Academia.eduAcademia.edu

Outline

Hukum Lingkungan

Abstract

Rumah sakit bersih adalah tempat pelayanan kesehatan yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman baik fisik, sampah, limbah cair, air bersih, dan serangga/binatang pengganggu. Namun menciptakan kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat kompleks berhubungan dengan berbagai aspek antara lain budaya/kebiasaan, prilaku masyarakat, kondisi lingkungan, sosial dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit bersih adalah tempat pelayanan kesehatan yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman baik fisik, sampah, limbah cair, air bersih, dan serangga/binatang pengganggu. Namun menciptakan kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat kompleks berhubungan dengan berbagai aspek antara lain budaya/kebiasaan, prilaku masyarakat, kondisi lingkungan, sosial dan teknologi. Jika di bandingkan dengan institusi lain mungkin jenis sampah dan limbah rumah sakit adalah yang terkomplit, tempat yang paling banyak di kunjungi oleh masyarakat ketika sakit ini mengeluarkan berbagai jenis sampah dan limbah. Masyarakat di dalam lingkungan rumah sakit yang terdiri dari pasien, pengunjung dan karyawan memberikan kontribusi kuat terhadap pengotoran lingkungan rumah sakit. Aktivitas pelayanan dan perkantoran, pedagang asongan, prilaku membuang sampah dan meludah sembarangan, prilaku merokok dan sejumlah barang atau bingkisan yang dibawa oleh pengunjung/tamu menambah jumlah sampah dan mengotori lingkungan rumah sakit. 1 Beberapa waktu lalu, pemberitaan mengenai sampah medis yang ditemukan di pasaran sebagai mainan anak-anak, menjadi perhatian publik. Seperti diketahui bahwa seharusnya sampah medis seperti alat infus, alat suntik, dan sarung tangan harus dimusnahkan setelah digunakan, jangan sampai jatuh ke tangan masyarakat. Hal ini mendapat tanggapan langsung dari Menteri Kesehatan RI waktu itu, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih MPH, di sela-sela sambutannya saat membuka Konferensi Nasional I Promosi Kesehatan Rumah Sakit bertema New Challenges of Health Promoting Hospital in Indonesia di Bandung, Selasa malam (6/3/12). “Apabila rumah sakit belum memiliki alat penanganan medis sendiri, harus memiliki mekanisme kerjasama dengan rumah sakit yang lebih besar agar dapat ditangani. Ini harus diupayakan”, ujar Menkes. Pada kesempatan tersebut Menkes menegaskan, tiga hal yang harus diperhatikan oleh para penyelenggara pelayanan kesehatan, khususnya penyelenggara rumah sakit, bahwa sarana pelayanan kesehatan harus menjadi tempat yang aman bagi para pekerjanya, pasiennya, dan masyarakat di sekitarnya. Tanggapan mengenai permasalahan tersebut juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK), dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke sejumlah rumah sakit di wilayah DKI Jakarta dan Depok, Jawa Barat, guna 2 melakukan pengecekan secara langsung standar pembuangan dan pengolahan limbah yang dilakukan rumah sakit pada Selasa siang (6/3/12). “Secara garis besar, sistem pembuangan dan pengolahan limbah rumah sakit sudah berjalan, tetapi masih harus disempurnakan. Yang harus diperhatikan adalah jangan sampai sampah medis tercecer, apalagi dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, bahkan sampai berdampak pada penyakit-penyakit yang dapat membahayakan masyarakat”, jelas Dirjen BUK. Menurut Dirjen BUK, bila terdapat rumah sakit yang melanggar standar pembuangan limbah dan pengelolaannya, Kementerian akan menindak tegas pengelola rumah sakit tersebut. “Limbah RS berbeda dengan limbah rumah tangga. Sebab limbah RS yang tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan penyakit”, tandas Dirjen BUK. Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis. Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah 3 berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis, diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia. Penanganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian Internasional. Isu ini telah menjadi agenda pertemuan internasional yang penting. Pada tanggal 8 Agustus 2007 telah dilakukan pertemuan High Level Meeting on Environmental and Health South-East and East-Asian Countries di Bangkok. Dimana salah satu hasil pertemuan awal Thematic Working Group (TWG) on Solid and Hazardous Waste yang akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah 4 yang terkait dengan limbah domestik dan limbah medis. Selanjutnya pada tanggal 28-29 Februari 2008 dilakukan pertemuan pertama (TWG) on Solid and Hazardous Waste di Singapura membahas tentang pengelolaan limbah medis dan domestik di masing masing negara. 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara proses penanganan Limbah Rumah Sakit ? 2. Sangsi apa yang dapat diperoleh pihak RSU yang diduga melakukan pembuangan limbah tidak sebagaimana mestinya ? 1.3. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah sebagai tugas kuliah pada mata kuliah Hukum Lingkungan semester genap 2013/2014. Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan telaah materi pada mata kuliah Hukum Lingkungan. 5 BAB II KASUS POSISI Pembuang Ribuan Limbah Medis Mengarah ke RS Swasta Jumat, 28 Maret 2014 18:41 WIB - Surya/sudarmawan, Tim penyidik Polsek Ponorogo, petugas Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Pemkab Ponorogo membongkar semua limbah medis dan menemukan identitas rumah sakit swasta yang diduga membuang limbah itu sembarangan, Jumat (28/3/2014). TRIBUNNEWS.COM. PONOROGO-Tim petugas dan penyidik dari Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Pemkab Ponorogo serta penyidik Polsek Ponorogo mulai menemukan tanda-tanda dan indikasi siapa pembuang ribuan limbah medis ke Tempat Penampung Sampah Terpadu (TPST) Jl Sekar Putih, Kelurahan Tonatan, Kecamatan Ponorogo. Hal ini menyusul, petugas dan penyidik menemukan identitas nama pasien dan nama rumah sakit yang telah menggunakan bekas jarum suntik, jarum infus, botol obat dan sped berisi darah segar bekas pasien itu. Kasus ini mulai terbongkar, paska berturut-turut TPTS itu digunakan ajang pembuangan limbah medis sembarang sejak 4 hari terakhir. Penemuan identitas itu, paska semua barang bukti ribuan limbah dari beberapa karung itu diteliti satu per satu oleh petugas Dinkes dan KLH Pemkab Ponorogo. Kapolsek Ponorogo, AKP Tulus Hariyadi melalui Kanit Reskrim Polsek Ponorogo, Ipda Nanang Budianto mengatakan jika sejak mendapatkan laporan selama 4 hari berturut-turut dari pengelola TPTS, Suhariyanto pihaknya langsung TPST bersama petugas Dinkes dan KLH Pemkab Ponorogo untuk meneliti limbuah medis yang dibuang itu. Hasilnya, setelah semua limbah medis dibongkar dan dikeluarkan dari karung itu mulai ditemukan titik terang pelaku pembuang limbah medis berturut-turut sejak 2 pekan terakhir itu. "Kami mendapat titik terang yang mengarah ke pelaku pembuangan limbah medis, yakni RSU Aisyiyah Jl dr Sutomo, Kota Ponorogo dikuatkan beberapa lembar kertas idenitas pasien dan rumah sakit. Bukti yang membuka tabir misteri pembuang limbah medis ini akan kami 6 bawa ke polsek untuk proses penyidikan dan pemanggilan terhadap rumah sakit swasta itu," terangnya kepada Surya, Jumat (28/3/2014). Lebih jauh, Nanang menjelaskan setelah terkuak dugaan kuat pelaku pembuangan sampah yang dibuktikan adanya identitas pasien dan rumah swasta yang ada di dalam karung dan bungkusan plastik pembuangan itu akan dijadikan modal pengembangan penyelidikan. "Bukti ini sudah menguatkan pelaku pembuang limbah medis. Titik terang ini akan segera kami tindak lanjuti. Barang bukti dan laporan akan segera kami kirim ke Kasat Reskrim Polres Ponorogo. Kami juga akan segera konfirmasi dan klarifikasi ke Rumah Sakit Umum Aisyiyah dr Sutomo. Pembuangan itu ada unsur kesengajaan karena rumah sakit tersebut tidak memiliki alat pemusnah atau karena keteledoran dan kekhilafan karena belum adanya sosialisasi ke karyawan. Yang jelas akan segera dipanggil untuk proses penyidikan," imbuhnya. Sementara salah seorang staf KLH Pemkab Ponorogo, Sukadi memaparkan pihaknya sudah menemukan titik terang pelaku pembuangan limbah medis ke TPST. Menurutnya, fungsi TPST itu seharusnya sesuai aturannya hanya untuk menampung sampah rumah tangga. Akan tetapi, dalam operasinya selama ini kerap dibuangi limbah medis. Oleh karenanya, pihaknya turun ke lokasi untuk melaksanakan pengecekan dan penyelidikan intensif itu. "Indikasi siapa pelaku pembuangan limbah medis secara terus-menerus beberapa hari terakhir sudah jelas. Indikasinya mengarah ke RSU Aisyiyah. Makanya data idenitas pasien dan rumah sakit itu akan segera dicocokkan. Karena tanggal masih baru yakni pada bulan Maret ini," ungkapnya. Sedangkan Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Pemkab Ponorogo, dr Pretty Brilian Oktovina menegaskan pihaknya akan segera mengumpulkan semua kepala Pukesmas, rumah sakit umum dan klinik umum se Kabupaten Ponorogo untuk melaksanakan sosialisasi atas temuan baru itu. Upaya ini dilakukan agar tindak membahayakan orang lain dengan membuang limbah medis sembarangan itu tak terulang lagi. 7 "Kalau permasalah pelaku pembuangan limbah medis ke TPST yang sudah terkuak tersebut akan kami diserahkan ke polisi. Karena pihak pengelola TPTS sudah melapor ke polisi secara resmi," pungkasnya. 8 BAB III PEMBAHASAN Limbah (menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi. Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sementara limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk. Limbah benda tajam adalah semua benda 9 yang mempunyai permukaan tajam yang dapat melukai / merobek permukaan tubuh. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup. 3.1 Karakteristik Limbah Rumah Sakit Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah medis dan non medis baik padat maupun cair. Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan 10 pengamanan tertentu. Bentuk limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Limbah benda tajam Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif. 2. Limbah infeksius Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular. 3. Limbah jaringan tubuh Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi. 11 4. Limbah sitotoksik Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc 5. Limbah farmasi Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan. 6. Limbah kimia Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset. 7. Limbah radioaktif Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio- imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. 12 Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. 8. Limbah Plastik Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis. Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non medis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). 13 Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lainlain. Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. 3.2 Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti: 1. Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik. 14 2. Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit. 3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor. 4. Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi. 5. Gangguan genetik dan reproduksi Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif. 3.3 Pengelolaan Limbah Rumah Sakit 1. Limbah padat Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut : 15 Golongan A : Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah. Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi. Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing. Golongan B : Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya. Golongan C : Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A. Golongan D : Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu. Golongan E : Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan. 16 a. Pemisahan Golongan A Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis. Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut: 1) Sampah dari haemodialisis Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan autoclaving, tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif. (Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk limbah infeksius). 17 2) Limbah dari unit lain : Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mung kin bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman. Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator. Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium. Golongan B Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan denganincinerator. b. Penampungan Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya : 18 1. Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat. 2. Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah. 3. Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci. 4. Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari infestasi serangga dan tikus. 5. Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin) 6. Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan. c. Pengangkutan Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong. Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga : 1) Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus 2) Tidak akan menjadi sarang serangga 19 3) Mudah dibersihkan dan dikeringkan 4) Sampan tidak menempel pada alat angkut 5) Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain : 1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut. Dan harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa. 2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah. 3.4. Limbah Cair Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut: a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System) Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang 20 biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni : 1) Pump Swap (pompa air kotor). 2) Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah. 3) Bak Klorinasi 4) Control room (ruang kontrol) 5) Inlet 6) Incinerator antara 2 kolam stabilisasi 7) Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi. b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System) Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari : 1) Pump Swap (pompa air kotor) 2) Oxidation Ditch (pompa air kotor) 3) Sedimentation Tank (bak pengendapan) 21 4) Chlorination Tank (bak klorinasi) 5) Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak). 6) Control Room (ruang kontrol) c. Anaerobic Filter Treatment System Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti. Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut : 1) Pump Swap (pompa air kotor) 2) Septic Tank (inhaff tank) 3) Anaerobic filter. 4) Stabilization tank (bak stabilisasi) 5) Chlorination tank (bak klorinasi) 6) Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur) 22 7) Control room (ruang kontrol) Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya : 1) Volume septic tank 2) Jumlah anaerobic filter 3) Volume stabilization tank 4) Jumlah chlorination tank 5) Jumlah sludge drying bed 6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan ( Pemisahan Dan Pengurangan ) Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan. 23 2. Penampungan Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik” 3. Pengangkutan Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang 24 terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor. 4. Pengolahan dan Pembuangan Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah : Incinerasi Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)° Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde) Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan) Inaktivasi suhu tinggi Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60 Microwave treatment Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah) 25 Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk. 5. Incinerator Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran. Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari 26 incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai. 3.5. Dasar Hukum Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah mencabut Undang- Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sehubungan dengan telah dicabutnya UU No.23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup oleh UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka penulis akan menganalisa kasus tersebut berdasarkan ketentuan pidana yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana menurut Penulis perbuatan kasus pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan oleh pihak RSU Aisyiyah adalah bertentangan dengan pasal 98 ayat (1) UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan analisa hokum dikaitkan dengan unsur-unsur tindak pidana sebagaimana pasal yang diterapkan yaitu : pasal 98 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 27 Unsur-Unsur pasal 98 ayat (1) UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup : 1. Unsur “Setiap Orang” Setiap orang yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Dalam kasus ini maka para pelaku yang dimaksud adalah direksi RSU Aisyiyah selaku pemimpin tertinggi yang memerintahkan untuk membuang limbah tidak secara semestinya. 2. Unsur “Dengan Sengaja” Dengan Sengaja (OPZET) mempunyai arti dalam melakukan perbuatan itu didasari adanya niat atau maksud, yang timbul dari pelaku yang dalam melakukan perbuatan itu didasari adanya niat atau maksud, yang timbul dari pelaku yang dalam keadaan sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang sudah diketahui akibat yang akan terjadi serta dari perbuatan tersebut telah didasari dengan penuh keyakinan. Kesengajaan yang dimaksud dapat diketahui dari adanya pelaku yang sadar, apabila perbuatan tersebut dilakukan akan berakibat pada orang lain, dan dengan kesadaran serta pengetahuan yang demikian si pelaku kemudian tidak berusaha 28 mencegah perbuatannya atau mengurungkan niatnya, tetapi sebaliknya si pelaku tetap melakukan perbuatannya. Dalam kasus ini, pihak RSU Aisyiyah diduga sudah mengetahui akan pentingnya pembuangan limbah Rumah Sakit, akan tetapi demi keuntungan maka pihak RSU Aisyiyah memilih untuk tidak melakukan pembuangan limbah secara benar. 3. Unsur “Melakukan Perbuatan Yang Mengakibatkan DIlampauinya Baku Mutu Udara Ambien, Baku Mutu Air, Baku Mutu Air Laut, Atau Kriteria Baku Mutu Kerusakan Lingkungan Hidup” Definisi mengenai baku mutu lingkungan hidup sebagaimana pasal 1 angka 13 No. 32 Tahun 2009 adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energy, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsure pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Sedangkan untuk kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sebagaimana pasal 1 angka 15 No. 32 Tahun 2009 disebutkan merupakan ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. Kerusakan lingkungan tersebut tidak terlepas dari Limbah B3, yang mana limbah B3 menurut pasal 1 angka 22 UU No. 32 Tahun 2009 ini adalah sisa suatu badan usaha dan/atau kegiatan 29 yang mengandung B3 yaitu zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Dalam kasus ini jelas bahwa perbuatan yang dilakukan pihak RSU Aisyiyah merupakan suatu kegiatan yang dapat membahayakan kesehatan serta kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup, mengingat limbah rumah sakit merupakan kumpulan dari bahan-bahan yang tingkat infeksiusnya cukup tinggi. 4. Unsur “orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan” Bahwa orang yang menyuruh melakukan (doen pleger), dalam hal ini sedikitnya ada dua orang, yang menyuruh (doen pleger) dan yang disuruh (pleger), orang yang disuruh itu hanya merupakan suatu alat (instrument) saja sehingga tidak dapat diminta pertanggung jawab pidana, sedangkan orang yang turut melakukan (medepleger) dalam arti “bersama-sama melakukan”, sedikitnya harus ada dua orang yaitu yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana itu, 30 kedua orang itu semuanya melakukan “perbuatan pelaksanaan”, melakukan anasir atau elemen dari peristiwa pidana. Dengan analisis terhadap unsur tersebut diatas, maka menurut penulis pebuktian perbuatan pidana yang dilakukan oleh para pelaku terkait perbuatan yang diduga dilakukannya dapat dibuktikan di persidangan apabila para pelaku dibawa ke hadapan persidangan guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. 31 BAB IV KESIMPULAN 1. Cara proses penanganan limbah Rumah Sakit : Awalnya dengan cara Pengumpulan (Pemisahan berdasarkan penggolongan Dan Pengurangan), setelah itu dilakukan Penampungan, dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992, setelah itu dilakukan Pengangkutan (internal dan eksternal), lalu disiapkan pada metoda Pengolahan dan Pembuangan, tahap akhir digunakan Incinerator. 2. Sesuai dengan Pasal 98 UU No.23 Tahun 2009, maka sangsi yang dapat diterima adalah : (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 32 (2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). 33 DAFTAR PUSTAKA Arifin, M., 2008, ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan’, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depkes RI 2009 , ’Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya’. Jakarta Kusminarno, K., 2004, ‘Manajemen Limbah Rumah Sakit’, Jakarta Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, ‘Kajian Pengelolaan Limbah Padat Medis Rumah Sakit’, Jakarta Notoadmodjo, S., 2007, ‘Ilmu Kesehatan Masyarakat’, Rineka Cipta, Jakarta Paramita, N., 2007, ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto’, Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x, Semarang Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.http://www.depkes.go.id Shofyan, M., 2010, ‘Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan’, UPI 34 Suripto, A., 2002, ‘Pengelolaan Limbah Radioterapi Eksternal Rumah Sakit’, Buletin Alara, Volume 4 (Edisi Khusus), Serpong Zaenab, 2009, ’Teknologi Pengolahan Limbah “Medis” Cair’, Makassar 35