MAKALAH ILMIYAH
KEKUASAAN KHALIFAHAN ABDULLAH BIN
ZUBAIR ERA DAULAH MUAWIYAH
Tugas Mata Kuliah Tarikh Al-Khulafa’
Dosen:
Ust. Tengku Azhar, M.H, M.Pd
Fikriadi bin Sobirin Ar bin H. Rasyidin bin KH. Abdurrahim bin
Riyem
NIM. T.18.01.007
MA’HAD ALY DARUSY SYAHADAH LI TA’HIL
AL MUDARRISIN WA AL MUDARRISAT
2020/1442
KEKUASAN KHALIFAH ABDULLAH BIN ZUBAIR ERA DAULAH
MUAWIYAH
Oleh : Fikriadi
Isu Masalah
Dalam sejarah tentu tau sepak terjang Abdullah bin Zubair seorang Khalifah era Daulah
Umawiyyah. Yang mana beliau mengambil alih kekuasan tersebut setelah terbunuhnya Yazid
bin Muawiyah dari kursi ke Khilafahan1. Beliau memerankan tersebut karena adanya sebuah
perjanjian yang tidak dipenuhi oleh Muawiyah terhadap Hasan bin Ali setalah adanya janji
yang disepakati2. Namun ketika Muawiyah hampir menjelang ajalnya beliau merasakan
ketidak akuran atau banyaknya konflik terhadap wilayah yang dipimpinnya sehingga beliau
berijtihad (pendapat) bahwa dengan memilih anaknya Yazid bin Muawiyah akan
mendatangkan mashlahat (kebaikan) terhadap umat Islam3. Memang hal tersebut membuah
kemaslahatan disebagian saja, tetapi disebagian juga diantaranya sahabat Nabi dan cucunya
yaitu Abdullah bin Zubair dan Husain bin Ali menentang akan ijtihad Muawiyah karna
bersebrangan dengan hadits Nabi dan ayat Al-Qur’an tentang pentingnya bermusyawarah.
Sehingga dengan kasus seperti itulah maka Abdullah bin Zubair merasa ini perlu adanya
Revolusi terhadap Muawiyah.
Maka dari penulis ingin menganalisa apakah kekuasaan atau kekhilafahan Abdullah bin
Zubair itu mu’tamad. Karena melihat begitu signifakan kekuasan Abdullah bin Zubair ini di
Mesir, Syam, Yaman, Hijaz, Khurosan dan Irak4. Kekuasan beliau mampu bertahan selama
sembilan tahun lamanya5. Yang mana dalam sejarahnya begitu dahsyat sekali pergolakan
beliau dengan Yazid bin Muawiyah sampai pada
1
. Syaikh Jalâl al-Dîn Abd al-Rahmân bin Abî Bakar al-Suyûthî, Târîkh al-Khulafâ’, (Lebanon ; Dar al-Minhaj,
2013), hal. 349.
2
. Dr. Alî Muhammad al-Shallabî, Khâmis al-Khulafâ’ al-Rasyidîn Hasan bin Alî Syakhsyiyyatuhu wa ‘Ashruhu,
(Kairo ; Muasasah Iqro’, 2008 M), hal. 310.
3
. Prof. Dr. Abdu al-Syâfi Muhammad Abdul Lathîf, Al-‘Âlam al-Islamî fî al-‘Ishri al-Umawî, (Kairo ; Dâr alSalâm, 2008), hal. 166.
4
. Syaikh Jalâl al-Dîn Abd al-Rahmân bin Abî Bakar al-Suyûthî, Târîkh al-Khulafâ’, (Lebanon ; Dâr al-Minhâj,
2013), hal. 349.
5
. Prof. Dr. Abdu al-Syâfi Muhammad Abdul Lathîf, Al-‘Âlam al-Islamî fî al-‘Ishri al-Umawî, (Kairo ; Dâr alSalâm, 2008), hal. 190.
1
Abdul Malik bin Marwan. Serta kisah tentang penghancuran Ka’bah yang dilakukan oleh Hajaj
bin Yusuf pada masa itu6.
Biografi Abdullah bin Zubair
Nasab beliau; Abdullah bin Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul
‘Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah. Beliau merupakan Amirul Mukminin, Abu Bakr dan
Abu Khubaib ini merupakan kunyah beliau7. Beliau merupakan anak dari Hiwari Rasulullah,
ibu beliau bernama Asma binti Abu Bakar anak dari orang termulia setelah baginda
Rasulullah8. Ketika di Makkah beliau mengandung Abdullah bin Zubair di akhir era Makkah
sebelum hijrah. Ketika Asma’ hijrah ke Madinah sesampainya ditempat Quba’ beliau
melahirkan yang kemudian dinamakan dengan Abdullah bin Zubair, kemudian aku datang
kepada Rasulullah dan meletakannya diatas batu setelah itu beliau berdoa dan mengunyahkan
buah kurma kemudian melumatkan kedalam mulut Ibnu Zubair. Sehingga yang masuk pertama
kedalam perut Abdullah bin Zubair adalah air liur beliau Rasulullah. Beliau merupakan seorang
Muhajirin yang dilahirkan pertama kali di Madinah (Yastrib)9
Imam al-Dzahabi mengatakan bahwa beliau juga merupakan sahabat Nabi, namun ia
tergolong sahabat sighor (Junior). Tidak hanya itu saja beliau mempunyai kedalaman ilmu
yang luas, periwayat hadits, orang mulia, mujahid dan ahlul ‘ibad10. Diriwayatkan juga dari
bapaknya Zubair bahwa kakeknya dari ibunya bernama Abu Bakar al-Shidiq, ibunya bernama
Asma’ binti Abu Bakar dan bibinya bernama Aisyah bin Abu Bakar.
Disamping kelebihan semua kelebihan ini, Abdullah bin Zubair adalah sosok yang
cerdas, tajam analisisnya, pemberani, gagah berani di medan perang, percaya diri dan
mempunyai keinginan yang keras.
Abdullah bin Zubair merupakan orang mulai dari Quraisy pada zamannya.
Pengalamannya yang tak diragukan lagi, beliau juga ikut dalam perang Yarmuk era Umar bin
. Dr. Alî Muhammad al-Shallabî, Al-Daulah al-Umawiyah ‘Awâmil al-Izdihâr wa Tadâ’iyât al-Inhiyâr, (Bierut
; Dâr al-Ma’rifah, 2008 M), hal. 609. Vol. 1.
7
. Al-Imâm al-Syamsy al-Dîn Muhammad bin Ahmad bin Utsmân al-Dzahabî, Siyar A’lâm al-Nubalâ’, (Beirut ;
Muasasah al-Risalah, 1981-1982 M), hal.363. vol. 3
8
. Syaikh Jalâl al-Dîn Abd al-Rahmân bin Abî Bakar al-Suyûthî, Târîkh al-Khulafâ’, (Lebanon ; Dâr al-Minhâj,
2013), hal. 348
9
. Ibid
10
. Al-Imâm al-Syamsy al-Dîn Muhammad bin Ahmad bin Utsmân al-Dzahabî, Siyar A’lâm al-Nubalâ’, (Beirut
; Muasasah al-Risalah, 1981-1982 M), hal. 364. Vol. 3.
6
2
Khaththab, penakluk benua Afrika, beliau juga ikut dalam perang Konsntantin dan perang
Jamal bersama dengan bibinya.
Abdullah bin Zubair di Masa Muawiyah bin Abi Sufyan
Pemerintahan Muawiyah dimulai semenjak terjadinya perdamaian dengan Hasan bin
Ali karena beliau merasa resah dengan adanya dua kubu besar yang saling bermusuh, sehingga
beliau mengkontemplasi yang pada akhirnya beliau mengundurkan diri sebagai Khalifah dan
diberikan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan dikarenakan banyak kemaslahatan serta
perdamaian antara dua kubu tersebut11. Setelah dilantik nya Muawiyah bin Abi Sufyan menjadi
Khalifah maka kekuasaannya pun berada pada Muawiyah bin Abi Sufyan. Setelah berjalannya
waktu beliau dari sisi pemerintahan sangat menghormati sekali keluarga Rasulullah karna
kecintaan nya Muawiyah terhadap Rasul. Dr. Abdu al-Syafi Muhamad Abd al-Latif metode
pemerintahan Muawiyah saat itu menerapkan beberapa prinsip yang diantara nya
“Memperlakukan dengan sebaik-baiknya semua tokoh sahabat senior beserta putra –
putri mereka. Terutama bani Hasyim”.12
Sementara Abdullah bin Zubair dimasa kepemimpinan Muawiyah tidak terjadi masalah
bahkan saling rukun satu sama lain. Beliau dengan ikhlas dan membaiat Muawiyah sebagai
Khalifah, bahkan Abdullah bin Zubair turut ikut perang dalam penaklukan konstantinopel yang
dikomandoi oleh Yazid bin Muawiyah, namun konflik intern itu terjadi ketika Muawiyah
mengambil ijtihad bahwa kekuasaannya langsung dilimpahkan kepada anaknya (Yazid bin
Muawiyah) tanpa adanya musyawarah. Sehingga Husain bin Ali, Abdullah bin Umar dan
Abdullah bin Zubair menentang hal tersebut karna tidak sesuai dengan sunnah para Khalafa’
al-Rasyidin. Ibnu Khaldun menuturkan bahwa
“Motif yang mendasari Muawiyah melimpahkan kekuasaan kepada Yazid putranya,
bukan kepada orang lain, adalah demi kepentingan umum, yaitu persatuan dan kesatuan
masyarakat, sekaligus menyetujui keinginan Ahlu Halli wa al-Aqdi (dewan
permusyawaratan) yang beranggotaan bani Umayyah”13
. Al-Hafîdz Imad al-Dîn Abû Fida’ Ismâîl bin Umar bin Katsîr al-Quraisŷ al-Dimasyqî, Al-Bidâyah wa alNiahâyah, (al-Dar Hijr, 1998 M), hal. 138. Vol. 11.
12
. Prof. Dr. Abdu al-Syâfi Muhammad Abd Lathîf, Al-‘Âlam al-Islamî fî al-‘Ishri al-Umawî, (Kairo ; Dâr alSalâm, 2008), hal. 150.
13
.
11
3
Sehingga dengan adanya kejadian tersebut timbullah kekacauan diantara mereka.
Yang mana Abdullah bin Zubair dan Husain bin Ali masih tidak terima dengan keputusan
yang diambil oleh Muawiyah karena dianggapnya menyelisihi para Khalafa’ al-Rasyidin
terdahulu. Namun berbeda dengan Abdullah bin Umar yang mana sikap nya menunjukkan
baiat kepada Yazid bin Muawiyah ketika menjabat sebagai Khalifah.14
Setelah terjadi nya hal tersebut maka Husain bin Ali mulai menunjukan
pertentangannya sehingga terjadi lah perselisihan antara Husain dan Yazid. Berbagai
macam lobian yang dilakukan oleh Yazid nampaknya hal itu sia-sia belaka karena Husain
tidak mau membaiat Yazid dikarenakan tidak sesuai dengan Khalifah terdahulu. Akhir nya
Husain pun mencoba untuk mencari pendukung untuk membela ijtihadnya sehingga
membuat Husain pun hijrah ke Makkah.
Kronologi Terbunuhnya Husain di Karbala
Sesampainya ia disana para utusan dari Kuffah pun membawa surat yang isi nya
kemarahan atas tindakan yang dilakukan oleh Muawiyah. Lalu Husain pun memastikan
kabar tersebut dengan mengutus sepupunya Muslim bin Uqail untuk berangkat ke Kufah
memastikan apakah mereka benar – benar ingin mendukung Husain atas tidakkan Yazid
tersebut.
Ketika Muslim bin Uqail datang di Kuffah, orang – orang Kufah pun siap untuk
membaiat Husain. Maka ketika hal itu terbukti oleh Muslim ia segera mengabarkan tentang
kesiapan penduduk Kufah15, sehingga Husain pun menyusul untuk pergi ke Kufah. Namun
nasib malangpun menimpa saudaranya yaitu Muslim bin Uqail ketika berita itu sampai
kepada Yazid, ia segera mengirim Ubaidillah bin Ziyad untuk membunuh nya dirumah
salah seorang tokoh di Kufah yaitu Hani bin Urwah al-Muradi. Kemudian terjadilah
pembunuhan terhadap keduanya.16 Ibnu Atsir mengatakan Ketika Husain menerima surat
kemudian ia segera berangkat ke Kufah karena dua belas ribu siap membaiat Husain, namun
kabar itu terdengar oleh Yazid bin Muawiyah sehingga dengan itu ia mengabarkan kepada
gubernurnya di Kufah yaitu Ubaidillah bin Ziyad untuk menghentikan atau menghadang
. Dr. Alî Muhammad al-Shallâbî, Daulah Umawiyyah ‘Awamil al-Izdihar wa Tada’iyat al-Inhiyar, (Beirut;
Dar al-Ma’rifah, 2008 M), Hal. 454. Vol. 1
15
. Muhammad bin Abû al-Fadh Ibrâhîm, Târîkh al-Thabarî Târîkh al-Rasûl wa al-Mulûk lî Abî Ja’far
Muhammad bin Jarîr al-Thabarî, (Mesir ; Dâr al-Ma’ârif), Hal. 347. Vol. 5.
16
. Prof. Dr. Abdu al-Syâfi Muhammad Abd Lathîf, Al-‘Âlam al-Islamî fî al-‘Ishri al-Umawî, (Kairo ; Dâr alSalâm, 2008), hal. 583 .
14
4
Husain bin Ali ini. Para sahabat seperti Abdullah bin Abbas telah menasehatinya
untuk tidak pergi ke Kufah dikarenakan itu adalah tipuan, yang mana itu sudah pernah
terjadi dan menimpa Ayah dan Kakakmu Hasan.
17
Tetapi Husain pun pergi ke Kufah,
bahkan dari Bani Hasyim pun telah memberikan nasehat kepada Husain agar ia tidak pergi
ke Kufah selain itu Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam juga telah menasehatinya.
Ketika Husain sampai dikarbala maka Ubaidillah bin Ziyad menyiapkan sebuah pasukan
untuk mengadangnya. Kemudian bertemulah Umar bin Sa’ad dan Husain dan pada
akhirnya pun Husain memberikan tawaran kepada Umar bin Sa’ad, pilihlah antara engkau
membiarkanku pulang ke temoat asalku, engkau membiarkanku pergi menemui Yazid atau
engkau membiarkanku pergi ke daerah – daerah perbatasan, kata Husain18. Maka ketika
surat itu telah sampai kepada Umar, ia pun berbahagia dan segera memberitahukan kepada
Ubaidillah bin Ziyad, namun tanggap nya berbeda. Malah Ubaidillah bin Ziyad tidak
menyetujui pendapat tersebut hingga ia mengatakan “Tidak ada kemulian sebelum ia
meletakkan tangannya dalam genggamanku19.
Husain pun enggan untuk tunduk kepadanya sehingga terjadilah penumpahan darah
dan pembunuh terhadap Husain dan keluarganya terbunuhlah ditanggal Asyura 10
Muharram 61 H.
Abdullah bin Zubair di Makkah
Desas – desus dalam hal ini ialah penolakan ibnu Zubair sebagaimana sudah
dijelaskan diatas, ketidak setujuannya terhadap keputusan Muawiyah. Hal itu
mengharuskan Abdullah bin Zubair untuk pergi ke Makkah demi keselamatan dirinya.
Ketika disana ia pun memberikan nasehat kepada Husain bin Ali untuk tidak pergi ke
Kufah, karena melihat sejarah Kufah yang telah membohongi bahkan sampai membunuh
Bapak dan Saudaranya. Setelah kepergian Husain tiba – tiba ia mendengar kabar bahwa
Husain telah terbunuh di Karbala hal itulah menyebabkan sedih bagi Ibnu Zubair dan
terpukulnya atas kematian cucu Rasulullah. Sepeninggalnya ia pun tetap bersikeras dengan
pendapatnya untuk tidak membaiat Yazid bin Muawiyah dan berseberangan dengan beliau.
. ‘Izzudîn Abî al-Hasan Alî bin Abî al-Kirami Muhammad bin Muhammad bin Abî al-Karîm bin Abd alWahîd al-Syaibâni al-Ma’rûf bi Ibnu al-Atsîr, Al-Kâmil fî Târîkh, (Beirut ; Dâr al-Kitâb al-‘Arabî, 2012 M), Hal.
137. Vol 3.
18
. Muhammad bin Abû al-Fadh Ibrâhîm, Târîkh al-Thabarî Târîkh al-Rasûl wa al-Mulûk lî Abî Ja’far
Muhammad bin Jarîr al-Thabarî, (Mesir ; Dâr al-Ma’ârif), Hal. 389. Vol. 5.
19
. Ibid. Hal. 389. Vol. 5
17
5
Namun dipihak masyarakat Makkah mayoritas mendukung Ibnu Zubair dan
membenci Yazid karena perbuatan yang tercela membunuh cucu Rasulullah. Sementara itu,
Yazid tidak menemukan celah untuk menumpas Ibnu Zubair yang menentangnya.
Pasalnya, Ibnu Zubair berlindung di Masjidil Haram, ditanah Suci Makkah.
Yazid bin Muawiyah sangat murka terhadap Abdullah bin Zubair dan bersumpah
hanya mau menerima baiat Abdullah jika ia sendiri yang datang ke Masjid Jami’ di negri
Syam. Yazid pun memerintahkan wali kota Madinah, Amru bin Sa’id bin Ash, supaya
mengirim orang guna menjemput paksa Ibnu Zubair ke negri Syam. Amru bin Sa’id lantas
mengirim pasukan Amr bin Zubair adik kandung sendiri. Namun Abdullah bin Zubair
sendiri senantiasa tidak terjangkau oleh Yazid, sampai pada akhirnya Muslim bin Uqbah
al-Murri menyerang Ibnu Zubair atas perintah Yazid, setelah menumpas pemberontakan
warga Madinah pada akhir 63 H. Namun, di tengah perjalanan menuju Makkah, Muslim
bin Uqbah meninggal dunia, sehingga kepemimpinan diambil alih oleh al-Husain bin
Numair al-Sakuni.
Ketika pasukan tersebut tiba di Makkah pada tanggal 26 Muharram 64 H, pasukan
Husain bin Numair ini mengepung Ibnu Zubair selama enam puluh empat hari lamanya.
Selama itu, terjadi saling serang antara pasukan Ibnu Zubair dan pasukan Syam yang
menggunakan Manjaniq (ketapel raksasa) terhadap Ka’bah dari gunung Qubais. Sampaisampai menimbulkan kerusakan yang sangat parah sekali. Ibnu Katsir mengatakan
kerusakan tersebut sampai runtuhnya dinding Ka’bah dan area sekitarnya, bahkan sampai
ke pinggir Maqam Ibrahim.20 Ibnu Jarir al-Thabari mengatakan bahkan kejadian tersebut
mengakibatkan kebakaran di Masjid al-Haram.21 Kemudian setelah selesai peperangan
Abdullah bin Zubair memperbaiki Masjid al-Haram dan Ka’bah yang telah terjadi
peperangan hingga menghancurkan kota Suci Makkah22
Sementara itu kedua belah pihak saling serang menyerang, terdengar bahwa
Khalifah Yazid bin Muawiyah telah meninggal dunia pada 14 Rabi’ul Awal 64 H.23
Kematian Yazid bin Muawiyah merupakan sebuah kesempatan bagi Abdullah bin Zubair
. Al-Hafîdz Imad al-Dîn Abû Fida’ Ismâîl bin Umar bin Katsîr al-Quraisŷ al-Dimasyqî, Al-Bidâyah wa alNiahâyah, (al-Dar Hijr, 1998 M), hal. 690. Vol. 11.
21
. Muhammad bin Abû al-Fadh Ibrâhîm, Târîkh al-Thabarî Târîkh al-Rasûl wa al-Mulûk lî Abî Ja’far
Muhammad bin Jarîr al-Thabarî, (Mesir ; Dâr al-Ma’ârif), Hal. 489. Vol. 5.
22
. Ibid. Hal. 690. Vol. 11
23
. Prof. Dr. Abdu al-Syâfi Muhammad Abd Lathîf, Al-‘Âlam al-Islamî fî al-‘Ishri al-Umawî, (Kairo ; Dâr alSalâm, 2008), hal. 612 .
20
6
untuk menduduki tahta kekhilafahan. Ibnu Zubair berteriak kepada pasukan Syam, “untuk
siapa kalian berperang? Pemimpin kalian yang durhaka telah meninggal!” berita kematian
Yazid itu benar – benar meperlemah moral pasukan Syam
Lantas datanglah peluang bagi Ibnu Zubair kesempatan enas yang harus diambilnya
atau hilang sia-sia begitu saja dan tidak akan terulang lagi selamanya. Yaitu, ketika jendral
pasukan Syam, Al-Hushain bin Numair mengerim delegasi menemui Ibnu Zubair untuk
memintanya berdialog. Setelah bertemu, Al-Hushain berkata kepada Abdullah bin Zubair,
“Jika Yazid telah tiada maka engkaulah yang paling berhak menjadi Khalifah. Kemarilah,
kami akan membaiatmu. Setelah itu, berangkatlah bersama kami ke negri Syam. Pasukan
yang kubawa ini adalah para tokoh dan jawara negri Syam. Demi Allah, mereka akan bulat
menerimamu jika engkau memberi mereka jaminan keamanan dan merelakan darah
pasukan kalian dan pasukan kami serta merelakan darah pasukan kami dan pemberontakan
Madinah di Al-Harrah.
Namun Ibnu Zubair tidak menerima tawaran ini. Ia malah berkata kepada Hushain,
“Aku? Merelakan darah mereka? Demi Allah, walaupun satunya mereka dibayar dengan
sepuluh nyawa kalian, aku tetap tidak akan rela!”
Al-Hushain bin Numair pun berkata kepadanya, “Semoga Allah menjelakkan orang
yang menilaimu cerdas ataupun fasih setelah kejadian ini! Tadinyakukira engkau cerdikpandai. Aku berkata kepadamu dengan suara pelan agar tidak terdengar orang lain, tetapi
engkau malah berbicara keras-keras! Aku menawarimu kekhilafahan, tetapi engkau malah
menawariku perang dan kematian.24
Pasca kematian Yazid bin Muawiyah mengakibatkan Bani Umayah benar – benar
kacau. Ditambahlah lagi dengan penolakan Muawiyah bin Yazid bin Muawiyah sebagai
Khalifah menggantikan mendiang ayahnya. Namun ia menolak dan menyerahkan kepada
Masyarakat agar memilih Khalifah setelahnya selain dari Bani Umayyah.
Pembaiatan Abdullah bin Zubair
Para sejarawan banyak berbeda tentang pembaiatan Abdullah bin Zubair ada yang
mengatakan beliau di baiat ketika wafatnya Husain bin Ali. Namun ada para sejarawan
. ‘Izzudîn Abî al-Hasan Alî bin Abî al-Kirami Muhammad bin Muhammad bin Abî al-Karîm bin Abd alWahîd al-Syaibâni al-Ma’rûf bi Ibnu al-Atsîr, Al-Kâmil fî Târîkh, (Beirut ; Dâr al-Kitâb al-‘Arabî, 2012 M), Hal.
226. Vol 3.
24
7
yang mengatakan bahwa beliau di baiat ketika Yazid bin Muawiyah wafat 64 H.
diantaranya Imam al-Suyûthî25 dan Imam Ibnu Atsîr26
Keterangan ini lebih dekat dengan kebenaran. Sebab, jika demikian maka baiat Ibnu
Zubair adalah baiat yang legal. Pasalnya kekhilafahan Yazid sudah berakhir dengan
kematiannya, sementara kaum Muslimin tidak mempunyai Khalifah. Sebab kedua, baiat
bagi Ibnu Zubair rampung lebih dahulu dari pada baiat bagi Marwan di al-Jabiyah pada
Dzul Qo’dah 64 H. maka secara kedudukan Abdullah bin Zubair lebih kuat dalam tinjuan
syariat dari pada kedudukan Marwan
Kita bisa melihat bahwa kekuasaan yang dipegang oleh Abdullah bin Zubair begitu
luas sekali diantaranya seperti Kufah, Bashrah, Mesir, Hijaz, dan sebagian besar Syam.
Setelah wafatnya Yazid seketika itu kekhalifahan berada ditangan Abdullah bin Zubair dan
pembaiatan serta kekhalifahan sah milik Abdullah bin Zubair dikarenakan pada saat itu
umat Islam tidak memiliki khalifah setelah kematiannya.27
Ketika berjalannya waktu Marwan bin al-Hakam dibaiat, kondisi mulai berubah.
Legalitas semata tidak cukup untuk menentukan kemenangan. Penentu kemenangan adalah
politik, kecerdikan, dan kekuatan. Perlahan tetapi pasti, marwan memulihkan kekuasaannya
setelah ia kembali ke negri Syam. Yang awalnya telah diusir dari Madinah oleh Abdullah
bin Zubair, pasukan Marwan berhasil menduduki Syam setelah menekan pendukung Ibnu
Zubair yang dikomandoi Al-Dhahak bin Qais, dalam pertempuran Marj Rahith, pada akhir
tahun 64 H.28
Selanjutnnya, Marwan bin al-Hakam mengambil langkah penting untuk menguasi
Mesir, sehingga negri itu dapat dikuasai kembali. Ia pun menetapkan putranya Abdu alAziz bin Marwan sebagai gubernur, jendral disana.
Setelah menguasai Mesir, Marwan bin al-Hakam kembali ke negri Syam guna
merebut kembali negri Irak. Untuk itu ia mengirim Ubaidillah bin Ziyad dengan pasukan
. Syaikh Jalâl al-Dîn Abd al-Rahmân bin Abî Bakar al-Suyûthî, Târîkh al-Khulafâ’, (Lebanon ; Dâr al-Minhâj,
2013), hal. 348
26
. ‘Izzudîn Abî al-Hasan Alî bin Abî al-Kirami Muhammad bin Muhammad bin Abî al-Karîm bin Abd alWahîd al-Syaibâni al-Ma’rûf bi Ibnu al-Atsîr, Al-Kâmil fî Târîkh, (Beirut ; Dâr al-Kitâb al-‘Arabî, 2012 M), Hal.
225. Vol 3.
27
. Dr. Alî Muhammad al-Shallâbî, Daulah Umawiyyah ‘Awamil al-Izdihar wa Tada’iyat al-Inhiyar, (Beirut;
Dar al-Ma’rifah, 2008 M), Hal. 568-569. Vol. 1, Prof. Dr. Abdu al-Syâfi Muhammad Abd Lathîf, Al-‘Âlam alIslamî fî al-‘Ishri al-Umawî, (Kairo ; Dâr al-Salâm, 2008), hal. 616.
28
. Muhammad bin Abû al-Fadh Ibrâhîm, Târîkh al-Thabarî Târîkh al-Rasûl wa al-Mulûk lî Abî Ja’far
Muhammad bin Jarîr al-Thabarî, (Mesir ; Dâr al-Ma’ârif), Hal. 535. Vol. 5
25
8
besar, pasukan ini bentrok dengan pasukan Ibnu Zubair di Ain al-Wardah dan berhasil
menghancurkan mereka, hanya saja Marwan bin al-Hakam meninggal dunia pada tahun 65
H sebelum Irak berhasil direbut kembali. Misi merebut Irak dilanjutkan oleh anaknya Abdul
Malik bin Marwan
Ketika Abdul Malik bin Marwan menjadi Khalifah setelah ayahnya meninggal
kekuasannya pun terdiri dari Syam dan Mesir sementara kekuasan Abdullah bin Zubair
terbentang dari Hijaz dan Iraq. Pada era ini muncul gerakan Al-Mukhtar bin Abu Ubaid alTsaqofi. Ia memimpin kelompok Syiah pasca terbunuhnya Sulaiman bin Shard al-Khuza’i
di Ain al-Wardah.29 Al-Mukhtar al-Tsaqofi berhasil mengusir Abdullah bin Muthi’ wali
kota Kufah yang ditunjuk oleh Abdullah bin Zubair dari Kufah dan menguasai wilayahnya.
Kedudukan al-Mukhtar pun semakin berkibar setelah pasukan Abdul Malik di bawah
jendral Ubaidillah bin Ziyad dikalakannya dalam pertempuran al-Khazin pada tahun 67 H.
Maka mulai dari sinilah Abdul Malik memulai strateginya untuk mengambil
langkah. Ia memberikan al-Mukhtar berhadapan dengan Abdullah bin Zubair. Abdul Malik
menyakini betul bahwa Abdullah bin Zubair tidak akan tinggal diam membiarkan AlMukhtar mengambil alih kekuasaanya di Irak
Ketika itu tibalah kedua pasukan ini bertemu dan saling menyerang, yang mana
Abdullah bin Zubair mengkhawatirkan Bashrah diambil oleh Al-Mukhtar al-Tsaqofi.
Sehingga Ibnu Zubair menyiapkan pasukan untuk memerangi Al-Mukhtar. Seketika itu
terjadilah peperangan antara keduanya mengakibatkan kekalahan dan tumbangnya alMukhtar.
Terbunuhnya Abdullah bin Zubair
Manfaat yang diambil dari situasi ini ialah Abdul Malik segera memainkan
perannya dengan memprovokasi penduduk Irak agar ia berbelot kepadanya. Tak pelak pun
terjadi sehingga dengan secara singkat Abdul Malik memerangi Abdullah bin Zubair
setelah berhasil menumpas Al-Mukhtar al-Tsaqofi ini. Abdul Malik telah menyiapkan
pasukan untuk menyerang Abdullah bin Zubair di Makkah. Sehingga pertempuran pun
terjadi keduanya mengakibatkan kekalahan di pihak Ibnu Zubair, peperangan tersebut
menghancurkan kota Makkah, yang mana komando pasukan Abdul Malik dipimpin oleh
. Prof. Dr. Abdu al-Syâfi Muhammad Abd Lathîf, Al-‘Âlam al-Islamî fî al-‘Ishri al-Umawî, (Kairo ; Dâr alSalâm, 2008), hal. 617.
29
9
Hajjaj bin Yusuf memerangi Ibnu Zubair dengan melemparkan manjaniq ke kota Makkah.
Disaat itu lah kekuasannya berakhir dan beliau wafat pada tanggal 17 Jumadil Ula 73 H.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Syaikh Jalâl al-Dîn Abd al-Rahmân bin Abî Bakar al-Suyûthî, Târîkh al-Khulafâ’,
(Lebanon ; Dar al-Minhaj, 2013)
2. Dr. Alî Muhammad al-Shallabî, Khâmis al-Khulafâ’ al-Rasyidîn Hasan bin Alî
Syakhsyiyyatuhu wa ‘Ashruhu, (Kairo ; Muasasah Iqro’, 2008 M)
3. Prof. Dr. Abdu al-Syâfi Muhammad Abdul Lathîf, Al-‘Âlam al-Islamî fî al-‘Ishri alUmawî, (Kairo ; Dâr al-Salâm, 2008)
4. Dr. Alî Muhammad al-Shallabî, Al-Daulah al-Umawiyah ‘Awâmil al-Izdihâr wa
Tadâ’iyât al-Inhiyâr, (Bierut ; Dâr al-Ma’rifah, 2008 M)
5. Al-Imâm al-Syamsy al-Dîn Muhammad bin Ahmad bin Utsmân al-Dzahabî, Siyar
A’lâm al-Nubalâ’, (Beirut ; Muasasah al-Risalah, 1981-1982 M)
6. Al-Hafîdz Imad al-Dîn Abû Fida’ Ismâîl bin Umar bin Katsîr al-Quraisŷ al-Dimasyqî,
Al-Bidâyah wa al-Niahâyah, (al-Dar Hijr, 1998 M)
7. Muhammad bin Abû al-Fadh Ibrâhîm, Târîkh al-Thabarî Târîkh al-Rasûl wa alMulûk lî Abî Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Thabarî, (Mesir ; Dâr al-Ma’ârif)
8. ‘Izzudîn Abî al-Hasan Alî bin Abî al-Kirami Muhammad bin Muhammad bin Abî alKarîm bin Abd al-Wahîd al-Syaibâni al-Ma’rûf bi Ibnu al-Atsîr, Al-Kâmil fî Târîkh,
(Beirut ; Dâr al-Kitâb al-‘Arabî, 2012 M)
10