adat istiadat, dan tradisi tersendiri, dan hal ini jelas berpengaruh terhadap perkembangan anak–anak. e. Faktor Edukasi Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang mempunyai pengaruh terhadap perkembangan anak manusia terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, yang memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah). Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada normanorma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan antar bangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 22 Faktor pendidikan ini relatif paling besar pengaruhnya dibandingkan dengan faktor yang lain. f. Faktor Religious Pola perubahan minat beragama pada remaja seabgaimana dijelaskan oleh Hurlock (dalam Sunarto & Hartono, 2002) dikelompokkan pada periode kesadaran religious, periode keraguan religious, dan periode rekonstruksi religious. Sebagai contoh seorang anak yang hidup di lingkungan yang kental dengan suasana religius, sudah pasti ia akan berebeda dengan anak lain yang tidak berada dalam lingkungan religi yang kental, yang sekedar terhitung orang beragama, lebih–lebih yang memang tidak beragama sama sekali, ini adalah persoalan perkembangan pula, menyangkut proses terbentunya prilaku seorang anak dengan agama sebagai faktor penting yang mempengaruhinya karena pondasi agama merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dan berperan penting sebagai media kontrol dalam perkembangan peserta didik. g. Faktor Lingkungan Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi perkembangan anak. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau 23 meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya. Lingkungan sosial keluarga sangat memengaruhi kegiatan perkembangan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik. Lingkungan sosial sekolah seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses perkembangan belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. Maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya. E. Pengertian Psikologi Perkembangan Peserta Didik Secara umum psikologi dapat dibedakan menjadi dua cabang, yaitu psikologi teoritis dan psikologi terapan. Psikologi teoritis dapat pula dibedakan atas dua bagian, yaitu 24 psikologi umum dan psikologi khusus. Psikologi umum merupakan psikologi teoritis yang mempelajari aktivitasaktivitas mental manusia yang bersifat umum dalam rangka mencari dalil-dalil umum dan teori-teori psikologi. Sedangkan psikologi khusus merupakan psikologi teoritis yang menyelidiki segi-segi khusus aktivitas mental manusia. Psikologi khusus ini terdiri dari: 1. Psikologi perkembangan mengkaji perkembangan tingkah laku dan aktivitas mental manusia sepanjang rentang kehidupannya mulai dari masa konsepsi hingga meninggal dunia. 2. Psikologi sosial mengkaji aktivitas mental manusia dalam kaitannya dengan situasi sosial. 3. Psikologi kepribadian mengkaji struktur kepribadian manusia sebagai satu kesatuan utuh. 4. Psikologi abnormal mengkaji aktivitas mental individu yang tergolong abnormal. 5. Psikologi diferensial menguraikan tentang perbedaanperbedaan antar individu. Psikologi khusus kemungkinan akan terus berkembang sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Karena itu tidak tertutup kemungkinan akan bermunculan cabang-cabang psikologi khusus lainnya, seperti psikologi perkembangan peserta didik. Mengacu pada pengertian dan pembagian psikologi, maka dapat dipahami bahwa psikologi perkembangan peserta didik adalah bidang kajian psikologi perkembangan yang secara khusus mempelajari aspek-aspek perkembangan individu 25 yang berada pada tahap usia sekolah dasar dan sekolah menengah. F. Teori Perkembangan Peserta Didik Sebelum penjelasan lebih lanjut perlu dipahami terlebih dahulu apa itu perkembangan dan bagaimana perkembangan yang baik itu. Istilah “perkembangan” (development) dalam psikologi merupakan sebuah konsep yang cukup kompleks. F. J. Monks, dkk., (2001) berpendapat bahwa perkembangan menunjuk pada suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menghasilkan bentuk-bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ke tahap yang lebih tinggi. Perkembangan itu bergerak secara berangsur-angsur tetapi pasti melalui suatu bentuk/tahap ke bentuk/tahap berikutnya yang kian hari kian bertambah maju mulai dari masa pembuahan dan berakhir dengan kematian. Peserta didik merupakan individu yang berada dalam proses perkembangan. Perkembangan merupakan perubahan yang bersifat progresif yaitu menuju ke tahap yang lebih tinggi, lebih besar, lebih baik dari seluruh aspek kepribadian. Peserta didik dalam proses Pendidikan berarti salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian dalam semua proses transformasi yang dikenal dengan sebutan pendidikan. Sebagai komponen penting dalam sistem pendidikan, peserta didik sering disebut sebagai bahan 26 mentah. Peserta didik dalam perspektif psikologi merupakan individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan kembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Pada umumnya teori mengenai pekembangan berkisar pada persoalan yang berhubungan dengan pengaruh bawaan dan lingkungan hidup bagi perkembangan individu. Berikut ini terdapat beberapa teori yang mempunyai pengaruh terhadap praktek-praktek pendidikan di sekolah. 1. Teori Nativisme, anak sejak lahir telah membawa sifatsifat dan dasar-dasar tertentu atau yang biasa dinamakan sifat-sifat pembawaan. Schopenhauer merupakan tokoh utama aliran ini. 2. Teori Empirisme, perkembangan itu tergantung pada faktor lingkungan. Para ahli yang mengikuti pendirian Empirisme mempunyai pendapat yang bertentangan dengan pendapat aliran ini. John Locke merupakan tokoh utama dari aliran ini. 3. Teori Konvergensi yang dirumuskan oleh W. Stern ini berpendapat bahwa di dalam perkembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan memainkan peranan penting. Bakat telah ada pada masing-masing individu, akan tetapi bakat yang sudah tersedia itu perlu menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang. 27 Anak-anak didik akan mengalami masa perkembangan yang dinamis. Pendidikan yang diberikan kepada mereka haruslah disesuaikan dengan keadaan kejiwaan anak-anak didik pada masa tertentu dalam perkembangannya. Secara garis besar dapat dibedakan beberapa aspek perkembangan, yaitu: kognitif, sosial, dan afektif yang meliputi emosi, nilai dan moral dan religi. Perkembangan setiap aspek dipengaruhi oleh kondisi internal tiap individu, baik yang bersifat bawaan ataupun perolehan, kematangan serta pengaruh faktor-faktor eksternal. Arden N. Frandsen mengungkapkan beberapa hal yang mendorong seseorang untuk belajar yaitu sebagai berikut: 1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas. 2. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju. 3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman. 4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru. 5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran. 6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar (Frandsen, 2004:237). 28 G. Tujuan Psikologi Perkembangan Peserta Didik Berikut ini tujuan mempelajari psikologi perkembangan peserta didik: 1. Memberikan, mengukur, dan menerangkan perubahan dalam tingkah laku serta kemampuan yang sedang berkembang sesuai dengan tingkat usia dan yang mempunyai ciri-ciri universal yang berlaku bagi anakanak dimana saja dan dalam lingkungan sosial-budaya mana saja. 2. Mempelajari karakteristik umum perkembangan peserta didik, baik secara fisik, kognitif, maupun psikososial. 3. Mempelajari perbedaan-perbedaan yang bersifat pribadi pada tahapan atau masa perkembangan tertentu. 4. Mempelajari tingkah laku anak pada lingkungan tertentu yang menimbulkan reaksi yang berbeda. 5. Mempelajari penyimpangan tingkah laku yang dialami seseorang, seperti kenakalan-kenakalan, kelainankelainan dalam fungsionalitas inteleknya, dan lain-lain. Sedangkan manfaat bagi guru antara lain: 1. Dapat memilih dan memberikan materi pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik pada tiap tingkat perkembangan tertentu. 2. Dapat memilih metode pengajaran dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan pemahaman murid-murid. 29 H. Manfaat Psikologi Perkembangan Peserta Didik Psikologi perkembangan peserta didik merupakan sebuah disiplin ilmu yang secara khusus mempelajari tentang perkembangan tingkah peserta didik dalam interaksinya dengan lingkungannya. Oleh sebab itu banyak manfaat yang akan diperoleh guru atau calon guru, antara lain: 1. Seorang guru akan dapat memberikan harapan yang realitas terhadap anak dan remaja. Ini adalah penting, karena jika terlalu banyak yang diharapkan pada usia tertentu, anak mungkin akan mengembangkan perasaan tidak mampu jika ia tidak mencapai standar yang ditetapkan orangtua atau guru. Sebaliknya, jika terlalu sedikit yang diharapkan dari mereka, mereka akan kehilangan rangsangan untuk mengembangkan kemampuannya. 2. Dapat membantu dalam memberikan respons yang tepat terhadap perilaku tertentu seorang anak. Psikologi perkembangan dapat membantu menjawab pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan arti dan sumber pola berpikir, perasaan, dan tingkah laku anak. 3. Dapat membantu guru mengenali kapan perkembangan normal yang sesungguhnya dimulai. Guru bisa menyusun pedoman dalam bentuk skala tingi-berat, skala usia-berat, skala usia-mental, dan skala perkembangan sosial atau emosioanal. 4. Memungkinkan para guru untuk sebelumnya mempersiapkan anak menghadapi perubahan yang akan terjadi pada tubuh, perhatian dan perilakunya. 30 5. Memungkinkan para guru memberikan bimbingan belajar yang tepat kepada anak. 6. Memberikan informasi tentang siapa kita, bagaimana kita dapat seperti ini, dan kemana masa depan akan membawa kita. Manfaat mempelajari psikologi perkembangan peserta didik bagi guru sangat jelas, psikologi perkembangan peserta didik memungkinkan guru memberikan bantuan dan pendidikan yang tepat sesuai dengan pola-pola dan tingkattingkat perkembangan anak. I. Peserta Didik Dari Masa Ke Masa Perkembangan mengacu pada bagaimana seorang tumbuh, beradaptasi dan berubah sepanjang perjalanan hidupnya. Orang tumbuh, beradaptasi dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio-emosional, perkembangan kognitif (berpikir) dan perkembangan manusia menurut teori Piaget (kognitif dan moral) serta teori perkembangan kognitif menurut Lev Vygotsky. Setidaknya ada lima faktor yang dapat memengaruhi kinerja peserta didik, yaitu lingkungan keluarga, atmosfer persekawanan, sumber daya sekolah, kecerdasan yang berasal dari dalam diri sendiri dan aksesibilitas pencapaian informasi. Peserta Didik merupakan anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. (UU No. 20 31 Tahun 2003 SISIDIKNAS, pasal 1 ayat 4). Sedangkan Menurut UU no 20/2003 tentang SISDIKNAS. 1. Pasal 13 - Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. 2. Pasal 14 - Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. 3. Pasal 15 – Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus. Peserta didik perspektif psikologi merupakan individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis. Menurut fitrahnya mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Perkembangan peserta didik merupakan bagian dari pengkajian dan penerapan psikologi perkembangan yang secara khusus mempelajarai aspek-aspek perkembangan individu yang berada pada tahap usia sekolah dan sekolah menengah. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus diperlukan sebagai subjek pendidikan 32 dengan cara melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah belajar mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan, bimbingan dan pengarahan. Dasardasar kebutuhan anak untuk memperoleh pendidikan, secara kodrati anak membutuhkan dari orang tuanya. Dasar-dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak dalam kehidupannya. Dalam hal ini keharusan untuk mendapatkan pendidikan jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek kepentingan. 1. Aspek Paedagogis Aspek ini para pendidik mendorong manusia sebagai animal educandum, makhluk yang memerlukan pendidikan. Secara real manusia dapat dikategorikan sebagai animal, artinya binatang yang dapat dididik, sedangkan binatang pada umumnya tidak dapat dididik, melainkan hanya dilatih secara dresser. Adapun manusia dengan potensi yang dimilikinya dapat dididik dan dikembangkan ke arah yang diciptakan. 2. Aspek Sosiologi dan Kultural Menurut ahli sosiologi, pada prinsipnya manusia merupakan moscrus, makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat. 3. Aspek Tauhid Aspek tauhid ini merupakan aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Menurut para ahli disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya tuhan) atau disebut juga 33 homoriligius (makhluk yang beragama). Sedangkan Karateristik peserta didik meliputi perkembangan fisik, perkembangan sosio- emosional dan perkembangan intelektual/mental. Perkembangan intelektual peserta didik melalui empat tahap yaitu: sensorimotor, pra operasi, operasi konkrit, dan operasi formal. Peserta didik dalam pendidikan Islam merupakan manusia yang sepanjang hidupnya selalu mengalami perkembangan. Kaitannya dengan pendidikan bahwa perkembangan peserta didik itu selalu menuju kedewasaan di mana semuanya itu terjadi karena adanya bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh pendidik. Bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh pendidik sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan wawasan pendidik itu sendiri. J. Prinsip-Prinsip Perkembangan Peserta Didik Perkembangan anak terdapat berbagai aturan-aturan tertentu yang disebut dengan prinsip-prinsip perkembangan. Berbagai prinsip-prinsip perkembangan tersebut, yaitu sebagai berikut: 1) Perkembangan yang tak berakhir Manusia akan berkembang, berubah dan dipengaruhi terus oleh pengalaman sepanjang hayatnya baik aspek fisik, psikis dan sosialnya. Perkembangan ini terjadi dalam proses yang tidak berakhir ditandai dengan tercapainya kematangan fisik. Perkembangan merupakan proses yang berkesinambungan mulai dari 34 kelahiran berlanjut ke masa dewasa sampai usia tua. Misalnya, saat usia dini yang ketika baru lahir nampak seperti makhluk yang tidak berdaya yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tidur, makan, atau menangis. Ketika sudah sekolah, anak-anak pun mengalami kemajuan dari pengendalian diri yang sederhana sampai ke suatu kemampuan untuk memulai suatu kegiatan serta melakukannya. Anak-anak belajar untuk dihargai oleh masyarakat mulai dari tingkat sekolah dasar sampai dengan jenjang pendidikan yang paling tinggi. Selanjutnya pada masa remaja masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa akan mengikat diri pada suatu pekerjaan yang dianggap mampu untuk menentukan jalan hidupnya. 2) Setiap anak bersifat individual dan berkembang sesuai dengan perkembangannya Tidak semua anak yang sama usianya mempunyai perkembangan yang sama, karena anak bersifat individual yang bebeda antara yang satu dengan yang lain. Perolehan perkembangan bervariasi untuk setiap anak, termasuk untuk keberfungsian semua aspek perkembangan dalam diri anak. Karena setiap anak memiliki tingkat penguasaan yang bervariasi, ada yang cepat, lambat, sedang dan lain-lain, dan semua itu ditentukan oleh faktor bawaan dan pengaruh belajar yang dimiliki anak. 35 Setiap anak merupakan seorang pribadi unik dengan pola dan waktu pertumbuhan bersifat individual sebagaimana kepribadian, temperamen, gaya belajar, latar belakang dan pengalaman keluarga. Semua anak memiliki kelebihan, kebutuhan-kebutuhan dan minat masing-masing. Sejumlah anak mungkin memiliki kebutuhan belajar dan perkembangan yang khusus. Pemahaman tentang keragaman yang luas bahkan pada anak-anak usia yang sama, hendaknya mengantarkan pada kesadaran bahwa usia anak hanyalah sebuah gambaran kasar untuk kemasakan perkembangan anak. Pengakuan bahwa keragaman individual bukan hanya diharapkan tapi juga dihargai, menuntut kita sebagai orang dewasa ketika berinteraksi dengan anakanak memperlakukan mereka secara tepat dengan keunikannya masing-masing. Pengakuan ini menuntut kita untuk tidak menganggap anak hanya sebagai anggota kelompok usia, kemudian mengharapkan mereka untuk menampilkan tugas-tugas perkembangan kelompok usia tersebut tanpa mempertimbangkan keragaman kemampuan adaptasi setiap individu anak. Memiliki pengharapan tinggi terhadap anak adalah penting, tetapi memiliki harapan-harapan yang kaku menurut norma kelompok tidak mencerminkan kenyataan yang terjadi bahwa adanya perbedaan yang nyata dalam perkembangan dan belajar individual anak dalam tahun-tahun awal kehidupan. Harapan norma kelompok dapat memberi dampak yang sangat merusak 36 terutama untuk anak-anak dengan perkembangan dan belajar yang khusus. kebutuhan 3) Semua aspek perkembangan saling berkaitan. Aspek perkembangan anak yang berupa perkembangan fisik, sosial, emosi, kognitif, dan spiritual saling berhubungan erat satu sama lain. Perubahan dalam satu aspek mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aspek lain. Perkembangan dalam satu aspek dapat membatasi atau memfasilitasi perkembangan pada aspek-aspek lainnya. Anak yang secara fisik berkembang sehat, akan cendrung menunjukkan konsepsi diri yang positif, dan konsepsi diri yang positif akan berpengaruh positif terhadap perkembangan belajarnya dan sebaliknya. Disebabkan oleh aspek-aspek perkembangan anak tersebut berhubungan satu sama lain, maka pendidik harus menyadari betul hal ini dan menggunakan kesadaran ini untuk mengorganisasikan pengalamanpengalaman belajar anak, membantu anak-anak berkembang secara optimal dalam semua dimensi perkembangan dirinya. Sebagai pendidik misalnya, kesadaran akan adanya hubungan antar semua bagian perkembangan ini, bermanfaat untuk perencanaan kurikulum untuk berbagai kelompok usia anak. Bagi anak-anak usia sekolah dasar, perencanaan kurikulum diarahkan sebagai usaha-usaha untuk membantu anakanak mengembangkan pemahaman-pemahaman 37 konseptual yang dapat pelajaran yang dipelajari. diaplikasikan pada mata 5) Perkembanagan berlangsung dari kemampuan umum ke khusus Perkembangan bergerak dari tanggapan umum menuju yang lebih khusus. Seperti halnya pada awal perkembangan peserta didik berinteraksi dengan lingkungan, maka peserta didik akan mendapatkan tanggapan secara umum. Baru setelah itu akan mendapatkan tanggapan secara khusus dan semakin terperinci. 6) Perkembangan itu terarah a. Bergerak dari kepala ke kaki dari dalam keluar b. Bergerak dari struktur ke fungsi c. Bergerak dari yang umum ke khusus d. Bergerak dari yang konkret ke abstrak e. Bergerak dari egosentris ke perspektif menuju pemahaman f. Bergerak dari heteronom ke otonom g. Bergerak spiral ke arah tujuan Perkembangan anak berlangsung dalam tahapan yang relatif teratur di mana kemampuan-kemampuan, keterampilan-keterampilan dan pengetahuanpengetahuan anak terbangun atas kemampuankemampuan, keterampilan-keterampilan dan 38 pengetahuan-pengetahuan sebelumnya. Riset-riset perkembangan manusia menunjukkan bahwa tahapantahapan pertumbuhan dan perubahan anak usia 9 tahun pertama rentang kehidupan relatif stabil dan dapat diprediksikan tahapannya. Perubahan-perubahan yang dapat diramalkan ini terjadi pada semua bagian perkembangan seperti perkembangan fisik, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan bahasa dan perkembangan kognitif. Pengetahuan mengenai perkembangan yang khas untuk setiap rentang usia anak membantu para orangtua atau pendidik untuk mempersiapkan lingkungan belajar dan merencanakan tujuan-tujuan kurikulum yang reaslistik dan pengalaman-pengalaman belajar yang tepat menurut perkembangan anak. K. Aliran-Aliran Perkembangan Peserta Didik 1. Nativisme Nativisme merupakan sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran psikologi. Schopenhoeur merupakan tokoh utama aliran ini (17881860) adalah filsuf Jerman. Aliran nativisme ini dijuluki sebagai aliran pesimistis yang memandang segala sesuatu dengan kacamata hitam karena para ahli penganut ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak ada pengaruhnya. 39 Ilmu pendidikan memandang ini sebagai pesimisme pedagogis. 2. Empirisisme Aliran empirisisme (empiricism) tokoh utamanya adalah John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini adalah “The School of British Empiricism” (aliran empirisisme inggris). Doktrin aliran empirisisme yang amat mashur ialah “tabula rasa” yang berarti lembaran kosong. Doktrin ini menekankan arti pentingnya pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidiknya sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya. 3. Konvegerensi Tokoh utama aliran ini bernama Louis William Stern, seorang filosof dan psycholog Jerman. Aliran ini menurutnya gabungan antara aliran empirisisme dengan aliran nativisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. 40 BAB II Fase Perkembangan Peserta Didik Bijau dan Baer (1961) mengemukakan perkembangan psikologi merupakan perubahan progresif yang menunjukkan cara organism bertingkah laku dan berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi merupakan tingkah laku akan diperlihatkan atau tidak pada perangsang yang ada di lingkungannnya. Rumusan lain arti perkembangan dikemukakan oleh Libert, Paulus, dan Straus (Singgih 1990;31) bahwa perkembangan merupakan proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungannya. Istilah perkembangan lebih mencerminkan sifat-sifat khas mengenai gejala-gejala psikologis yang tampak. Perkembangan dapat dilukiskan sebagai suatu proses yang kekal dan tetap menuju ke arah suatu organisasi pada integrasi yang lebih tinggi berdasarkan proses pertumbuhan kematangan dan hasil belajar. A. Fase-Fase Perkembangan Peserta didik merupakan anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. (UU No. 20 Tahun 2003 SISIDIKNAS, pasal 1 ayat 4). Peserta didik perspektif psikologi merupakan individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. 41 Perkembangan peserta didik merupakan bagian dari pengkajian dan penerapan psikologi perkembangan yang secara khusus mempelajarai aspek-aspek perkembangan individu yang berada pada tahap usia sekolah dan sekolah menengah. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal. Perspektif sepanjang rentang kehidupan manusia menjelaskan adanya tujuh karakteristik dasar yang harus dipahami untuk melihat perkembangan manusia, yaitu: 1. Perkembangan adalah seumur hidup. 2. Perkembangan bersifat multi dimensional. Perkembangan menyangkut berbagai macam ranah perkembangan seperti faktor fisik, intelektual yang menyangkut perkembangan kognitif dan bahasa, emosi, sosial dan moral. 3. Perkembangan merupakan multi direksional. Ranahranah perkembangan mengalami perubahan dengan arah tertentu. Sebagai contoh, pada masa bayi, perkembangan yang tumbuh pesat adalah ranah fisik, yang kecepatan arah pertumbuhannya tidak sama dengan ranah yang lain. Sementara pada masa kanakkanak awal, perkembangan emosi dan sosial berkembang lebih pesat dibandingkan dengan perkembangan yang lain. 4. Perkembangan bersifat lentur. Hal ini berarti perkembangan berbagai macam ranah dapat distimulasi untuk berkembang secara maksimal. Sebagai contoh, 42 kelenturan berpikir anak-anak dapat diasah sejak dini dengan memberikan latihan-latihan pada anak untuk terbiasa memecahkan masalah dengan baik dengan berbagai macam cara dari hasil eksplorasinya. 5. Perkembangan selalu melekat dengan sejarah. Bagaimanapun perkembangan individu tidak dapat lepas dengan keadaan di sekitarnya. Sebagai contoh, perkembangan emosi pada era 66-an akan menyebabkan individu yang hidup saat itu memiliki kekhasan sendiri dalam merespon sesuatu. 6. Perkembangan bersifat multi disipliner. Berbagai macam ahli dan peneliti dari disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi, antropologi, neurosains. Perkembangan bersifat kontekstual. Hal ini berarti bahwa perkembangan individu mengikuti kondisi saat itu. Perkembangan bersifat kontekstual secara lebih dalam dapat dipahami dengan menghubungkan tiga komponen, yaitu; Pengaruh tingkat usia secara normatif, yaitu adanya pengaruh biologis dari lingkungan yang sama pada kelompok tertentu. Fase perkembangan merupakan tahapan atau periodisasi rentang kehidupan manusia yang ditandai dengan ciri-ciri atau pola-pola tingkah laku tertentu. Meskipun masing-masing anak mempunyai masa perkembangan yang berlainan satu sama lain, apabila dipandang secara umum ternyata terdapat tanda-tanda atau ciri-ciri perkembangan yang hampir sama antara anak yang satu dengan lainnya. 43 1. Perkembangan intelektual Mengenai perkembangan intelektul ini diambil dari para ahli seperti Jean Pieget dan Robert M.Gagne. Piget berpendapat bahwa anak-anak mempunyai cara berpikir yang berbeda dengan orang dewasa. Ada beberapa fase dalam perkembangan ini, diantaranya sebagai berikut: a) Fase Intuitif atau Praoperasional (2-7 tahun). Selama periode ini anak tidak lagi terikat pada lingkungan sensori yang dekat. Ia mulai mengembangkan berbagai tanggapan mental yang terbentuk dalam fase sebelumnya, misal: object permanence. Dalam fase ini kemampuan itu dengan pesat. Perkembangan Bahasa Umur 1-2 tahun Umur 3-5 tahun Kalimat: satu dua Kalimat 8-10 kata kata Tata bahasa: tidak Tata bahasa: baik ada Kosakata: 200 Kosakata: 2000 Umur 7-8 tahun Ucapan dasar kalimat Menyerupai orang dewasa b) Fase Operasi Konkret (umur 7-11 tahun) Dalam fase operasi konkret, tidak menentukan pilihan, data pengajaran di sekolah dasar dapat dikatakan sesuai dengan perkembangan kognitif para murid. Bila sekolah memperhatikan keterampilan dan aktivitas seperti menghitung, mengelompokkan membentuk, dan sebagainya 44 maka semua itu membantu perkembangan kognitif. Pada fase ini dapat dibentuk dengan peraturanperaturan pada halnya anak sekolah dasar mentaati peraturan (karena peraturan dasar mentaati peraturan) peraturan itu mempunyai nilai fungsional, anak berfikir harafiah sesuai dengan tugas yang diberikan. c) Fase Operasi Formal (11-16 tahun ) Dalam fase terakhir ini, yang kira-kira jatuh bersamaan dengan masa pubertas, anak-anak dapat mengembangkan pola-pola berfikir sepenuhnya. Mereka dapat menangkap arti simbolis, arti kiasan, kesamaan dan perbedaan, mereka dapat menyimpulkan moral dalam suatu cerita. 2. Perkembangan Bahasa Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara berkomunikasi dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambing atau symbol untuk mengungkapkan sesuatu seperti halnya bentuk-bentuk komunikasi, tertulis, lisan, pantonim dan sejenisnya. Bahasa untuk berkomunikasasi pikiran,perasaan, dan emosi. Pada mulanya motif anak-anak untuk belajar bahasa ialah agar memenuhi kebutuhankebutuhan, keinginan-keinginan dan menguasai lingkungannya sesuai dengan kebutuhan keinginannya, kebutuhan anak untuk belajar bicara adalah: 45 a) Keinginan untuk memperoleh informasi tentang lingkungannya dan kemudian mengenai dirinya sendiri dan kawan-kawannya yang terlihat pada usia dua sampai tiga tahun. b) Pergaulan sosial dengan orang lain c) Menyatakan pendapat dan ide-ide. 3. Perkembangan Fisik Pertumbuhan fisik mempengaruhi tingkah laku selanjutnya mempengaruhi pula pertumbuhan fisik, ketergantungan hubungan antara pertumbuhan fisik dan tingkah laku demikian pentingnya sehingga bagaimana anak tumbuh dan berkembang merupakan hal yang hakiki. Pemahaman persamaan dan antara perbedaan antara individuindividu dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri individu ditentukan oleh peningkatan umurnya. a) Perkembangan fisisk yang normal Perkembangan fisik yang normal mempengaruhi tingkah laku , tingkah laku emosional anak berkaitan langsung dengan kesanggupan untuk menanggapi makna-makna yang terdapat dalam situasi-situasi seperti juga tingkat penerimaan sosial yang dinikmati dengan kesungguhan memahami pikiran-pikiran, perasaanperasaan dan emosi-emosi orang lain. b) Siklus pertumbuhan Berat badan anak tidak bertambah secara tetap sekian kg setiap tahun atau tubuhnya tidak bertambah tinggi sekian cm setiap tahun. Siklus pertumbuhan 46 c) d) e) f) memperlihatkan adanya periode yang berbeda, adanya pertumbuhan lambat dan cepat Ukuran tubuh Ukuran atau besar tubuh ditentukan oleh tinggi dan berat badanya. Proporsi fisik Pada waktu lahir, proporsi badan anak sangat berbeda dengan proporsi orang dewasa. Kesehatan fisik Kesehatan yang baik selama masa kanak-kanak tidak hanya penting bagi pertumbuhan yang normal tapi juga bagi kegiatan yang normal. Cacat Fisik Cacat fisik, waktu kecil sekalipun, akan merupakan penghambat terhadap apa yang dapat dilakukan anakanak. Diantara cacat fisik yang umum diderita anakanak antara lain cacat gigi, cacat bicara, cacat penglihatan dan pendengaran, gangguan pada system syaraf dan kelainan fisik lainnya seperti mata juling atau badan bungkuk. 4. Perkembangan Emosi Emosi memainkan peranan penting dalam kehidupan anak tidak kita sangsikan lagi. Dari pengalaman masa kecil kita ingat bahwa emosi memberi warna atau mengubah kesenangan terhadap pengalaman-pengalaman sehari-hari dan juga merupakan motivasi terhadap tindakan atau perbuatan 47 kita, akan tetapi kita juga menyadari bahwa ada kalanya emosi itu menjadi penghambat atau rintangan. a) Pola Perkembangan Emosi Pada waktu lahir dan beberapa saat sesudah lahir, gejala tingkah laku emosional masih merupakan kegairahan umum yang disebabkan oleh rangsangan yang kuat. Akan tetapi sering kali sebelum masa anak berakhir telah tampak perbedaan-perbedaan gerakan dalam bentuk reaksi yang sederhana yang menunjukan kesenangan atau ketidaksenangan. b) Proses perkembangan emosi Emosi-emosi yang telah disebutkan diatas tidaklah merupakan emosi yang siap sedia atau siap pakai sejak lahir. Emosi itu harus berkembang dan dikembangkan. Perlindungan emosional dipengaruhi oleh dua fakta yakni kematangan dan belajar. Jadi oleh kedua-duanya, bukan hanya oleh satu dari padanya. Kenyataan bahwa reaksi oleh emosional tertentu tidak muncul sejak awal kehidupan tidak berarti bahwa itu tidak dibawa lahir. Pertumbuhan dan pekembangan membuat anak bersifat berbeda terhadap situasi-situasi yang khas. Ada beberapa jenis emosi yang umum pada masa kanakkanak diantaranya: 1) Takut Adanya rasa takut pada kanak-kanak adalah baik selama rasa takut itu tidak terlalu kuat dan hanya merupakan peringatan terhadap bahaya. 48 2) Cemas Cemas merupakan suatu bentuk rasa takut yang bersifat khayalan. Jadi bukan rasa takut yang disebabkan stimulus dari lingkungan si anak. Kecemasan ini mungkin datangnya dari situasi situasi yang dikhayalkan/diimajinasi akan terjadi. 3) Marah Marah merupakan reaksi emosional yang lebih sering terjadi pada masa kanak-kanak. Anak yang lebih tua lebih banyak mengalami ketegangan emosional sebagai akibat frustasi (bosan) dibandingkan dengan anak usia muda. Frustasi ialah perasaan ketidak berdayaan, kekecewaan, ketidak mampuan, atau kecemasan yang kuat terjadi bila suatu keinginan atau dorongan terhambat. 4) Cemburu Cemburu merupakan respons yang normal terhadap kehilangan nyata ataupun ancaman terhadap kehilangan kasih sayang. Cemburu adalah kelanjutan dari marah yang menimbulkan sikap benci atau dendam yang ditunjukan terhadap orang, sedangkan marah dapat ditunjukan terhadap orang, diri sendiri, ataupun benda-benda. Dalam cemburu sering terdapat kombinasi antara marah atau takut. 5) Kegembirann, kesenangan, dan kenikmatan. Kegembiraan dalam bentuknya yang lebih lunak dikenal sebagai ketenanga, kenikmatan atau kebahagiaan, merupakan emosi yang positif oleh 49 karena individu yang mengalaminya tidak dilakukan usaha untuk menghilangkan situasi yang menimbulkannya. 6) Kasih sayang Kasih sayang atau cinta merupakan reaksi emosional yang ditunjukkan terhadap sesorang atau suatu benda. Kasih sayang anak terhadap orang lain terjadi secara spontan dapat ditimbulkan oleh stimulasi sosial yang minim sekalipun. 7) Ingin tahu Minat terhadap lingkungan sangat terbatas selama usia dua atau tiga bulan pertama dari kehidupan terkecuali bila stimulus yang kuat ditunjukan terhadap sibayi. Setelah usia itu, apa saja yang baru atau aneh baginya, pasti akan menimbulkan rasa ingin tahunya. Atas dasar kesamaan-kesamaan dalam suatu periode inilah maka para ahli mengadakan fase-fase perkembangan anak. Dengan adanya pembagian fase-fase ini tidak berarti bahwa antara fase yang satu terpisah secara deskrit dengan fase yang lain, akan tetapi hanya sekadar untuk memudahkan pemahaman dan pembahasan mengenai perkembangan anakanak. Berdasarkan hasil-hasil penelitian para ahli terlihat bahwa dasar yang digunakan untuk mengadakan periodesasi perkembangan anak ternyata berbeda-beda satu sama lain. Secara garis besarnya terdapat empat dasar pembagian fase-fase perkembangan ini, yaitu: (1) konsep didaktis, (2) 50 ciri-ciri psikologis, dan (3) konsep tugas perkembangan. Berikut akan dikemukakan pendapat beberapa ahli tentang keempat dasar pembagian fase perkembangan tersebut. Kemudian, sebagai bahan perbandingan akan dikemukakan fase-fase perkembangan menurut konsep Islam. 1. Periodesasi Perkembangan Berdasarkan Konsep Tugas Perkembangan Tugas perkembangan adalah berbagai ciri perkembangan yang diharapkan timbul dan dimiliki setiap anak pada setiap masa dalam periode perkembangannya. Periodesasi seperti ini di antaranya dikemukakan oleh Robert J. Havighurst, yaitu: a) Masa bayi dan kanak-kanak (infancy and early childhood): umur 0-6 tahun b) Masa sekolah atau pertengahan kanak-kanak (middle childhood): umur 6-12 tahun c) Masa remaja (adolescence): umur 12-18 tahun d) Masa awal dewasa (earty adulthood): umur 1830 tahun e) Masa dewasa pertengahan (middle age): umur 30 -50 tahun f) Masa tua (latter maturity): 50 tahun ke atas 2. Periodesasi Perkembangan Menurut Konsep lslam Memperhatikan ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah Saw. yang menjadi dasar utama pemikiran Islam, periodesasi perkembangan individu 51 secara garis besarnya dapat dibedakan atas tiga fase, yaitu: a) Periode pra-konsepsi, merupakan perkembangan manusia sebelum masa pembuahan sperma dan ovum. Meskipun pada periode ini wujud manusia belum berbentuk, tetapi perlu dikemukakan bahwa hal ini berkaitan dengan “bibit” manusia, yang akan mempengaruhi kualitas generasi yang akan dilahirkan kelak. b) Periode pra-natal, merupakan periode perkembangan manusia yang dimulai dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran. Periode ini dibagi atas empat fase, yaitu: 1) Fase nuthfah (zigot), dimulai sejak pembuahan sampai usia 40 hari dalam kandungan; 2) Fase alaqah (emrio) selama 40 hari; 3) Fase mudhghah (janin) selama 4 hari, dan 4) Fase peniupan ruh ke dalam jasad janin dalam kandungan setelah genap berusia 4 bulan. c) Periode kelahiran sampai meninggal dunia, yang terdiri atas beberapa fase, yaitu: 1) Fase neo-natus, mulai dari kelahiran sampai kira-kira minggu keempat 2) Fase al-thifl (kanak-kanak), mulai dari usia 1 bulan sampai usia sekitar 7 tahun 52 3) Fase tamyiz merupakan fase di mana anak mulai mampu membedakan yang baik dengan yang buruk, yang benar dan yang salah. Fase ini dimulai sekitar usia 7 sampai 12 atau 13 tahun. 4) Fase baligh merupakan fase di mana usia anak telah mencapai usia muda, yang ditandai dengan mimpi bagi laki-laki dan haid bagi perempuan. Pada masa ini, anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban taklif (tanggung jawab). Fase ini disebut juga dengan fase aqil (fase tingkah laku intelektual seseorang mencapai kondisi puncak, sehingga mampu membedakan perilaku yang benar dan salah, baik dan buruk). Fase ini dimulai usia sekitar 15 sampai 40 tahun. 5) Fase kearifan dan kebijakan merupakan fase di mana seseorang telah memiliki tingkat kesadaran dan kecerdasan emosional, moral, spiritual dan agama secara mendalam. Fase ini disebut juga fase auliya' wa anbiya', yaitu fase di mana perilaku manusia dituntut seperti perilaku yang diperankan oleh Nabi Allah. Fase ini dimulai usia 40 tahun sampai meninggal dunia. 53 6) Fase kematian merupakan fase di mana nyawa telah hilang dari jasad manusia. Hilangnya nyawa menunjukkan pisahnya ruh dan jasad manusia, yang merupakan akhir dari kehidupan dunia. Fase kematian ini diawali dengan adanya naza' yaitu awal pencabutan nyawa oleh malaikat Izroil. Perkembangan merupakan suatu perubahan fungsional yang bersifat kualitatif, baik dari fungsi-fungsi fisik maupun mental sebagai hasil keterkaitannya dengan pengaruh lingkungan. Perkembangan ditunjukkan dengan perubahan yang bersifat sistematis, progresif dan berkesinambungan. 1. Perubahan Bersifat Sistematis Perubahan dalam perkembangan yang ditunjukkan dengan adanya saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara aspek-aspek fisik dan psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Misalnya anak diperkenalkan bagaimana cara memegang pensil, membuat huruf-huruf dan diberi latihan oleh orang tuanya. Kemampuan belajar menulis akan mudah dan cepat dikuasai anak apabila proses latihan diberikan pada saat ototototnya telah tumbuh dengan sempurna, dan saat untuk memahami bentuk huruf telah diperoleh. Dengan demikian anak akan mampu memegang pensil dan membaca bentuk huruf. 54 2. Perubahan Bersifat Progresif Perkembangan yang ditunjukkan dengan adanya perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan mendalam baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Misalnya, perubahan pengetahuan dan kemampuaanak dari yang bersifat sederhana berkembang ke arah yang lebih kompleks. 3. Perubahan Bersifat Berkesinambungan Berkesinambungan ditunjukkan dengan adanya perubahan yang berlangsung secara beraturan atau berurutan, tidak bersifat meloncat-loncat atau karena unsur kebetulan. Misalnya, agar anak mampu berlari maka sebelumnya anak harus mampu berdiri dan merangkak terlebih dahulu. Melalui belajar anak akan berkembang, dan akan mampu mempelajari hal-hal yang baru. Perkembangan akan dicapai karena adanya proses belajar, sehingga anak memperoleh pengalaman baru dan menimbulkan perilaku baru. B. Aspek-Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Porses perkembangan dapat dikelompokan menjadi 3 aspek, antara lain: 1. Aspek biologis merupakan perkembangan pada fisik individu, contohnya: bertambahnya beratbadan dan tinggi badan yang tentunya dapat kitaukur. 2. Aspek kognitif meliputi perubahan kemampuan dan cara berfikir. Aspek ini merupakan perubahan dalam 55 proses pemikiran yang merupakan hasil dari lingkungan sekitar. Salah satunya yaitu anak mampu menyelesaikan soal matematika. 3. Aspek psikososial dapat diartikan bahwa aspek ini merupakan perubahan aspek perasaan, emosi, dan hubungannya dengan orang lain. Dengan demikian aspek psikososial merupakan aspek perkembangan individu dengan lingkungan sekitar atau masyarakat. Semua aspek mulai dari aspek biologis (fisik), aspek kognitif (pemikiran), dan aspek psikososial (hubungan dengan masyarakat) saling mempengaruhi sehingga apabila pada suatu aspek mengalami hambatan maka akan mempengaruhi perkembangan aspek yang lainnya. Perubahan-perubahan meliputi beberapa aspek, baik fisik maupun psikis. Perubahan itu dapat dibagi dalam empat kategori utama, antara lain: 1. Perubahan dalam ukuran Perubahan dapat berupa pertambahan ukuran panjang atau tinggi berat badan, diikuti perubahan organ-organ lain yang mengalami perubahan ukuran, antara lain perubahan volume otak yang membawa akibat terjadinya perubahan kemampuan. 2. Perubahan dalam perbandingan Dilihat dari sudut fisik terjadi perubahan operasional antara kepala, anggota badan, dan anggota gerak. Perubahan proposional juga terjadi pada perkembangan mental. Perbandingan antara yang rill, yang khayal 56 dengan hal-hal yang rasional semakin lama semakin besar. 3. Berubah untuk mengganti hal-hal yang lama Misalnya, pada bayi terdapat kalenjer buntu yang disebut tymus pada daerah dada yang sedikit demi sedikit mengalami penyusutan dan akan hilang setelah dewasa. 4. Berubah untuk memperoleh hal-hal baru Misalnya dilihat dari segi mental, seseorang akan bertambah perbendaharaan kata dan bahasanya ketika mengalami pertambahan usia. Nilai dan norma juga semakin meningkat. C. Karakteristik Anak Sekolah Dasar Masa usia sekolah dasar pada masa kanak-kanak yang usia dari enam tahun hingga kira-kira sebelas atau dua belas tahun ditandai dengan mulai anak masuk sekolah dasar dan memulai sejarah baru dalam kehidupan kelak mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya. Para pendidik mengenal masa ini sebagai “masa sekolah”, oleh karena pada usia inilah anak untuk pertama kalinya menerima pendidikan formal. Sisi lain Purnomo (2013) menjelaskan bahwa masa anak-anak sangat sensitif terhadap persetujuan dan ketidak setujuan, khususnya dari orang tua, guru dan orang-orang yang kepadanya mereka bergantung. Karena itu dapat menggunakan reaksi-reaksi tersebut untuk menanamkan tingkah laku yang rasional dan baik. 57 Seorang ahli berpendapat bahwa usia sekolah merupakan masa matang untuk belajar maupun untuk sekolah. Disebut masa anak sekolah, karena sudah menamakan taman kanak-kanak, sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya. Disebut masa matang untuk belajar, karena mereka sudah berusaha untuk mencapai sesuatu tetapi perkembanagn aktivitas bermain yang hanya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan aktivitas nya itu sendiri disebut masa matang untuk bersekolah, karena mereka sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru, yang dapat diberikan oleh sekolah. Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi: 1. Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik. 2. Membina hidup sehat. 3. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok. 4. Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin. 5. Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat. 6. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif. 7. Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai 8. Mencapai kemandirian pribadi 58 Tuntutan guru untuk mengawal pencapaian perkembangan anak dapat berupa: 1. Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik. 2. Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya, sehingga kepribadian sosialnya berkembang. 3. Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang konkret atau langsung dalam membangun konsep. 4. Melaksanakan pembelajaran yang dapat nilai, sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya. Ada pendapat lagi bahwa usia sekolah sering pula disebut masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada masa keserasian sekolah ini secara relative anak-anak lebih mudah di didik dari pada masa sebelumnya dan sesudahnya. Menurut pendapat ini, masa keserasian bersekolah ini dapat diperinci menjadi dua fase yaitu: 1. Masa kelas rendah sekolah dasar kira-kira umur 6 atau 7 sampai 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat khas anak pada masa ini sebagai berikut: a) Adanya korelaso positif yang tinggi antara keadaan, kesehatan, pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah 59 b) Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan permainan tradisional c) Adanya kecendurangan memuji sendiri d) Suka membanding-bandingkan didirnya dengan anak lain, kalau hal itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain e) Pada masa ini (terutama pada umur 6-8 anak mengendaki nilai, angka raport) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak 2. Masa kelas tinggi Sekolah Dasar, yaitu kira-kira umur 9 atau 10 tahun atau sampai kira-kira 12 atau 13 tahun. a) Adanya minat terhadap kehidupan terapis seharihari yang konkret ; hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan yang praktis b) Sampai kira-kira umur 11 anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas nya dan memenuhi keinginannya setelah kirakira umur 11 pada umumnya anak menghadapi tugas-tugas dengan bebas dan menyelesaikan sendiri c) Anak pada masa ini gemar membentuk kelompok teman sebaya, biasanya dapat bermain bersamasama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lebih terikat pada aturan permainan yang tradisioanl, mereka membuat peraturan sendiri. 60 D. Masa Remaja Masa remaja memiliki rentan waktu sekitar usia dua belasan tahun sampai dengan tujuh belas tahun. Menurut Ratrioso (2008), masa ini merupakan masa lanjutan dari pubertas yang biasanya ditandai dengan masa peralihan yang seringkali bergejolak dan ruang ketidakpastian serta ketidakjelasa. Dalam konteks ini, bias dikatakan sebagai masa yang serba nanggung, ada juga yang masih telihat kekanakkanakan, dibilang anak-anak tapi memiliki postur tubuh yang besar dan sebagainya. Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang rlatif baru dalam kajian psikologi. 1. Perkembangan Fisik Perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja, yang berdampak terhadap perubahan-perubahan psikologi, tanda-tanda perubahan fisik dari masa remaja terjadi dalam konteks pubertas yang artinya kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduktif bertumbuh dengan cepat. a. Perubahan dalam tinggi dan berat Tinggi rata-rata anak laki-laki dan perempuan pada usia 12 tahun rata-rata sekitar 59 atau 60 inci. Tetapi, pada usia 18 tahun, tinggi rata-rata remaja lelaki adalah 69 inci. Sedangkan tinggi rat-rata remaja perempuan hanya 64 inci. Tingkat pertumbuhan tertinggi terjadi pada usia sekitar 11 atau 12 untuk anak perempuan dan 2 tahun kemudian untuk anak 61 lelaki. Adapun factor penyebab laki-laki rata-rata lebih tinggi daripada perempuan adalah karena lakilaki memulai percepatan pertumbuhan mereka 2 tahun lebih lambat dibandingkan dengan anak perempuan. b. Perubahan dalam proporsi tubuh Seiring dengan pertumbuhan tinggi dan berat badan percepatan pertumbuhan selama masa remaja juga terjadi pada proporsi tubuh. Bagian-bagian tubuh tertentu yang sebelumnya terlalu kecil, pada masa remaja menjadi terlalu besar. Hal ini terlihat jelas pada pertumbuhan tangan dan kaki yang sering terjadi tidak profosional. 2. Perubahan pubertas Pubertas (puberty) merupakan suatu periode di mana kematangan kerangka dan seksual terjadi dengan pesat terutama pada awal masa remaja. Kematangan seksual merupakan suatu rangkaian dari perubahan-prubahan yang terjadi pada masa remaja di tandai dengan 2 perubahan, yaitu: a) Perubahan ciri-ciri seks primer Ciri-ciri seks primer menunjuk pada organ tubuh yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi. Ciri-ciri seks primer ini berbeda antara laki-laki dan perempuan. Bagi laki-laki ciri-ciri seks primer di tunjukkan dengan pertumbuhan yang cepat dari batang kemaluan (penis) dan kantung kemaluan (serotum), yang dimulai sekitar 12 tahun dan 62 berlangsung sekitar 5 tahun untuk penis dan 7 tahun untuk serotum. Sementara itu, pada anak perempuan, perubahan ciri-ciri seks primer ditandai dengan munculnya periode menstruasi yang disebut degan menarche yaitu menstruasi yang pertama kali dialami oleh seorang gadis. b) Perubahn ciri-ciri seks sekunder Ciri-ciri seks sekunder adalah tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan proses reproduksi, namun merupakan tanda-tanda yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Diantara tanda-tanda jasmaniah 1/6 terlihat pada lakilaki adalah tumbuh kumis, janggut, dan jakun, bahu dan dada melebar, suara berat, tumbuh bulu di ketiak, kaki , lengan dan sekitar kemaluannya serta otot-otot menjadi kuat. Sedangkan pada perempuan terlihat payudara dan pinggul yag membesar, suara jadi, tumbuh bulu diketiak dan sekitar kemaluannya. 3. Perkembangan Kognitif Masa remaja merupakan suatu periode kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya. selama masa periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Menurut teori Piaget perkembangan kognitif ditinjau dari perspektif Piaget maka pemikiran masa remaja telah mencapai tahap pemikiran operasional formal, yakni suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia 63 kira-kira 11 atau 12 tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa. Pada tahap ini anak dapat berfikir secara abstrak dan hipotesis. Disamping itu, pada tahap ini remaja ini sudah mampu berfikir sistematis, mampu memikirkan semua kmungkinan secara sistematis, untuk memecahkan permasalahan. 4. Perkembangan Psikososial Perubahan-perubahan secara fisik dan kognitif, ternyata berpengaruh terhadap perubahan dalam perkembangan psikososial. Dalam uraian berikut, ada beberapa aspek perkembangan psikosososial yang penting selama masa remaja. a. Perkembangan individuasi dan identitas Konsep identitas dalam psikologi merujuk kepada suatu kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, serta keyakinan yang relatif stabil sepanjang rentang kehidupan, sekalipun terjadi berbagai perubahan. Dalam konteks psikologi perkembangan, pembentukan identitas merupakan tugas utama dalam perkembangan kepribadian yang diharapkan tercapai pada akhir masa remaja. b. Teori psikososial Erikson Erikson merupakan salah seorang teoritis ternama dalam bidang perkembangan rentang hidup. Remaja mulai memiliki suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, suatu perasaan bahwa ia adalah manusia yang unik. Menurutnya, salah satu tugas 64 perkembangan selama masa remaja adalah menyelesaikan krisis identitas, sehingga diharapkan terbentuk suatu identitas diri yang stabil pada akhir masa remaja. Di samping itu, Erikson juga menyebutkan bahwa masa-masa sulit yang dialami remaja ternyata ia berusaha merumuskan dan mengembangkan nilai kesetiaan atau komitmen. c. Perkembangan hubungan dengan orang tua Perubahan fisik, kognitif, dan social yang terjadi dalam remaja mempunyai pengaruh yang besar terhadap relasi orangtua remaja. Salah satu ciri yang yang menonjol dari remaja yang mempengaruhi relasi dengan orangtua adalah perjuangan untuk memperoleh otonomi, baik secara fisik maupun psikologis. d. Perkembangan hubungan dengan teman sebaya Hubungan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan remaja. Secara lebih rinci, Kelly dan Hansen (1987) menyebutkan 6 fungsi positif dari teman sebaya, antara lain: 1. Mengontrol implus-implus agresif 2. Memperoleh dorongan emosional dan social serta menjadi lebih independen. 3. Meningkatkan keterampilan-keterampilan social 4. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin. 5. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. 6. Meningkatkan harga diri. 65 e. Perkembangan seksualitas Santrock (1998) menggambarkan sebagai berikut “During adolescence, the lives of male and female become wrapped is sexualty…adolescence is a time of sexual exploration and experimentation of sexual fantasies and sexual realisties of incorporating sexuality into one’s identity”. f. Perkembangan Resiliensi Pengertian resiliensi (daya lentur) merupakan kemampuan atau kapasitas insane yang dimiliki seseorag, kelompok atau masyarakat yang menghadapi, pencegahan, meminimallkan dan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi yang tidak menyenangkan. Resiliensi merupakan suatu kemampuan yang dibutuhkan dalam kehidupan setiap orang, karena kehidupan manusia senantiasa diwarnai oleh adversity (kondisi yang tidak menyenangkan). 5. Teori-Teori Perkembangan Menurut Crain (2007) ada 14 teori perkembangan yang dikemukakan ahli psikologi perkembangan yaitu: enviromentalisme, naturalisme, etologis, komparatif dan organismik, perkembangan kognitif, perkembangan moral, pengondisian klasik, pengondisian operan, pemodelan, sosialhistoris, psikonalitik, psiko-sosial, perkembangan bahasa, dan humanistik. Berikut ini penjelasan masing-masing teori tentang perkembangan peserta didik: 66 a. Environmentalisme Teori enviromentalisme menyatakan perkembangan ditentukan oleh lingkungan. Teori ini dikemukakan filsuf Inggris Jhon Locke (1632-1704). Locke terkenal dengan istilah tabularasa (meja lilin putih). Locke mengakui kalau individu memiliki temperamen yang berbeda, namun secara keseluruhan, lingkunganlah yang membentuk jiwa (Crain, 2007: 6-7). Pada saat jiwa dalam kondisi lunak yaitu pada usia dini, anak-anak mudah dididik menurut kemauan pendidiknya. Lingkungan membentuk jiwa anak-anak melalui proses asiosiasi (dua gagasan selalu muncul bersama-sama), repetisi (melakukan sesuatu berkali-kali), imitasi (peniruan), dan reward and punishment (penghargaan dan hukuman). b. Naturalisme Teori naturalisme memandang anak berkembang dengan caracaranya sendiri melihat, berpikir, dan merasa. Alam seperti guru yang mendorong anak mengembangkan kemampuan berbeda-beda di tingkat pertumbuhan yang berbeda. Teori ini dikemukakan Jean Jecques Rousseau (1712-1778) dalam bukunya yang berjudul Emile. Belajar dari alam anak-anak mungkin berubah mungkin tidak, tetapi anak tetap saja sebagai pribadi yang utuh dan kuat (Crain, 2007: 15-17). 67 c. Etologis Etologi merupakan studi tentang tingkah laku manusia dan hewan dalam konteks evolusi. Teori etologis dikemukakan antara lain Darwin, Lorenz Tindbergen, dan Bowlby. Charles Darwin (18091882) menyatakanbahwa perkembangan manusia ditentukan oleh seleksi alam. Seleksi alam tidak hanya terjadi pada fisik seperti warna kulit, namun juga pada beragam tingkah laku. Konrad Lorenz (1903-1989) dan Niko Tindbergen (1907-1988) menyatakan insting ikut berkembang karena menjadi adaptif dalam lingkungan tertentu dan insting memerlukan lingkungan yang tepat untuk berkembang dengan benar (Crain, 2007: 64). Jhon Bowlby (1907-1990) perkembangan manusia ditentukan lingkungan yang diadaptasinya. Untuk mendapatkan perlindungan anak-anak harus mengembangkan tingkah laku kemelekatan ( attachment ) yaitu sinyal yang mempromosikan dan mempertahankan kedekatan anak dengan pengasuhnya (Bowlby, 1982: 182). d. Komparatif dan organismik Teori komparatif dan organismik dikemukakan Heinz Werner (18901964) menyatakan bahwa perkembangan tidak sekedar mengacu kepada peningkatan ukuran, tetapi perkembangan mencakup perubahanperubahan di menjelaskan dalam Purnomo (2019), teori ini merupakan struktur yang dapat 68 didefinisikan menurut prinsip ontogenik. Werner menyatakan: kapanpun perkembangan berlangsung, dia melangkah maju dari kondisi yang relatif tidak memiliki banyak perbedaan menuju kondisi yang perbedaan dan integrasi herarkhisnya semakin tinggi [Whenever development occurs, it proceeds from a state of relative lack of differentation to a state of increasing differentation and hierarchic integration] (Werner dan Kaplan, 1956: 866) Pernyataan ini menunjukkan perkembangan harus dipelajari dari sisi aktivitas yang muncul di permukaan dan aspek kejiwaan organisme pelakunya. Di samping itu prinsip ontogenik harus merupakan dasar perbandingan pola-pola perkembangan di beragam wilayah, spesies, dan kondisi patologis yang berbeda. e. Perkembangan kognitif Teori ini digagas Jean Piaget (1896-1980) yang menyatakan bahwa tahapan berpikir manusia sejalan dengan tahapan umur seseorang. Piaget mencatat bahwa seorang anak berperan aktif dalam memperoleh pengetahuan tentang dunia. Tahap berpikir manusia menurut Piaget bersifat biologis. Melalui penelitiannya Piaget menemukan bahwa anak-anak melewati tahap-tahap perkembangan kognitif dengan urutan yang tidak pernah berubah dengan keteraturan yang sama (Crain, 2007: 171). Teori Piaget (dalam Fatimah Ibda, 2015) sering disebut dengan genetic epistemology karena teori ini 69 berusahan melacak perkembangan kemampuan intelektual, bahwa genetic mangacu pada pertumbuhan developmental bukan warisan biologis (genetic). f. Perkembangan moral Teori perkembangan moral dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg dilahirkan pada tanggal 25 Oktober 1925 di Bronxeville (New York). Kohlberg sangat tertarik dengan karya Piaget yang berjudul The Moral Judgment of the Child . Ketertarikannya tersebut mendorongnya untuk melakukan penelitian tentang proses perkembangan “Pertimbangan Moral” pada anak. Penelitian tersebut yang dilakukannya dalam rangka menyelesaikan disertasinya di Universitas Chicago tahun 1958 dengan judul: The Developmental of Modes Moral Thinking and Choice in The Years 10 to 16 (Kohlberg, 1995: 11-22). Penelitian tersebut dilakukan Kohlberg dengan mengadakan tes kepada 75 orang anak laki-laki yang berusia antara 10 hingga 16 tahun. Tes tersebut berbentuk pertanyaanpertanyaan yang dikaitkan dengan serangkaian cerita di mana tokoh-tokohnya menghadapi dilema moral. Misalnya seorang suami yang harus mencuri obat dari toko obat untuk istrinya yang sakit, karena tidak tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli obat tersebut (Kohlberg, 1995: 68). Berdasarkan 70 penalaran-penalaran yang diberikan oleh responden dalam merespon dilema moral yang dihadapinya. E. Tahap Perkembangan Intelektual Piaget percaya, bahwa kita semua melalui keempat tahap tersebut, meskipun mungkin setiap tahap dilalui dalam usia berbeda. Setiap tahap dimasuki ketika otak kita sudah cukup matang untuk memungkinkan logika jenis baru atau operasi. (MattJarvis, 2011:148). Semua manusia melalui setiap tingkat, tetapi dengan kecepatan yang berbeda, jadi mungkin saja seorang anak yang berumur 6 tahun berada pada tingkat operasional konkrit, sedangkan ada seorang anak yang berumur 8 tahun masih padatingkat pra-operasional dalam cara berfikir. Namun urutan perkembangan intelektual sama untuk semua anak, struktur untuk tingkat sebelumnya terintegrasi dan termasuk sebagai bagian dari tingkat-tingkat berikutnya. (Ratna Wilis, 2011:137). 1. Tahap Sensorimotor Sepanjang tahap ini mulai dari lahir hingga berusia dua tahun, bayi belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka melalui indera mereka yang sedang berkembang dan melalui aktivitas motor. ( Diane, E. Papalia, Sally Wendkos Old and Ruth (Duskin Feldman, 2008:212). Aktivitas kognitif terpusat pada aspek alat dria (sensori) dan gerak (motor), artinya dalam peringkat ini, anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan melalui alat drianya dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan 71 kognitif selanjutnya, aktivitas sensori motor terbentuk melalui proses penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. (Mohd. Surya, 2003: 57). 2. Tahap pra-operasional Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai hal diluar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang berbagai hal diluar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang teroganisasikan. Anak sudah dapat memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda –tanda dan simbol. Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditandai dengan ciriciri: a. Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau deduktif tetapi tidak logis. b. Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebabakibat secara tidak logis. c. Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya. d. Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti manusia. e. Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau didengar. 72 f. Mental experiment merupakan masa anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya. g. Centration, merupakan masa anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya. h. Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendakdirinya. ( Mohd. Surya, 2003: 57-58). F. Tahap Operasional Konkrit Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika atau operasi, tetapi hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap ini, anak telah hilang kecenderungan terhadap animism dan articialisme. Egosentrisnya berkurang dan kemampuannya dalam tugas-tugas konservasi menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap operasional kongkrit masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. (Matt Jarvis, 2011:149 150). Sebagai contoh anak-anak yang diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan (edith, susan dan lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan boneka yang berambut paling gelap. Namun ketika diberi pertanyaan, “rambut edith lebih terang dari rambut susan. Rambut edith lebih gelap daripada rambut lily. Rambut siapakah yang paling gelap?”, anak-anak pada tahap operasional kongkrit 73 mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang-lambang. G. Tahap Operasional Formal Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi baru. Periode ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi yang lebih kompleks. (Matt Jarvis, 2011:111). Kemajuan pada anak selama periode ini ialah ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa konkrit, ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak. Anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh sisi argumen dan karena itu disebut operasional formal. Selanjutnya perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis dari masa bayi hingga dewasa, menurut Piaget perkembangan yang berlangsung melalui empat tahap, yaitu: 1. Tahap sensori-motor : 0 – 1,5 tahum 2. Tahap pra-operasional : 1,5 – 6 tahun 3. Tahap operasional konkrit : 6 – 12 tahun 4. Tahap operasional formal : 12 tahun ke atas 74 BAB III Kebutuhan Peserta Didik Tingkah laku individu merupakan perwujudan dari dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan ini merupakan inti kodrat manusia. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kegiatan sekolah pada prinsipnya juga merupakan manifestasi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu tersebut. Oleh sebab itu, seorang guru perlu mengenal dan memahami tingkat kebutuhan peserta didiknya, sehingga dapat membantu dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka melalui berbagai aktivitas kependidikan, termasuk aktivitas pembelajaran. Di samping itu, dengan mengenal kebutuhan-kebutuhan peserta didik, guru dapat memberikan pelajaran setepat mungkin, sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. A. Konsep Kebutuhan Peserta Didik Konsep kebutuhan tidak akan terlepas dari konsep motivasi, konsep perilaku serta tujuan. Kebutuhan sebagai suatu kekurangan di dalam sesuatu (manusia, tumbuhan, ataupun manusia). Kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan, maka ada upaya tingkah laku untuk mencapai tujuan. Dapat di gambarkan adalam sebuah rangkaian yaitu: a) Tujuan, b) Tingakah laku, c) Kebutuhan, dan d) Dorongan. Selanjutnya manusia berusaha memenuhi keseimbangan, apabila tidak seimbang dalam aspek fisiologis maupun 75 psikologis akan timbul suatu pertimbangan. Secara garis besar, kebutuhan ada 3 macam: 1. Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan manusia yang menyangkut fisik seperti kebutuhan akan udara, makanan, cairan, istirahat dan lain-lain. Pemutusan kebutuhan fisiologis hanya menjamin penyesuaian organisme fisik, namun ada hubungannya juga dengan pemuasan kebutuhan fisik dan pencapaian penyesuaian psikologis pemuasan kebutuhan fisik dan pencapaian penyesuaian psikologis. 2. Kebutuhan Psikologis Sejumlah keperluan psikologis yang pemuasannya bersifat fundamental untuk penyesuaian. Penyesuaian psikologis menunjukkan suatu rasa aman keseimbangan mental, ketenangan jiwa, kepuasan diri dan harga diri. Kebutuhan psikologis ada 6 yaitu : a. Kebutuhan akan kasih sayang penghargaan sosial. b. Kebutuhan akan rasa aman dan status. c. Kebutuhan akan perhatian. d. Kebutuhan akan kebebasan. e. Kebutuhan akan prestasi. f. Kebutuhan akan pengalaman. 3. Kebutuhan sosial Kebutuhan sosial merupakan faktor yang memberikan pengaruh langsung pada penyesuaian diri dengan lingkungan atau hubungan sosial antar pribadi. 76 Kebutuhan sosial yang sangat penting dalam kehidupan individu ada tiga yaitu: a. Kebutuhan akan partisipasi b. Kebutuhan akan pengakuan. c. Kebutuhan akan penyesuaian. B. Kebutuhan peserta didik secara khusus Berikut ini beberapa kebutuhan peserta didik secara khusus yang harus menjadi perhatian guru antara lain: 1. Kebutuhan Jasmaniah Sesuai dengan teori kebutuhan menurut Maslow, kebutuhan jasmaniah merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang bersifat instingtif dan tidak dipenuhi oleh lingkungan dan pendidikan. Kebutuhan-kebutuhan jasmaniah peserta didik yang perlu mendapat perhatian dari guru di sekolah antara lain: makanan, minuman, pakaian, istirahat, kesehatan jasmani, serta terhindar dari berbagai ancaman. 2. Kebutuhan rasa aman Rasa aman merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan peserta didik, terutama rasa aman didalam kelas dan sekolah. Setiap siswa yang dating kesekolah sangat mendambakan suasana sekolah atau kelas yang aman, nyaman, dan teratur serta terhindar dari kebisingan dan berbagai situasi yang mengancam. 77 3. Kebutuhan akan kasih sayang Semua peserta didik sangat membutuhkan kasih sayang, baik dari orang tua, guru, teman-teman sekolah, dan dari orang-orang yang berada disekitarnya. Peserta didik yang mendapatkan kasih sayang akan merasa betah, bahagia di dalam kelas, serta memiliki motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sebaliknya, peserta didik yang merasa kurang mendapatkan kasih sayang akan merasa terisolasi rendah diri, merasa tidak nyaman, sedih, gelisah, bahkan mungkin mengalami kesilitan belajar serta memicu munculnya tingkah laku maladaptive. Kondisi demikian pada gilirannya akan melemahkan motivasi belajar siswa. 4. Kebutuhan akan penghargaan Kebutuhan akan penghargaan terlihat dari kecenderungan peserta didik untuk mengakui dan diperlakukan sebagai orang yang berharga diri. Mereka ingin memiliki sesuatu, ingin dikenal, dan ingin diakui keberadaannya di tengah-tengah orang lain. Mereka yang dihargai akan merasa bangga dengan dirinya dan gembira, paandangan dan sikap mereka terhadap orang lain akan positif. Sebaliknya, apabila peserta didik merasa diremehkan, kurang diperhatikan, atau tidak kurang mendapat tanggapan yang positif atas sesuatu yang dikerjakannya maka sikapnya terhadap dirinya dan lingkungan menjadi negatif. 78 5. Kebutuhan akan rasa sukses Peserta didik menginginkan agar setiap usaha yang dilakukannya di sekolah, terutama dalam bidang akademis berhasil dengan baik. Peserta didik akan merasa senang dan puas apabila pekerjaan yang dilakukan berhasil dan merasa kecewa jika tidak berhasil. Ini menunjukan bahwa rasa sukses merupakan suatu kebutuhan pokok bagi peserta didik. Untuk itu, guru harus mendorong peserta didiknya untuk mencapai keberhasilan dan prestasi yang tinggi serta memberikan penghargaan atas prestasi yang dicapai, berapapun kecilnya baik berupa ungkapan verbal maupun memulai ungkapan non verbal. Penghargaan yang tulus dari seorang guru akan menumbuhkan perasaan sukses dalam diri siswa serta dapat mengembangkan sikap dan motivasi yang tinggi untuk berjuang mencapai gerbang kesuksesan. 6. Kebutuhan beragama Sejak lahir, manusia telah membutuhkan agama dalam dalam kehidupan adalah iman yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan dan dilaksanakan dalam tindakan, perkataan, perbuatan dan sikap. Remaja dalam perkembangannya akan menemui banyaknya hal yang dilarang oleh ajaran agama yang dianutnya. Hal ini akan diperoleh dengan praktik di masyarakat di lingkungannya. Oleh sebab itu pada situasi yang 79 demikian ini peran orangtua, guru, maupun ulama sangat di perlukan. C. Kebutuhan psikologis peserta didik 1. Kebutuhan rasa aman Siswa benar-benar membutuhkan rasa aman dalam dirinya agar dapat mengembangkan potensi bakatnya yaitu dengan memperlakukannya sama dengan orang lain, hal ini berkaitan dengan teorema yang dikatakan oleh Schmitz dan Galbraith (1985) yang menyatakan anak didik (siswa) seringkali merasakan perasaan tidak aman (insecure) karena adanya perbedaan antara anak berbakat dengan anak normal. Rasa aman juga dapat dijumpai apabila pada suatu proses bimbingan dan konseling apabila pada sekolah tersebut dijumpai pemberian proses bimbingan dan konseling, maka siswa yang menjadi klien yang akan dikonseling oleh konselor harus merasakan aman ketika berada dalam satu ruangan bersama konselor. Konselor secara tidak langsung harus memberikan suatu lingkungan yang nyaman untuk klien agar dapat mengutarakan segala keluh kesah yang dirasakan klien dengan hati yang tentram, yaitu salah satu tugas konselor untuk menciptakan hal tersebut. 80 2. Kebutuhan pemahaman mengenai perasaan dan harapan diri maupun orang lain Siswa memahami akan resiko yang timbul bila sedang bermain di rumah orang lain, apabila membuat gaduh berarti akan dimarahi atau diberi teguran begitupun sebaliknya. Memahami akan pentingnya belajar kelompok untuk menambah pengetahuan seluas-luasnya dan siswa memahami akan perasaan diri apabila sedang bersedih berarti butuh di hibur begitupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Somantri dalam puskat.psikologi.ui.ac.id (2005), Pemahaman mengenai perasaan dan harapan diri maupun orang lain. Hal ini perlu agar tidak menimbulkan tekanan dalam diri siswa maupun munculnya konflik dengan orang lain. Anak harus mengerti konsekuensi apa yang akan terjadi bila anak melakukan sesuatu, apa pengaruhnya bagi orang lain dan sebagainya. Pada proses bimbingan dan konseling ada yang dinamakan bimbingan kelompok dan konseling kelompok. Diadakannya bimbingan kelompok dan konseling kelompok, salah satu tujuannya agar para siswa mengerti dan tahu akan pemahaman harapan diri maupun orang lain, jadi siswa tahu apabila kita mengadakan suatu kelompok dengan tujuan tertentu maka siswa akan dapat pengetahuan yang lebih dan sebaliknya. 81 3. Kebutuhan pemahaman mengenai adanya perbedaan Pemahaman mengenai adanya perbedaan setiap orang itu merupakan suatu yang unik dan wajar ternyata juga merupakan kebutuhan dari siswa. Dengan demikian siswa harus diberikan suatu pengarahan dan pemahaman bagaimana cara menyikapi perbedaan yang baik dan benar sehingga penilaian mereka tentang perbedaan tidak menghambat perkembangan potensi bakat yang mereka punya. Dengan kata lain siswa memahami bahwa tiap orang itu mempunyai kelebihan dan kekurangan dan siswa menganggap hal itu unik, dan juga wajar. 4. Kebutuhan pemahaman tentang tuntutan aktualisasi diri Kebutuhan pemahaman tentang tuntutan aktualisasi diri merupakan salah satu kebutuhan dari siswa dengan demikian sebagai orang tua maupun guru sudah selayaknya memberikan suatu rangsangan maupun motivasi agar siswa mampu mengaktualisasikan dirinya karena hal tersebut diyakini berdampak positif pada perkembangan bakatnya. Menurut psikolog humanistic seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers dalam (Munandar, 2009), aktualisasi diri apabila seseorang menggunakan semua bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu mengaktualisasikan atau mewujudkan potensinya. 82 Pribadi yang dapat mengaktualisasikan dirinya adalah seseorang yang sehat mental, dapat menerima dirinya, selalu tumbuh, berfungsi sepenuhnya, berpikiran demokratis, dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan kesadaran siswa akan kebutuhan pemahaman tentang tuntutan aktualisasi diri, yaitu dengan mengasah hobi dan kegemarannya agar menjadi suatu prestasi yang membanggakan bagi diri, maupun orang lain. Aktualisasi bagi para siswa dapat dikatakan juga pengembangan potensi diri yang mereka miliki. Hal ini dapat disamakan dengan tujuan bimbingan dan konseling itu sendiri, yang mengatakan bahwa proses bimbingan dan konseling yang melalui tatap muka antara klien dan konselor, akan bermuara pada klien yaitu agar klien tahu akan potensi yang ada dalam dirinya dan dapat mengembangkannya secara optimal. 5. Kebutuhan pemahaman tentang konsep kepemimpinan Siswa paham bahwa ada tanggung jawab yang besar ketika menjadi pemimpin dalam sebuah kelompok, atau dalam hal apapun. Kebutuhan pemahaman tentang konsep kepemimpinan merupakan kebutuhan psikologis siswa, jadi merupakan hal yang tepat jika diadakan suatu pembelajaran konsep kepemimpinan bagi para siswa agar bisa mengembangkan potensi bakatnya dengan lebih baik. 83 Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Semiawan (1997), kepemimpinan menuntut kemampuan memahami orang lain, mengetahui perilaku seseorang dalam kelompok, memiliki kepekaan terhadap perubahan, sadar dan dapat memperlakukan strategi baik terhadap individu maupun kelompok, serta berintelegensi di atas rata-rata. Selain itu, diasumsikan ia mampu mengambil keputusan, menyesuaikan diri, loyal, memiliki toleransi terhadap orang lain, dan memiliki keterarahan serta kemampuan berkomunikasi. Keterampilan manajerial seperti mengatur waktu, mengatur kelompok, mengkomunikasikan sasaran yang ingin dicapai dalam aktivitas tertentu, juga amat mendukung sifat-sifat kepemimpinan. 6. Kebutuhan apresiasi kapasitas fisik Kebutuhan apresiasi kapasitas fisik, siswa cenderung melakukan kegiatan yang dapat mengapresiasikan tubuhnya seperti berolah raga secara rutin dan itu bisa dilakukan dengan cara lari-lari saja. Kata apresiasi dapat diartikan juga penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu (Kamus Bahasa Indonesia 2003). Hal tersebut sesuai dengan kebutuhan psikologis siswa akan apresiasi kapasitas fisik yaitu dengan cara berolahraga secara rutin agar mendapatkan tubuh yang sehat setiap harinya. 84 7. Kebutuhan menjelajahi aktivitas fisik Kebutuhan menjelajahi aktivitas fisik yang menimbulkan kesenangan dan kepuasan, berpengaruh signifikan pada siswa, dikarenakan apabila aktivitas fisik itu dilakukan sebagai contoh adalah lari-lari dengan teman-teman, ada perasaan senang dan puas tersendiri. 8. Kebutuhan aktivitas yang mengarah kepada keterpaduan antara pikiran dan badan Siswa cenderung melakukan kegiatan yang menyenangkan bagi dirinya seperti musik, olahraga dan sebagainya sesuai dengan bakat yang dimilikinya. kebutuhan penjelajahan aktivitas yang mengarah kepada keterpaduan antara pikiran dan badan juga merupakan kebutuhan dari psikologis siswa, siswa menginginkan suatu kegiatan yang bisa memadukan antara pikiran dan fisik guna mengembangkan potensi bakat mereka. Seperti halnya bermain drama, dan ikut berpartisipasi dalam pembuatan dekorasi panggung untuk kegiatan pengajian. D. Teori Kebutuhan Peserta Didik Terdapat dua teori kebutuhan yang perlu diungkapkan untuk memahami kebutuhan peserta didik SD/MI, yaitu teori kebutuhan yang dikembangkan oleh Maslow dan teori kebutuhan yang dikembangkan oleh Lindgren. Menurut teori kebutuhan Maslow, kebutuhan yang rendah dalam hierarkhi 85 kebutuhan individu paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan yang lebih tinggi pada hierarkhi tersebut menjadi sumber motivasi yang penting. Kebutuhan mendasar seorang individu adalah kebutuhan fisiologis, lalu kebutuhan individu berkembang dengan kebutuhan ingin dilindungi, kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki, dan seterusnya sehingga kebutuhan tersebut mencapai klimaks pada kebutuhan mengaktualisasikan diri. Tahapan tersebut tidak bersifat statis. Setiap kebutuhan bisa semakin meningkat atau melemah tergantung dari perkembangan masing-masing individu. Sedangkan menurut Lindgren kebutuhan dasar individu dikelompokkan menjadi 4 (empat) aspek, yaitu untuk kebutuhan paling dasar (pertama), yaitu kebutuhan jasmaniah, termasuk keamanan dan pertahanan diri; tingkat kedua, kebutuhan perhatian dan kasih sayang; tingkat ketiga, kebutuhan untuk memiliki; dan tingkat keempat, kebutuhan aktualisasi diri (Uno dan Mohamad, 2011:282-285). 86 BAB IV Perkembangan Fisik A. Aspek Perkembangan Fisik Anak Prasekolah Perkembangan anak tidak sama dengan pertumbuhannya. Bila pertumbuhan menjelaskan perubahan dalam ukuran, sedangkan perkembangan merupakan perubahan dalam kompleksitas dan fungsinya. Ada perkembangan anak normal awal masa kanak-kanak, anak sudah mempunyai kemampuan untuk dapat berjalan dengan baik dan sudah mulai dapat mengkomunikasikan keinginannya, pikirannya dengan menggunakan bahasa lisan. Istilah tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan ukuran, besar, jumlah atau dimensi pada tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan satuan (gram, kilogram), satuan panjang (sentimeter, meter), umur tulang, dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh). Perkembangan (development) adalah pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel, jaringan, organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. (Soetjiningsih, 1998; Tanuwijaya, 2003). Pertumbuhan 87 mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama serta munculnya ciri-ciri baru. Keunikan pertumbuhan adalah mempunyai kecepatan yang berbeda-beda disetiap kelompok umur dan masing-masing organ juga mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda. Terdapat 3 periode pertumbuhan cepat, yaitu masa janin, masa bayi 0 sampai 1 tahun, dan masa pubertas. Masa prosnatal atau masa setelah lahir terdiri dari beberapa periode. Periode pertama adalah masa neonatal dimana bayi berusia 0–28 hari dilanjutkan masa bayi yaitu sampai usia 2 tahun. Masa prasekolah adalah masa anak berusia 2–6 tahun. Sampai dengan masa ini, anak laki-laki dan perempuan belum terdapat perbedaan, namun ketika masuk dalam masa selanjutnya yaitu masa sekolah atau masa pubertas, perempuan berusia 6–10 tahun, sedangkan laki-laki berusia 8–12 tahun. Anak perempuan memasuki masa adolensensi atau masa remaja lebih awal dibanding anak lakilaki, yaitu pada usia 10 tahun dan berakhir lebih cepat pada usia 18 tahun. Anak laki-laki memulai masa pubertas pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun. Perkembangan anak tidak sama dengan pertumbuhannya. Bila pertumbuhan menjelaskan perubahan dalam ukuran, sedangkan perkembangan adalah perubahan dalam kompleksitas dan fungsinya. Ada perkembangan anak normal awal masa kanak-kanak, anak sudah mempunyai kemampuan untuk dapat berjalan dengan baik dan sudah mulai dapat mengkomunikasikan keinginannya, pikirannya dengan menggunakan bahasa lisan. Pada dasarnya pendidikan 88 prasekolah (preschool) adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar. Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut ukuran berat dan tinggi, maupun kekuatannya memungkinkan anak untuk dapat lebih mengembangkan keterampilan fisiknya, dan eksplorasi terhadap lingkungannya dengan tanpa bantuan dari orang tuanya. Pada saat anak mencapai tahapan prasekolah (3-6 tahun) ada ciri yang jelas berbeda antara anak usia bayi dan anak prasekolah. Perbedaannya terletak pada penampilan, proporsi tubuh, berat, panjang badan dan keterampilan yang mereka miliki. Gerakan anak prasekolah lebih terkendali dan terorganisasi dalam pola-pola seperti; menegakkan tubuh dalam posisi berdiri, tangan dapat terjuntai secara santai, dan mampu melangkahkan kaki dengan menggerakkan tungkai dan kaki. Terbentuknya pola-pola tingkah laku ini memungkinkan anak-anak untuk berespons dalam berbagai situasi. Masa kanak-kanak awal merupakan masa peka atau masa yang paling ideal untuk mengembangkan keterampilan karena tubuh anak masih sangat lentur sehingga lebih mudah menerimaberbagai latihan keterampilan motorik baru, di samping pada usia ini anak belum banyak memiliki keterampilan sehingga keterampilan yang baru tidak banyak berbenturan dengan keterampilan-keterampilan lain yang telah dimiliki terdahulu. 89 Perkembangan keterampilan cepat berkembang melalui latihan bermain yang bersifat fisik melalui berbagai kegiatan, seperti: melompat, memanjat, lari dan mengendarai sepeda roda tiga. Keterampilan motorik kasar dan halus sangat pesat kemajuannya pada tahapan anak prasekolah. Keterampilan motorik kasar adalah koordinasi sebagian otot tubuh misalnya melompat, main jungkat jungkit, dan berlari. Sedangkan keterampilan motorik halus merupakan koordinasi bagian kecil dari tubuh terutama tangan,misalnya: kegiatan membalik halaman buku, menggunakan gunting dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan motorik ini, bagi anak usia prasekolah tepat sekali diajarkan atau dilatih tentang hal-hal berikut: 1. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis (huruf arab dan latin) dan menggambar. 2. Keterampilan berolahraga (seperti senam) atau menggunakan alat-alat olah raga. 3. Gerakan-gerakan permainan, seperti meloncat, memanjat, dan berlari. 4. Berbaris-baris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan kedisiplinan dan ketertiban. 5. Gerakan-gerakan ibadah shalat. B. Perkembangan Fisik Anak Sekolah 1. Karakteristik Perkembangan Fisik Masa Puber Peserta Didik a. Perubahan Ukuran Tubuh Perubahan tinggi dan berat badan merupakan perubahan fisik mendasar yang pertama pada masa 90 puber. Hurlock berpendapat bahwa perubahan tinggi badan anak-anak perempuan mencapai rata-rata 3 inci per tahun, dalam tahun sebelum haid, bahkan bisa saja mencapai 5 hingga 6 inci. Adapaun dua tahun sebelum haid, peningkatan itu mencapai ratarata 2,5 inci. Dengan demikian, peningkatan keseluruhan selama dua tahun sebelum haid adalah 5,5 inci. Pasca haid, tingkat pertumbuhan itu menurun sampai kira-kira 1 inci setahun dan berhenti pada saat ia berusia sekitar delapan belas tahun. Pada anak laki-laki, permulaan periode pesatnya pertumbuhan tinggi badan dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 14 tahun. Peningkatan tinggi badan paling besar terjadi setahun setelah puber. Setelah itu, pertumbuhan menurun sampai usia 20 atau 21 tahun. Lebih lamanya periode pertumbuhan anak laki-laki, menyebabkan tubuhnya lebih tinggi daripada anak perempuan. Peningkatan berat tubuh bukan hanya disebabkan lemak, tetapi juga semakin bertambah beratnya tulang dan jaringan otot. Pada anak perempuan, peningkatan berat tubuh yang paling besar terjadi sesaat sebelum dan sesudah haid. Setelah itu, pertambahan berat tubuh hanyalah sedikit. Adapun pada anak laki-laki, peningkatan berat tubuh maksimal terjadi 1 atau 2 tahun setelah anak perempuan, dan mencapai puncak pada usia 16 91 tahun. Setelah itu, pertumbuhan berat tubuhnya sedikit saja. b. Perubahan Bentuk Tubuh Akibat terjadinya kematangan yang lebih cepat dari daerah-daerah tubuh yang lain, sekarang daerahdaerah tubuh tertentu yang tadinya kecil menjadi besar. Gejala ini tampak jelas pada hidung, kaki, dan tangan. Bagian bahu dan punggung semakin melebar, pinggang tampak tinggi karena kaki menjadi lebih panjang daripada badan. Selanjutnya bersamaan dengan bertambahnya panjang tubuh, ukuran pinggang pun semakin berkurang. Perlu diketahui bahwa lebar bahu dan pinggul dipengaruhi oleh usia kematangan. Biasanya, anak laki-laki yang kematangannya lebih cepat mempunyai pinggul yang lebih lebar daripada anak perempuan yang tingkat kematangannya lebih lambat. 2. Pengaruh Perubahan Kondisi Fisik Pada Masa Pubertas Pesatnya pertumbuhan dan perubahan-perubahan tubuh cenderung menimbulkan kecapean, kelesuan, dan gejalagejala buruk lainnya. Dengan semakin bertambahnya tugastugas dan tanggung jawab, sedangkan individu tidak dapat melaksanakannya dengan baik, kondisi itu sering semakin memburuk. Gejala yang sering terjadi antara lain gangguan pencernaan dan kurangnya nafsu makan. Anemia juga sering 92 terjadi akibat kebiasaan makan yang tidak menentu. Sepanjang periode haid awal, gejala yang sering dialami anak perempuan adalah sakit kepala, sakit punggung, kejang, dan sakit perut yang diiringi pingsan, muntah-muntah, gangguan kulit, pembengkakan tungkai kaki dan pergelangan kaki. Akibatnya, timbullah rasa lelah, tertekan dan gampang marah. Gangguan fisik dan psikologis itu akan hilang dengan sendirinya saat haid datang lebih teratur. Anak laki-laki maupun perempuan sama-sama mengalami kondisi yang tidak mengenakkan itu. Seberapa sering intens dan beratnya penderitaan itu sangat bergantung pada seberapa cepat perubahan dan kondisi kesehatan pada saat dimulainya masa puber. 3. Bahaya Fisik Bahaya fisik utama masa puber disebabkan fungsi kelenjar endoktrin yang mengendalikan pertumbuhan pesat. Bahaya ketidakseimbangan endoktrik yang mungkin timbul pada masa puber adalah sebagai berikut: a. Kekurangan Hormon Pertumbuhan Kurangnya jumlah hormon pertumbuhan pada akhir masa kanak-kanak dan awal masa puber menyebabkan anak puber lebih pendek dan lebih kecil dibandingkan pada masa selanjutnya. b. Kekurangan Hormon Gonad Jika hormon gonad yang dikeluarkan tidak cukup banyak atau agak terlambat untuk mengawasi 93 hormon pertumbuhan, pertumbuhan anggota tubuh akan berlangsung lama dan individupun menjadi lebih besar dari rata-rata. Kekurangan hormon gonad juga memengaruhi perkembangan normal organorgan seks dan ciri-ciri seks sekunder sehingga individu tetap bersifat kekanak-kanakan atau memiliki ciri-ciri lawan jenisnya. Namun demikian, kapan terjadinya siklus perkembangan sangatlah menentukan. c. Berlebihannya Persediaan Hormon Gonad Fungsi kelenjar pituitary dan gonad yang tidak seimbang bisa mengakibatkan berlebihannya jumlah produksi hormon gonad pada usia yang sangat muda, sehingga mengakibatkan masa puber dimulai pada usia 5 atau 6 tahun. Fenomena ini dikenal sebagai masa puber yang terlalu awal atau puberty procox. Walaupun secara seksual anak tersebut matang, dalam arti bahwa organ-organ seks telah mulai berfungsi, bentuk tubuhnya masih kecil dan ciri-ciri seks sekundernya belum berkembang sebagaimana anak pada usia yang normal. 4. Upaya Menumbuhkembangkan Fisik Remaja Kelancaran pertumbuhan dan perkembangan remaja dapat didorong oleh berbagai bantuan sistematis, antara lain: a. Penjagaan kesehatan tubuh. Mengingat kesehatan tubuh berpengaruh pada pertumbuhan dan 94 perkembangan fisik, upaya preventif seperti membiasakan hidup sehat, bersih dan berolahraga secara teratur, dan upaya kuratif seperti segera menyembuhkan atau mengobati penyakit, akan banyak membantu dalam menjaga kesehatan tubuhnya. b. Pemberian makanan yang baik. mengingat remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik yang cepat, mereka memerlukan zat-zat pembangun, seperti makanan yang banyak mengandung gizi, segar dan sehat, tidak tercemari kotoran dan penyakit. c. Sarana dan prasarana yang baik. Artinya, sarana dan prasarana yang tidak mengganggu kesehatannya, seperti ruangan yang tidak sempit dan tidak kotor, tidak gelap dan disiplin yang tidak terlalu kaku. d. Istirahat yang cukup. Kemampuan berkonsentrasi dipengaruhi oleh stamina tubuh, sehingga istirahat yang cukup untuk menghilangkan kelelahan dan kepenatan dari bekerja atau belajar sangatlah penting untuk mengumpulkan tenaga dan kekuatan baru yang lebih segar. Adapun cara menumbuh kembangkan kemampuan pikir atau kognitif remaja, dapat ditempuh langkah-langkah berikut: a. Memperlakukan positif antara remaja yang ber-IQ tinggi, sedang, dan rendah, dan menjelaskan kepada mereka bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki 95 potensi untuk mengembangkan IQ-nya secara maksimal. b. Tidak memberikan penilaian yang mencolok dan berlebihan kepada remaja yang ber-IQ tinggi, sedang, dan rendah, karena hal itu akan menimbulkan kesombongan bagi yang ber-IQ lebih dan mendatangkan kecemburuan dan kecemasan bagi yang ber-IQ kurang. Hendaknya penilaian diberikan secara proporsional dan mengarah pada kompetisi yang sehat. c. Memahami pemikiran, perasaan dan perilaku remaja yang berbeda-beda, sesuai dengan keterbatasannya masing-masing, sehingga tidak canggung atau mandeg dalam mengungkapkan ide, gagasan atau pemikirannya. 96 BAB V Perkembangan Kognitif A. Orientasi Perkembangan Kognitif Keberhasilan proses belajar mengajar antara lain dipengaruhi oleh kesesuaian antara materi pelajaran dan tingkat kemampuan berpikir siswa. Menurut Piaget, setiap indvidu akan mengalami tingkat perkembangan kognitif, dan siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Indonesia dapat dikatakan mempunyai tingkat perkembangan kognitif operasional formal, dikarenakan telah berusia rata-rata di atas 11 tahun (Ratna Wilis Dahar, 1989:152). Pada tingkat tersebut, anak-anak dapat menggunakan operasi-operasi kongkretnya untuk membentuk operasi yang lebih kompleks (dapat berpikir abstak). Menurut Sujiono (2013) potensi kognitif ditentukan pada saat masa konsepsi, yaitu pertemuan antara sel sperma dan sel telur; namun terwujud atau tidaknya potensi kognitif tergantung dari lingkungan dan kesempatan yang diberikan. Potensi kognitif dibawa sejak lahir atau merupakan faktor keturunan yang akan menentukan batas perkembangan tingkat inteligensi (batas maksimal). Piaget menyatakan bahwa anak-anak dianggap siap mengembangkan konsep atau materi khusus jika memperoleh skemata yang diperlukan. Hal ini berarti anak-anak tidak dapat belajar (tidak dapat mengembangkan skemata) jika tidak memiliki keterampilan kognitif. Artinya proses belajar mengajar menjadi terhambat bila penalaran formal siswa tidak 97 sesuai dengan yang diperlukan. Teori perkembangan kognitif, menurut Piaget Perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap. Seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara belajar secara aktif di lingkungan sekolah. Kognisi sebagaimana dijelaskan Sujiono (2013) merupakan suatu proses berpikir yang merupakan kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognisi berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang mencirikan seseorang dengan berbagai minat terutama ditujukan kepada ide-ide dan belajar. Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky berbeda dengan piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak. Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi saat di sekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari di sekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di masyarakat. Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana, pada buku karangan (Desmita, 2009) dijelaskan kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih 98 kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan. Perkembangan kognitif dapat dipahami bahwa satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya (Desmita, 2009). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan dan dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran merupakan istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2009). B. Proses Perkembangan Kognitif Terdapat dua alternative proses perkembangan kognitif pada pembahasan ini, yaitu pada teori dan tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Piaget dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar psikologi pemprosesan informasi. Teori perkembangan kognitif Piaget: 99 Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari bayi sampai dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif, yaitu tahap sensori-motorik (dari lahir sampai 2 tahun), tahap pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun), dan tahap operasional formal/usia 11 tahun ke atas. (Desmita, 2009, 01) dan (Anwar Holil, 2008). 1. Tahap sensorimotor (0 - 2 tahun) Tahap sensorimotor ada pada usia antara 0-2 tahun, mulai pada masa bayi ketika ia menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam mengenal lingkungannya. Pada masa ini biasanya bayi keberadaannya masih terikat kepada orang lain bahkan tidak berdaya, akan tetapi alat-alat inderanya sudah dapat berfungsi. Tindakannya berawal dari respon refleks, kemudian berkembang membentuk representasi mental. Anak dapat menirukan tindakan masa lalu orang lain, dan merancang kesadaran baru untuk memecahkan masalah dengan menggabungkan secara mental skema dan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. Periode singkat antara 18 bulan atau 2 tahun, anak telah mengubah dirinya dari suatu organisme yang bergantung hampir sepenuhnya kepada refleks dan perlengkapan heriditer lainnya menjadi pribadi yang cakap dalam berfikir simbolik. 100 Menurut Piaget, perkembangan kognitif selama stadium sensorimotor, intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulus sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan-tindakan konkrit dan bukan tindakan-tindakan yang imaginer atau hanya dibayangkan saja, tetapi secara perlahan-lahan melalui pengulangan dan pengalaman konsep obyek permanen lama-lama terbentuk. Anak mampu menemukan kembali obyek yang disembunyikan. 2. Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun) Pada tahap ini anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-kata dari berbagai gambar. Kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik (Desmita, 2009). Fase praoperasional mencakup tiga aspek, yang memiliki kemampuan yaitu: a. Berpikir simbolik Berpikir simbolik yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan peristiwa walaupun objek dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik (nyata) di hadapan anak. Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun. Pada masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk menggarnbarkan suatu objek yang secara fisik tidak hadir. Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar manusia secara 101 sederhana. Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari bahwa pemahamannya tentang bendabenda di sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Anak tidak harus berada dalam kondisi kontak sensorimotorik dengan objek, orang, atau peristiwa untuk memikirkan hal tersebut. Anak dapat membayangkan objek atau orang tersebut memiliki sifat yang berbeda dengan yang sebenarnya. Contoh: Citra bertanya kepada ibunya tentang gajah yang mereka lihat dalam perjalanan mereka ke sirkus beberapa bulan yang lalu. b. Berpikir egosentris Aspek berpikir secara egosentris, yaitu cara berpikir tentang benar atau tidak benar, setuju atau tidak setuju, berdasarkan sudut pandang sendiri. Oleh sebab itu, anak belum dapat meletakkan cara pandangnya di sudut pandang orang lain. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada tahap ini sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif orang lain. Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun. Berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Anak berasumsi 102 bahwa orang lain berpikir, menerima dan merasa sebagaimana yang mereka lakukan. c. Berpikir intuitif Fase berpikir secara intuitif, yaitu kemarnpuan untuk menciptakan sesuatu, seperti menggambar atau menyusun balok, akan tetapi tidak mengetahui dengan pasti alasan untuk melakukannya. Subfase berpikir secata intuitif tenadi pada usia 4 - 7 tahun. Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena pada saat ini anak kelihatannva mengerti dan mengetahui sesuatu. 3. Tahap konkret-operasional (usia 7-11 tahun) Pada tahap ini, anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentukbentuk yang berbeda (Desmita, 2009). Tetapi dalam tahapan konkret-operasional masih mempunyai kekurangan yaitu, anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik. 4. Tahap operasional formal (usia 11 tahun-dewasa) Anak usia 11 tahun keatas dalam tahap operasi formal: tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda103 benda atau peristiwa-peristiwa kongkret, ia mempunyai kemampuan berpikir abstrak. Jika menghadapi masalah eksperimen, mulai bekerja bereksperimen dengan barang-barang, dan menyadari kompleksnya faktorfaktor yang ada, hipotesis dan diuji secara sistematik, setiap faktor dipisahkan dengan menguji dengan konsep yang dimiliki. Perkembangan kognitif anak usia SMP adalah pada tahap operasional formal artinya tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa kongkret dapat dikatakan mempunyai kemampuan berpikir abstrak. Kemampuan berpikir abstrak dapat dilihat dari penalaran klasifikasi, penalaran konservasi, penalaran teoritis, penalaran kombinasi, penalaran proporsional, penalaran fungsional, mengontrol variabel, penalaran analogi, penalaran proposisional, penalaran korelasional, penalaran kemungkinan. Ditahap ini remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik. C. Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik Malkus, Feldman, dan Gardner dalam (Sujiono, 2013) menggambarkan perkembangan kognitif sebagai kapasitas untuk tumbuh, menyampaikan, dan menghargai maksud dalam penggunaan beberapa sistem simbol yang secara kebetulan ditonjolkan dalam suatu bentuk setting sistem simbol ini meliputi kata, gambar, isyarat, dan angka. 104 Perkembangan kognitif mengacu pada perkembangan anak dalam berpikir dan kemampuan untuk memberikan alasan. 1. Masa kanak-kanak awal a. Pengertian perkembangan kognitif masa kanakkanak awal Jean Piaget menanamkan masa kanak-kanak awal. Dari sekitar usia 2 sampai 7 tahun, sebagai tahap praoperasional, karena anak-anak belum siap untuk terlibat dalam operasi atau manipulasi mental yang mensyaratkan pemikiran logis. Karakteristik perkembangan dalam tahap kedua adalah perluasan penggunaan pemikiran simbolis, atau kemampuan representional, yang pertama kali muncul pada akhir tahap sensorimotor. Menurut Montessori (Hurlock, 1978) anak usia 3-6 tahun adalah anak yang sedang berada dalam periode sensitif atau masa peka, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Anak taman kanakkanak adalah anak yang sedang berada dalam rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Proses pendidikan bagi anak usia 46 tahun secara formal dapat ditempuh di taman kanak-kanak. b. Kemampuan yang mampu dikuasai anak Pada tahap ini kemampuan anak berada pada tahap praoperasional. Dikatakan praoperasional karena 105 pada tahap ini anak belum memahami. Fase praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir secara intuitif. Fase ini rnemberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada fase praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya. Fase ini merupakan fase permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik. Dengan kata lain, anak belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian. Kemampuan lain yang dikuasai anak tahap ini antara lain: 1. Memahami identitas Anak memahami bahwa perubahan di permukaan tidak mengubah karakter alamiah sesuatu. Contoh : Boris mengetahui bahwa gurunya sedang berbusana bajak laut tetapi orang itu tetap gurunya yang berada di dalam kostum. 106 2. Memahami sebab akibat Anak mengetahui bahwa peristiwa memiliki sebab dan akibat. Contoh : Anas melihat bola menggelinding dari balik tembok, lalu dia melihat belakang tembok untuk mencari siapa yang menendang bola tersebut. 3. Mampu mengklasifikasi Anak mengorganisir objek, orang, dan peristiwa kedalam kategori yang memiliki makna. Contoh: Susan memilah mainannya ke kelompok bagus dan jelek. 4. Memahami angka Anak dapat berhitung dan bekerja dengan angka. Contoh : Rosa membagi permen kepada teman-temannya dan menghitung permen yang dia punya untuk memastikan setiap orang mendapatkan permen yang sama. 5. Empati Anak menjadi lebih mampu untuk membayangkan apa yang dirasakan oleh orang lain. Contoh : Budi mencoba untuk menenangkan temannya yang sedang kecewa dan menangis. 6. Teori pikiran Anak menjadi lebih dasar akan aktivitas mental dan fungsi pikirannya. Contoh : Putri ingin menyimpan beberapa potong coklat untuk dirinya sendiri, karena itu ia menyimpan coklat 107 dari adiknya ke dalam kotak pensil. Dia mengetahui bahwa coklatnya akan aman didalam kotak tersebut karena sang adik tidak akan mencarinya ke tempat yang biasanya tidak terdapat coklat. D. Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik 1. Masa kanak-kanak awal Permasalahan membaca pada masa ini masih dengan cara dieja, pemahamannya hanya satu kata dan terkadang anak sulit diajak belajar membaca. Solusi : Membaca diikuti kata-kata bergambar agar menari anak untuk membaca. 2. Masa kanak-kanak akhir Permasalahan membaca dan pemahaman di SD saat ini umumnya menggunakan sistem klasikal yang menempatkan kecepatan memahami isi bacaan berdasarkan kecepatan rata-rata memahami isi buku atau siswa merasa bahwa pembelajaran membaca pemahaman yang dilakukan oleh guru terlalu cepat. Solusi : Guru mengefektifkan pembelajaran membaca interpretatif dengan mengelompokkan siswa menjadi 8 kelompok dengan memahami isi bacaan & sharing. 3. Masa remaja Permasalahan membaca pemahaman di masa SMP/SMA lebih ke kurang memahami isi bacaan, seharusnya dengan membaca pemahaman secara serius. 108 BAB VI Perkembangan Motorik A. Orientasi Perkembangan Motorik Gagne dan Briggs (1978: 49-50) mengatakan bahwa hasil belajar merupakan gambaran kemampuan yang diperoleh seseorang setelah mengikuti proses belajar yang dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik dan sikap. Perkembangan mengandung makna adanya pemunculan sifat-sifat baru yang berbeda dari sebelumnya (Kasiram, 1983: 23), mengandung arti bahwa perkembangan merupakan perubahan sifat individu menuju kesempurnaan yang merupakan penyempurnaan dari sifatsifat sebelumnya. Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Beberapa pengaruh perkembangan motorik terhadap konstelasi perkembangan individu dipaparkan oleh Hurlock (1996) melalui: a) keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat mainan, b) melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada bulanbulan pertama dalam kehidupannya ke kondisi yang independent. Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini 109 akan menunjang perkembangan rasa percaya diri, c) melalui perkembangan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah atau usia kelas-kelas awal Sekolah Dasar, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar, melukis, dan baris-berbaris, dan d) melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain atau bergaul dengan teman sebayanya, sedangkan yang tidak normal akan menghambat anak untuk dapat bergaul dengan teman sebayanya bahkan dia akan terkucilkan atau menjadi anak yang fringer (terpinggirkan). Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan self-concept atau kepribadian anak. Motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh. Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan sebagainya. Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang dengan optimal. Berikut tabel tahap perkembangan motorik dan kognitif pada anak: 110 B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik 1. Perkembangan sistem Saraf. Sistim saraf sangat berpengaruh dalam perkembangan motorik karena sistim saraf lah yang mengontrol gerak motorik pada tubuh manusia. 2. Kemampuan fisik yang memungkinkan untuk bergerak. Karena perkembangan motorik sangat erat kaitannya dengan fisik maka kemampuan fisik seseorang akan sangat berpengaruh pada perkembangan motorik seseorang. Anak yang normal perkembangan motoriknya akan lebih baik dibandingkan anak yang memiliki kekurangan fisik. 111 3. Keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak. Ketika anak mampu melakukan suatu gerakan motorik, maka akan termotivasi untuk bergerak kepada motorik yang lebih luas lagi. Karena semakin dilatih kemampuan motorik anak akan semakin meningkat. 4. Lingkungan yang mendukung. Perkembangan motorik anak akan lebih teroptimalkan jika lingkungan tempat tumbuh kembang anak mendukung mereka untuk bergerak bebas. Kegiatan di luar ruangan bisa menjadi pilihan yang terbaik karena dapat menstimulasi perkembangan otot. 5. Aspek psikologis anak. kemampuan motorik yang baik berhubungan erat dengan self-esteem. a. Umur. 1. Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenetal, tahun pertama kehidupan dan pada masa remaja. 2. Jenis kelamin setelah melewati pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat. b. Genetik. 1. Genetik merupakan bawaan anak yaitu potensial anak yang akan menjadi ciri khasnya. Kelainan genetik akan mempengaruhi proses tumbuh kembang anak. 2. Kelainan kromosom. Pada umumnya kelainan kromosom akan disertai dengan kegagalan pertumbuhan. 112 C. Prinsip-Prinsip Perkembangan Motorik Perkembangan seringkali melibatkan perubahan. Perkembangan motorik ditandai dengan adanya perubahan ukuran, perubahan proposi, hilangnya ciri lama, dan mendapatkan ciri baru. 1. Hasil proses kematangan dan belajar. Proses kematangan yaitu warisan genetik individu. Sedangkan proses belajar yaitu perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha setiap individu.Walaupun pola perkembangan sama, setiap anak akan mengikuti pola pola perkembangan yang dapat diramalkan dengan cara dan kecepatannya sendiri-sendiri. 2. Dapat diramalkan. Pola perkembangan fisik dapat diramalkan semasa kehidupan pra dan pasca lahir. Perkembangan motorik akan mengikuti hukum chepolocaudal yaitu perkembangan yang menyebar ke seluruh tubuh dari kepala ke kaki. Hukum yang kedua yaitu proximodialis yaitu perkembangan dari yang dekat ke yang jauh. Pola perkembangan mempunyai karateristik yang dapat diramalkan Karakteristik dalam perkembangan anak juga dapat diramalkan, hal ini berlaku baik untuk perkembangan fisik maupun mental. Semua anak mengikuti mengikuti pola perkembangan yang sama dari satu tahap ke tahap yang lainnya. Setiap tahap memiliki bahaya yang potensial. Beberapa hal yang menyebabkannya antara lain dari lingkungan bahkan dari anak itu sendiri. Bahaya ini dapat 113 mengakibatkan terganggunya penyesuaian fisik, psikologis, dan sosial anak. Stimulasi yang bisa diberikan unruk mengoptimalkan perkembangan motorik anak antara lain : a. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis (huruf arab dan latin) dan menggambar. b. Keterampilan berolah raga (seperti senam) atau menggunakan alat-alat olah raga. c. Gerakan-gerakan permainan, seperti meloncat, memanjat dan berlari. d. Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan kedisiplinan dan ketertiban. D. Perkembangan Motorik Kasar Kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan melompat termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya. Motorik berasal dari kata ”motor” yang merupakan suatu dasar biologis atau mekanika yang menyebabkan terjadinya suatu gerak (Gallahue). Dengan kata lain, gerak (movement) adalah kulminasi dari suatu tindakan yang didasari oleh proses gerak motorik. Hari Yuliarto (2010:5) mengatakan yang dimaksud motorik kasar ialah segala 114 sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan-gerakan tubuh. Ada tiga unsur dalam perkembangan motorik pada manusia, yaitu: Otot  Saraf  Otak. Berdasarkan tiga unsur diatas bentuk perilaku gerak yang dimunculkan terbagi menjadi dua bentuk yaitu : motorik kasar (melibatkan otot-otot besar, saraf dan otak) dan motorik halus (melibatkan otot-otot kecil, saraf dan otak). Ketiga unsur ini melaksanakan masing-masing perannya secara interaksi positif, artinya unsur yang satu saling berkaitan, saling menunjang, saling melengkapi dengan unsur lainnya untuk mencapai kondisi motorik yang lebih sempurna keadaannya. Kemampuan gerak dasar pada perkembangan motorik menurut Depdiknas (2007 : 3) antara lain: 1. Kemampuan gerak lokomotor Kemampuan gerak lokomotor digunakan untuk memindahkan tubuh dari satu tempat ke temapt yang lain atau mengangkat tubuh ke atas seperti, lompat dan loncat. Kemampuan gerak lainnya adalah berjalan, berlari, skipping, melompat, meluncur, dan lari. 2. Kemampuan gerak non-lokomotor Kemampuan non-lokomotor dilakukan di tempat, tanpa ada ruang yang memadai. Kemampuan non-lokomotor terdiri dari menekuk dan meregang, mendorong dan menarik, mengangkat dan menurunkan, melipat dan memutar, mengocok, melingkar, melambungkan. 3. Kemampuan gerak manipulative Kemampuan manipulatif dikembangkan ketika anak tengah menguasai macam-macam objek. Kemampuan 115 manipulatif lebih banyak melibatkan tangan dan kaki, tetapi bagian lain dari tubuh kita juga dapat digunakan. Manipulasi objek jauh lebih unggul daripada koordinasi mata kaki dan mata tangan, yang mana koordinasi ini cukup penting untuk proses berjalan dalam ruang gerak. Bentuk-bentuk kemampuan manipulatif terdiri dari; gerakan menerima (menangkap) objek adalah kemampuan penting yang dapat diajarkan dengan menggunakan bola karena dalam menangkap bola membutuhkan konsentrasi. E. Perkembangan Motorik Halus Perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu. Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggunting, dan menyusun balok termasuk contoh gerakan motorik halus. Gerakan motorik halus mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan seni. Motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu yang dilakukan oleh otot-otot kecil. Oleh karena itu gerakan motorik halus tidak terlalu membutuhkan tenaga, akan tetapi membutuhkan koordinasi yang cermat serta ketelitian. Depdiknas (2007 : 7) Keterampilan motorik halus mulai berkembang, setelah diawali dengan kegiatan yang amat sederhana seperti memegang pensil, memegang sendok, dan mengaduk. Keterampilan motorik halus lebih lama pencapaiannya dari 116 pada keterampilan motorik kasar karena keterampilan motorik halus membutuhkan kemampuan yang lebih sulit misalnya konsentrasi, kontrol, kehati-hatian dan koordinasi otot tubuh yang satu dengan yang lain. Seiring dengan pertambahan usia anak, kepandaian anak akan kemampuan motorik halus semakin berkembang dan maju pesat. Perkembangan motorik halus juga memiliki beberapa fungsi, diantaranya yaitu menurut Hurlock (Depdiknas, 2007 : 10) dalam buku pedoman pembelajaran seni yang mencatat beberapa alasan tentang fungsi perkembangan motorik bagi konstelasi perkembangan individu, yaitu: Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar bola atau memainkan mainan yang lainnya. Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada bulan pertama kehidupannya, ke kondisi yang bebas dan tidak bergantung. Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat yang lainnya, dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi seperti ini akan menunjang perkembangan percaya diri anak. Melalui keterampilan motorik pula anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada usia pra sekolah atau usia dini anak sudah dapat dilatih menggambar, melukis, berbaris, dan persiapan menulis. 117 BAB VII Konsep Diri A. Orientasi Konsep Diri Menurut Adi W. Gunawan (2005), yang menyebut dirinya seorang Re-Educator dan Mind Navigator mengatakan konsep diri diibaratkan sebagai sebuah sistem yang menjalankan komputer mental yang mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Konsep diri yang telah terinstall akan masuk ke pikiran bawah sadar dan mempunyai bobot pengaruh sebesar 88% terhadap level kesadaran seseorang. Semakin baik konsep diri maka akan semakin mudah seseorang untuk berhasil. Konsep diri (self-concept) merupakan salah satu dari beberapa faktor internal yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi belajar. Linn (1993) mengatakan bahwa konsep diri dapat diformulasikan melalui dunia yang dilihatnya, artinya bahwa konsep diri seseorang dapat dinyatakan melalui pandangan tentang diri pribadinya. Formulasi lain sebagaimana dijelaskan Samana (1988) bahwa konsep diri merupakan gambaran dan penilaian terhadap diri sendiri mencakup seluruh aspek kepribadiannya. Hurlock (1989) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan penilaian terhadap dirinya sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikis, sosial emosional, aspirasi, dan prestasi. Konsep diri seseorang diyakini dapat mempengaruhi prestasi belajar sebagaimana Fink (1982) menyatakan bahwa anak yang mempunyai konsep diri kurang, ada korelasi yang signifikan 118 dengan rendahnya prestasi belajar oleh siswa yang dicapai di sekolah. Pernyataan ini dapat dibenarkan karena penilaian diri dapat mempengaruhi tingkah laku, sedangkan prestasi belajar merupakan hasil dari tingkah laku itu. Pudjiyogyanti (1988) memberikan pernyataan senada bahwa konsep diri mempunyai peranan yang menentukan terhadap prestasi belajar sebab dengan evaluasi diri mengenai kemampuan dan perilakunya maka akan lebih condong dan optimis untuk menunjukkan prestasi hasil kemampuannya itu. Hurlock (1988) melihat konsep diri sebagai faktor penting dalam berinteraksi dengan orang lain. Ahli ini menyatakan bahwa konsep diri sebagai inti kepribadian merupakan aspek penting terhadap mudah tidaknya berhubungan dengan orang lain. Interaksi positif siswa dengan guru dalam proses belajar mengajar, menunjukkan kemampuan penyesuaian diri dari siswa tersebut adalah baik, sehingga hal itu akan mendukung tercapainya prestasi belajar yang lebih baik. Senada dengan pernyataan-pernyataan di atas adalah Marsh (1984) mengatakan bahwa konsep diri yang semakin baik maka akan semakin kecil manefistasi kecemasannya. Proses belajar mengajar yang diikuti anak dan anak mempunyai penilaian diri yang positif, maka hal itu akan mendukung bentuk-bentuk tingkah laku yang positif pula. Sementara tingkah laku yang positif dapat mengurangi atau bahkan dapat menghilangkan sifat-sifat cemas , takut, rendah diri dan lain sebagainya sehingga mendorongnya untuk berprestasi lebih baik. 119 Fitts (1971) melihat bahwa pengamatan seseorang terhadap dirinya dapat dilihat dari dua dimensi yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Pada dimensi internal, individu melihat dirinya sebagai suatu kesatuan unik dan dinamis ketika ia melakukan pengamatan dan penilaian terhadap identitas dirinya, tingkah lakunya dan kepuasan dirinya. Sedangkan dimensi eksternal adalah pengamatan dan penilaian terhadap diri yang timbul ketika individu berinteraksi dengan dunia luar, khususnya hubungan interpersonal. Kedua dimensi ini beserta bagian-bagian diri yang ada saling berhubungan membentuk suatu kepribadian. 1. Dimensi Internal Berdasarkan dimensi internal, Fitts melihat ada 3 bagian dari diri yaitu identitas diri sebagai pelaku dan diri sebagai penilai. a. Identitas (self identity) Diri identitas merupakan aspek paling mendasar dari konsep diri. Aspek ini merupakan ciri mempertanyakan "siapa aku?". Dalam diri identitas terkumpul seluruh label dan simbol yang digunakan seseorang untuk menggambarkan diri. Bertambahnya pengalaman, label seseorang akan bertambah. Semua ini menambah pengenalan diri dan menolong menggambarkan diri dalam menjawab pertanyaan identitasnya. Sumber utama diri identitas adalah diri sebagai pelaku. Diri identitas dapat mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan lingkungan dan 120 juga dengan diri sendiri. Dengan demikian diri identitas mempunyai hubungan dengan diri pelaku dan hubungan ini secara umum berlaku timbal balik ( Fitts, 1971). b. Diri sebagai pelaku (behavioral Self) Diri sebagai pelaku merupakan persepsi seseorang terhadap tingkah lakunya atau caranya bertindak. Dalam melakukan sesuatu seseorang didorong oleh stimulus eksternal dan internal. Konsekuensi dari tingkah laku mempengaruhi dipertahankan atau tidak suatu tingkah laku. Di samping itu juga menentukan apakah suatu tingkah laku baru diabstraksikan, disimbolisasikan atau dimasukkan dalam diri identitas. c. Diri sebagai Penilai (judging self) Manusia cenderung menilai sejauh mana hal-hal yang dipersepsikan memuaskan bagi dirinya. Interaksi antara diri identitas, diri pelaku dan integrasi dalam keseluruhan konsep diri meliputi bagian diri yang ketiga yaitu diri sebagai penilai. Diri penilai berfungsi sebagai pengamat dan pemberi nilai standar, pembanding dan terutama sebagai penilai diri. Juga mediator antara dua diri berbeda. Penilaian diberikan pada label-label di dalam diri identitas atau diri pelaku secara terpisah, misalnya “Saya pintar" atau "Saya tidak suka melakukan itu". Penilaian belajar dan "saya pintar" berarti orang tersebut memberi label pada keseluruhan diri dan 121 bukan pada tingkah laku tertentu. Namun orang tersebut bisa juga mengatakan "Saya melakukan itu tapi saya bukan orang yang terbiasa melakukan hal demikian", hal ini berarti, orang tersebut tidak setuju dengan tingkah laku tadi. 2. Dimensi Eksternal a. Diri Fisik (physical self) Merupakan persepsi dan perasaan seseorang terhadap keadaan fisik, kesehatan, keterampilan, penampilan diri, seksualitas dan gerak motorik. b. Diri Etika Moral (Moral Ethical self) Merupakan persepsi seseorang tentang dirinya ditinjau dari standar pertimbangan nilai-nilai etis dan moral. Selain itu juga berkaitan dengan hubungan seseorang dengan Tuhannya, rasa puas seseorang pada kehidupan keagamaannya, nilai-nilai moral yang dianut berkenaan dengan apa yang baik dan yang jahat dan rasa puas seseorang dalam kehidupan agamanya. c. Diri Personal (personal self) Merupakan perasaan individu terhadap nilai-nilai pribadi terlepas dari keadaan fisik dan hubungan dengan orang lain dan sejauh mana ia merasa kuat sebagai pribadi. Misalnya perasaan diri sebagai orang gembira, orang tenang dan santai atau seorang pembenci. 122 d. Diri Keluarga (family self) Merupakan perasaan dan harga diri seseorang sebagai anggota keluarga dan di tengah-tengah teman dekat. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh perasaan seseorang terhadap dirinya sebagai anggota keluarga dan terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya selaku anggota keluarga. e. Diri Sosial (Social self) Merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya dalam berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan lebih luas. B. Proses Pembentukan Konsep Diri Konsep diri terbentuk melalui pengalaman dan interaksi yang dialami secara berulang. Konsep diri bukan bawaan sejak lahir. Seorang anak, ketika lahir belum menyadari dirinya dan lingkungannya (Tanamal, 2004). Gunarsa (1999) juga mengatakan seorang bayi baru dilahirkan belum mengenali diri dan lingkungan sekitarnya. Namun sesudah masa kelahiran, bayi mulai belajar secara perlahan-lahan melalui pengalaman dengan tubuh dan lingkungannya, dan mulai berkembang kesadaran tentang dirinya yang timbul seiring dengan meningkatnya kemampuan persepsi. Symonds (dalam Fitts, 1971) sependapat dengan hal tersebut dan mengatakan bahwa konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, tetapi merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Mead (dalam Burns, 1993) mengatakan bahwa konsep diri individu berkembang sebagai 123 hasil hubungan antara proses aktifitas sosial seperti pengalaman dan hubungan dengan individu lain dalam proses tersebut. Konsep diri merupakan hasil perkembangan perhatian individu mengenai bagaimana orang lain bereaksi terhadap dirinya. Dengan demikian ia dapat mengantisipasi reaksi-reaksi orang lain dan memunculkan tingkah laku sesuai. Individu tersebut pada akhirnya belajar untuk menginterpretasikan lingkungan seperti dilakukan orang lain. Perkembangan konsep diri terjadi melalui dua tahapan primer yang terbentuk melalui pengalaman yang diperoleh dari lingkungan keluarga dan tahapan sekunder saat anak telah memiliki hubungan luas di luar lingkungan keluarga (Gunarsa, 1995). Pada masa bayi, kedekatan antara bayi dengan orang tua menentukan rasa aman dan rasa cinta seorang bayi. Perasaan aman dan cinta ini menentukan konsep diri terutama berhubungan dengan anggapan orang tua terhadap dirinya (Papalia, 2004). Kerenggangan hubungan antara orang tua dan bayi akan menyebabkan kecemasan dan ketidakpercayaan bayi terhadap orang tua. Akibatnya kelak perkembangan sosial dan kepribadian anak akan terhambat karena anak akan cenderung menghindari interaksi dengan orang lain. Santrock, (2003) mengatakan bahwa pengalaman kedekatan bayi menentukan derajat ketergantungannya terhadap lingkungan, temperamen, tingkat emosional, kemandirian dan pergaulan anak dikemudian hari. Pengalaman awal yang diterima anak di dalam keluarga akan dinilai sebagai perasaan diterima atau ditolak, yang akan 124 membentuk harapan serta tingkah laku yang diterima oleh orang lain. Selanjutnya bersama keluarga pula anak belajar tentang peran-peran yang akan dimainkan dalam masyarakat, seperti nilai-nilai, sikap dan perilaku pantas dan tidak pantas, atau baik dan buruk. Oleh karena itu, pengaruh keluarga terhadap perkembangan anak lebih besar dibandingkan pengaruh sosial lain (misalnya teman sebaya). Hubungan buruk dengan keluarga merupakan hal serius karena dapat mengurangi perasaan aman dan anak yang kurang hubungannya dengan orang tua akan mengalami trauma emosional hebat (Santrock, 2003) sehingga mempengaruhi konsep dirinya. Pada akhir masa kanak-kanak (6 tahun - pubertas) lingkungan sosial anak semakin meluas dan berarti pengaruh sosial di luar keluarga pada anak semakin besar. Dalam berhubungan dengan lingkungan di luar rumah, anak menemukan tuntutan baru dan membingungkan dari kelompok berbeda dengan orang tua. Pengaruh teman-teman sebaya dan reference group mulai memegang peranan penting dalam pembentukan konsep diri anak. Anak semakin mengidentifikasi diri dengan kelompok usianya dan mengadopsi tingkah laku per group-nya. Namun demikian hubungan keluarga masih sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian (Santrock, 2003). Pengaruh mendalam dari hubungan anak dengan keluarga jelas terlihat dalam berbagai bidang kehidupan seperti berikut ini: 125 a. Hubungan keluarga sehat dan bahagia menentukan sikap anak terhadap sekolah yang positif dan menimbulkan dorongan berprestasi. b. Hubungan keluarga mempengaruhi penyesuaian diri secara sosial di luar rumah. c. Cita-cita dan prestasi anak diberbagai bidang sangat dipengaruhi oleh sikap orang tua. d. Hubungan keluarga sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan kepribadian anak. Pandangan anak tentang diri sendiri merupakan cermin langsung dari apa yang dinilai dan dari cara anak diperlakukan oleh anggota keluarga. Papalia (2004) mengatakan konsep diri mulai terbentuk selama masa "middle childhood" (6-12 tahun/pertengahan masa kanak-kanak). Pada masa ini konsep diri berkembang lebih realistik dan anak mulai tahu apa yang mereka butuhkan untuk hidup dan untuk masa depannya. Anak mulai memiliki gambaran diri positif atau negatif mengenai dirinya sendiri, yang melekat untuk waktu lama setelah masa kanak-kanak. C. Konsep Diri Positif dan Negatif 1. Positif Dalam proses pembentukan, konsep diri dapat berkembang ke arah positif dan negatif pada setiap individu karena konsep diri diperlukan untuk berinteraksi dengan orang lain. Montana (2001) memberikan ciri-ciri tingkah laku individu yang mempunyai konsep diri positif yaitu: 126 a. Bercita-cita menjadi pemimpin (menginginkan kepemimpinan). b. Mau menerima kritikan yang bersifat membangun. c. Mau mengambil resiko lebih sering. d. Bersifat mandiri terhadap orang lain. e. Yakin bahwa keberhasilan dan kegagalan tergantung pada usaha, tindakan dan kemampuan seseorang. f. Bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya. g. Percaya ia mempunyai kontrol dan pengaruh terhadap peristiwa atau kejadian dalam kehidupannya. h. Menerima tanggung jawab atas tindakannya sendiri. i. Sabar menghadapi kegagalan dan frustasi, tahu bagaimana cara menangani kegagalan secara positif. j. Dapat menangani pekerjaan yang ambisius. k. Merasa mampu menangani atau mempengaruhi lingkungannya dan bangga terhadap perilaku dan tindakannya. l. Menangani persoalan dengan keyakinan dan kepercayaan. 2. Negatif Selain konsep diri positif, individu dapat membentuk konsep diri negatif. Montana (2001) memberikan ciri-ciri tingkah laku individu yang mempunyai konsep diri negatif. Individu yang mempunyai konsep diri negatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 127 a. Menghindari peran-peran pemimpin. b. Menghindari kritikan dan tidak mau mengambil resiko. c. Tidak mempunyai atau kurang mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan. d. Kurang memiliki motivasi belajar, bekerja dan umumnya ia mempunyai kesehatan emosi dan psikologis kurang baik. e. Mudah terpengaruh dan menyalahgunakan obat-obat terlarang, mengandung diluar nikah, keluar dari sekolah atau terlibat kejahatan. f. Lebih merasa perlu untuk dicintai dan diperhatikan sehingga ia lebih mudah untuk dipengaruhi oleh orang lain. g. Ia akan berbuat apa saja untuk menyesuaikan diri dan menyenangkan orang lain. Orang dewasa berpikir dia adalah anak baik karena ia adalah orang yang menyenangkan. Tetapi keperluan untuk menyenangkan orang lain dapat menimbulkan masalah bagi dia. h. Mereka mudah frustasi, menyalahkan orang lain atas kekurangannya. i. Menghindar dari keadaan-keadaan sulit untuk tidak "gagal" dan bergantung pada orang lain. 128 D. Peranan Konsep Diri Konsep diri dalam kehidupan sehari-hari berperan penting pada setiap individu sehingga menentukan perilakunya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Bagaimana individu memandang diri, akan nampak dari seluruh perilaku. Dengan kata lain, perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang diri sendiri. Apabila individu memandang dirinya tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan tugas, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuan tersebut (Pudjijoyanti, 1985). Menurut Pudjijogyanti (1985) dalam karyanya tentang konsep diri dalam proses belajar mengajar, diungkapkan bahwa ada tiga alasan yang dapat menjelaskan peranan penting konsep diri dalam menentukan perilaku yaitu: 1. Mempertahankan keselarasan batin (inner consistency). Pada dasarnya individu berusaha mempertahankan keselarasan batinnya. Apabila timbul perasaan, pikiran atau persepsi tidak seimbang atau saling bertentangan satu sama lain, maka akan terjadi situasi psikologis tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu akan mengubah perilaku. 2. Membantu individu dalam menafsirkan pengalaman. Sebuah kejadian akan ditafsirkan secara berbeda antara individu satu dengan individu lain. Hal ini disebabkan masing-masing individu mempunyai sikap dan pandangan berbeda terhadap diri sendiri. Tafsiran negatif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap negatif terhadap diri sendiri. 129 Sebaliknya, tafsiran positif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap positif terhadap diri sendiri. 3. Menentukan harapan hidup. McCandless, 1970 (dalam Pudjijogyanti, 1985) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan seperangkat harapan serta penilaian perilaku atas harapan-harapan setiap individu. Jika individu memandang negatif dirinya maka dapat menyebabkan ia tidak mempunyai motivasi untuk mendapat hasil terbaik. Berdasarkan penjelasan Pudjijogyanti (1985), konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan dan mengarahkan seluruh perilaku. Konsep diri merupakan mediator atau pengarah perilaku individu yang dipengaruhi oleh interpretasi pada pengalaman-pengalaman yang ditemui sehingga mempengaruhi tingkah laku. 130 BAB VIII Perkembangan Sosial A. Orientasi Perkembangan Sosial Hubungan sosial merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat kompleks. Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain demi memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi mengandung maksud untuk disimpulkan bahwa pengertian perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Menurut Hurlock perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan perilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial dengan perilaku yang dapat diterima secara sosial, memenuhi tuntutan yang di berikan oleh kelompok sosial, dan memiki sikap yang positif terhadap kelompok sosialnya. Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. 131 Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orangorang dilingkungannya. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa: “Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.” 1. Pada Masa Bayi Interaksi sosial dengan orang lain sudah dimulai sejak masa bayi dengan cara yang sangat sederhana. Pada tahun pertama kehidupan, interaksi sosial anak sangat terbatas, yang utama dengan ibu dan pengasuhnya. Interaksi tersebut dilakukan dengan pandangan, pendengaran dan bau badan. Kepedulian terhadap lingkungan hampir tidak ada, sehingga apabila kebutuhannya sudah terpenuhi anak tidak peduli lagi terhadap lingkungan. 132 Senam bayi merupakan suatu kegiatan yang bisa di katakan sebagai bentuk permainan gerakan pada bayi. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan, serta kemampuan pergerakan bayi secara optimal. Kemampuan sosialnya memberikan dukungan untuk bersosialisasi dan melatih anak agar terampil melakukan interaksi dan komunikasi. Anak di beri kesempatan untuk bergaul dengan orang lain dan tidak memberikan perlindungan yang berlebihan. Pada masa bayi ini bayi senang sekali bila diajak berhubungan atau berteman oleh orang lain, misalnya diajak berbicara, bermain dan sebagainya. Makin besar anak makin membutuhkan tidak hanya kontak fisik namun juga kontak psikis. Kontak fisik dapat diwujudkan dengan menggendong, menggandeng, mengelus rambut, mencium, memandikan. Sedangkan kontak psikis dapat berupa pemberian perhatian, kasih sayang, dorongan. Beberapa perilaku lazim yang sering muncul pada masa bayi antara lain: a. Imitasi (peniruan), yakni bayi senang sekali meniru tingkah laku atau sikap orang-orang dewasa yang ada disekitarnya, misalnya menirukan orang tertawa, tersenyum, tepuk tangan dan sebagainya. b. Shyness (perasaan malu), yakni pada masa ini anak mudah sekali merasa malu atau takut terhadap orangorang yang belum dikenalnya. Akan tetapi sebaliknya anak menjadi tidak mudah takut atau malu setelah dapat mengenal lebih terhadap orang tersebut. 133 c. Dependency (ketergantungan), yakni anak tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. d. Acceptance or the authority, menerima kekuatan atau kekuasaan yang melebihi dirinya yang ada diluar dirinya. e. Rivalry (persaingan dan resistant behavior). Resistant behavior bertujuan untuk menunjukkan kekuatan. f. Attention seeking (perhatian akan sesuatu). Pada masa ini timbul niat atau kemauan anak untuk mengenal lebih lanjut atas apa yang dilihatnya, misalnya bermain-main dengan jenggot anaknya. g. Cooperation behavior Manifestasi tingkah laku dapat diwujudkan dalam bentuk bermain bersama-sama temannya, bergurau dengan temannya, tergaul dan ergabung dengan teman-temannya. h. Implikasi pada pendidikan Bayi membutuhkan perawatan dan pemberian kasih sayang, lingkungan perlu memberikan rangsangan motorik yang kontinyu untuk membantu perkembangan motorik. Pemaksaan dan reaksi orang dewasa yang menolak dapat mengakibatkan kemunduran, anak akan menjadi takut dan tidak bahagia. Pemberian afeksi bagi bayi lebih dipentingkan daripada terus memaksa bayi melakukan sesuatu prilaku yang tidak mungkin dilakukan. 134 2. Perkembangan sosial pada masa prasekolah Selama masa prasekolah, banyak anak yang mulai mengadakan hubungan dekat dengan orang-orang non keluarga. Pada saat anak menjelajahi dunia prasekolah mereka mengalami serangkaian situasi sosial yang baru dan bervariasi. Beberapa situasi baru berhubungan dengan bermain. Pada masa ini, anak sudah mulai membentuk masyarakat kecil yang anggotanya terdiri dari dua atau tiga anak. Mereka bermain bersama-sama walaupun kelempok itu hanya dapat bertahan dalam waktu yang relatif singkat. Dalam perkumpulannya ia harus bergaul dan menyesuaikan dirinya dengan anak yang lain. Kadang-kadang ia berkelahi dengan temannya sendiri. Di lingkungan keluarga, anak suka menuntut kasih sayang ibunya hanya untuk diriya sendiri. Dalam dirinya mulai timbul perasaan iri hati kepada orang seisi rumah khususnya kakak atau adik yang membutuhkan perhatian ibunya. Pada masa ini yang sangat menonjol adalah sikap simpatinya. Rasa simpati sudah dikenal sangat sederhana, seperti sikap menolong, melindungi teman, membela teman yang lain dan sebagainya. Ia tidak merasa takut atau malu jika berada diantara orang-orang yang disukainya. Tetapi ia akan merasa takut berada diantara orang-orang yang tidak disukainya. Implikasi dalam pendidikan, sebagai pendidik perlu mengetahui bahwa bermain adalah sarana belajar yang luar biasa ampuh bagi anak kecil. Sebagai pendidik perlu mendorong anak menggunakan inisiatifnya pada pengalaman sehari-hari. Bila anak mengalami kesulitan bergabung dengan 135 teman-teman sebayanya pendidik harus memberi contoh bagaimana cara berpartisipasi dan bergabung dalam kelompok. 3. Perkembangan sosial pada masa sekolah Perkembangan sosial dan kepribadian mulai dari usia pra sekolah sampai akhir masa sekolah ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak mulai melepaskan diri dari keluarga dan makin mendekatkan diri pada orangorang di samping keluarga. a. Kegiatan bermain dibanding dengan masa sebelumnya anak pada usia sekolah ini mau tidak mau akan mengurangi waktu bermain daripada masa sebelumnya. Bermain sangat penting bagi perkembangan fisik, psikis dan sosial anak. Dengan bermain anak berinteraksi dengan teman yang akan memberikan berbagai pengalaman berharga. b. Interaksi dengan anak-anak sebaya. Meluasnya lingkungan sosial bagi anak menyebabkan anak menjumpai pengaruh-pengaruh yang ada diluar pengawasan orang tua. Interaksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan persahabatan. Persahabatan pada awal masa sekolah pada umumnya terjadi atas dasar aktivitas bersama. Hubungan persahabatan itu bersifat timbal balik dan memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (a) ada saling pengertian, (b) saling membantu, (c) saling percaya, (d) saling menghargai dan menerima. Teman sebaya 136 pada umumnya adalah teman sekolah atau teman bermain di luar sekolah. Minat terhadap kegiatan kelompok mulai timbul. Mereka memiliki temanteman sebaya untuk melakukan kegiatan bersama, seperti belajar bersama, melihat pertunjukan, bermain dan sebagainya. 4. Perkembangan sosial pada masa remaja Pada usia remaja pergaulan dan interaksi sosial dengan teman sebaya bertambah luas dan kompleks dibandingkan denga masa-masa sebelumnya termasuk pergaulan dengan lawan jenis. Pemuasan interlektual juga didapatkan oleh remaja dalam kelompoknya dengan berdiskusi, berdebat untuk memecahkan masalah. Mengikuti organisasi sosial juga memberikan keuntungan bagi perkembangan sosial remaja, namun demikian agara remaja dapat bergaul dengan baik dalam kelompoknya diperlukan kompentensi sosial yang berupa kemampuan dan keterampilan berhubungan dengan orang lain. Suatu penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Bronson, menyimpulkan adanya tiga pola orientasi sosial, yaitu: a. Withdrawal vs. Expansive Anak yang tergolong withdrawal merupakan anak yang mempunyai kecenderungan menarik diri dalam kehidupan sosial, sehingga dia lebih senang hidup menyendiri. Sebaliknya anak expansive suka menjelajah, mudah bergaul dengan orang lain sehingga pergaulannya luas. 137 b. Reaxtive vs aplacidity Anak yang reactive pada umumnya memiliki kepekaan sosial yang tinggi sehingg mereka banyak kegiatan, sedangkan anak yang aplacidity mempunyai sifat acuh tak acuh bahkan tak peduli terhadap kegiatan sosial. Akibatnya mereka terisolir dalam pergaulan sosial. c. Passivity vs Dominant Anak yang berorientasi passivity sebenarnya banyak mengikuti kegiatan sosial namun mereka cukup puas sebagai anggota kelompok saja, sebaliknya anak yang dominant mempunyai kecenderungan menguasai dan mempengaruhi teman-temannya sehingga memiliki motivasi yang tinggi untuk menjadi pemimpin. B. Karakteristik Teori Perkembangan Sosial Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri kepada sikap yang bekerja sama atau mau memperhatikan kepentingan orang lain. Berkat perkembangan sosial anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial dapat di manfaatkaan atau di maknai dengan memberikan tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran. 138 Hal ini dilakukan agar peserta didik belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati dan tanggung jawab. Pada masa remaja berkembang “social cognition“, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat bribadi, minat, nilai-nilai, maupun perasaannya. Pada masa ini juga berkembang sifat “conformity“, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain. Apabila kelompok teman sebaya yang di ikuti menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral dan agama dapat dipertanggung jawabkan maka kemungkinan besar anak tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik. Sebaliknya, bila kelompok itu menampilkan sikap dan perilaku yang melecehkan nilai moral anak akan melakukan perilaku seperti kelompok tersebut. Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks di bandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan yang luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dengan orang yang lebih muda. Hal itu disebabkan oleh peristiwa kehidupan yang di hubungkan dengan keluarga dan pekerjaan. C. Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Sosial Perlu kiranya untuk memahami karakteristik psikososial siswa sekolah dasar agar pengembangan konsep diri yang positif melalui penerapan umpan balik menjadi efektif dan 139 efisien. Semua ini berkaitan erat dengan jenis umpan balik yang diberikan dengan kebutuhan siswa yang dipengaruhi oleh karakteristik khusus yang dimilikinya. Berikut ini beberapa indicator yang menjadi bagian dari aspek psikososial siswa sekolah dasar: 1. Karakterisitik Perkembangan Mental, diantaranya adalah: a. Munculnya sifat kepahlawanan yang kuat. b. Perhatian kepada teman sekelompok makin kuat. c. Mulai memiliki rasa tanggung jawab untuk menjadi dewasa. d. Beberapa anak mudah putus asa dan akan bangkit bila tidak sukses. 2. Karakterisitik Perkembangan Sosial dan Emosional, antara lain: a. Mudah dibangkitkan. b. Mulai tumbuh rasa kasih sayang seperti orang dewasa. c. Senang sekali memberikan pujian dan mengagungkan. d. Mengkritik tindakan orang dewasa. e. Rasa bangga berkembang. f. Ingin mengetahui segala sesuatu. g. Merindukan pengakuan dari kelompok. h. Bangga dengan kesuksesan yang diraihnya. i. Menyukai kegiatan kelompok. j. Loyal terhadap kelompoknya (gang). 140 3. Karakterisitik Perkembangan Konsep Diri, antara lain: Perkembangan konsep diri pada anak besar berkaitan erat dengan perkembangan pada aspek psikologis dan sosial yang turut dipengaruhi oleh lingkungan. Pada masa usia anak sekolah, anak mulai mengembangkan konsep- konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah pembentukan konsep diri. Pada masa awal usia sekolah, pada umumnya anak dituntut untuk dapat mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu dengan baik bahkan sempurna. Kemampuan melakukan hal-hal tersebut menumbuhkan kepercayaan diri atas kecakapan atau kemampuan diri hingga pada akhirnya akan memiliki penilaian yang positif terhadap diri sendiri. Kalau tidak, pada diri anak akan mulai tumbuh bibit perasaan rendah diri (inferiority) yang mungkin akan dibawanya pada traf perkembangan psiko-sosial selanjutnya. Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk interaksi sosial di antaranya: 1. Pembangkangan Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia 3 tahun dan mulai menurun pada usia empat atau lima tahun. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras 141 kepala, tolol dan sebagainya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju ke arah independent. 2. Agresif Sifat ini merupakan perilaku menyerang balik secara fisik maupun kata-kata. Agresif merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap rasa frustasi. Biasanya bentuk ini di wujudkan dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dsb. Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak. 3. Berselisih atau bertengkar Terjadi apabila anak merasa terganggu oleh sikap dan perilaku orang lain. Seperti direbut mainannya. D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial 1. Lingkungan keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak di tentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak di tentukan oleh keluarga. 142 2. Kematangan Untuk dapat bersosialisasi dengan baik di perlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasihat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, di samping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan. 3. Status sosial ekonomi Kehidupan sosial sangat di pengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif tang telah di tanamkan oleh keluarganya. 4. Pendidikan Pendidikan adalah proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. 5. Kapasitas mental: Emosi dan Intelegensi Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memcahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak. 143 Pemikiran perkembangan sosial anak terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulan dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang merahasiakannya. Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide dan teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk pada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan menyalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya nenurut alam pikirannya. Di samping itu pengaruh egosentris sering terlihat antara lain: 1) Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyebabkan persoalan. 2) Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum di sertai pendapat orang lain dalm penilaiannya. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan mengakhiri masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dangan baik. 144 E. Implikasi Perkembangan Sosial terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Remaja yang dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Mereka belum memahami benar tentang norma-norma social yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi, karena mereka sukar untuk menerima norma sesuai dengan kondisi dalam kelompok atau masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pengembangan hubungan sosial remaja yang diawali dari lingkungan keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat. 1. Lingkungan Keluarga Orang tua hendaknya mengakui kedewasaan remaja dengan jalan memberikan kebebasan terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri. Iklim kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal terhadp pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat membantu anak memiliki kebebasan psikologis untuk mengungkapkan perasaannya. Dengan cara demikian, remaja akan merasa bahwa dirinya dihargai, diterima, dicintai, dan dihormati sebagai manusia oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya. Dalam konteks bimbingan orang tua terhadap remaja, Hoffman (1989) mengemukakan tiga jenis pola asuh orang tua yaitu: 145 a) Pola asuh bina kasih (induction) Pola asuh ini biasanya diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil oleh anaknya. b) Pola asuh unjuk kuasa (power assertion) Pola asuh ini biasanya diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak tidak dapat menerimanya. c) Pola asuh lepas kasih (love withdrawal) Pola asuh ini biasanya diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya, tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dihendaki orang tuanya maka cinta kasihnya itu dikembalikan seperti sediakala. Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja, termasuk di dalamnya pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989) untuk diterapkan adalah pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil oleh orang tua tentang anak remajanya atau setiap perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat mengembangkan pemikirannya untuk 146 kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya. 2. Lingkungan Sekolah Proses mengembankan hubungan social remaja, guru juga harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis, guru harus berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup menarik minat anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas guru tidak hanya sematamata mengajar tetapi juga mendidik. Artinya, selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, juga harus membina para peserta didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dengan demikian, perkembangan hubungan sosial remaja akan dapat berkembang secara maksimal. 3. Lingkungan Masyarakat Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan rangsang kepada mereka kearah perilaku yang bermanfaat. Perlu sering diadakan kegiatan kerja bakti, bakti karya untuk dapat mempelajari remaja bersosialisasi sesamanya dan masyarakat. 147 BAB IX Intelegensi A. Orientasi Intelegensi Orientasi intelegensi meliputi kemampuan intelegensi, kemampuan berpersepsi dan kemampuan mengakses informasi, berfikir logika, memecahkan masalah kompleks menjadi simple dan memahami ide yang abstrak menjadi konkrit, bagaimana menimbulkan prestasi dengan kemampuan yang dimiliki anak. Kecerdasan menurut Steven J. Gould dari Harvard (1994) adalah kapasitas mental umum yang meliputi kemampuan untuk memberikan alasan, membuat rencana, memecahkan masalah, berpikir abstrak, menghadapi ide yang kompleks, belajar dari pengalaman, dan dapat diukur dengan tes IQ yang tidak dipengaruhi oleh budaya dan genetic yang berperan besar. Secara bertahap IQ distabilkan selama masa anak dan setelah masa itu hanya sedikit perubahannya. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional. Oleh karena itu inteligensi tidak dapat diamati secara langsung melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berfikir rasional itu. Definisi yang mudah dimengerti adalah kemampuan untuk mengerti ide yang kompleks, mampu beradaptasi dengan efektif terhadap lingkungannya, mampu belajar dari pengalaman, mampu melaksanakan tugas dalam berbagai macam situasi, mampu mengatasi hambatan dengan menggunakan pikirannya. 148 Howard Gardner mengembangkan konsep penilaian kecerdasan melalui kecerdasan majemuk dengan memandang manusia tidak hanya berdasarkan skor standar semata melainkan dengan ukuran kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia, kemampuan untuk menghasilkan persoalan baru untuk diselesaikan, kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau memberikan penghargaan dalam budaya seseorang. Kecerdasan majemuk didasari oleh dua hal penting yaitu faktor biologi dan faktor budaya. Ada berbagai kecerdasan yang tidak hanya dilihat dari segi linguistik dan logika. Bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar ; yang ada adalah anak yang menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan. Dalam menilai dan menstimulasi kecerdasan anak, orangtua dan guru selayaknya denganjeli dan cermat merancang sebuah metode khusus. Setiap manusia memiliki kecenderungan cerdas di satu bidang tanpa harus bersusah payah mengasahnya. Menurut Gardner, intelegensi bukan hanya sekedar nilai-nilai IQ semata, melainkan merupakan kepingankepingan kemampuan yang berlokasi pada bagian-bagian yang berbeda dari otak. Kemampuan-kemampuan ini saling berhubungan, namun strategi mengembangkan potensi kecerdasan anak bekerja secara mandiri. Intelegensi itu tidak statis atau menetap sejak lahir Jean Piaget melakukan penelitian pada perkembangan intelektual anak sejak lahir hingga dewasa dan ia membagi perkembangan itu menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motorik, praoperasional formal. Dalam perkembnagan sensori-motorik, anak dapat 149 menghubungkan anatara indra dan aktifitas, motoriknya melalui percobaan, dan anak mulai membedakan diri dari realitas diluar dirinya. Pada perkembangan praopreasional, anak mulai menggunakan bahasa dan dapat mengubah objekobjek kedalam bentuk simbol, baik dalam pikiran maupun kata, namun masih bersifat egosentris. Perkembanagan operasional konkret yaitu anak mulai mampu berpikir logis dan memahami konsep konservasi. B. Jenis-Jenis Intelegensi 1. Kecerdasan Linguistik Kecerdasan linguistik merupakan kemampuan menggunakan kata secara efektif. Pandai berbicara, gemar bercerita dan dengan tekun mendengarkan cerita atau membaca merupakan tanda anak yang memiliki kecerdasan linguistik yang menonjol .Potensi kecerdasan berbahasa yang dimiliki seorang anak hanya akan tinggal potensi bila tidak dilatih atau dikembangkan. Pola asuh sangat berpengaruh dalam hal ini. Anak yang tidak diberi kesempatan berbicara atau selalu dikritik saat mengemukakan pendapatnya akan kehilangan kemampuan dan ketrampilannya dalam mengungkapkan ide dan perasaannya. Rangsangan dan latihan yang dilakukan terus menerus oleh orang tua dapat mengembangkan ketrampilan berbahasa anak sekalipun ia tidak memiliki kecerdasan linguistik yang tinggi, walaupun hasilnya tidak sebesar bila anak memiliki kecerdasan linguistik yang tinggi. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menstimulasi seperti misalnya 150 mengajak anak berbicara, membacakan cerita, bermain huruf danangka, merangkai cerita, berdiskusi, bermain peran, memperdengarkan lagu anak-anak dan sebagainya. Hal-hal yang mungkin didapatkan pada anak dengan kecerdasan linguistik seperti suka menulis kreatif di rumah, mengarang kisah khayal atau menuturkan lelucon dan cerita, sangat hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, menikmati membaca buku di waktu senggang, mengeja katakata dengan tepat dan mudah, menyukai pantun lucu dan permainan dengan kata-kata, menikmati mendengar kata-kata lisan, mempunyai kosa kata yang luas untuk anak seusianya, unggul dalam pelajaran sekolah yang melibatkan membaca atau menulis. 2. Kecerdasan Matematika Kecerdasan logika matematika pada dasarnya melibatkan kemampuan untuk menganalisis masalah secara logis, menemukan atau menciptakan rumus-rumus atau pola matematika dan menyelidiki sesuatu secara alamiah. Ada juga yang secara awam menjabarkan kecerdasan ini sebagai kecerdasan ilmiah karena berkaitan dengan kegiatan berfikir atau berargumentasi secara induktif dan deduktif, berfikir dengan bilangan dan kesadaran terhadap pola-pola abstrak. Anak yang memiliki nilai tinggi untuk kategori kecerdasan ini suka melakukan eksperimen untuk membuktikan rasa penasarannya antara lain dengan pertanyaan atau aksi eksperimental. Anak yang seperti ini adalah anak yang selalu yakin bahwa semua pertanyaaan memiliki suatu penjelasan 151 rasional yang masuk akal sehingga sering lebih merasa nyaman berhadapan dengan sesuatu yang dapat dikategorisasi, diukur, dianalisa dan ditilik kuantitasnya dalam berbagai cara. Kecerdasan logika matematika juga terkait erat dengan kecerdasan linguistik terutama dalam kaitannya dengan penjelasan alasan-alasan logika. Beberapa kegiatan yang dapat dengan mudah dilakukan pada anak untuk stimulasi kecerdasan ini misalnya menyelesaikan puzzle, mengenal bentuk geometri, memperkenalkan bilangan melalui sajak berirama dan lagu, eksplorasi pikiran melalui diskusi dan olah pikir ringan, pengenalan pola, eksperimen dialam, memperkaya pengalaman berinteraksi dengan konsep matematika, menggambar dan membaca dan lainnya. 3. Kecerdasan Visual Spasial Kecerdasan visual-spasial memungkinkan orang membayangkan bentuk geometri atau tiga dimensi dengan lebih mudah karena ia mampu mengamati dunia spasial secara akurat dan mentransformasikan persepsi ini termasuk di dalamnya adalah kapasitas untuk memvisualisasi, menghadirkan visual dengan grafik atau ide spasial dan untuk mengarahkan diri sendiri dalam ruang secara tepat. Kecerdasan ini juga membuat individu mampu menghadirkan dunia ruang secara internal dalam fikirannya. Cara inilah yang digunakan pelaut atau pilot pesawat terbang ketika mengarungi ruang dunia. Begitu pula bagi seorang pemain catur yang menghadirkan sebuah dunia spasial yang terbatas. Anak-anak ini tampaknya mengetahui 152 letak semua barang di dalam rumah. Mereka berfikir dalam bentuk visualisasi dan gambar. Merekalah yang paling pertama dapat menemukan barang-barang hilang atau salah taruh. Anak-anak seperti ini akan peka terhadap perubahan interior rumah dengan memberikan reaksi suka atau tidak suka. Banyak diantara mereka mengagumi aneka mesin dan peralatan aneh. Mereka mungkin bisa menjadi arsitek, seniman, montir, insinyur atau perancang kota. Ketrampilan atau kelebihan yang mungkin dimiliki seperti menonjol dalam kelas seni di sekolah, memberikan gambaran visual yang jelas ketika sedang memikirkan sesuatu, mudah membaca peta, grafik dan diagram, menggambar sosok orang atau benda yang persis aslinya, senang melihat film, slide atau foto, menikmati melakukan teka-teki jigsaw, maze atau kegiatan visual lain, sering melamun, membangun konstruksi tiga dimensi yang menarik, mencorat-coret di atas secarik kertas atau di buku tugas sekolah, lebih banyak memahami lewat gambar daripada kata-kata ketika sedang membaca. 4. Kecerdasan Gerak Tubuh Anak dengan kecerdasan gerakan tubuh di atas rata-rata senang bergerak dan menyentuh. Mereka memiliki kontrol pada gerakan, keseimbangan, ketangkasan dan keanggunan dalam bergerak, dan mengeksplorasi dunia dengan ototototnya. Menurut Laurel Schmidt dikutip Amstrong setiap orang memiliki kemampuan gerak tubuh dan beberapa orang berpendapat bahwa kemampuan mengontrol fisik bukanlah 153 suatu bentuk dari kecerdasan. Namun Gardner dan peneliti lain dalam bidang kecerdasan majemuk mempertahankan pendapatnya. Individu dengan kecerdasan gerakan tubuh secara alamiah memiliki tubuh yang atletis, memiliki ketrampilan fisik, kemampuan dan merasakan bagaimana seharusnya tubuh membentuknya sehingga mahir menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan. Kecerdasan ini juga termasuk ketrampilan koordinasi, keseimbangan, kelenturan, kekuatan, fleksibilitas dan kecepatan. Peran otak kanan dan kiri ternyata dapat diaktifkan melalui gerakan tangan dan kaki dalam senam otak. Dengan mengaktifkan kedua belahan otak, integrasi atau kerjasama antar keduanya akan terjadi. Hal ini dimungkinkan, mengingat kedua belahan otak dihubungkan dengan corpus collusum yakni simpul saraf komplek tempat terjadinya transmisi informasi antar belahan otak. Bila sirkuit-sirkuit belahan otak tersebut cepat menyilang maka kemampuan belajar anak bisa dibangkitkan. Ketrampilan yang dapat dilihat pada anak dengan kecerdasan gerak tubuh antara lain berprestasi dalam bidang olahraga kompetitif, bergerak-gerak ketika sedang duduk, terlibat dalam kegiatan fisik seperti berenang, bersepeda, mendaki dan lain-lain. Mereka perlu menyentuh sesuatu yang ingin dipelajari, menikmati melompat, lari, gulat atau yang serupalainnya. Anak dengan kecerdasan gerak tubuh juga memperlihatkan ketrampilan dalam bidang kerajinan tangan, pandai menirukan gerakan, kebiasaan, atau perilaku orang lain, sering “merasakan” jawaban masalah yang dihadapi di 154 rumah atau di sekolah, menikmati bekerja dengan tanah liat, melukis dengan jari atau kegiatan kotor lainnya, sangat suka membongkar berbagai benda dan kemudian menyusunnya lagi. 5. Kecerdasan Musikal Anak dengan kecerdasan musikal mudah mengenali dan mengingat nada-nada. Ia juga dapat mentrans-formasi katakata menjadi lagu dan menciptakanberbagai permainan musik. Merekapun pintar melantunkan bait lagu dengan baik dan benar, menggunakan kosa kata musikal, dan peka terhadap ritme, ketukan, melodi atau warna suara dalam sebuah potongan komposisi musik. Kecerdasan musikal dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berfikir atau mencerna musik, untuk mampu menyimak pola-pola, mengenalinya dan mungkin mengubah komposisi atau memanipulasinya. Apabila seorang anak tumbuh dan dididik dalam sebuah budaya yang mengagungkan ketrampilan atau kemampuan musik, besar kemungkinan potensi musik anak terasah dan berkembang. Dengan pemahaman teori Gardner, maka kecerdasan itu tidak hanya dipengaruhi oleh sesuatu yang dibawa sejak lahir namun kecerdasan inipun dapat diasah. Seringkali anak-anak dengan kecerdasan musikal yang sangat menonjol dinilai pendidik dan orangtua sebagai anak yang diberi karunia atau kelebihan sejak lahir; sedangkan bakat membutuhkan latihan serta stimulasi. 155 Namun perlu disadari bahwa talenta atau bakat maupun karunia tidak ada artinya tanpa stimulasi. Meskipun setelah ada stimulasi karunia kemudian membawa pengaruh cukup besar pada prestasi yang dicapai anak. Ketrampilan yang mungkin bisa didapat pada kecerdasan musikal seperti memainkan alat musik di rumah atau di sekolah, ingat melodi lagu, berprestasi sangat bagus di kelas musik disekolah, lebih bisa belajar dengan iringan musik, mengoleksi CD atau kaset, bernyanyi untuk diri sendiri atau orang lain, bisa mengikuti irama musik, mempunyai suara yang bagus untuk menyanyi, peka terhadap suara-suara di lingkungannya, dan memberikan reaksi yang kuat terhadap berbagai jenis musik. 6. Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan untuk bisa memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, serta mampu membentuk dan menjaga hubungan, danmengetahui berbagai peran yang terdapat dalam suatulingkungan sosial. Memiliki interaksi yang baik dengan orang lain, pintar menjalin hubungan sosial, serta mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat berinteraksi, adalah ciri-ciri kecerdasan interpersonal yang menonjol. Pada dasarnya, anak-anak akan belajar menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial dan menjadi pribadi yang mampu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, hal ini bergantung pada empat faktor. Pertama, faktor kesempatan bersosialisasi. Kedua, mampu menampilkan topik yang dapat dipahami dan menarik bagi orang lain tapi pembicaraan yang bersifat sosial, tidak 156 bersifat egosentrik dan dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Ketiga, anak harus mampunyai motivasi, bergantung pada tingkat kepuasan yang diperoleh dari aktivitas sosial anak. Jika ia memperoleh kesenangan melalui hubungan sosial dengan orang maka iapun akan mengulangi perilaku tersebut. Keempat, metode belajar saat berinteraksi sosial dengan orang lain yang efektif melalui teladan yang diberi oleh orang tua ataupun pendidik di rumah dan di sekolah. Salah seorang psikolog dari Inggris, NK Humphrey dikutip dari Amstrong, mengatakan kecerdasan interpersonal yang merupakan bagian dari kemampuan sosial ini, merupakan hal penting dari kecerdasan manusia karena manfaat terbesar dari pikiran manusia adalah untuk mempertahankan kehidupan sosial dengan cara yang efektif. Dengan memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan aspek kecerdasan ini melalui berbagai kegiatan interpersonal, tentunya akan memberi manfaat sangat besar bagi proses tumbuh kembang anak. Apalagi jika hal ini juga ditunjang oleh rangsangan yang diberikan oleh orang tua maupun guru. Anak akan memiliki efek penerimaan sosial yang baik dengan kecerdasan interpersonal yang baik pula; sehingga anak merasa senang dan aman saat berinteraksi di lingkungan sosialnya. Ia lebih mampu mengembangkan konsep diri yang menyenangkan, karena orang lain mengakui keberadaannya. 157 7. Kecerdasan Intrapersonal Kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri, mengetahui siapa dirinya, apa yang dapat dilakukan, apa yang ingin ia lakukan, bagaimana reaksi diri terhadap suatu situasi dan memahami situasi seperti apa yang sebaiknya ia hindari serta mengarahkan dan mengintrospeksi diri. Ada kalanya individu sebagai sosok mahluk sosial memiliki keinginan untuk memahami apa yang tengah terjadi pada dirinya, apa yang sedang dirasakan saat itu, atau memahami apa yang dapat ataupun yang ingin dikerjakan pada suatu saat. Dampak dari kegiatan dalam diri ini akan menghasilkan motivasi, empati, etika dan sikap altruisme, mementingkan orang lain, pada diri individu yang bersangkutan. Tanpa sumber batin ini akan sulit bagi seseorang individu untuk membangkitkan kehidupan yang produktif dan bahagia. Sebagian besar peneliti meyakini ketika seorang individu lahir ke dunia, kepandaian intrapersonal telah berkembang dari sebuah kombinasi antara keturunan, lingkungan dan pengalaman. Untuk mengembangkan potensi intrapersonal, lingkungan sekolah dipersiapkan untuk dapat mengorganisasi dan mempertinggi kebanggaan diri pada masing-masing anak. Sekolah diharapkan dapat memotivasi siswa yang memiliki masalah kemampuan pemahaman diri, percaya diri atau penghargaan terhadap diri sendiri dengan memberikan pengajaran berdasarkan program 4A yaitu attention, acceptance, appreciation, affection. Para pendidik dapat memberikan rangsangan untuk mengembangkan potensi 158 intrapersonal anak dengan cara menciptakan citra diri positif, menciptakan suasana sekolah yang mendukung pengembangan kemampuan intra personal dan penghargaan diri anak, menuangkan isi hati dalam sebuah buku harian, memperbincangkan kelemahan, kelebihan dan minat anak, memberi kesempatan untuk menggambar diri sendiri dari sudut pandang anak, membayangkan diri di masa akan datang, dan mengajakberimajinasi menjadi satu tokoh dari sebuah cerita. 8. Kecerdasan Naturalis Anak dengan kecerdasan naturalis yang tinggi padausia sangat dini telah memiliki daya tarik yang besar terhadap lingkungan alam sekitar termasuk pada binatang. Di usia yang lebih besar, anak-anak tersebut sangat berminat pada biologi, botani, ilmu hewan, geologi, meteorologi, palentologi atau astronomi. Ide Gardner tentang kecerdasan naturalis ini baru muncul tahun 1995 dan dipublikasikan tahun 1997. Uraian tentang kecerdasan ini sangat sederhana bahkanhingga sekarang teori tentang cerdas alam ini masih terus dalam proses penyempurnaan Kecerdasan naturalis ini pada dasarnya berkaitan dengan kemampuan merasakan bentuk-bentuk serta menghubungkan elemen yang ada di alam. Di katakan bahwa kecerdasan naturalis tidak ada korelasi langsung yang berhubungan dengan saraf. Namun Leslie Owen Wilson dalam tulisannya Theeighth intelligence: naturalistic intelligence (dikutip dari majalah Ayah Bunda 2003), mengatakan bahwa cerdas dalam berkaitan dengan wilayah 159 otak yang peka terhadap sensori persepsi, serta bagian otak yang berkaitan dalam membedakan dan mengklasifikasi sesuatu, yaitu otak bagian kiri. Kecerdasan naturalis kecerdasan kecerdasan yang dimiliki semua orang pada awal kehidupannya. Anak kecil memiliki kecerdasan naturalis lebih baik daripada orang dewasa, karena anak pada umumnya dapat menikmati lingkungan alam secara mendalam dan tidak menganggap lingkungan sekitarnya hanyalah latar belakang dari setiap peristiwa yang ia alami. Para ahli sepakat bahwa kecerdasan dapat berubah, tetapi perubahan kecerdasan sangat dipengaruhi oleh waktu dan akan semakin terasah apabila anak tersebut tetap tinggal di lingkungan yang terus menerus memberinya rangsangan. Anak yang hidup dalam budaya agraris, petani, pemburu, dan nelayan umumnya memiliki kecerdasan naturalis yang menonjol dan kecerdasan ini bertahan hingga mereka dewasa. 160 BAB X Tokoh-Tokoh Perkembangan Anak A. Erikson (Perkembangan Psikososial) Proses perkembangan psikososial tergantung pada bagaimana individu menyelesaikan tugas perkembangannya pada tahap itu, yang paling penting adalah bagaimana memfokuskan diri individu pada penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan tugas perkembangannya. 1. Trust vs Misstrust (0 – 1 tahun) Kebutuhan rasa aman dan ketidak berdayaannya menyebabkan konflik basic trust dan misstrust, bila anak mendapatkan rasa amannya maka anak akan mengembangkan kepercayaan diri terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting. 2. Autonomy vs shame and doubt (2 – 3tahun) Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik sehingga terjadi peningkatan keterampilanmotorik, anak perlu dukungan, pujian, pengakuan, perhatian serta dorongan sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap dirinya, sebaliknya celaan hanya akan membuat anak bertindak dan berfikir ragu–ragu. Kedua orang tua objek sosial terdekat dengan anak. 3. Initiative vs Guilty (3 – 6 tahun) Bila tahap sebelumnya anak mengembangkan rasa percaya diri dan mandiri, anak akan mengembangkan kemampuan berinisiatif yaitu perasaan bebas untuk 161 4. 5. 6. 7. melakukan sesuatu atas kehendak sendiri. Bila tahap sebelumnya yang dikembangkan adalah sikap raguragu, maka ia akan selalu merasa bersalah dan tidak berani mengambil tindakan atas kehendak sendiri. Industry vs inferiority (6 – 11 tahun) Logika anak sudah mulai tumbuh dan anak sudah mulai sekolah, tuntutan peran dirinya dan bagi orang lain semakin luas sehingga konflik anak masa ini adalah rasa mampu dan rendah diri. Bila lingkungan ekstern lebih banyak menghargainya maka akan muncul rasa percaya diri tetapi bila sebaliknya, anak akan rendah diri. Identity vs Role confusion ( mulai 12 tahun) Anak mulai dihadapkan pada harapan–harapan kelompoknya dan dorongan yang semakin kuat untuk mengenal dirinya sendiri. Ia mulai berpikir bagaimana masa depannya, anak mulai mencari identitas dirinya serta perannya jika ia berhasil melewati tahap ini maka ia tidak akan bingung menghadapi perannya. Intimacy vs Isolation (dewasa awal) Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Kesiapan membina hubungan dengan orang lain, perasaan kasih sayang dan keintiman, sedang yang tidak mampu melakukannya akan mempunyai perasaan terkucil atau tersaing. Generativy vs self absorbtion (dewasa tengah) Adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian masyarakat dan manusia pada umumnya. Pengalaman di masa lalu menyebabkan 162 individu mampu berbuat banyak untuk kemanusiaan, khususnya generasi mendatang tetapi bila tahap-tahap silam, ia memperoleh banyak pengalaman negatif maka mungkin ia terkurung dalam kebutuhan dan persoalannya sendiri. 8. Ego integrity vs Despair (dewasa lanjut) Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi, dan tindakan-tindakan dimasa lalu akan menimbulkan perasaan puas. Bila ia merasa semuanya belum siap atau gagal akan timbul kekecewaan yang mendalam. B. Kohlberg (Perkembangan Moral) 1. Pra-konvensional Mulanya ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan kepatuhan dan hukuman terhadap perilaku anak. Penilaian terhadap perilaku didasarkan atas akibat sikap yang ditimbulkan oleh perilaku. Dalam tahap selanjutnya anak mulai menyesuaikan diri dengan harapan–harapan lingkungan untuk memperoleh hadiah, yaitu senyum, pujian atau benda. 2. Konvensional Anak terpaksa menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan atau ketertiban sosial agar disebut anak baik atau anak manis. 3. Purna Konvensional Anak mulai mengambil keputusan baik dan buruk secara mandiri. Prinsip pribadi mempunyai peranan 163 penting. Penyesuaian diri terhadap segala aturan di sekitarnya lebih didasarkan atas penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang lain. C. Hurlock (Perkembangan Emosi) Menurut Hurlock, masa bayi mempunyai emosi yang berupa kegairahan umum, sebelum bayi bicara ia sudah mengembangkan emosi heran, malu, gembira marah dan takut. Perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Pengalaman emosional sangat tergantung dari seberapa jauh individu dapat mengerti rangsangan yang diterimanya. Otak yang matang dan pengalaman belajar memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan emosi, selanjutnya perkembangan emosi dipengaruhi oleh harapan orang tua dan lingkungan. 164 BAB XI Kesimpulan Pengetahuan maupun kemampuan pendidik mengenai perkembangan dan pertumbuhan siswa dari hulu hingga hilir harus terus berkembang seiring dengan perkembangan era siswa berada. Memahami dan mendekati mereka secara sistematis akan menghadirkan serta menciptakan iklim belajar yang nyaman walaupun di tengah keragaman perilaku yang dimiliki siswa. Selanjutnya berpikir jernih merupakan sebuah fungsi jiwa yang mengandung definisi maksud dan tujuan memecahkan masalah seputar pertumbuhan dan perkembangan siswa khususnya selama proses belajar. 165 DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu & Supriyono, Widodo (2013) Psikologi Belajar, Jakarta; Rineka Cipta. Andi Prastowo. 2014. Pemenuhan Kebutuhan Peserta Didik Sd/Mi Melalui Pembelajaran Tematik-Terpadu. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, Vol. 1, No.1, 1-13. Desmita, 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Dhias Fajar Widya Permana, Perkembangan Keseimbangan pada Anak Usia 7 s/d 12 Tahun Ditinjau dari Jenis Kelamin, Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia, Volume 3. Edisi 1. Juli 2013. Fatimah, Enung. (2010). Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: CV Pustaka Setia, Edisi Revisi. Hastin Budisiwi dan Sukoco KW. 2015. Kebutuhan Psikologis Peserta Didik, Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan Dan Konseling. Vol. 1, No.3: 58-64 Helmi Firmansyah.”Hubungan Motivasi Berprestasi Siswa Dengan Hasil Belajar Pendidikan Jasmani”. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, Volume 6, Nomor 1, April 2009. Mamin Suparmin, (2010) Makna Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Jurnal Ilmiah SPIRIT, 9 Vol. 10. No. 2. Tahun 2010, Halaman 14-18, 25, 55. Masganti. (2012). Perkembangan Peserta Didik. Medan: (Kelompok Penerbit Perdana Mulya Sarana) Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Muhammad Syamsussabri (2013), Konsep Dasar Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik, Jurnal 166 Perkembangan Peserta Didik, Volume 1, Nomor 1, Mei, 1-9. Ni Kadek Novia Purnamasari, I Gusti Agung Oka Negara, I Made Suara. (2014), Penerapan Metode Demonstrasi Melalui Kegiatan Melipat Kertas (Origami) Untuk Meningkatkan Perkembangan Motorik Halus Anak, eJournal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 2, No 1. Nur Fitri Jayanti, Sugi Purwanti (2012), Deskripsi FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Anak Dalam Menghadapi Menarche, Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol.3 No.1, Edisi Juni. Purnomo, Halim (2016). Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar, Yogyakarta; K-Media. -------------------- (2020). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: LP3M-UMY. Syah, Muhyibin, 2011. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 167 BIODATA PENULIS Halim Purnomo., Anak Ke 5 Putra dari Bapak Abdul Muin (alm) dan Ibu Hj. Siti Amaliyah (Watmah) di Desa Grinting Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes. A. Identitas Keluarga Istri : Husnul Khotimah Abdi, M. Pd. I Anak 1: Malqie Dzilhani Purnomo (10 tahun) Anak 2 : Ghaisan Nizhami Purnomo (7 tahun) Anak 3: Awfa „Aheeda Sakhi Purnomo (6 tahun) Anak 4: Nalendra Hazeeq Akhtar Purnomo ( 5 bulan) B. Pendidikan Non Formal 1. Madrasah Diniyah Nurul Huda Grinting Bulakamba Brebes, 1993-1995 2. Kuliyatul Mu‟alaimin Al-Islamiyah Pon-Pes Darunnajat Bumiayu Brebes (Cabang Gontor Ponorogo), 19982003 C. Pendidikan Formal 1. MI Islamiyah Grinting, Bulakamba, Brebes. 2. MTs Al-Faqih Cirebon 3. SMP Muhammadiyah Kluwut 4. MTs Assalafiyah Bulakamba Brebes 5. MA Darunnajat Bumiayu Brebes 6. S1 STAI Haji Agus Salim Fak. Tarbiyah 7. S2 Psikologi Pendidikan Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon 8. S3 Psikologi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 168 D. Pengalaman Organisasi 5 Tahun Terakhir 1. Pengurus Forum Silaturahim Pemuda Remaja Masjid Indonesia (FSPRMI) Cabang Kota Cirebon 2011-2015. 2. Bendahara Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Cirebon 2011-2015. 3. Ketua DKM Darussalam Kel. Kaliwadas – Sumber – Cirebon 2015, 4. Anggota Majelis Dikdasmen PDM dan Sekretaris PCM Kesambi Kota Cirebon 2015-2020. Selanjutnya pernah menjabat sebagai Ketua Prodi S1 Tasawuf Psikoterapi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Cirebon. 5. Dosen Tetap Pascasarjana Program Doktor (S3) Psikologi Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. E. Buku 1. Model Reward dan Punishment Perspektif Pendidikan Islam, (Yogyakarta; DeePublish, 2012). 2. Memotivasi dengan Ganjaran (Yogyakarta; K-Media, 2013) 3. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar (Yogyakarta; K-Media, 2016). 4. Pedoman Praktis Penulisan Skripsi (Cirebon: Nurjati Press, 2017). 5. Spiritulitas dan Perilaku Pengemis di Kota Cirebon (Jakarta: Cakrawala Budaya, 2017) 6. Modul Bahasa Arab Kelas XI SMA (Cirebon: Confident, 2017) 7. Modul Bahasa Arab Kelas XII SMA (Nurjati Press, 2018) 8. How to Speak English Fluently (K-Media, 2018) 169 9. Psikologi Pendidikan (LP3M UMY, 2019) 10. Tutorial Pembelajaran Berbasis Proyek (K-Media, 2019) 11. Book Chapter (LPPI-UMY, 2019) 12. Psikologi Peserta Didik (K-Media, 2020) F. Jurnal 1. International UMRAN Islamic and Civilizational Studies: Poor Behavior of Beggars in Cirebon City. www.umran.utm.my 2. Implementasi Reward dan Punishment dalam Menumbuhkan perubahan Perilaku Belajar Siswa di SD Muhammadiyah 3 Kota Cirebon. www.jurnal.unej.ac.id 3. Implementation of Task Based Instruction In EFL Teaching Speaking Skill. www.journal.uniku.ac.id. 4. Sex Education Pattern For 12 Years Compulsary Education Age In Digital Era, http://dx.doi.org/10.2139/ssrn 5. Intervensi Psikologis Pada Pemerolehan Bahasa Anak, http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/equalit a/index 6. Penerapan Kantin Kampus Yang Halal dan Thayyib, Seminar Nasional Abdimas II 2019 Sinergi dan Strategi Akademisi, Business Dan Government (Abg) dalam Mewujudkan Pemberdayaan Masyarakat Yang Berkemajuan di Era Industri 4.0 7. The Concept of Wasatiyyah in The Views of alZamakhshari and Fakhr al-Dīn al-Rāzī. http://journal.umpo.ac.id/index.php/istawa/ 8. Pengelolaan Kelas Belajar di Era 4.0. Jurnal Elementaria Edukasia Volume 3 No 1 Tahun 2020. 170 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. School Relationship Management With The Community: Analysis of Program Activity Needs. http://journal.umpo.ac.id/index.php/alasasiyya/index. Principals‟ Personality, Leadership, Teachers‟ Job Satisfaction and Students‟ Achievement. International Journal of Psychosocial Rehabilitation, Vol. 24, Issue 08, 2020. A Charismatic Relationship: How a Kyai‟s Charismatic Leadership and Society‟s Compliance are Constructed? Journal of Indonesian Economy and Business Volume 35, Number 2, 2020, 129 – 143. Transforming Islamic Boarding School as Indonesian of Islamic Educational Institution in the Digital Era. International Journal of Psychosocial Rehabilitation, Vol. 24, Issue 08, 2020 ISSN: 1475-7192. Interconnection Of Science, Islamic Religion, and Philosophy Of Science. Khatulistiwa: Journal of Islamic Studies Vol. 10, No. 1. March 2020. Pendidikan Karakter Islami pada Online Class Management di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta Selama Pandemi Covid-19. Jurnal Tarbiyatuna Vol. 11 No. 1 (2020) pp. 91-100 pISSN: 2085-0889 | eISSN: 2579-4981 Journal Homepage: http://journal.ummgl.ac.id/index.php/tarbiyatuna/index Managerial Leadership in Boarding and Public School: An Idea and Experience from Indonesia. Talent Development & Excellence Vol.12, No.2s, 2020, 4047-4059. Penerapan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Sains Budaya Lokal Di Sekolah dan Madrasah. https://ejournal.upi.edu/index.php/tarbawy/index 171 17. The Use of Active Learning Methods In Learning Fiqh Subject at Islamic Boarding School. Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 23(1), 173-182. https://doi.org/10.24252/lp.2020v23n1i14. G. Riset Dikti 1. Hibah Penelitian 2016 2. Hibah Penelitian 2018 3. Hibah Penelitian Kolaborasi Luar Negeri 2020-2022 4. Hibah Penelitian DN 2020-2022 172