Academia.eduAcademia.edu

PROFESIONALISME GURU - PENGELOLAAN PESERTA DIDIK

PROFESIONALISME GURU DALAM MEMAHAMI PESERTA DIDIK Dibuat untuk memenuhi tugas Mata kuliah Pengembangan Peserta Didik Dengan dosen Pengampu: Dr. Shilphy A. Octavia M.Pd Disusun oleh : Gina Nurfitriyadi Rizki Romadhon NIM. 2109200085 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS(1A) FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS GALUH 2020 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur senantiasa saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Profesionalisme Guru Dalam Memahami Peserta Didik dengan cukup baik. Makalah ini saya susun bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perkembangan Perserta Didik. Selain itu tujuannya untuk memberikan pemahaman dalam menerapkan keprofesionalan guru terhadap perserta didik. Saya menyadari bahwa hal tersebut terlaksana berkat bantuan berbagai pihak-pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Saya mengucapkan terima kasih kepada : Allah SWT yang telah memberikan kelancaran sehingga saya dapat mengerjakan makalah ini dengan baik; Ibu Dr.Shilphy A. Octavia M.Pd sebagai Dosen mata kuliah Perkembangan; Peserta Didik yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan Makalah ini; Kedua Orang tua saya untuk doa dan motivasi serta dukungan dalam pembuatan Makalah ini; Rekan – rekan Pendidikan Bahasa Inggris 2020 yang telah memberikan dukungan dalam pembuatan Makalah ini. Saya menyadari bahwa tiada gading yang tak retak. Begitu pula dengan penyusunan Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan Makalah saya ini. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan pada pembaca umumnya. Rancah, 21 Oktober 2020 Penyusun DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii BAB I 1 PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 2 C. Tujuan 2 BAB II 3 KAJIAN PUSTAKA 3 A. Pengertian Profesionalisme Guru 3 B. Ciri – ciri Guru Profesional 4 C. Aspek – Aspek Kompetensi Guru Profesional 5 1. Kompetensi Pedagogik 6 2. Kompetensi Profesional 7 3. Kompetensi Kepribadian 11 4. Kompetensi Sosial 16 D. Kriteria Guru Profesional 18 Kriteria untuk Menjadi Guru Profesional : 19 E. Indikator Guru Profesional 20 BAB III 22 PENUTUP 22 A. Kesimpulan 22 B. Saran 22 DAFTAR PUSTAKA 23 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pada dasarnya pendidikan adalah kunci dari keberhasilan dari sebuah Negara, Negara akan maju dan berhasil jika ditunjang dengan pendidikan yang bermutu akan tetapi begitu juga sebaliknya jika pendidikanya saja tidak bermutu maka sudah barang tentu Negara tersebut tidaklah dikatakan sebagai Negara maju, dengan pendidikan maka akan terlahir pemimpin yang berkarakter. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan di Indonesia salah satu faktor yang paling penting dan sangat mempengaruhi adalah keprofesionalan guru di dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Guru merupakan pekerjaan profesi, karenanya LPTK telah menerapkan kurikulum yang berdasarkan kompetensi. Kompetensi guru mencakup empat hal penting yaitu kompetensi personal, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi paedagogik. Dalam hubungannya dengan tenaga profesional kependidikan, kompetensi guru sangat diperlukan untuk memenuhi spesifikasi dalam pelaksanaan tugas-tugas kependidikan yang mencakup karakteristik-karakteristik prasyarat yang meliputi: relevan dengan pengajaran dan berorientasi pada kualitas. Disamping itu pula harus ada penghargaan dan pengakuan yang tinggi kepada seorang guru agar dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Rumusan Masalah Dengan adanya latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka penulis menemukan tujuan dari tulisan ini, yaitu: Apa yang dimaksud dengan Profesionalisme Guru ? Apa saja Ciri-ciri Guru Profesional ? 3. Apa saja Aspek-Aspek Kompetensi Guru Profesional ? 4. Bagaimana Kriteria Guru Profesional ? 5. Indikator Guru Profesional ?. Tujuan Dari pembahasan materi ini diharapkan pada akhirnya : Memahami pengertian dari profesionalisme guru Mengetahui Ciri-ciri Guru Profesional Memahami Aspek-Aspek kompetensi guru Mengetahui Kriteria Guru Profesional Mengetahui Indikator Seorang Guru Profesional BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Profesionalisme Guru Pengertian Profesi dilihat dari segi etimologi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “ profession” dan ada yang berpendapat bahwa profesi berasal dari bahasa Latin “Professus”. Kedua kata tersebut memiliki arti yang sama, yaitu mampu atau ahli di bidang tertentu. Pengertian profesi dilihat secara terminologi para ahli berbeda-beda pendapat, salah satunya pendapat Supriadi (1998:95) yang mengemukakan bahwa: “Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggungjawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan tersebut”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa Profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian khusus, tanggungjawab, serta menuntut etika khusus dan janji kesetiaan terhadap pekerjaan tersebut. Pengertian ini di kemukakan oleh Dr. Shilphy A. Octavia M.Pd. dalam buku “Sikap dan Kinerja Guru Profesional”. Guru merupakan komponen manusaiawi dalam proses belajar mengajar yang sangat berperan dalam mengantarkan siswa-siswinya pada tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Guru lah yang memikul tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalannya program pengajaran. Oleh karena itu mengajar merupakan pekerjaan profesional, karena itu menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang lain. Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya yang berjudul “Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif” mendefinisikan bahwa guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Guru pada dasarnya adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing peserta didik. Abuddin Nata mengemukakan bahwa "guru berasal dari bahasa Indonesia berarti orang yang mengajar". Abuddin Nata dalam bukunya yang berjudul “Perseptif Islam tentang pola hubungan guru dan murid” mengatakan guru adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah, sedangkan lebih khusus lagi ia mengatakan bahwa guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak didik mencapai kedewasaan. Guru menurut Mohammad Amin dalam bukunya “pengantar ilmu pendidikan” adalah guru merupakan tugas lapangan dalam pendidikan yang selalu bergaul secara langsung dengan murid dan obyek pokok dalam pendidikan karena itu, seorang guru harus memenuhi berbagai persyaratan yang telah ditentukan. Dalam literatur kependidikan Islam, seorang guru biasa disebut sebagai Ustadz. Kata ”Ustadz” biasa digunakan untuk memanggil seorang profesor. Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya, yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada zamannya di masa depan. Ciri – ciri Guru Profesional Hadi Supeno, dalam buku yang berjudul “Potret Guru” menyebutkan beberapa cirri-ciri profesionalisme guru sebagai berikut : Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah dan menguasai bahan pendalaman/aplikasi bidang studi Mengelola program belajar mengajar Mengelola kelas Mengunakan media dan sumber Menguasai landasan-landasan kependidikan Mengelola interaksi belajar mengajar Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pendidikan Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan Mengenal dan menyelenggarakan administrasi Sekolah Memahami prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian. Selain kemampuan yang profesional seorang guru juga dituntut untuk memiliki sikap yang profesional yaitu: Sukarela untuk melakukan pekerjaan ekstra Menunjukkan sikap sabar dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar Memiliki sikap yang konstruktif dan rasa tanggung jawab Berkemauan untuk melatih diri Memiliki semangat untuk memberikan layanan kepada siswa sekolah dan masyarakat. Aspek – Aspek Kompetensi Guru Profesional Guru profesional pada intinya adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, membedah aspek profesionalisme guru berarti mengkaji kompetensi yang harus dimiliki seorang guru. Kompetensi (competence), menurut Hall dan Jones yaitu pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perbaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Selanjutnya Richards menyebutkan bahwa istilah kompetensi mengacu kepada perilaku yang dapat diamati, yang diperlukan untuk menuntaskan kegiatan sehari-hari. Keterangan tersebut didapat dari “Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual: Panduan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah”. Dalam UU guru dan dosen, BAB I (Ketentuan Umum) pasal 1 ayat 10 bahwa pengertian kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan, kompetensi merujuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi verifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas kependidikan. Guru profesional harus memiliki 4 (empat) kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, profesional, personality, dan social. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak dan dapat bersosialisasi dengan baik. Sebagaimana disebutkan dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, maka guru harus: Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya Mematuhi kode etik profesi Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya, dan Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum. Kompetensi diartikan sebagai suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif. Kompetensi didefinisikan sebagai kewenangan (memutuskan sesuatu). Ada juga yang mengatakan bahwa “kompetensi atau secara umum diartikan sebagai kemampuan dapat bersifat mental maupun fisik.” Sesuai dengan Undang-Undang Peraturan Pemerintah. No14 tahun 2005 pada pasal 8 mengatakan tentang kompetensi seorang guru. Ada 4 kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, antara lain: kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Dan dalam UU guru dan dosen dalam BAB II (kompetensi dan sertifikasi) pasal 2 guru wajib memilki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dan dijelaskan dalam pasal 3 ayat 2 kompetensi guru sebagai mana yang dimaksud meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial, yang diperoleh melalui pendidikan profesi. “Ibid hal.18” Dalam penjabaran lain ke-4 kompetensi guru di atas dijabarkan sebagai berikut : Kompetensi Pedagogik Secara etimologis, kata pedagogik berasal dari kata bahasa yunani, paedos dan agogos (paedos = anak dan agoge = mengantar atau membimbing). Karena itu pedagogi berarti membimbing anak. Tugas membimbing ini melekat dalam tugas seorang pendidik, apakah guru ataupun orang tua. Karena itu pedagogi berarti segala usaha yang dilakukan oleh pendidik untuk membimbing anak muda menjadi manusia yang dewasa dan matang. Dari asal kata ini maka kompetensi pedagogis nampaknya merupakan kompetensi yang tertua dan bahkan sudah menjadi tuntutan mutlak bagi manusia sepanjang zaman, karena kompetensi ini melekat dalam martabat manusia sebagai pendidik. Guru tidak hanya sebagai pengajar yang mentransfer ilmu, pengetahuan dan ketrampilan kepada siswa tetapi juga merupakan pendidik dan pembimbing yang membantu siswa untuk mengembangkan segala potensinya terutama terkait dengan potensi akademis maupun non akademis. Melalui peran ini, para guru secara spesifik haruslah menjadi orang yang dapat membuat siwa bisa belajar. Dengan demikia kompetensi pedagogis terkait erat dengan kemampuan didaktik dan metodik yang harus dimiliki guru sehingga dia dapat berperan sebagai pendidik dan pembimbing yang baik. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No.16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru telah menggaris bawahi 10 kompetensi inti yang harus dimiliki oleh guru yang terkait dengan standar kompetensi pedagogik. Kesepuluh kompetensi inti itu adalah sebagai berikut: Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang ditempuh Mengembangkan pembelajaran yang mendidik Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar Memanfaatkan hasil penilaian dan hasil evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Didapat dari buku “Marselus R Payong, Sertifikasi Profesi Guru” Kompetensi Profesional Kompetensi professional sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan terkait penguasaan terhadap sruktur keilmuan dari mata pelajaran yang diasuh secara luas dan mendalam, sehingga dapat membantu guru membimbing siswa untuk menguasai pengetahuan atau keterampilan secara optimal. Secara lebih spesifik menurut Permendiknas No.16/2007, standar kompetensi ini dijabarkan kedalam lima kompetensi inti yakni : Mengusai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang ditempuh Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang ditempuh. Mengembangkan materi pembelajaran yang ditempuh secara kreatif. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri. Lima poin tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Mengusai Materi, Struktur dan Konsep Keilmuan Mata Pelajaran Guru proesional adalah ahli bidang studi (subject matter specialist). Setelah melewat proses pendidikan dan pelatihan yang relative lama (kurang lebih empat tahun untuk jenjang strata satu (S1) ditambah dengan satu tahun pendidikan profesi), maka para guru dianggap memiliki pengetahuan dan wawasan yang cukup tentang isi mata pelajaran yang terkait dengan struktur konsep dan keilmuannya. Penguasaan terhadap materi ini menjadi salah satu prasyarat untuk melaksanakan pembelajaran secara efektif, karena guru sering menjadi tempat bertanya bagi para siswa dan dapat juga menjadi tempat peuas sumber dahaga bagi para siswa. Sering dijumpai, siswa mengalami kesulitan dalam belajar karena ketidak mampuannya memahami konsep-konsep dalam mata pelajaran yang dipelajari.kepada siapa mereka akan bertanaya jika sumber-sumber belajar lain tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan bagi mereka? Dalam kondisi semacam ini, guru adalah andalan yang diharapkan bisa memberikan bantuan untuk memecahkan persoalan yang dihadapi siswa. Menguasai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran yang diasuh Melalui penguasaan terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran maka diharapkan guru dapat mengembangkan sialabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran secara cermat. Hal ini karena standar kompetensi dan kompetensi dasar merupakan arah dan dasar untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi. Karena itu penguasaan terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi prasayarat bagi guru untuk mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikannya. Melalui penguasaan tersebut para guru dapat menjabarkan, menganalisi dan mengembangkan indikator-indikator yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi Sekolah serta kebutuhan dan karakteristik siswa yang dilayani. Mengembangkan Materi Pembelajaran Secara Kreatif Dalam mengembangkan materi pembelajaran, guru dapat menggunakan model-model pengembangan sebagaimana yang telah dikuasai dalam teori pembelajaran. Secara singat dapat dikatakan bahwa pengembangan materi pembelajaran harus dapat mengikuti suatu pola atau urutan logis tertentu, misalnya dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang konkret kepada yang abstrak, dari yang dekat kepada yang jauh. Prinsip utama dari penguasaan kompetensi ini adalah agar materi pembelajaran yang akan dipelajari oleh siswa menjadi bermakna bagi mereka, sehingga tidak hanya diketahui tetapi juga dihayati dan diamalkan oleh siswa. Melalui prinsip ini, guru dapat mengembangkan materinya secara kreatif (asalkan tidak menyimpang dari konsep keilmuan) dengan menyesuaikan terhadap kebutuhan khas siswa. Dalam mengembangkan materi, guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut : Validitas: artinya ketepatan materi terkait dengan konsep keilmuannya. Materi yang diberikan haruslah sudah teruji kebenarannya sehingga tidak menimbulkan salah tafsir atau perdebatan. Keberartian: artinya signifikansi dari materi tersebut terhadap kebutuhan peserta didik. Materi yang diberikan haruslah bermakna bagi siswa terutama untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan khasnya. Relevansi: yakni bahwa materi yang dikembangkan harus sesuai juga dengan kemampuan siswa untuk menerimanya. Kemenarikan: hendaknya materi juga dapat mendorong siswa untuk mendalami lebih jauh atau menimbulkan rasa ingin tahu. Kepuasan: artinya materi yang diberikan dapat menimbulkan perasaan senang dan puas dalam diri siswa, karena keutuhan atau keinginannya terpenuhi. Didapat dari “Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru” Mengembangkan Keprofesionalan Secara Berkelanjutan dengan Melakukan Tindakan Reflektif Pengembangan profesi berkelanjutan merupakan satu keniscayaan karena guru di abad ini haruslah menjadi teladan pelajar sumur hidup. Hasil-hasil penelitian seagaimana yang dilaporkan oleh ‘‘David Hustler dkk’’., menunjukkan bahwa: Pengembangan professional dilihat sebagai hal yang penting dan bermanfaaat bagi sebagian guru karena sebagai alat, untuk memperbaharui pengetahuan dan keterampilan mereka demi pengembangan diri mereka maupun demi siswa yang dilayani. Kegiatan pengembangan professional berkelanjutan dapat memberikan manfaat yang lebih baik, jika dilasanakan secara terstruktur dan focus serta terait langsung dengan rencana pengembangan Sekolah dan disajikan oleh para ahli tau praktisi dengan memberikan peluang bagi para guru untuk bekerja secara kolaboratif dan terlibat secara aktif. Pengembangan professional juga dapat dilihat sebagai faktor yang membatasi peluang-peluang guru untuk berkembang, seandainya kegiatan professional lebih diakibatkan oleh tekanan dan tanggapan terhadap praarsa baru atau tanggung jawab yang harus diemban oleh guru. Dukungan bagi guru dalam kegiatan pengembangan professional berkelanjutan dirasa penting khususnya dalam hal dukungan pendanaan dan fasilitas yang dibutuhkan. Menurut “Michael Eraut”, pengembangan profesionalisme berkelanjutan merupakan suaatu bentuk akuntabilitas moral sebagai professional karena guru memiliki: Komitmen moral untuk melayani kepentingan siswa melalui refleksi terus-menerus terhadap praktik profesionalnya sehinggan dapat diketahui manakah yang terbaik yang dapat diberikan kepada siswa. Kewajiban professional untuk meninjau secara berkala efektivitas dari praktik pembelajarannya sehingga dapat meningkatkan mutu pembelajaran, manajemen, dan pedagogik. Kewajiban professional untuk mengembangkan secara terus-menerus pengetahuan-pengetahuan praktis baik melalui refleksi pribadi maupun interaksi dengan tema-teman sejawat. Bolam yang dikutip Sugue berpendapat bahwa tujuan akhir dari pengembangan professional berkelanjutan adalah disatu sisi untuk meningkatkan kinerja belajar siswa, dan disisi lain untuk meningkatkan mutu pelayanan Sekolah secara menyeluruh. Akibatnya bagi Bolam kegiatan pengembangan professional guru berkelanjutan teah menempatkan posisi guru pada sayap kepentingan yang berbeda. Karena itu perlu dibuat keseimbangan antara pemenuhan guru dan siswa disatu sisi, dan pemenuhan kebutuhan Sekolah dan stakeholders lain disisi lainnya.Tindakan refleksi guru juga merupakan satu ciri dari pekerjaan guru professional karena sebagaimana yang dikatakan oleh Villegas. Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Mengembangkan Diri Menurut partnership for 21st century skills, perubahan –perubahan yang mendalam dalam segala segi kehidupan manusia terutama pada bidang ekonomi, politik, tegnologi komunikasi dan informasi, demografis, dan lain-lain telah memaksa manusia untuk mengubah cara-cara mereka untuk hidup dan bekerja. Satu hal yang membuat manusia tetap eksis di abad ke- 21 adalah kemampuannya menggunakan perangkat peralatan abad ke-21 (use 21st century tools) untuk mengembangkan keterampilan belajarnya. Yang termasuk dalam perangkat abad yang ke-21 adalah komputer dan internet, jaringan telekomunikasi, media dan peralatan multimedia. Guru sebagai agen pembaharu haruslah yang terdepan dalam memanfaatkan perangkat ke-21 ini terutama untuk mengembangkan dirinya, meningkatkan keinovatifannya serta mengembangkan kemampuannya untuk terbuka dan tanggap terhadap perubahan-perubahan. Selain itu UNESCO mencatat bahwa agar berhasil dalam hidup, belajar dan bekerja dalam suatu masyarakat yang kompleks, kaya informasi, dan berbasis pengetahuan, para siswa dan guru harus memanfaatkan tegnologi hususnya secara efektif. Di dalam latar pendidikan, teknologi dapat membuat siswa menjadi; 1) pengguna informasi yang cakap, 2) pencari, dan penelaah, dan penilai informasi, 3) penyelesai masalah dan pembuat keputusan, 4) penggunaan alat-alat produktivitas yang kreatif dan efektif, 5) komunikator, kolaborator, penerbit, dan produser, dan 6) warga negara yang banyak pengetahuan, bertanggung jawab dan berkontribusi bagi kebaikan bersama. Atas dasar itulah UNESCO merumuskan standar kopetensi ICT bagi para guru yang di dasarkan pada tiga pendekatan yakni: pendekatan melek teknologi (technology literacy approach) yakni meningkatkan. kemampuan penguasaan teknologi dengan menggabungkan keterampilan teknologi kedalam kurikulum pendekatan pendalaman pengetahuan (the knowledge deepening approach) yakni meningkatkan kemampuan menggunakan pengetahuan guna meningkatkan nilai bagi output ekonomi dengan menerapkan pengetahuan itu, untuk mengatasi masalah yang kompleks atau masalah nyata. pendekatan penciptaan pengetahuan ( the knowledge creation approach ) yakni meningkatkan kemampuan untuk berinovasi dan menghasilkan pengetahuan baru yang bisa di manfaatkan bagi warga Negara yang lain. Kompetensi Kepribadian Menurut Permendiknas No.16/2007, kemampuan dalam standar kompetensi ini mencakup lima kompetensi utama yakni: 1) bertindak sesuai dengan norma agama,hukum,sosial,dan kebudayaan nasional Indonesia, 2) menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur,berakhlak mulia,dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat, 3) menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap,stabil,dewasa,arif, dan berwibawa, 4) menunjukkan etos kerja,tanggungjawab yang tinggi,rasa bangga menjadi guru,dan rasa percaya diri,dan 5) menjunjung tinggi kode etik profesi guru. Bertindak Sesuai Norma Agama, Hukum,Sosial dan Kebudayaan Nasional Indonesia. Dalam kaitan dengan guru Indonesia,segala sikap,tutur kata dan tindakannya menjadi cerminan dari kesetiaan penghayatannya terhadap nilai-nilai lulur yang terkandung dalam Pancasila sebagai sumber dari segala norma kehidupan bangsa Indonesia. Karna itu guru Indonesia adalah guru yang Pancasilais. Artinya guru yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai religiositas melalui penghayatan terhadap ajaran-ajaran agama yang dianutnya; nilai-nilai kemanusiaan yang menempatkan martabat manusia dan keluhurannya sebagai salah satu keutamaan; nilai kebersamaan dalam persatuan dan kesatuan bangsa dengan menjunjung tinggi dan menghormati kedaulatan NKRI; nilai demokrasi yang mengedepankan musyawarah untuk mencapai kesepakatan dan nilai keadilan sosial yang berpihak pada seluruh bangsa Indonesia tanpa membedakan latar belakang agama, etnis, kebudayaan, jenis kelamin, dan sebagainya. Kemampuan ini memang membutuhkan waktu dan proses pembentukan yang panjang, karena berkaitan erat dengan pembentukan karakter sebagai seorang guru. Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional telah mewariskan karakter ini melalui semboyan-semboyannya: Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Norma adalah seperangkat ukuran yang berasal dari nilai-nilai tertentu yang menjadi dasar untuk menentukan baik buruk perilaku manusia. Norma bersumber dari nilai-nilai yang di anut oleh masyarakat, seperti norma agama, norma adat istiadat, atau norma hukum. Mengapa guru di tuntut untuk bertindak sesuai dengan norma-norma tersebut, karna guru senantiasa berurusan dengan nilai-nilai, sehingga kehidupan guru haruslah merupakan perwujudan dari nilai-nilai itu. Implikasi dari kemampuan ini adalah bagaimana guru menjaga disiplin dan aturan serta menerapkan secara konsisten dalam interaksi pembelajaran di sekolah. Untuk mewujudkan ini maka guru haruslah orang memiliki disiplin dan ketaatan terhadap peraturan yang ada di Sekolah. Disiplin waktu misalnya mengharuskan guru untuk tertib waktu dan tidak boleh terlambat masuk Sekolah. Selanjutnya terkait dengan disiplin dalam berpakaian, guru hendaknya menunjukkan teladan dengan mengenakan pakaian yang rapi, bersih dan pantas. Dalam menjaga kebersihan Sekolah, guru juga harus menunjukkan teladan dengan membuang sampah pada tempatnya, menjaga kelas selalu bersih, rapi, dan bebas dari berbagai macam sampah atau kotoran. Disiplin berbicara juga mengharuskan guru untuk berbicara secara santun, ramah, dan baik dengan siswa maupun dengan rekan sejawat.. Pribadi yang Jujur, Berakhlak Mulia, dan Teladan Bagi Peserta didik dan Masyarakat Tugas guru sebagai seorang pribadi professional juga harus nampak dalam eksistensi dirinya sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan menjadi suri teladan bagi siswa dan masyarakat. Menjadi pribadi yang jujur berarti berani untuk mengkui kekurangan dan kelemahannya serta bersedia untuk memperbaiki diri. Guru memang bukanlah superman atau superwoman yang bisa dalam segala hal, tetapi juga memiliki keterbatasan-keterbatasan terlentu dalam sikap, perilaku atau kemampuan-kemampuan yang di milikinya. Karena itu ia harus terbuka juga terhadap masukan, kritik atau saran, serta bersedia mendengarkan dengan hati yang lapang. Ia harus juga menyadari bahwa siswa sebagai individu yang unik, dapat menjadi sumber untuk belajar tentang kehidupan. Seorang guru dapat berkembang menjadi semakin professional apabila senantiasa belajar dalam pergaulan dan iteraksinya dengan siswa. Ia bisa melengkapi kekurangan-kekurangannya melalui interaksi pedagogis dengan para siswa. Selain bertindak jujur, guru juga harus menampilkan diri sebagai pribadi yang memiliki akhlak yang mulia sehingga dapat menjadi sumber teladan bagi siswa maupun masyarakat. Berakhlak mulia berarti guru harus menampilkan sikap dan perilaku yang terpuji, mengedepankan sopan santun dan tata krama dan menjauhkan perilaku-perilaku yang buruk. Hendaknya sikap dan perilaku guru jangan menjadi standal bagi pembentukan moralitas siswa. Karena itu ia haruslah menjadi pribadi yang bermoral atau memiliki keteladanan moral ( moral leadership ), tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta selalu memilih untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur yang tidak bertentangan dengan harkat dan martabatnya sebagai pendidik dan pemberi terang kepada siswa dan masyarakat sekitar. memiliki keterbatasan-keterbatasan terlentu dalam sikap, perilaku atau kemampuan-kemampuan yang di milikinya. Karena itu ia harus terbuka juga terhadap masukan, kritik atau saran, serta bersedia mendengarkan dengan hati yang lapang. Ia harus juga menyadari bahwa siswa sebagai individu yang unik, dapat menjadi sumber untuk belajar tentang kehidupan. Seorang guru dapat berkembang menjadi semakin professional apabila senantiasa belajar dalam pergaulan dan iteraksinya dengan siswa. Ia bisa melengkapi kekurangan-kekurangannya melalui interaksi pedagogis dengan para siswa. Selain bertindak jujur, guru juga harus menampilkan diri sebagai pribadi yang memiliki akhlak yang mulia sehingga dapat menjadi sumber teladan bagi siswa maupun masyarakat. Berakhlak mulia berarti guru harus menampilkan sikap dan perilaku yang terpuji, mengedepankan sopan santun dan tata krama dan menjauhkan perilaku-perilaku yang buruk. Hendaknya sikap dan perilaku guru jangan menjadi standal bagi pembentukan moralitas siswa. Karena itu ia haruslah menjadi pribadi yang bermoral atau memiliki keteladanan moral ( moral leadership ), tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta selalu memilih untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur yang tidak bertentangan dengan harkat dan martabatnya sebagai pendidik dan pemberi terang kepada siswa dan masyarakat sekitar. Guru merupakan seorang individu yang bermakna bagi siswa ( the significant others ). Ia menjadi model ( role model ) yang memperlihatkan sikap dan perilaku yang pantas dicontoh. Itulah sebabnya guru itu dikatakan digugu dan ditiru karena karakternya sebagai pemberi teladan. Peribahasa Latin Mengatakan, verba movent example trahunt. Kata-kata menggerakkan, namun teladanlah yang memikat. Karena itu nilai-nilai yang diajarkan guru tidak hanya sekedar berwujud kata-kata kosong tetapi lebih dari itu harus menggema dan terpencar dalam sikap dan cara hidup guru itu sendiri. Ketika guru mengajarkan sikap dan perilaku yang baik dan budi pekerti luhur, maka semua itu akan menjadi berdaya guna dan memengaruhi sikap dan perilaku siswa bila apa yang diajarkannya itu nyata juga dalam sikap dan cara hidupnya. Inilah keutamaan yang luar biasa dalam diri guru. Pribadi yang Mantap, Stabil, Dewasa, Arif, dan Berwibawa Menjadi cara pribadi yang matang secara emosional bearti guru haruslah mampu mengendalikan diri, hawa nafsu, dan kecenderungan-kecenderungan tertentu yang dimilikinya. Berhadapan dengan siswa yang berasal dari berbagai macam latar belakang, watak dan karakter, guru haruslah dapat menempat diri, mengelola diri dan emosinya sehingga dapat berinteraksi secara efektif dengan siswa. Tidak jarang memang ditemukan bahwa ada guru yang tidak dapat menahan emosinya berhadapan dengan siswa yang nakal, bandel, tidak disiplin, bahkan siswa yang mungkin memiliki keterbatasan kemampuan sehingga lamban dalam balajar. Guru yang labil secara emosional tidak jarang melakukan kekerasan-kekerasan kepada para siswa. UNESCO dalam publikasinya berjudul Stopping Violence in Schools: A Guide for Teachers menulis, bahwa meskipun setiap kultur mungkin melihat secara berbeda setiap perilaku mana yang dikatagorikan sebagai perilaku kekerasan dan manakah yang tidak dianggap sebagai perilaku kekerasan namun setidak-tidaknya terdapat empat bentuk kekerasan utama yang bisa saja terjadi di Sekolah, yang di antaranya dapat dilakukan oleh guru yakni: 1) hukuman fisik dan psikologis, 2) bullying, 3) kekerasan berbasis jender dan jenis kelamin, 4) kekerasan eksternal akibat dari pengaruh gang, situasi konflik , atau juga penembakan. Dari beberapa jenis kekerasan tersebut, hukuman fisik dan psikologis adalah yang paling sering di lakukan oleh guru oleh terhadap para siswa. Hukuman fisik adalah setiap jenis hukuman yang menggunakan kekuatan fisik yang dimaksudkan untuk menyebabkan rasa sakit atau tidak menyenangkan. Jenis hukuman semacam ini yang sering ditemukan dalam latar pendidikan adalah: menendang, memukul, menjambak rambut, menjewer telinga, memelintir tangan, mencekik, atau memaksa siswa untuk berada dalam posisi yang tidak nyaman ( misalnya berlutut, mengangkat kaki sebelah, berjemur diterik matahari, dsb ). Sementara itu hukuman psikologis adalah bentuk hukuman yang memberikan rasa tidak nyaman dalam diri siswa secara psikologis sehingga mereka merasa tertekan, terancam, atau bahkan mengalami ketakutan. Jenis hukuman ini tidak menggunakan kontak fisik secara langsung tetapi melalui ungkapa-ungkapan verbal atau non verbal seperti cemoohan, gertakan, ancaman, omelan, makian, simisme, atau juga penggunaan kata-kata kasar sehingga menyebabkan siswa merasa terluka secara psikologis dan menjadi tidak nyaman. Akibat dari jenis-jenis hukuman seperti itu maka dapat mengakibatkan reaksi serius terhadap kesehatan mental dan fisik siswa. Jenis hukuman semacam itu juga membawa dampak pada rendahnya keterampilan sosial siswa, timbulnya depresi, kecemasan, perilaku agresif dan bahkan kurangnya rasa empati kepada orang lain. Hukuman fisik juga dapat memperburuk hubungan guru siswa sehingga dapat menjadi halangan yang serius terhadap proses pembelajaran di Sekolah. Emosi adalah daya insani yang menggerakkan segenap perilaku manusia, namun kemudian harus dikelola sedemikian rupa sehingga dapat terarah kepada sikap dan perilaku yang positif. Menurut kaum humanis, emosi dikemukakan secara jujur dapat menjadi modal ampuh untuk membangun hubungan baik denga orang lain. Karena itu emosi harus diekspresikan secara jujur. Misalnya ketika seseorang guru marah kepada siswa karena tingkah lakunya yang tidak disiplin atau melanggar aturan di kelas, ia dapat mengatan melalui ungkapan verbal, “ maaf saya merasa sangat terganggu dengan sikap dan perilaku anda ‟‟. Atau, “ saya sulit untuk menyesuaikan diri dengan anda bila anda tetap bersikap atau berperilaku semacam itu”. Agar dapat berhasil dalam mengelola emosi sehingga dapat menampilkan pribadinya yang stabil dan mantap maka kecerdasan emosi sebagaimana yang ditawarkan oleh Daniel Goleman72 nampaknya sangat bermafaat. Memiliki kecerdasan intelektual saja bagi guru tidaklah cukup, karena itu ia harus memiliki kecerdasan emosi yang baik. Melalui kecerdasan emosi, guru dapat mengenali emosinya secara baik, mengelolanya, dan mempergunakannya secara tepat. Guru juga harus menampilkan diri sebagai pribadi yang berwibawa. Wibawa adalah pengaruh tertentu yang timbul dari dalam diri seseorang pendidik atau orang dewasa dan dirasakan oleh orang lain sehingga menyebabkan orang lain memberikan rasa hormat atau penghargaan kepadanya. Dalam pedagogi tradisional pendidikan dalam arti sesungguhnya baru dimulai ketika anak mengenal adanya kewibawaan atau pengaruh tertentu dalam diri pendidik sehingga anak merasa taat atau hormat terhadapnya. Dengan demikian maka kewibawaan ( gezag ) adalah keutamaan yang dimiliki oleh pendidik yang menyebabkan segala perkataannya dituruti oleh anak. Menunjukkan Etos Kerja, Tanggung Jawab, Rasa Bangga Menjadi Guru, dan Rasa Percaya Diri Guru professional adalah guru yang memiliki etos kerja yang tinggi dan bertanggungjawab terhadap tugas atau pekerjaannya. Etos kerja tercermin dalam sikap yang positif terhadap pekerjaan, kesetiaan dan dedikasi dalam tugas dan pelayanannya serta kesediaan untuk melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggungjawab. Guru yang memiliki etos kerja yang tinggi selalu menjunjung tinggi semangat pengabdian tanpa pamrih. Ia mengedepankan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dan mengutamakan pelayanan prima kepada siswa atau pihak-pihak lain yang membutuhkannya. Etos kerja tercermin dalam kedisplinan dan ketaatannya dalam bekerja, keberanian mengambil tanggung jawab dan kesediaan melakukan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi perkembangan siswa maupun bagi peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan. Guru yang bertanggung jawab adalah guru yang setia kepada tugas yang diembannya yakni tugas dalam mengajar, membimbing dan mendampingi siswa. Ia tidak hanya mengutamakan tuntutan-tuntutan administratif birokrasi tetapi lebih dari itu fokus kesetiannya adalaha pada bagian kebutuhan-kebutuhan siswa terpengaruhi melalui pelayanannya yang tanpa pamrih. Ia berani bertanggungjawab terhadap keputusan-keputusan professional yang dilakukannya yang dilandasi pertimbangan-pertimbangan etis dan rasional. Rasa bangga menjadi guru juga harus ditunjukan melalui kepercayaan diri yang kokoh. Menurut Branden, kepercayaan diri sebetulnya bersumber dari harga diri ( Self-esteem ). Harga diri memiliki dua aspek yang saling berkaitan yakni rasa kemampuan diri ( a sense of personal efficacy ) dan rasa kebermaknaan diri ( a sense of personal worth ).73 Rasa kemampuan diri kemudian melahirkan kepercayaan diri ( Self-confdence ) sedangkan rasa kebermaknaan diri melahirkan penghargaan terhadap diri sendiri ( Self-respect ). Seorang yang memiliki kepercayaan diri pertama-tama merasa bahwa dirinya mampu melakukan tugas atau pekerjaan yang diberikan tugasnya secara profesional. Pada saat yang sama ia merasa dirinya berguna karena kompetensi yang dimilikinya dapat disumbangkan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Itulah sebabnya, bagi Branden, antara self-confidence dan self-respect keduanya bisa dipilah-pilah secara konseptual tetapi tidak dapat dipisahkan secara praktis. Menjunjung Tinggi Kode Etik Profesi Guru Guru sebagai profesional yang diikat melalui suatu persekutuan kesejawatan dalam sebuah organisasi profesi guru tertentu harus memiliki kode etik yang mengatur sikap dan perilaku profesionalnya. Kode etik merupakan pedoman sikap dan perilaku bagi anggota profesi dalam layanan professional maupun dalam hubungan dengan masyarakat. Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 43 menyatakan: 1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik; 2) kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesional. Menurut Hermawan sebagaimana yang dikutip Soetjipto dan Kosasi, kode etik profesi apa saja pada umumnya memiliki beberapa tujuan yakni: 1) untuk menjunjung tinggi profesi, 2) untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya, 3) untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi, 4) untuk meningkatkan mutu profesi, 5) untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. Khusus untuk profesi guru, persatuan guru Republik Indonesia ( PGRI ) dalam Kongres PGRI XIII di Jakarta pada tahun 1973 telah menetapkan sebuah kode Etik Guru Indonesia. 72 Dalam pidato pembukaan kongres PGRI XIII tersebut, ketua umum PGRI Basuni melandaskan bahwa kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah Laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya sebagai guru. Beberapa pokok kode etik guru Indonesia berdasarkan hasil kongres PGRI XIII tahun 1973 di Jakarta yang kemudian disempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta adalah bahwa guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut: Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional, Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan, Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar, Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masysrakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan, Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya, Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial, Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian, Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Kompetensi Sosial Guru profesional juga memiliki kompetensi sosial yang dapat diandalkan. Kompetensi ini nampak dalam kemampuannya untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain secara afektif ( siswa, rekan guru, orang tu, kepala Sekolah, dan masyarakat pada umumnya ). Menurut Permendiknas No. 16/2007, kemampuan dalam standar kompetensi ini mencakup empat kompetensi utama yakni: 1) bersikap inklusif dan bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi; 2) berkomunikasi secara efektif, empatik, dan samtun sesama pendidik, tenaga pendidikan, orang tua, dan masyarakat;3) beradaptasi ditempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya; 4) berkomunikasi dengan komunitas provesi sendiri dan provesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk bentuk lain. Berikut akan dijelaskan secara lebih spesifik keempat kompetensi utama tersebut. Didapat dari Soetjipto dan Raflis Kosasi “Profesi Keguruan” Bersikap Inklusif, Bertindak Objektif dan tidak Diskrimitatif Bersikap inklusif artinya bersikap terbuka terhadap berbagai perbedaan yang dimiliki oleh orang lain dalam berinteraksi. Guru dalam berinteraksi dengan siswa atau sesama guru juga berhadapan dengan realitas ini. Siswa memiliki latar belakang yang berbeda-beda dari segi jenis kelamin, agama, suku, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan selera, minat, preferensi juga dapat membawa situasi konflik yang potensial. Situasi semacam ini memiliki potensi konflik tertentu baik laten atau nyata. Guru profesional adalah guru yang bisa membawa diri dalam situasi semacam ini. Ia harus bisa berinteraksi dan bergaul dengan siswa atau rekan sejawat, atau bahkan anggota masyarakat yang berbeda latar belakang semacam ini. Ini menuntut kemampuan untuk bisa mengelola konflik. Dalam berinteraksi dengan rekan sejawat ataupun masyarakat sebagai pemangku kepentingan dalam pendidikan, guru juga harus bisa menempatkan diri dalam situasi yang mungkin penuh dengan keragaman latar belakang. Guru juga dituntut untuk bertindak objektif baik dalam memberikan penilaian terhadap hasil belajar siswa, maupun dalam memberikan pandangan-pandangan atau pendapat terhadap suatu persoalan tertuntu. Meskipun dalam hal tertentu pandangan atau sikap guru terpaksa berpihak, namun keberpihakan guru harus dilandasi oleh kebenaran ilmiah rasional dan etis. Diatas sikap ojektif guru ini terhadap penghargaan yang tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Berkomunikasi secara Efektif, Empatik dan Santun Pada prinsipnya, komunikasi yang efektif terjadi apabila pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan ( guru ) dapat diterima dengan baik oleh penerima ( orang tua, rekan sejawat, atau masyarakat pada umumnya ), dipahami maksudnya dan bisa menghasilkan efek yang diharapkan dalam diri penerima pesan. Efektivitas komunikasi tergantung pada beberapa faktor yakni: penerima pesan (komunikan), pengirim pesan (komunikator), pesan, dan situasi. Komunikasi yang efektif memprasyaratkan guru dalam berkomunikasi dengan orang lain haruslah memperhatikan kebutuhan dasar, kecenderungan, minat dan aspirasi serta nilai-nilai yang mereka anut. Di pihak guru sendri selaku komunikator juga harus memperhatikan kredibilitas dan daya tarik yang dimilikinya. Kredibitas berkaitan dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki guru sehingga apa yang disampaikan kepada orang lain selaku penerima pesan dapat diterima dengan baik karena dianggap bersal dari sumber yang dapat dipercaya atau diandalkan. Kredibilitas yang di miliki guru selaku komunikator juga sekaligus berlaku sebagai daya tarik tertentu bagi orang lain, sehingga pesan-pesan guru dapat memikat perhatian mereka. Pesan juga memiliki pengaruh tertentu bagi efektif tidaknya suatu komunikasi. Komunikasi yang efektif memprasyaratkan bahwa pesan dan kemasannya harus menarik, membangkitkan minat, dan dapat dipahami oleh orang lain selaku penerima pesan. Selain itu situasi juga ikut menentukan efektif tidaknya suatu ko tidmunikasi.Situasi yang dimaksud berkaitan dengan waktu penyampaian pesan, kondisi pada saat penyampaian pesan dan ada tidaknya gangguan pada saat penyampaian pesan. Jika guru ingin agar komunikasi dengan orang lain berlangsung efektif maka hendaknya memperhatikan keempat faktor secara baik. Berkomunikatif secara empatik berarti komunikasi yang memungkinkan komunikator dapat merasakan apa yang dirasakan oleh penerima pesan. Istilah empati sendiri berasal dari kata bahasa Jerman einfuhlung yang berarti “ merasakan”.82 Berempati dengan seseorang berarti merasakan apa yang seseorang itu rasakan, mengalami apa yang seseorang itu alami, atau melihat dari sudut pandang orang itu tetapi tanpa kehilangan identitas atau jati diri sendiri.Guru dapat berkomunikasi secara empetik dengan orang lain apabila ia dapat menyalami dan berusaha untuk merasakan, apa yang dirasakan oleh orang lain atau mengalami apa yang dirasakan oleh mereka. DeVito menyarankan, jika ingin berkomunikasi secara empati maka lakukan tiga hal berikut: Nyatakan keterlibatan aktif Anda dengan orang lain melalui ekspresi wajah atau gerak- gerik tertentu yang cocok, Fokuskan konsentrasi, misalnya dengan menjaga kontak mata, potur tubuh, dan kedekatan fisik, Gunakan sentuhan-sentuhan setepatnya bila perlu. Beradaptasi di Tempat Tugas di Seluruh Wilayah RI Guru Indonesia telah disiapkan untuk mampu bekerja di seluruh Indonesia. Ia telah disiapkan sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat di mana saja di seluruh wilayah Indonesia. Karena itu guru harus memiliki cultural intelligence (CI) yakni kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi budaya yang beraneka ragam di seluruh Indonesia. Kemampuan beradaptasi ini antara lain ditunjukkan dengan kemampuan untuk menempatkan diri sebagai warga masyarakat di mana ia bekerja, kemampuan untuk memahami dan menggunakan bahasa setempat sebagai bahasa pergaulan, dan kemampuan untuk menghargai keunikan, kekhasan dan nilai-nilai budaya dan adat istiadat dari masyarakat setempat. Undang-undang No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen yang kemudian dipertegas melalui Peraturan Pemerintah No. 74/2008 tentang Guru membuka kemungkinan bagi guru untuk bekerja di seluruh wilayah Indonesia. Dalam keadaan darurat misalnya, pemerintah dapat menerapkan wajib kerja bagi guru dan di tempatkan di mana saja bila di butuhkan. Selain itu, dalam rangka distribusi pemerataan guru di seluruh Indonesia maka terdapat kemungkinan perpindahan guru dan redistribusi guru antar kabupaten maupun antar provinsi di seluruh Indonesia. Akibat dari kondisi-kondisi ini, keharusan untuk memupuk kecerdasan kurtural (cultural intelligence) adalah suatu keharusan disamping pemahaman tentang mulikulturalisme di Indonesia. Berkomunikasi dengan Komunitas Provesi Sendiri dan Provesi lain Kemampuan komunikasi guru tidak hanya sebatas berkomunikasi dalam konteks pembelajaran yang melibatkan interaksi guru siswa, tetapi juga kemampuan untuk bisa berkomunikasi secara ilmiah dengan komunitas seprovesi maupun komunitas provesi lain dengan menggunakan berbagai macam media dan forum. Berkaitan dengan Peraturan Menteri Pendaya gunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) No. 16/2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya tentang penilaian angka kredit pada pasal 11 menyatakan bahwa salah satu sub unsur yang dapat dinilai terkait dengan pengebangan keprofesian berkelanjutan adalah publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal, atau juga publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman guru. Komunikasi dengan sejawat seprofesi maupun profesi lain, juga dapat di lakukan melalui penyajian hasil penelitian atau pemikiran dalam forum-forum ilmiah seperti seminar, lokakarya, panel, dan lain sebagainya pada berbagai level (lokal, nasional, maupun internasional). Kriteria Guru Profesional Guru profesional adalah suatu tolak ukur untuk mengetahui komptensi dan kemampuan seorang guru, menjadi guru yang profesional bukanlah pekara yang gampang yang bisa didapatkan dengan cara instant selain harus menguasai materi peajaran yang akan disampaikan kepada siswa, seorang guru yang profesional juga harus mengerti tentang bagaimana menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakter peserta didik, selain itu juga pengalaman mengajar sangat dibutuhkan jika anda ingin menjadi guru yang profesional, untuk mendapatkan pengalaman mengajar tentunya anda harus melewati sebuah proses, hal ini yang tidak bisa anda dapatkan di bangku pendidikan, karena pengalaman adalah sosok guru yang secara tidak langsung namun memiliki keutamaan tersendiri melibihi sebuah pendidikan formal.  Kriteria untuk Menjadi Guru Profesional : Selalu Punya Energi untuk Siswanya Mempunyai energi maksudnya adalah selalu bersemangat ketika mengajar di kelas. Guru harus bisa memberikan energi positif saat mengajar dan mendidik siswa. Misalkan ketika siswa tisak semangat untuk belajar guru harus mampu membangkitkan semangat belajar siswa, dan mampu menegeksplorasi masalah yang dialami oleh siswa tersebut. Punya Tujuan Jelas untuk Pelajaran Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas. Apapun pekerjaan yang kita lakukan tentu harus mempunyai tujuan yang jelas. begitu juga ketika seorang guru mengajar di kelas. Guru harus memiliki tujuan yang jelas, agar pelajaran yang diterima oleh peserta didik lebih bermakna dan bermanfaat bagi siswa. Punya Keterampilan Manajemen Kelas yang Baik Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen di dalam kelas. Keterampilan manajemen kelas atau pengelolaan kelas sangat dibutuhkan bagi seorang guru, agar guru mampu mengatur peserta didiknya dengan baik. Misalkan ketika suasana kelas ribut, siswa tidak memperhatikan, disanalah keterampilan guru dibutuhkan untuk mengatur kelas agar tetap dalam suasana yang kondusip. Karena suasana belajar yang nyaman bisa membantu siswa lebih mudah menerima amteri pelajaran yang disampaikan oleh guru. Punya Harapan yang Tinggi Pada Siswanya Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa di kelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka. Guru harus mampu memotivasi para siswanya untuk mengeluarkan potensi terbaiknya, karena setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Di sinilah peran seorang guru untuk memaksimalkan potensi siswa agar mereka mampu menunjukkan prestasi. Siswa harus mampu percaya diri terhadap kemampuan yang dimilikinya. Dengan keyakinan semuanya bisa terjadi Indikator Guru Profesional Profesionalisme guru menurut para ahli dapat diukur oleh beberapa indikator, antara lain : Studi yang dilakukan oleh Ace Suryani menunjukkan bahwa guru yang bermutu dapat diukur dengan lima indikator, yaitu: a. Kemampuan profesional (professionalcapasity), sebagaimana terukur dari ijazah, jenjang pendidikan, jabatan dan golongan, serta pelatihan. b. Upaya profesional (pofessionalefforts), sebagaimana terukur dari kegiatan mengajar, pengabdian dan pelatihan. c. Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teachaertime) sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman mengajar serta lainnya. d. Kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya (linkandmach), sebagaimana terukur dari mata pelajaran yang diampu, apakah telah sesuai dengan spesialisnya atau tidak. e. Tingkat kesejahteraan (prosperiousity), sebagaimana terukur dari upah, honor atau penghasilan rutinnya. Tingkat kesejahteraan yang rendah bisa mendorong seorang pendidik untuk melakukan kerja sambilan, dan bila mana kerja sambilan ini sukses, bisa jadi profesi mengajarnya berubah menjadi sambilan. Jurnal terkemuka manajemen pendidikan, Education Leadership edisi Maret 1993 menurunkan laporan mengenai tuntunan guru profesional. Menurut jurnal tersebut, untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut memiliki lima hal, yakni: a. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepentingan siswanya. b. Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta serta cara mengajarkannya kepada siswa. c. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar. d. Guru harus mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. e. Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi lainnya. Tuntutan untuk menjadi profesional tersebut mengharuskan guru memiliki komitmen yang jelas terhadap muridnya, sebab kehadiran dirinya dipersekolahan atau madrasah secara langsung memang untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa tersebut secara proporsional (karena setiap peserta didik berbeda potensi dan kapasitasnya). Ketika ia menjalankan fungsi dengan komitmen yang tinggi, maka penguasaannya terhadap materi yang akan disampaikannya kepada siswa harus benar-benar menyentuh tujuan kurikulum pembelajaran materi pembelajaran tersebut. Setiap materi yang diajarkan guru agar memenuhi syarat sebagai guru profesinal, ia harus mampu mengaktualkan bahan ajar tersebut dalam konteks apapun, terutama dengan lingkungan pembelajaran anak didik. Guru profesional dalam konteks keilmuan adalah guru yang mampu memahami filsafat mata pelajaran yang diajarkannya.16 Alangkah baik dan bagusnya jika materi bahan ajar dari mata pelajaran yang diajarkan guru, diiringi dengan filsafat materi mata pelajaran itu. Dengan filsafat materi bahan ajar tersebut, diyakini guru telah memahami secara mendasar apa tujuan kurikulum dari setiap materi pelajaran sehingga materi bahan ajar tersebut terinternalisasi dalam diri setiap siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Tuntutan ini adalah tuntutan yang selayaknya terealisir dalam diri guru, sehingga sifat keprofesionalan guru secara ontologis dan epistemologis dapat dipertanggung jawabkan secara akademik. Seorang guru profesional adalah guru yang bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukan kepada siswanya. Melakukan kontrol dan melihat seberapa jauh siswa mampu menyerap materi yang telah diajarkan, merasa tidak puas jika hasil evaluasi siswa tidak berhasil sesuai dengan target pembelajaran. Guru profesional juga harus mampu berpikir secara sistematis, dapat melakukan koreksi terhadap apa yang dilakukan dan terbuka melihat diskusi dan menerima kritik dari teman sejawat dan atasan yang bertanggung jawab terhadap kompetensi profesinya. Dalam konteks yang aplikatif, kemampuan profesional guru dapat diwujudkan dalam penguasaan sepuluh kompetensi guru, yang meliputi: Menguasai bahan, meliputi: 1) Mengusai bahan bidang studi dalam kurikulum 2) Menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi Mengelola program belajar-mengajar, meliputi: 1) Merumuskan tujuan pembelajaran, 2) Mengenal dan menggunakan prosedur pembelajaran yang tepat, 3) Melaksanakan program belajar-mengajar, 4) Mengenal kemampuan anak didik. Mengelola kelas, meliputi: 1) Mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran, 2) Menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi. Penggunaan media atau sumber, meliputi: 1) Mengenal, memilih dan menggunakan media, 2) Membuat alat bantu yang sederhana, 3) Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar, 4) Menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan. Mengusai landasan-landasan pendidikan. Mengelola interaksi-interaksi belajar-mengajar. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran. Mengenal fungsi layanan bimbingan dan konseling di sekolah, meliputi: 1) Mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan konseling, 2) Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna Keperluan Pengajaran. Didapat dari “Irwan Nasution dan Amiruddin Siahaan, Manajeman Pengembangan Profesionalitas Guru” BAB III PENUTUP Kesimpulan Profesionalisme guru adalah suatu pekerjaan yang di dalamnya terdapat tugas- tugas dan syarat-syarat yang harus dijalankan oleh seorang guru dengan penuh dedikatif, sesuai dengan bidang keahliannya dan selalu melakukan improvisasi diri. Dan seorang guru tidak dapat dikatakan sebagai guru yang profesional jika tidak memenuhi empat kopetensi berikut juga indikasi-indikasinya yang telah saya cantumkan di atas. Adapun ke empat kompetensi tersebut adalah : Kompetensi Pedagogik Kompetensi Profesional Kompetensi Kepribadian Kompetensi Sosial Saran Dari apa yang di jabarkan dalam makalah ini sebaiknya tenaga pendidik harus berpegang teguh pada empat kompetensi yang telah disebutkan di atas. Dan tenaga pendidik diharapkan dapat memahami peserta didiknya serta dapat menyalurkan ilmunya dengan baik dan benar kepada peserta didik. DAFTAR PUSTAKA Octavia Shilphy A, 2019. Sikap dan Kinerja Guru Profesional,(Jogja:Indonesia Deep Publisher). Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta). Abudin Nata,2001. Persepktif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: Raja Grafindo). Moh. Amin, 1992 Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Pasuruan: Garoeda Buana). IbrahimBafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000) Hadi Supeno, Potret Guru, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan) Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual: Panduan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007) Marselus R Payong, Sertifikasi Profesi Guru , (Jakarta Barat : PT.Indeks, 2011), cet.ke-1, JIlid 1, hal.29 Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal.139- 140 David Hustler, et al., Teacher’s Preceptions Continuing Professional Development, (Manchester: Institute of Eduction Manchester Metropolitan Univercity, 2000), hal. 27 Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 30 Siahaan, Amirrudin, dan Irwan Nasution, 2006. Manajemen pergembangan profesionalisme guru,ciputan;Quantum Teaching 4