Read your PDF for free
Sign up to get access to over 50 million papers
By continuing, you agree to our Terms of Use
Continue with Email
Sign up or log in to continue reading.
Welcome to Academia
Sign up to continue reading.
Hi,
Log in to continue reading.
Reset password
Password reset
Check your email for your reset link.
Your link was sent to
Please hold while we log you in
Academia.eduAcademia.edu

Makalah Aset Tetap

2021, Renni Qatrunnada

Tugas Mata Kuliah Akuntansi Perpajakan Kelas D3 Akuntansi A 2019 Universitas Jambi. Nama : Renni Qatrunnada NIM : C0C019003

MAKALAH AKUNTANSI PERPAJAKAN ASET TETAP DOSEN PENGAMPU : Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si. DISUSUN OLEH : Renni Qatrunnada C0C019003 AKUNTANSI DIPLOMA III FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS JAMBI 2021 KATA PENGANTAR Puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Aset Tetap” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Akuntansi Pajak. Serta, Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan tentang konsep dan pencatatan dari aset tetap bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Jakarta, 13 Oktober 2021 Penulis i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1 1.3 Tujuan ....................................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 2 2.1. Akuntansi Pajak Atas Perolehan Asset Tetap ........................................ 2 2.2. Akuntansi Pajak Atas Penjualan dan Sewa Asset Tetap ....................... 2 2.2.1. Akuntansi Pajak Atas Penjualan Asset Tetap ........................... 2 2.2.2. Akuntansi Pajak Atas Sewa Asset Tetap ................................... 3 2.3. Akuntansi Pajak Atas Penyusutan Asset Tetap ..................................... 6 2.4. Akuntansi Pajak Atas Pertukaran Aset Tetap ..................................... 10 2.5. Akuntansi Pajak Atas Revaluasi Asset Tetap....................................... 10 BAB III PENUTUP .......................................................................................... 14 3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 14 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15 ii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 68), aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk disewakan ke pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu periode. SAK menggunakan istilah aset tetap, tetapi dalam perpajakan tidak menggunakan istilah aset tetap. Istilah yang digunakan dalam SAK memang berbeda dengan istilah yang digunakan dalam ketentuan peraturan perpajakan. Sedangkan menurut pajak, sesuai dengan Pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, aset tetap adalah harta berwujud yang dapat disusutkan dan terletak atau berada di Indonesia, dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak serta mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana akuntansi pajak atas perolehan asset tetap? 2. Bagaimana akuntansi pajak atas penjualan dan sewa asset tetap? 3. Bagaimana akuntansi pajak atas penyusutan asset tetap? 4. Bagaimana akuntansi pajak atas pertukaran asset tetap? 5. Bagaimana akuntansi pajak atas revaluasi asset tetap? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui bagaimana akuntansi pajak atas perolehan asset tetap. 2. Untuk mengetahui bagaimana akuntansi pajak atas penjualan dan sewa asset tetap. 3. Untuk mengetahui bagaimana akuntansi pajak atas penyusutan asset tetap. 4. Untuk mengetahui bagaimana akuntansi pajak atas pertukaran asset tetap. 5. Untuk mengetahui bagaimana akuntansi pajak atas revaluasi asset tetap. 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Akuntansi Pajak Atas Perolehan Asset Tetap Aset tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk siap pakai dicatat sejumlah harga beli ditambah dengan biaya-biaya yang terjadi pada saat perolehan atau konstruksi dan/atau jika dapat diterapkan, jumlah yang dapat diatribusikan ke aset pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam SAKETAP. Biaya-biaya tersebut seperti biaya pengiriman, biaya bongkar muat, biaya pemasangan, biaya profesional, bea masuk, pajak masukan yang tidak boleh dikreditkan, dan lain-lain ditambahkan ke dalam harga perolehan. Sementara setiap potongan dagang dan rabat dikurangi dari harga perolehan. Dalam penjelasan Pasal 10 UU PPh Nomor 36 Tahun 2009, harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan dan biaya pemasangan. Sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima. Adanya hubungan istimewa antara pembeli dan penjual menyebabkan harga perolehan menjadi lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. 2.2 Akuntansi Pajak Atas Penjualan dan Sewa Asset Tetap 2.2.1. Akuntansi Pajak Atas Penjualan Asset Tetap Dalam kondisi tertentu, suatu perusahaan menghadapi kondisi yang tidak biasa dalam operasinya sehingga mengharuskan atau memutuskan untuk melakukan pernjualan aset tetap. Padahal, tujuan awal perusahaan dalam membeli aset tetap tersebut adalah untuk digunakan dalam operasi perusahaan selama umur manfaat ekonominya demi mempertahankan 2 kelangsungan usaha. Baik itu untuk tempat, peralatan, untuk produksi maupun kegunaan lainnya. Dalam kondisi tertentu, banyak alasan perusahaan harus memutuskan untuk melakukan penjualan aset tetap, seperti: 1) Perusahaan berganti jenis produk, sehingga mesin atau peralatan tertentu tidak dapat digunakan dan mubazir. 2) Membutuhkan dana atau kekurangan dana, untuk bayar utang atau modal kerja. 3) Perusahaan ditutup karena alasan tertentu dan tidak berproduksi kembali. 4) Upgrade aset tetap, misal mobil yang sudah tua yang biaya maintenance-nya mahal diganti dengan yang baru, atau komputer yang sudah tidak mendukung lagi diganti dengan yang lebih canggih. Penjualan aset tetap merupakan salah satu jenis penarikan aktiva. Langkah-langkah yang dilakukan dalam prosedur penjualan aset tetap: 1) Update nilai buku aset tetap yang dijual. 2) Hapus aset tetap. 3) Ditambahan pelaporan laba atau rugi penjualan aset tetap. 2.2.2 Akuntansi Pajak Atas Sewa Asset Tetap A. Akuntansi Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 83-88), klasifikasi sewa adalah sebagai berikut. a. Sewa Pembiayaan (finance lease) Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan, apabila sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh manfaat dan risiko kepemilikan aset. Ciri-ciri sewa pembiayaan adalah: a) Sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa, b) Lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan dengan nilai wajar pada tanggal opsi mulai 3 dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi memang akan dilaksanakan, c) Masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak dialihkan yaitu masa sewa sama atau lebih dari 75% umur ekonomis aset sewaan, d) Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan yaitu pembayaran sewa minimum sama atau lebih dari 90% nilai wajar aset sewaan, dan e) Aset sewaan bersifat khusus dan dimana hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material. b. Sewa Operasi (operating lease) Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi, apabila dalam sewa tersebut tidak mengalihkan secara substansial seluruh manfaat dan risiko kepemilikan aset. c. Transaksi Jual dan Sewa-Balik (ssales and leaseback) Transaksi jual dan sewa-balik harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa. Selisih antara harga jual dan nilai buku aset yang dijual harus diakui sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan beban penyusutan aset sewaan (apabila termasuk jenis sewa pembiayaan) atau secara proporsional dengan beban sewa (apabila termasuk jenis sewa operasi). Klasifikasi sewa dibuat pada awal masa sewa dan tidak berubah selama masa sewa berlangsung, kecuali lesse dan lessor sepakat mengubah persyaratan sewa di masa klasifikasi sewa harus dievaluasi ulang. B. Perpajakan Dalam KMK-1169/KMK.01/1991 dirumuskan bahwa Sewa Guna Usaha (SGU) adalah suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara SGU dengan hak opsi (finance lease) maupun 4 SGU tanpa hak opsi (operating lease) untuk dipergunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Selain itu, perlakuan perpajakan untuk SGU diatur pada SE-29/PJ.42/1992 jo.SE-02/PJ.31/1993. Jenis SGU yang diakui menurut perpajakan hanya ada 2, yaitu: a. Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (Finance Lease) Kegiatan SGU digolongkan sebagai SGU dengan hak opsi apabila memenuhi karakteristik sebagai berikut. i. Jumlah pembayaran SGU selama masa SGU pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor. ii. Masa SGU ditetapkan sekurang-kurangnya 2 tahun untuk barang modal golongan I, 3 tahun untuk barang modal golongan II dan III, dan 7 tahun untuk golongan bangunan, (SE-10/PJ.42/1994 jo. SE-129/PJ/2010). iii. Perjanjian SGU memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Ketiga kriteria di atas harus dipenuhi agar transaksi SGU dapat digolongkan sebagai SGU dengan hak opsi bagi perusahaan pembiayaan yang ada di dalam negeri. Tetapi, untuk kepentingan perpajakan maka transaksi yang dilakukan dengan perusahaan pembiayaan luar negeri dapat dikategorikan sebagai SGU dengan hak opsi, apabila memenuhi persyaratan yang sesuai dengan KMK.1169/KMK.01/1991. b. Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi (Operating Lease) Kriterua suatu transaksi digolongkan sebagai SGU tanpa hak opsi adalah sebagai berikut. i. Jumlah pembayaran SGU selama periode SGU pertama tidak dapat menutupi harga perolehan aset tetap yang di-SGU-kan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor. ii. Perjanjian SGU tidak memuat ketentuan tentang opsi untuk lessee. 5 Kedua syarat di atas menandakan bahwa suatu SGU digolongkan sebagai SGU tanpa hak opsi, apabila lessor benar-benar tidak berniat menjual aset tetap tersebut dan hanya ingin menyewakan saja. Jadi, SGU tanpa hak opsi adalah sewa menyewa biasa, karena kepemilikan aset tetap masih berada di tangan lessor sehingga yang berhak menyusutkan aset tetap adalah lessor. 2.3. Akuntansi Pajak Atas Penyusutan Asset Tetap Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 71-73), metode-metode penyusutan yang dapat diggunakan adalah sebagai berikut. a. Metode garis lurus (straight line method) menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah. b. Metode saldo menurun (diminishing balance method) menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset. c. Metode jumlah unit produksi (sum of the production method) menghasilkan pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau output yang diharapkan dari suatu aset. Suatu entitas harus memilih metode penyusutan yang mencerminkan ekspektasi dalam pola penggunaan manfaat ekonomi masa depan aset. Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun harus dibebankan sebagai pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat serta harta tersebut melalui penyusutan. Penggunaan metode penyusutan harus dilakukan secara taat asas. Metode penyusutan yang diperbolehkan dalam ketentuan perpajakan adalah sebagai berikut. 1) Metode garis lurus (straight line method) untuk kelompok bangunan dan bukan bangunan. 6 2) Metode saldo menurun (diminishing balance method) untuk kelompok bukan bangunan saja, dan pada akhir masa manfaat disusutkan sekaligus (closed ended). Di dalam perpajakan tidak mengenal nilai sisa karena prinsip penyusutan dalam ketentuan Pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 adalah mekanisme pengalokasian biaya yang dikeluarkan untuk perolehan aset selama masa manfaat. Menurut peraturan perpajakan, penyusutan aset tetap dimulai pada saat tahun pengeluaran, untuk tahun 2000 dan sebelumnya (UU PPh Nomor 17 Tahun 1983). Sedangkan untuk tahun 2001 (UU PPh Nomor 17 Tahun 2000) sampai dengan sekarang (UU PPh Nomor 36 Tahun 2008) penyusutan dimulai pada saat bulan pengeluaran aset tetap tersebut, kecuali apabila aset yang masih dalam proses pengerjaan yaitu pada bulan selesainya pengerjaan aset tersebut. Dengan persetujuan Dirjen Pajak, WP diperkenankan menagih dan memelihara penghasilan atau pada bulan aset yang bersangkutan mulai menghasilkan. A. Kelompok Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Pasal 11 ayat (6) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 mengatur masa manfaat harta berwujud dan tarif penyusutan baik menurut metode garis lurus maupun saldo menurun sebagai berikut. Kelompok Harta Berwujud I. Bukan Bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II. Bangunan Permanen Tidak Permanen Masa Manfaat Tarif Penyusutan Garis Lurus Saldo Menurun 4 Tahun 8 Tahun 16 Tahun 20 Tahun 25% 12,50% 6,25% 5% 50% 25% 12,50% 10% 20 Tahun 10 Tahun 5% 10% - Penentuan kelompok harta berwujud bukan bangunan ditetapkan dengan PMK-96/PMK.03/2009, yang dimaksud dengan bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak 7 tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun. Baik menurut akuntansi maupun perpajakan, tanah yang berstatus Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), dan Hak Pakai untuk pertama kalinya tidak disusutkan, kecuali nilainya berkurang dalam pemakaian. Di lain pihak, ada harta berwujud yang menurut akuntansi dapat disusutkan, tetapi menurut perpajakan tidak dapat dibebankan sebagai penyusutan secara keseluruhan yang dapat menjadi pengurang penghasil bruto dikarenakan hal-hal sebagai berikut: 1) Atas perolehan aset tersebut termasuk pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sesuai Pasal 9 ayat 1 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, misalnya: a. Biaya perolehan aset yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. b. Biaya perolehan aset yang digunakan untuk memberi pengganti atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan kepada karyawan, kecuali penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan PMK-83/PMK.03/2009. 2) Barang modal yang di-SGU-kan, baik SGU dengan hak opsi ataupun tanpa hak opsi bagi Lessee dan SGU dengan hak opsi bagi Lessor. Sesuai KEP-220/PJ./2002 tentang perlakuan PPh atas biaya pemakaian telepon seluler dan kendaraan perusahaan terdapat perlakuan PPh yang memberikan batasan-batasan tertentu atas biaya perolehan dapat dibebankan melalui penyusutan untuk aset sebagai berikut. 1) Biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan atau pembelian melalui penyusutan aset tetap 8 kelompok I, dan atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler tersebut dapat dibebankan sebagai biaya rutin perusahaan sebesar 50%. 2) Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus, minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan aset tetap kelompok 2, dan atas biaya pemeliharaan atau perbagikan rutin kendaraan tersebut dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya rutin perusahaan. 3) Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan aset tetap kelompok 2, dan atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya rutin perusahaan sebesar 50%. B. Perubahaan Umur Manfaat Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 70-73), kebijakan perbaikan dan perawatan aset tetap yang dilakukan oleh entitas dapat mempengaruhi masa manfaat aset tetap, maka entitas harus menelaah ulang metode penyusutan saat ini dan mengubah metode penyusutan untuk mencerminkan pola yang baru. Pengeluaran yang memperpanjang masa manfaat atau memberikan manfaat ekonomis pada masa mendatang dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja harus ditambahkan pada jumlah tercatat aset tetap tersebut. Namun, apabila pengeluaran untuk perbaikan atau perawatan aset tetap tersebut tidak dapat memperpanjang masa manfaat, maka umumnya langsung diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya. 9 2.4. Akuntansi Pajak Atas Pertukaran Aset Tetap Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 70), apabila aset tetap diperoleh melalui pertukaran aset nonmoneter atau kombinasi aset moneter dan aset nonmoneter maka biaya perolehan diatur pada nilai wajar, kecuali: Transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial, atau Nilai wajar aset yang diterima atau aset yang diserahkan tidak dapat diukur secara andal, maka biaya perolehan diukur pada jumlah tercatat aset yang diserahkan. Menurut perjelasan Pasal 10 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Harta yang diperoleh berdasarkan transaksi tukar menukar dengan harta lain, maka nilai perolehan atau nilai penjualan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan merupakan keuntungan yang dikenakan pajak. 2.5. Akuntansi Pajak Atas Revaluasi Asset Tetap Revaluasi aset tetap adalah suatu penilaian kembali atas aset tetap yang dimiliki perusahaan sehingga sesuai dengan harga pasar saat dilakukannya revaluasi tersebut. Dalam akuntansi, revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan. Hal ini disebabkan karena SAK-ETAP menganut penilaian aset tetap berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Namun, menurut paragraf 15.15 (2009) penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah. Dengan adanya kewenangan dari pemerintah untuk mengatur penyimpangan dari konsep biaya perolehan maka dikeluarkanlah peraturan mengenai penilaian kembali aset tetap melalui PMK-79/PMK.03/2008 tanggal 23 Mei 2008 yang menggantikan KMK-486/KMK.03/2002 tanggal 28 November 2002. Di dalam laporan keuangan haruslah dijelaskan mengenai penyimpangan tersebut di dalam penyajian aset tetap serta pengaruh dari penyimpangannya terhadap gambaran keuangan entitas. Selisih nilai revaluasi aset tetap diakui dalam 10 ekuitas dengan akun “Surplus Revaluasi Aset Tetap”. Akun tersebut dalam ekuitas dapat dipindahkan langsung ke saldo laba pada aset tersebut dihentikan pengakuannya. Hal ini meliputi pelepasan aset tersebut. Tetapi, surplus revaluasi aset tetap dapat dipindahkan sejalan dengan penggunaan aset oleh entitas. Surplus revaluasi aset tetap yang dipindahkan ke saldo laba adalah sebesar perbedaan antara jumlah penyusutan berdasarkan nilai revaluasian aset dengan jumlah penyusutan berdasarkan biaya perolehan aset tersebut. Pemindahan surplus revaluasi ke saldo laba tidak dilakukan melalui laporan laba rugi. Revaluasi aset tetap juga diatur dalam PER-12/PJ/2009. Wajib Pajak dalam negeri dan BUT tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dolar Amerika Serikat, dapat melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan. Dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Untuk dapat melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, WP wajib mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak yang membawahi KPP tempat perusahaan terdaftar (KPP Domisili), untuk mendapatkan Persetujuan Dirjen terlebih dahulu. Perusahaan yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi sekaligus pembayaran PPh final yang terutang dalam rangka penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, maka dapat mengajukan permohonan pembayaram secara angsuran paling lama untuk 12 bulan kepada Kepala Kanwil Dirjen Pajak dengan menggunakan formulir. Pengajuan permohonan tersebut dapat dilakukan bersama-sama dengan permohonan persetujuan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan. PPh final yang terutang atas selisih lebih penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan wajib dibayar lunas ke Kas Negara dengan menggunakan SSP paling lama 15 hari setelah tanggal diterbitkannya keputusan persetujuan atau paling lama pada tanggal jatuh tempo setiap angsuran pembayaran dalam hal perusahaan memperoleh keputusan persetujuan pembayaran secara angsuran. Keterlambatan pelunasan PPh terutang final tersebut baik secara 11 keseluruhan maupun secara angsuran, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sesuai dengan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007. Atas selisih lebih penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan dikenai PPh yang bersifat final sevesar 10%. Apabila perusahaan melakukan pengalihan aset tetap yang telah direvaluasi, maka perusahaan dikenai tambahan PPh yang bersifat final, dengan tarif sebesar tarif tertinggi PPh WP badan dalam negeri yang berlaku pada saat penilaian kembali dikurangi 10%. Tambahan PPh bersifat final tersebut wajib dibayar lunas ke Kas Negara paling lambat 15 hari setelah akhir bulan terjadinya pengalihan aset tetap tersebut. Keterlambatan pelunasan tambahan PPh yang bersifat final yang terutang akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sesuai dengan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 dan peraturan pelaksanaannya. Perlakuan aset tetap setelah direvaluasi akan memiliki nilai buku yang sama dengan nilai pasar. Nilai pasar (nilai setelah dilakukan revaluasi aset tetap) tersebut merupakan dasar penyusutan yang baru dan mulai berlaku pada saat dilakukannya revaluasi. Masa manfaat aset tetap menjadi nol kembali atau seolah-olah belum pernah disusutkan. Ketentuan perpajakan atas revaluasi aset tetap, sebelum PMK- 79/PMK.03/2008 jo PER-12/PJ/2009 jo SE-56/PJ/2009, diatur dalam KMK486/KMK.03/2002 jo Kep-519/PJ/2002 tanggal 2 Desember 2002 dan SE08/PJ.31/2002 tanggal 4 Desember 2002. WP badan dalam negeri dan BUT selain yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dolar Amerika Serikat, dapat melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Untuk dapat melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, WP wajib mengajukan permohonan kepada Kepala Kanwil yang membawahi KKP tempat WP terdaftar, untuk mendapatkan Keputusan Persetujuan Dirjen Pajak terlebih dahulu. Aset tetap yang dilakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan adalah aset tetap berwujud yang terletak atau berada di Indonesia, yang dimilikidan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, 12 dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak. WP orang pribadi dalam negeri yang melakukan pembukuan tidak dapat melakukan revaluasi. Hal ini disebabkan karena tidak adanya pemisahan harta antara harta pribadi dan perusahaan. Penilaian kembali aset tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aset tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilaian atau ahli penilai yang diakui atau memperoleh izin Pemerintah. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang diakui oleh Pemerintah ternyata kemudian tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka Dirjen Pajak akan menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aset yang bersangkutan. Atas selisih lebih penilaian kembali di atas nilai sisa buku fiskal semula setelah dikompensasikan terlebih dahulu dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 yaitu kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut, dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10%. Kompensasi kerugian fiskal sebagaiman dimaksud tetap harus dilakukan terlebih dahulu, meskipun dalam tahun pajak dilakukannya penilaian kembali terdapat PhKP dari keuntungan usaha dan/atau sumber lainnya. Penilaian kembali dapat meliputi seluruh atau sebagian aset tetap perusahaan termasuk aset tetap perusahaan yang sudah pernah dilakukan penilaian kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelumnya. Penilaian kembali tersebut dapat dilakukan paling banyak 1 kali dalam tahun buku yang sama. Aset tetap yang direvaluasi tidak diperbolehkan dilakukan revaluasi kembali pada tahun yang sama, sehingga setelah revaluasi aset tetap dilakukan dalam suatu tahun, aset tetap tersebut tidak dapat dinilai kembali walaupun terjadi inflasi lebih dari satu kali dalam satu tahun. Hal ini terkecuali untuk tahun 1998 karena WP boleh melakukan revaluasi selama 2kali, mengingat pada tahun tersebut terjadi depresiasi Rupiah yang sangat signifikan. 13 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari pembahasan makalah ini mengenai akuntansi pajak atas aset tetap dapat penulis simpulkan sebagai berikut. 1) Aset tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk siap pakai dicatat sejumlah harga beli ditambah dengan biaya-biaya yang terjadi pada saat perolehan atau konstruksi dan/atau jika dapat diterapkan, jumlah yang dapat diatribusikan ke aset pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam SAK-ETAP. 2) Dalam penjelasan Pasal 10 UU PPh Nomor 36 Tahun 2009, harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima. 3) Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 71-73), metode-metode penyusutan yang dapat diggunakan yaitu (i) Metode garis lurus (straight line method), (ii) Metode saldo menurun (diminishing balance method), dan (iii) Metode jumlah unit produksi (sum of the production method). 4) Menurut perjelasan Pasal 10 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. 5) Revaluasi aset tetap adalah suatu penilaian kembali atas aset tetap yang dimiliki perusahaan asehingga sesuai dengan harga pasar saat dilakukannya revaluasi tersebut. 14 DAFTAR PUSTAKA Agoes, Sukrisno, dan Estralita Trisnawati. 2013. AKUNTANSI PERPAJAKAN. Jagakarsa: Salemba Empat. 15