DEMENSIA
Pendahuluan
Penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia terus meningkat jumlahnya bahkan pada tahun 2005-2010 diperkirakan menyamai jumlah usia bawah lima tahun (balita) yaitu sekitar 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Kondisi ini adalah tantangan karena masalah penyakit degeneratif akibat proses penuaan yang sering menyertai para lansia. (http:// www.kompas.com)
Gangguan kognitif merupakan masalah yang cukup serius untuk para usia lanjut, karena dapat mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan kemandirian. Kondisi ini adalah tantangan karena masalah penyakit degeneratif akibat proses penuaan yang sering menyertai para lansia. Kondisi gangguan kognitif ini bervariasi antara ringan, sedang dan berat. Proses penuaan otak merupakan bagian dari proses degenerasi yang dapat menimbulkan gangguan neuropsikologis, salah satunya yang paling umum terjadi pada lansia adalah demensia. (Djokosetio, 2006)
Demensia berisiko tinggi pada kelompok usia di atas 65 tahun dan tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan, dan status ekonomi (Yustiani, 2005). Jumlah penderita demensia dari tahun ke tahun terus meningkat karena prevalensi demensia yang meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Menurut data Badan Kesehatan Dunia tahun 2000 dari 580 juta lansia di dunia sekitar 40 juta diantaranya mengalami demensia (http://www. pdpersi.co.id.).
Berdasarkan data Deklarasi Kyoto, tingkat prevalensi dan insidensi demensia di Indonesia menempati urutan keempat setelah China, India, dan Jepang. Pada tahun 2000 prevalensi demensia sebanyak 606.100 orang dan insidensi sebanyak 191.400 orang. Pada tahun 2020 diprediksikan prevalensi demensia meningkat menjadi 1.016.800 orang dengan insidensi sebanyak 314.100 orang, dan pada tahun 2050 prevalensi demensia meningkat menjadi 3.042.000 orang dengan insidensi sebanyak 932.000 orang (Alzheimer’s Disease International, 2006, http://www. Alzheimers.org.au.).
Peningkatan insiden dan prevalensi demensia merupakan tantangan bagi pemberi pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya, karena dampak demensia yang dapat menimbulkan perubahan perilaku pada lansia. Kondisi ini menyebabkan lansia demensia memerlukan perhatian dan perawatan yang khusus dari keluarganya (Miller, 2004).
Perawatan lansia demensia dapat menimbulkan dampak pada keluarga berupa beban yang terjadi karena lansia demensia memerlukan pendampingan yang terus-menerus. Hal ini dapat menimbulkan burden seperti yang diungkapkan oleh Zarit ( 1980 dalam Miller, 1995).
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi organ dan mental, maka masalah demensia memerlukan penanganan lintas profesi yang melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis.
Pengertian Demensia
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Blocklehurst and Allen, 1987). Bisa juga Demensia diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Garis besar manifestasi kliniknya adalah sebagai berikut :
Perjalanan penyakit yang bertahap (biasanya dalam beberapa bulan atau tahun)
Tidak terdapat gangguan kesadaran (penderita tetap sadar)
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal. Namun proses penuaan bukan dengan sendirinya menjadi penyebab dementia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan maupun kebudayaan. Bila seseorang menderita demensia maka akan mengalami gangguan pada daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi. (Buku Ajar Geriatri)
Epidemiologi
Jumlah Lanjut usia pada tahun 1995 lebih kurang 13,2 juta jiwa dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 15,3 juta jiwa. Kemudian pada tahun 2005 diperkirakan meningkat menjadi 19,9 juta jiwa atau 8,48 % dari jumlah penduduk. Sementara jumlah Lanjut Usia Terlantar berjumlah 2.848.854 jiwa (berdasarkan data Pusdatin Kesos Tahun 2002).
Data terakhir pada tahun 2009 menunjukan penduduk Lansia di Indonesia berjumlah 20.547.541 jiwa. Diperkirakan jumlah penduduk Lanjut Usia di Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 28,8 juta jiwa atau sekitar 11% dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 2021 usia lanjut di Indonesia diperkirakan mencapai 30,1 juta jiwa yang merupakan urutan keempat di dunia sesudah Cina, India dan Amerika Serikat. (http://www.depkes.go.id)
Menjelang tahun 2050 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi lebih dari 50 juta jiwa, Peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5% usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang.
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen. 1,2,4
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed).
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan factor predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.4,1,5
Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntington dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan mempunyai banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang pasien dengan demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu. 1
Klasifikasi Demensia
Secara garis besar demensia pada usia lanjut dapat dikategorikan dalam 4 golongan yaitu:
Demensia degenaratif primer, sebesar 50-60%
Demensia multi-infark, sebesar 10-20%
Demensia yang reversible atau sebagian reversible, sebesar 20-30%
Gangguan lain (terutama neurologic), sebesar 5-10% (Buku Ajar Geriatri)
Berikut ini adalah perbadingan persentase etiologi dari demensia menurut Memory Disoders (http://www.gabehavioral.com)
Etiologi Demensia
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Ada juga penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia Lewy body, penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi.
Dalam sebuah literatur disebutkan bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Berikut ini jenis dan penyebab demensia pada usia lanjut :
Keadaan yang secara potensial reversible atau bisa dihentikan, yaitu :
Intoksikasi (obat, termasuk alcohol, dan lain-lain)
Infeksi susunan saraf pusat
Gangguan metabolic
Gangguan nutrisi
Gangguan vaskuler (demensia multi-infark, dan lain-lain)
Lesi desak ruang
Hidrosefalus
Depresi
Penyakit degenerative progresif, yaitu :
Tanpa gejala neorologik penting lain, seperti :
Penyakit Alzheimer
Penyakit Pick
Dengan gangguan neurologic lain yang prominen, seperti :
Penyakit Parkinson
Penyakit Huntington
Kelumpuhan supranuklear progresif
Penyakit degenerative lain yang jarang didapat (Buku Ajar Geriatri)
Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer yaitu sekitar lima puluh sampai enam puluh persen. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.
Gejala Klinis
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler.
Demensia Alzheimer
Dikenal juga dengan nama Demensia Degenaratif Primer yaitu suatu keadaan yang meliputi perubahan dari jumlah, struktur dan fungsi neuron di daerah tertentu dari korteks otak.Terjadi suatu kekusutan neuro fibriler dan plak-plak neurit dan perubahan aktifitas kholinergik di daerah-daerah tertentu otak. Penyebabnya belum diketahui pasti, tetapi beberapa teori menerangkan kemungkinan adanya factor genetic, radikal bebas, toksin, pengaruh logam aluminium, infeksi virus dan pengaruh lingkungan lainnya. (Buku Ajar Geriatri)
Depkes 2002 mendefenisikan Demensia Alzheimer merupakan sindrom demensia akibat gangguan neuro-degeneratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat. terjadi kematian sel – sel otak yang massif dan menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun.
Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Waham (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami. Namun aktifitas rutin dalam keluarga tidak tergangg, fungsi motoric dan sensorik serta koordinasi atau keseimbangan masih normal.
Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dengan gejala :
Disorientasi, gangguan bahasa (afasia)
Penderita mudah bingung, mudah agresif dan ingin berkelana
Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi.
Gangguan fungsi bahasa sehingga sulit menemukan kata-kata dan tak lancer berbicara, lupa apa yang sudah diucapkan, sehingga sering mengulang pembicaraan, tidak mengerti pembicaraan yang kompleks sehingga salah pengertian.
Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya.
Sifat kepribadian yang kurang baik yang dimiliki sebelumnya menjadi lebih menonjol, misalnya sikap curiga, bandel dan suka bertengkar.
Depresi berat prevalensinya 15-20%.
Sistem motoric dan sensorik masih baik.
Stadium III Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya antara lain:
Penderita menjadi vegetative yaitu akinetik (tidak bergerak) dan membisu
Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri
Tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
Untuk melakukan kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain
kematian terjadi akibat infeksi atau trauma/kecelakaan. (Depkes, 2002)
Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat diduga sebagai demensia vaskuler.
Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Kriteria dari demensia vaskuler mencakup :
Gangguan vaskuler yang mengacu pada semua jenis gangguan peredaran darah otak, stroke.
Kemunduran kognitif meliputi semua jenis kemunduran.
Faktor risiko yang berperan adalah diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemi, penyakit jantung, obesitas, dan fisik inaktif.
Faktor risiko demensia vaskuler sering kurang memperoleh perhatian dari penyandangnya. Salah satu yang belum banyak diketahui masyarakat tentang demensia vaskuler adalah kemunduran fungsi kognitif, karena kemunduran kognitif ini biasanya terjadi secara perlahan-lahan dan samar-samar. Biasanya hal ini sulit diketahui oleh penyandangnya. Dan pengamat yang paling tepat adalah pasangannya. Faktor resiko tersebut diatas bisa menyebabkan kemunduran fungsi kognitif, kemunduran perilaku dan aktifitas hidup sehari-hari. (Kusumoputro, 2009)
Tanda dan Gejala Demensia
Tidak jauh berbeda dengan gejala klinis namun ada beberapa hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut :
Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.
Diagnosis
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
Pembedaan antara delirium dan demensia
Bagian otak yang terkena
Penyebab yang potensial reversibel
Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC
Pencitraan otak amat penting CT atau MRI
Penatalaksanaan
Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk pada demensia biasanya tidak mungkin, dengan penatalaksanaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-hari dari penderita (dan juga dari keluarga yang merawatnya).
Prinsip utama penatalaksanaan penderita adalah sebagai berikut :
Optimalkan fungsi dari penderita, dengan :
Obati penyakit yang mendasarinya
Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP)
Upayakan aktifitas mental dan fisik
Hindari situasi yang menekan kemampuan mental
Persiapkan penderita bial akan berpindah tempat
Perbaikan gizi
Kenali dan obati komplikasi
perilaku merusak
Depresi
Agresivitas
inkontinensia
Upayakan pengobatan berkesinambungan
Reakses keadaan kognitif dan fisik
Pengobatan gangguan medik
Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarga
Berbagai hal tentang penyakitnya
Kemungkinan gangguan / kelainan yang bisa terjadi
prognosis
Upayakan informasi pelayanan social yang ada pada penderita dan keluarganya
Berbagaai pelayanan kesehatan masyarakat
Nasehat hukum dan atau keuangan
Upayakan nasehat keluarga untuk
Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga
penanganan rasa marah atau rasa bersalah
pengambilan keputusan untuk perumahan respite atau di institusi
Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etik
Aspek Kesehatan Masyarakat
Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho,Wahjudi. Keperawatan Gerontik.Edisi2.Buku Kedokteran EGC.Jakarta;1999
Stanley,Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC. Jakarta;2002
http://indonesiaindonesia.com/f/9956-demensia/
http://www.e-psikologi.com/epsi/lanjutusia_detail.asp?id=185
http://id.scribd.com/doc/45670456/makalah-demensia-revisi
http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-lansia-3/
http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=Content&pa=showpage&p http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=SNR.13100008 id=6
http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=281&wid=0
13