Vol. 4, No. 1, Juni 2011
ISSN 1978-9998
JURNAL EKONOMI
DAFTAR ISI (CONTENTS)
Halaman (Page)
1. Analisis Eisiensi Perdagangan Komoditas Kedelai Edamame di Kabupaten Jember
(Edamame Soybean Trade Commodity Eficiency Analysis in Jember Province)
Didik Pudjo Musmedi .................................................................................................................
1
2. Analisis Kontribusi Penerimaan Retribusi Pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pamekasan”
(Retribution Revenue Contribution Analysis of Market Revenue (PAD) at Pamekasan District
Revenue Ofice)
R. Agoes Kamaroellah .................................................................................................................
7
3. Pengaruh Perilaku Pembelian Hedonic dan Ultilitarian terhadap Store loyalty di Matahari
Department Store Surabaya
(The Inluence of Hedonic and Ultilitarian Buying Behavior on Store Loyalty of Matahari
Department Store in Surabaya)
Hj. Musriha ..................................................................................................................................
12
4. Mekanisme Good Corporate Governance, Konservatisme Akuntansi dan Kinerja Perusahaan
(Good Corporate Governance Mechanism, Accounting Conservatism, and Corporate
Performance)
Yustrida Bernawati dan Leli Asianti .........................................................................................
19
5. Pengaruh Pelayanan Prima terhadap Kepuasan Masyarakat Sejalan dengan Pemberian
Penghargaan ISO 9001/2000 pada Dinas Perijinan Kota Malang
(Prime Service Effects to Public Satisfaction in Accordance ISO 9001/2000 Award for Malang
Licensy Ofice)
Sri Andriani ..................................................................................................................................
25
6. Model Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal (Studi pada UKM
Pengrajin di Kota Malang)
(Public Emprovement Model Through Local Economic Development Craftman UKM Study at
Malang City)
Syarif Hidayatullah dan Thomas Djaka SBW ..........................................................................
33
Dicetak oleh (printed by) Airlangga University Press. (138/09.11/AUP-112E). Kampus C Unair, Jln. Mulyorejo Surabaya 60115, Indonesia.
Telp. (031) 5992246, 5992247, Telp./Fax. (031) 5992248. E-mail:aupsby@rad.net.id. Kesalahan penulisan (isi) di luar tanggung jawab AUP.
PANDUAN UNTUK PENULISAN NASKAH
Jurnal ilmiah JURNAL EKONOMI adalah publikasi
ilmiah enam bulanan yang diterbitkan oleh Kopertis Wilayah
VII Jawa Timur. Untuk mendukung penerbitan, selanjutnya
redaksi menerima artikel ilmiah yang berupa hasil
penelitian empiris dan artikel konseptual dalam bidang
ilmu Ekonomi.
Naskah yang diterima hanya naskah asli yang belum
pernah diterbitkan di media cetak dengan gaya bahasa
akademis dan efektif. Naskah terdiri atas:
1. Judul naskah maksimum 15 kata, ditulis dalam bahasa
Indonesia atau bahasa Inggris tergantung bahasa
yang digunakan untuk penulisan naskah lengkapnya.
Jika ditulis dalam bahasa Indonesia, disertakan pula
terjemahan judulnya dalam bahasa Inggris.
2. Nama penulis, ditulis di bawah judul tanpa disertai gelar
akademik maupun jabatan. Di bawah nama penulis
dicantumkan instansi tempat penulis bekerja.
3. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris tidak lebih dari 200 kata diketik 1 (satu) spasi.
Abstrak harus meliputi intisari seluruh tulisan yang
terdiri atas: latar belakang, permasalahan, tujuan,
metode, hasil analisis statistik, dan kesimpulan,
disertakan pula kata kunci.
4. Artikel hasil penelitian berisi: judul, nama penulis,
abstrak, pendahuluan, materi, metode penelitian, hasil
penelitian, pembahasan, kesimpulan, dan daftar
pustaka.
5. Artikel konseptual berisi: judul, nama penulis, abstrak,
pendahuluan, analisis (kupasan, asumsi, komparasi),
kesimpulan dan daftar pustaka.
6. Tabel dan gambar harus diberi nomor secara berurutan
sesuai dengan urutan pemunculannya. Setiap gambar
dan tabel perlu diberi penjelasan singkat yang
diletakkan di bawah untuk gambar. Gambar berupa
foto (kalau ada), disertakan dalam bentuk mengkilap
(gloss).
7. Pembahasan berisi tentang uraian hasil penelitian,
bagaimana penelitian yang dihasilkan dapat memecahkan
masalah, faktor-faktor apa saja yang memengaruhi hasil
penelitian dan disertai pustaka yang menunjang.
8. Daftar pustaka, ditulis sesuai aturan penulisan Vancouver,
disusun berdasarkan urutan kemunculannya bukan
berdasarkan abjad. Untuk rujukan buku urutannya
sebagai berikut: nama penulis, editor (bila ada), judul
buku, kota penerbit, tahun penerbit, volume, edisi, dan
nomor halaman. Untuk terbitan berkala urutannya sebagai
berikut: nama penulis, judul tulisan, judul terbitan, tahun
penerbitan, volume, dan nomor halaman.
Contoh penulisan Daftar Pustaka:
1. Grimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic,
J. Endod, 1994: 20:355–6
2. Cohen S, Burn RC, Pathways of the pulp. 5th ed., St.
Louis; Mosby Co 1994: 127–47
3. Morse SS, Factors in the emergence of infectious
disease. Emerg Infect Dis (serial online), 1995
Jan-Mar, 1(1): (14 screen). Available from:
URL: http//www/cdc/gov/ncidod/EID/eid.htm.
Accessed Desember 25, 1999.
Naskah diketik 2 (dua) spasi 12 pitch dalam program
MS Word dengan susur (margin) kiri 4 cm, susur kanan
2,5 cm, susur atas 3,5 cm, dan susur bawah 2 cm, di atas
kertas A4.
Setiap halaman diberi nomor halaman, maksimal
12 halaman (termasuk daftar pustaka, tabel, dan gambar),
naskah dikirim sebanyak 2 rangkap dan 1 disket (CD).
Redaksi berhak memperbaiki penulisan naskah tanpa
mengubah isi naskah tersebut. Semua data, pendapat
atau pernyataan yang terdapat pada naskah merupakan
tanggungjawab penulis. Naskah yang tidak sesuai dengan
ketentuan redaksi akan dikembalikan apabila disertai
perangko.
Naskah dapat dikirim ke alamat:
Redaksi/Penerbit:
Kopertis Wilayah VII Jawa Timur
d/a Sub Bagian Kelembagaan dan Kerja sama
Jl. Kertajaya Indah Timur No. 55
Telp. (031) 5925418-19, 5947473, Fax. (031) 5947479
E-mail: info@kopertis7.go.id Homepage: http//
www.kopertis7.go.id,
SURABAYA
- Redaksi -
Analisis Efisiensi Perdagangan Komoditas Kedelai Edamame di
Kabupaten Jember
(Edamame Soybean Trade Commodity Efficiency Analysis in Jember
Province)
Didik Pudjo Musmedi
Fakultas Ekonomi Universitas Jember
abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan: (a) pola administrasi institusi dan bisnis/pemasaran komoditas kedelai edamame
dalam rangka meningkatkan ekspor non-migas, dan (b) struktur pasar komoditas kedelai edamame karena nilai tukar berkurang.
Berdasarkan analisis diperoleh hasil sebagai berikut: (a) Biaya hanya 45,33 persen dari petani, di mana keuntungan petani sebesar
31,18 persen dari harga FOB. Mengurangi Kedelai Edamame akuisisi petani karena ketidakstabilan nilai tukar rupiah terhadap dolar,
serta pengaruh perubahan iklim global menyebabkan penurunan kualitas kedelai Edamame, (b) memperoleh margin keuntungan
terbesar proit margin 34,69 persen eksportir dengan dari harga FOB dan pedagang mendapatkan manfaat Rasio biaya terbesar,
yaitu sebesar 10,54, dan (c) Kedelai Edamame sebagian besar diekspor, sehingga dengan penurunan nilai tukar rupiah menyebabkan
harga kedelai Edamame meningkat. Harga kedelai edamame secara nominal rata-rata meningkat hampir 100 persen. Pada tahun
2007 rata-rata per kg Rp.9000, sampai dengan Rp.16.500, pada tahun 2006. Petani kedelai edamame ‘pendapatan, menggunakan
rata-rata produktivitas petani pendapatan pada tahun 2006 sebesar Rp.11.070.000, - dan pada tahun 2007 pendapatan petani sebesar
Rp.18.810.000, - Untuk mengembangkan usahatani kedelai edamame dan melihat peran besar terhadap perekonomian kedelai edamame
Kabupaten Jember, perlu untuk meningkatkan produktivitas kedelai Edamame dengan pinjaman, untuk mengelola pertanian yang lebih
intensif dan kebutuhan untuk konseling, terutama dalam meningkatkan produktivitas kedelai edamame.
kata kunci: Kedelai Edamame, struktur pasar dan rata-rata penukaran
abstract
This study aims to determine: (a) The pattern of institutional and business administration / marketing edamame soybean commodity
in order to increase non-oil exports, and (b) structure of edamame soybean commodity markets due to reduced exchange rate.Based
on the analysis obtained the following results: (a) Cost is only 45.33 percent of farmers, where farmers’ proits amounted to 31.18 per
cent of the FOB price. Reduced acquisition Edamame Soybean farmers due to the instability of the rupiah to the dollar, as well as
the inluence of global climate change caused a decrease in the quality of Edamame Soybean, (b) obtained the largest proit margin
proit margins of exporters with 34.69 percent of the FOB price and traders get the beneit The greatest cost ratio, that is equal to
10.54, and (c) Edamame Soybeans mostly exported, so that with the decline of the rupiah caused Edamame Soybean prices are rising.
Edamame Soybean prices in nominal terms on average increased by nearly 100 percent. In 2007 the average per-kg of Rp.9000, up to
Rp.16.500, in the year 2006. Edamame Soybean farmers ‘income, using average productivity of the farmers’ income in the year 2006
amounting to Rp.11.070.000,- and in 2007 the income of farmers amounted to Rp.18.810.000,- To develop edamame soybean farming
and see the huge role on the economy of edamame soybean Jember regency, it is necessary to increase the productivity of soybeans
Edamame with lending, to manage the more intensive farming and the need for counseling, especially in improving the productivity
of soybean edamame.
key words: Soybean Edamame, market structure and exchange rates
PEnDAHuluAn
Krisis yang melanda perekonomian Indonesia belum
juga berakhir, hal ini ditandai dengan belum membaiknya
kinerja ekonomi nasional. Krisis yang diawali dengan
adanya gejolak moneter kemudian berkembang dan
mengarah pada krisis moneter dan berlanjut pada krisis
ekonomi. Krisis ekonomi ini menyebabkan nilai tukar
(exchange rate) rupiah melemah. Melemahnya nilai tukar
rupiah menyebabkan industri yang menggunakan komponen
impor yang tinggi menjadi ambruk/kolaps.
Untuk menopang pergerakan perekonomian nasional,
sektor pertanian menjadi salah satu pilihan untuk
dikembangkan. Sektor pertanian merupakan resourcess
based, hal ini dapat dilihat dari pangsa sektor pertanian
yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Kenyataan ini juga dibuktikan bahwa sektor pertanian
mampu bertahan dalam kondisi krisis sekarang, yang
ditandai dengan ekspor komoditas sektor tersebut terus
meningkat.
Peranan sektor pertanian dapat dilihat dari jumlah tenaga
kerja dan sumbangan (share) sektor tersebut terhadap
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 1–6
Produk Domestik Bruto yang cukup besar. Melihat jumlah
tenaga kerja pada sektor pertanian seharusnya sejak semula
sektor ini mendapatkan perhatian lebih, kenyataannya justru
sebaliknya. Sektor industri yang tidak berbasis (foot loose
industry) pada sumber daya yang ada (resources based)
justru yang dikembangkan, akibatnya perkembangan
sektor ini sangat rentan terhadap gejolak yang terjadi di
luar negeri.
Fakta demikian menjadikan sektor pertanian sebagai
tulang punggung penggerak roda perekonomian Indonesia.
Sub-sektor pertanian tanaman pangan merupakan subsektor pertanian yang memberikan kontribusi paling
besar terhadap PDB sektor pertanian. Sub-sektor tersebut
diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sekitar 6 juta
orang atau 15 persen dari total tenaga kerja pada sektor
pertanian. Sumbangan sub-sektor pertanian tanaman
pangan masih relatif kecil baik dilihat dari share terhadap
PDB maupun jumlah tenaga kerja, namun sub-sektor ini
memungkinkan untuk dikembangkan mengingat potensi
dan luas areal yang masih cukup luas (terutama pada bagian
timur Indonesia).
Salah satu komoditas sub-sektor pertanian tanaman
pangan yang cukup menonjol adalah komoditas kedelai
edamame. Komoditas tersebut mempunyai karakteristik
yang unik, di satu pihak komoditas ini memberikan nilai
ekonomi yang cukup besar (penyediaan lapangan kerja,
pendapatan negara, dan perolehan devisa baik dari ekspor
kedelai edamame maupun produk olahannya).
Komoditas kedelai edamame berkait erat dengan
perdagangan luar negeri atau ekspor, karena sebagian
besar komoditas tersebut merupakan barang ekspor.
Sejak perkembangan komoditas kedelai edamame yang
merupakan komoditas asli dari Jepang, kebutuhan akan
komoditas makin meningkat pula. Komoditas tersebut
memiliki kaitan ke depan (forward linkage) dan ke belakang
(backward linkage) yang sangat kuat baik dalam aspek
penyerapan lapangan kerja, sumber pendapatan negara
dan pendapatan petani maupun jasa sektor lainnya, yang
akhirnya mampu sebagai penggerak ekonomi perdesaan
maupun perkotaan.
Kabupaten Jember merupakan salah satu pusat produksi
komoditas kedelai edamame yang ada di Indonesia, hal
ini dilihat dari luasan areal tanaman dan produksi kedelai
edamame yang dihasilkan. Krisis ekonomi yang sekarang
terjadi menyebabkan nilai tukar rupiah kita sangat rendah.
Penurunan nilai tukar rupiah tersebut mengakibatkan harga
barang-barang ekspor Indonesia di luar negeri menjadi
lebih rendah/murah. Penurunan nilai tukar tersebut sesuai
hukum pasar harga barang-barang ekspor mengakibatkan
peningkatan permintaan barang-barang tersebut, sehingga
dengan adanya penurunan nilai tukar rupiah menyebabkan
penerimaan ekspor justru meningkat. Dengan perkataan
lain, bahwa krisis ekonomi yang terjadi justru membawa
akibat pada peningkatan pendapatan petani kedelai.
Pemasaran produksi komoditas kedelai edamame yang
dilakukan petani biasanya melalui pedagang perantara. Sifat
dari produk komoditas kedelai edamame ini adalah fancy
product, artinya petani tidak mengetahui kualitas dari kedelai
edamame yang dihasilkan, sifat inilah yang menyebabkan
petani pada posisi yang kurang menguntungkan.
Berdasarkan uraian pada latar belakang, sub-sektor
pertanian tanaman khususnya komoditas kedelai edamame
mempunyai keunggulan dan peran yang cukup besar dalam
perekonomian Kabupaten Jember. Rumusan masalah yang
diajukan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Bagaimana kelembagaan dan pola tata niaga/pemasaran
komoditas kedelai edamame dalam rangka meningkatkan
ekspor nonmigas.
2. Bagaimana struktur pasar komoditas kedelai edamame
akibat penurunan nilai tukar.
METoDologi
Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember - Jawa Timur,
dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan
salah satu sentra produksi kedelai edamame Indonesia.
Sebagai sampel penelitian dipilih empat kecamatan, di mana
dua kecamatan mewakili wilayah Utara meliputi kecamatan
Arjasa dan Patrang, sedangkan dua kecamatan mewakili
wilayah Selatan meliputi kecamatan Ajung dan Jenggawah.
Masing-masing kecamatan dipilih dua desa yang akan
diambil sebagai sampel secara purposive. Pemilihan sampel
baik untuk kecamatan maupun desa, didasarkan pada
pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan sentra
produksi kedelai edamame di Kabupaten Jember.
Analisis kelembagaan tata niaga komoditas kedelai
edamame dilakukan dengan menggunakan analisis
diskriptif, untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan
antara petani kedelai edamame yang bertindak sebagai agen
dengan pedagang kedelai edamame yang bertindak sebagai
prinsipal. Analisis kelembagaan ini menitikberatkan pada
aspek-aspek yang menyangkut bagaimana petani dan
pedagang dalam membagi risiko. Sedangkan analisis
pemasaran digunakan untuk mengukur tingkat eisiensi
sistem tata niaga, yang menyangkut eisiensi operasional
dan efisiensi harga. Sistem tata niaga menjadi efisien
apabila bagian yang diterima para pelaku tata niaga (petani,
pedagang kecil, pedagang besar, dan eksportir) layak dan
stabil. Margin tata niaga ditentukan oleh jasa/pengeluaran
yang diberikan dan keuntungan yang diambil oleh setiap
lembaga yang terkait dalam kegiatan tata niaga. Margin
tata niaga ini merupakan selisih antara harga di tingkat
konsumen dengan harga di tingkat produsen.
Dalam analisis fungsi permintaan kedelai edamame, di
mana komoditas tersebut sebagian besar diekspor, sehingga
nilai tukar/kurs akan memengaruhi tingkat harga di negeri
pengimpor. Maka secara matematis dapat dituliskan fungsi
permintaan kedelai edamame sebagai berikut:
ln Qdt = ln α0 + α1 ln P1t + α2 ln P2t + α3 ln Et + ε
di mana:
Qdt = jumlah permintaan kedelai edamame, (dalam kg)
P1 = harga kedelai edamame, (rupiah/kg)
Musmedi: Analisis efisiensi perdagangan komoditas kedelai edamame
P2 = harga kedelai lokal, (rupiah/kg)
E
= nilai tukar rupiah
t
= tahun 1, 2, ……, n
α
= penduga parameter
ε
= stochastic error terms
HASil DAn PEMBAHASAn
Analisis Kelembagaan Pemasaran Komoditas Kedelai
Edamame
Kelembagaan pemasaran komoditas Kedelai Edamame
di Kabupaten Jember, telah berkembang cukup lama.
Bentuk kelembagaan pemasaran Kedelai Edamame adalah
kelembagaan tradisional, di mana pedagang memiliki
peranan yang sangat penting. Pada kelembagaan pemasaran
ini hubungan antara petani dan pedagang sangatlah
erat, yang digambarkan dari pola pemasaran komoditas
tersebut.
Dalam melakukan perdagangan/transaksi petani
biasanya melalui pedagang pengumpul, hal ini dilakukan
karena apabila mereka melakukan perdagangan langsung
seringkali mengalami kesulitan. Kesulitan tersebut berupa
biaya transportasi yang besar, risiko tidak dapat masuk
gudang juga besar, dan risiko perolehan harga yang rendah.
Untuk mengurangi risiko tersebut maka petani melakukan
perdagangan melalui pedagang pengumpul. Petani dalam
melakukan transaksi hanya kepada mereka yang telah lama
dikenal, hal ini dikarenakan petani mendapatkan insentif/
kompensasi yang berupa kemudahan penyortiran kedelai
Edamame, kemudahan melakukan pinjaman mendadak,
dan barang dagangan dijemput. Insentif yang diberikan
Tabel 1.
No
Keterangan
I
Harga di tingkat petani
Margin Keuntungan
1. Biaya pengolahan
2. Biaya sewa lahan
3. Biaya tenaga kerja
4. Biaya bibit
5. Biaya obat/pupuk
6. Biaya petik
Total Biaya
II
Harga beli pedagang pengumpul
Margin keuntungan
1. Biaya tenaga kerja
2. Biaya pengangkutan
3. Biaya gudang
Total biaya
III Harga beli pedagang besar
Margin keuntungan
1. Biaya tenaga kerja
2. Biaya pengangkutan
3. Biaya gudang
Total biaya
IV Harga beli gudang/eksportir
Margin keuntungan
1. Biaya tenaga kerja
2. Biaya pengangkutan
3. Biaya pengepakan
4. Biaya pengebalan
5. Biaya susut
6. Biaya ekspedisi
Total Biaya
V Harga fob
Beneit cost rasio
Petani = 0,96
Pedagang pengumpul = 10,54
Pedangan besar = 7,90
Gudang/eksportir = 3,86
Sumber: Data Primer, 2007
Biaya (Rp/kg)
Harga (Rp/kg)
16.500
8.079
658
2.193
2.851
570
965
1.184
8.421
16.500
685
10
50
5
65
17.250
2.885
300
50
15
365
20.500
12.626
1.245
100
1.652
125
50
100
8.421
36.398
Persentase
45,33
22,20
1,81
6,03
7,83
1,57
2,65
3,25
23,29
45,33
1,88
0,03
0,14
0,02
0,19
47,39
7,93
0,82
0,14
0,04
1,00
56,32
34,69
3,42
0,28
4,54
0,34
0,14
0,28
8,99
100,00
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 1–6
oleh pedagang tersebut menyebabkan petani tidak akan
melakukan transaksi terhadap komoditasnya kepada
pedagang lain.
Di antara pedagang dengan eksportir juga terdapat
hubungan yang erat, di mana pedagang dalam melakukan
perdagangannya biasanya tidak akan beralih kepada
eksportir/gudang yang lain. Walaupun suatu saat harga
yang diberikan relatif lebih kecil, namun karena ikatan
tersebut membuat mereka tidak akan pindah kepada yang
lain. Untuk menjaga ikatan tersebut maka diciptakan dalam
bentuk insentif-insentif yang diberikan kepada pedagang.
Kuatnya hubungan tersebut, seolah di antara mereka
sudah ada kesepakatan untuk menanggung risiko bersama
sehingga di antara keduanya terjalin ikatan sosial ekonomi
yang kuat.
Kelembagaan pemasaran kedelai Edamame, komoditas
merupakan salah satu yang ditransaksikan. Selain
komoditas ada transaksi lain yaitu transaksi kredit,
hal ini terjadi karena jenis kedelai Edamame tersebut
membutuhkan biaya yang cukup besar. Bentuk kredit yang
diberikan berupa pinjaman modal yang digunakan untuk
biaya operasional, dari pengolahan tanah sampai dengan
pengopenan hasil panen. Pinjaman yang diberikan tidak
terdapat aturan tertulis, namun berupa kesepakatan di antara
mereka. Kesepakatan tersebut berupa hasil panen harus
dijual kepadanya, dan pinjaman tersebut tidak dikenakan
bunga akan tetapi berupa bagi hasil. Besarnya bagi hasil
tersebut berdasarkan kesepakatan bersama, biasanya 2%
dari penghasilan bersih yaitu selisih harga jual total dengan
biaya total. Hal ini menunjukkan antara petani dan pemberi
pinjaman sama-sama menanggung risiko. Walaupun harga
yang dikenakan sedikit lebih rendah dari harga pasar, namun
petani mendapatkan kemudahan dalam pemberian kredit
dan risiko kegagalan panen ditanggung bersama.
Selain berupa uang, kredit yang diberikan pedagang
kepada petani berupa pupuk dan bibit. Kesemua transaksi
tidak didasarkan pada perjanjian tertulis, karena kalau
tertulis tidak ada petani yang mau. Transaksi lainnya
yang dilakukan oleh petani dan pedagang adalah transaksi
asuransi, yaitu dengan memberikan jaminan harga yang lebih
baik apabila petani dapat menghasilkan kualitas Kedelai
Edamame seperti yang dikehendaki oleh pedagang.
Analisis Pemasaran Kedelai Edamame
Sebagian besar petani menjual komoditasnya kepada
pedagang pengumpul, hal ini disebabkan dalam pemasaran
Kedelai Edamame sudah terdapat suatu keterkaitan antara
pedagang dengan eksportir. Sehingga apabila petani menjual
langsung ke gudang/eksportir ada kemungkinan tidak
diterima. Untuk menghindari kemungkinan tersebut petani
menjual komoditasnya kepada pedagang pengumpul.
Margin tata niaga merupakan penjumlahan atas biaya
tata niaga dan keuntungan lembaga tata niaga yang terlibat
dalam transaksi. Dalam pembahasan margin tata niaga ini
mulai dari tingkat produsen yaitu petani Kedelai Edamame
hingga Kedelai Edamame siap di atas kapal untuk di ekspor
(FOB) nampak pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1 harga yang diterima petani relatif
kecil bila dibandingkan dengan perolehan petani tahun
sebelumnya. Harga perolehan petani hanya 45,33 persen,
di mana keuntungan yang diperoleh petani sebesar 31,18
persen dari harga FOB. Menurunnya perolehan petani
Kedelai Edamame disebabkan karena ketidakstabilan nilai
tukar Rupiah terhadap Dollar, juga pengaruh perubahan
iklim global yang menyebabkan penurunan kualitas Kedelai
Edamame.
Margin keuntungan terbesar diperoleh eksportir dengan
margin keuntungan sebesar 34,69 persen dari harga FOB.
Namun apabila margin keuntungan yang masing-masing
pelaku tata niaga tersebut dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan, pedagang pengumpul mendapat beneit cost
rasio yang paling besar, yaitu sebesar 10,54.
Analisis keterpaduan pasar digunakan untuk melihat
sejauh mana pembentukan harga di tingkat produsen
dipengaruhi oleh perubahan harga di tingkat konsumen
akhir. Selain dapat digunakan untuk mengetahui keterpaduan
pasar jangka pendek, analisis ini juga dapat dipakai untuk
mengetahui keterpaduan pasar jangka panjang. Berdasarkan
hasil perhitungan dengan menggunakan formula dari
Timmer, didapat hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Perhitungan Index of Market Connection
Variabel
Koeisien
T
Konstanta Pt - Pt-1
0,472
- 0,857
(1,57)
(-2,66)
Rt - Rt-1 Rt-1
0,899
- 0,093
(20,48) (-2,49)
IMC
0,19
Hasil perhitungan didapat bahwa IMC sebesar 0,19,
artinya keterpaduan pasar Kedelai Edamame cukup kuat.
Hal ini menunjukkan bahwa perubahan harga di tingkat
konsumen akan ditransmisikan ke tingkat produsen,
walaupun secara tidak proporsional. Kuatnya keterkaitan
pasar tersebut, disebabkan petani Kedelai Edamame relatif
lebih maju, sehingga arus informasi yang diterima petani
lebih lancar. Selain itu, kuatnya keterkaitan pasar pada
Kedelai Edamame karena ditunjang oleh infrastruktur
yang memadai, sehingga akses petani terhadap pasar lebih
baik. Dalam jangka panjang di mana d2 = 0,90, hal ini
menunjukkan bahwa dalam jangka panjang keterpaduan
pasar komoditas ini tinggi. Artinya apabila terjadi perubahan
harga di pasar sentral akan ditransmisikan secara penuh ke
pasar lokal dalam jangka panjang.
Analisis Tingkat Kesejahteraan Petani Kedelai
Edamame
Seperti yang telah diketahui bahwa kedelai Edamame
sebagian besar untuk di ekspor. Untuk mengetahui
keuntungan petani Kedelai Edamame akibat penurunan
nilai tukar, dengan melakukan analisis permintaan dari
komoditas tersebut untuk mengetahui elastisitasnya.
Permintaan komoditas kedelai Edamame yang
diturunkan dari utilitas konsumen yang merupakan
hubungan fungsional antara tingkat permintaan konsumen
Musmedi: Analisis efisiensi perdagangan komoditas kedelai edamame
dengan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan
tersebut. Dalam fungsi permintaan Kedelai Edamame faktor
harga merupakan faktor penting yang perlu dianalisis,
untuk mengetahui elastisitas harga dari permintaan Kedelai
Edamame tersebut.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan
Shazam Version 6.2, didapat fungsi permintaan Kedelai
Edamame sebagai berikut:
Rp.4.641.500,- meningkat menjadi Rp.9.238.600,- pada
tahun 2007. Namun bukan berarti kenaikan tersebut akan
meningkatkan pendapatan petani secara riil, bila diboboti
dengan indeks harga konsumen pada periode yang sama.
Pada tahun 2006 indeks harga sebesar 176,48 persen, dan
tahun 2007 sebesar 207,10 persen, sehingga pendapatan
riil petani Kedelai Edamame meningkat sebesar 69,62
persen.
ln Qdt
= 16,67 – 0,52 ln P1t – 0,07 ln P2t-1 + 0,26 ln Et
t-hitung
21,34
(-2,84) (-3,52) 0,97
P-Value
0,0047
0,0007
0,16
R2 = 0,68 F = 7,29
D.W. = 2,95
KESiMPulAn DAn SARAn
Keterangan:
Qdt = jumlah permintaan Kedelai Edamame tahun ke t, (kg),
P1t = harga Kedelai Edamame tahun ke t, (Rupiah/kg),
P2t-1 = harga Kedelai lokal tahun ke t-1, (Rupiah/kg),
Et
= nilai tukar Rupiah/US$ tahun ke t, (Rupiah/kg).
Untuk melakukan uji apakah model tersebut memenuhi
syarat secara statistik dengan menggunakan uji F, didapat
model tersebut dinilai cukup digunakan sebagai penduga
permintaan Kedelai Edamame. Berdasarkan nilai F dari
tabel F pada tingkat signiikansi 1% adalah F(4,15) = 4,89,
karena nilai F statistik lebih besar dibanding nilai F tabel,
maka Ho ditolak.
Untuk mengetahui ada tidaknya outokorelasi,
dengan menggunakan uji h-statistic. Penggunaan uji ini
disebabkan dalam model terdapat variabel lag (lagged
values), sehingga penggunaan Durbin-Watson tidak dapat
digunakan (Sumodiningrat, 1996). Pengujian distribusi h
mengikuti pola standardized normal distribution, dengan
menggunakan D.W. maka didapat statistik-h sebesar -25,39,
karena statistik-h lebih kecil dari 1,645 (tingkat signiikan/
nyata 5%) maka tidak terdapat outokorelasi tipe pertama,
(Supranto, 1984).
Dengan menggunakan fungsi permintaan tersebut,
elastisitas harga Kedelai Edamame terhadap jumlah
permintaannya sebesar - 0,52, atau bersifat inelastis. Artinya
apabila harga Kedelai Edamame tersebut naik 100 persen
maka jumlah permintaan turun 52 persen.
Kedelai Edamame sebagian besar diekspor, sehingga
dengan turunnya nilai tukar rupiah menyebabkan harga
Kedelai Edamame tersebut naik. Secara nominal harga
Kedelai Edamame secara rata-rata meningkat hampir
100 persen. Pada tahun 2007 rata-rata per-kg sebesar
Rp.9000,-, naik menjadi Rp.16.500,- pada tahun 2006.
Pendapatan petani Kedelai Edamame, dengan menggunakan
produktivitas rerata maka pada tahun 2006 pendapatan
petani sebesar Rp.11.070.000,- dan pada tahun 2007
pendapatan petani sebesar Rp.18.810.000,-. Sedangkan
biaya produksi juga mengalami peningkatan, pada tahun
2006 sebesar Rp.6.428.500,- menjadi Rp.9.571.400,tahun 2007. Dengan demikian pendapatan bersih (selisih
pendapatan dan biaya produksi), pada tahun 2006 sebesar
Harga yang diterima petani relatif kecil bila dibandingkan
dengan perolehan petani tahun sebelumnya. Harga
perolehan petani hanya 45,33 persen, di mana keuntungan
yang diperoleh petani sebesar 31,18 persen dari harga
FOB. Menurunnya perolehan petani Kedelai Edamame
disebabkan karena ketidakstabilan nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar, juga pengaruh perubahan iklim global yang
menyebabkan penurunan kualitas Kedelai Edamame.
Margin keuntungan terbesar diperoleh eksportir dengan
margin keuntungan sebesar 34,69 persen dari harga FOB.
Namun apabila margin keuntungan yang masing-masing
pelaku tata niaga tersebut dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan, pedagang pengumpul mendapat beneit cost
rasio yang paling besar, yaitu sebesar 10,54.
Hasil perhitungan didapat bahwa IMC sebesar 0,19,
artinya keterpaduan pasar Kedelai Edamame cukup kuat.
Hal ini menunjukkan bahwa perubahan harga di tingkat
konsumen akan ditransmisikan ke tingkat produsen,
walaupun secara tidak proporsional. Kuatnya keterkaitan
pasar tersebut, disebabkan petani Kedelai Edamame relatif
lebih maju, sehingga arus informasi yang diterima petani
lebih lancar.
Kedelai Edamame sebagian besar diekspor, sehingga
dengan turunnya nilai tukar rupiah menyebabkan harga
Kedelai Edamame tersebut naik. Secara nominal harga
Kedelai Edamame secara rata-rata meningkat hampir
100 persen. Pada tahun 2007 rata-rata per-kg sebesar
Rp.9000,-, naik menjadi Rp.16.500,- pada tahun 2006.
Pendapatan petani Kedelai Edamame, dengan menggunakan
produktivitas rerata maka pada tahun 2006 pendapatan
petani sebesar Rp.11.070.000,- dan pada tahun 2007
pendapatan petani sebesar Rp.18.810.000,-.
Melihat besarnya peranan kedelai edamame terhadap
perekonomian Kabupaten Jember perlu untuk ditingkatkan
produktivitasnya, mengingat masih dimungkinkan untuk
ditingkatkan. Untuk itu perlu ditingkatkan investasi pada
komoditas tersebut, dengan pemberian kredit pada petani.
DAFTAR REFEREnSi
1. Anwar, A., 1996a, Kajian Kelembagaan untuk Menunjang
Pengembangan Agribisnis, Makalah, Disampaikan sebagai bahan
untuk kerja sama dengan biro Perencanaan Departemen Pertanian,
Jakarta (tidak diplubikasikan).
2. ..............., 1996a, Teori Agency (agency theory), Bahan Kuliah
Ekonomi Kelembagaan PPS-IPB, Bogor.
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 1–6
3. .............., 1997, Beberapa Konsepsi Alokasi Sumber Daya Alam
untuk Penentuan Kebijaksanaan Ekonomi ke arah Pembangunan
yang Berkelanjutan, Bahan Kuliah Ekonomi Sumber Daya Alam
PPS-IPB, Bogor.
4. ............., 1998, Kajian Analisis Penawaran (supply) dan
Permintaan (Demand) Kayu di Wilayah DKi Jaya dan Jawa
Barat, Kerja sama antara: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan Departemen Kehutanan dengan PPS-IPB, Bogor.
5. Azzaino, Z., 1981, Pengantar Tata niaga Pertanian, Departemen
Ilmu-ilmu Sosial Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
6. Bardhan, P., 1989, The Economic Theory of Agrarian institutions,
Clarendon Press, Oxford.
7. Geo, L., 1988, Analisis Dampak Ekonomi Perkebunan Kakao
8.
9.
10.
11.
dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Kolaka Propinsi
Sulawesi Tenggara, Tesis Program Pascasarjana IPB, Bogor.
North, DC., 1991, institutions, institutional Change and Economic
Performance, Cambridge University Press, Cambridge.
Pakpahan, A., 1989, Kerangka Analitik untuk Penelitian Rekayasa
Sosial; Perspektif Ekonomi Institusi, dalam Prosiding Patanas:
Evolusi Kelembagaan Pedesaan di Tengah Perkembangan
Teknologi Pertanian, Pusat Penelitian Agroekonomi, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Saefudin, AM., 1981, Metode Analisis Pemasaran Komoditi,
Majalah Pertanian 1981/1982, Volume 3, Jakarta.
Timmer, PC., 1987, Corn Marketing, in Timmer, 1987, The Corn
Economy of indonesia, Cornell University Press, London.
Analisis Kontribusi Penerimaan Retribusi Pasar terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Pamekasan”
(Retribution Revenue Contribution Analysis of Market Revenue (PAD) at
Pamekasan District Revenue Office)
R. Agoes Kamaroellah
Universitas Islam Madura (UIM) Pamekasan
abstrak
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskripsi pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pamekasan dengan judul “Analisis
Kontribusi Penerimaan Retribusi Pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pamekasan”.
Menganalisis penerimaan retribusi terhadap efektivitas pendapatan daerah yang diterapkan pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Pamekasan dengan berpedoman pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2000 tentang
Retribusi Pasar. Tahap-tahap analisis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian adalah: (1) mengidentiikasi aktivitas-aktivitas
penerimaan retribusi pasar. (2) analisis efektivitas (3) analisis pertumbuhan (4) analisis kontribusi. Hasil penelitian pada dinas
pendapatan daerah kabupaten Pamekasan menunjukkan (1) aktivitas-aktivitas penerimaan retribusi pasar pada dinas pendapatan
daerah kabupaten pamekasan sudah cukup efektif (2) kontribusi retribusi pasar terhadap pendapatan daerah dari tahun 2002 sampai
tahun 2006 mengalami peningkatan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah aktivitas-aktivitas penerimaan retribusi pasar pada dinas
pendapatan daerah kabupaten Pamekasan sudah cukup efektif.
kata kunci: kontribusi retribusi pasar, PAD Kabupaten Pamekasan
abstract
This research is a type of research descriptions on Pamekasan District Revenue Ofice with the title “Analysis of Market retribution
Revenue Local Revenue Effectiveness In Pamekasan District Revenue Ofice”. The purpose of this study was to analyze the effectiveness
of the revenue receipts retribution areas adopted during the District Revenue Ofice Pamekasan by referring to the Act. 32 of 2004
and Local Regulation No. 5 of 2000 on Market retribution. The stages of analysis used by the author in the study were: (1) identify
the activity-activity market acceptance retribution. (2) effectiveness analysis. (3) growth analysis. (4) analysis contribution. Results
of research on service revenue distric Pamekasan show. (1) the activities of market acceptance of user charges in district Dipenda
Pameksan been quite effective. (2) retribution contribution to regional income market from 2002 to 2006 has increased. The conclusion
of this research is the activities of market acceptance of user charges in district Dipenda Pamekasan been quite effective.
key words: retribution contribution markets, PAD District Pamekasan
PEnDAHuluAn
Menurut pendapat Abdullah & Alim (2004: 2)
menyatakan bahwa tujuan otonomi daerah adalah untuk
lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada
masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi,
keadilan, pemerataan dan pemeliharaan hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah serta antardaerah. Untuk
dapat melaksanakan tujuan tersebut di atas pemerintah
daerah dapat melakukan suatu kegiatan yang dikenal dengan
nama ”pinjaman daerah”. Hal ini telah disampaikan oleh
Siagian (1997: 57) yang mengemukakan bahwa ”efektivitas
organisasi sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan
terhadap sumber dana, daya, sarana dan prasarana yang
ada”. Dengan demikian dana APBD yang digunakan
tersebut harus benar-benar dapat termanfaatkan untuk
pembangunan sarana isik maupun peningkatan kualitas
pelayanan kepada masyarakat dengan melakukan inovasi,
kreatif, serta eisiensi.
Munawir (1998: 4) menjelaskan bahwa, ”retribusi
adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan
dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk Paksaan ini
bersifat ekonomis, karena siapa saja yang tidak merasakan
jasa balik dari pemerintah tidak dikenakan iuran ini. Masih
kecilnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai
barometer tingkat kemandirian daerah dalam menjalankan
amanat otonomi daerah, sesuai dengan Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004, mengharuskan Pemerintah Daerah
secara terus-menerus berupaya meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah,
secara wajar dan dapat dipertanggungjawabkan dengan
memperhatikan kondisi masyarakat yang menjadi subjek
Pendapatan Asli Daerah.
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 7–11
Sumber penerimaan daerah Kabupaten Pamekasan yang
lebih memungkinkan untuk dikembangkan saat ini adalah
penerimaan retribusi. Retribusi itu merupakan harga dan
suatu pelayanan langsung dari pemerintah daerah yang
digunakan untuk menyediakan tempat pasar yang strategis.
Pemerintah daerah memungut retribusi tersebut kepada
setiap pengguna sarana dan prasarana pasar. Sedangkan dari
pihak masyarakat langsung dapat merasakan jasa timbal
balik (kontraprestasi) yang diberikan oleh pemerintah
Daerah. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang Kontribusi Penerimaan Retribusi Pasar
Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pada Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Pamekasan”.
Rumusan Masalah pada penelitian ini adalah
(1) Bagaimana sistem penerimaan retribusi pasar yang
diterapkan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Pamekasan? (2) Seberapa besar kontribusi penerimaan
retribusi pasar terhadap pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Pamekasan?
Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 105 Tahun 2000 tentang pengolahan pertanggung
jawaban keuangan daerah, pengertian pendapatan daerah
adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun
anggaran tertentu yang menjadi hak daerah. Berdasarkan
Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, APBD
dapat difinisikan yaitu rencana operasional keuangan
pemerintah daerah, di mana disatu pihak menggambarkan
perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai
kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun
anggaran tertentu dan pihak lain menggambarkan perkiraan
penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna
menutupi pengeluaran tersebut.
Sedangkan pengertian Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di
wilayahnya sendiri dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku terdiri
dari: (a) Hasil Pajak Daerah mempunyai pengertian negara
yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan
peraturan undang-undang yang digunakan guna membiayai
pengeluaran daerah. (b) Hasil Retribusi Daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian
jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau
milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa
yang diberikan oleh hak langsung atau tidak langsung.
(c) Hasil Perusahaan Milik Daerah, Hasil Pengolahan
Daerah yang dipisahkan mempunyai pengertian suatu badan
usaha yang dibentuk oleh daerah untuk memperkembangkan
perekonomian daerah dan untuk menambah penghasilan
daerah. (d) Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah merupakan
sumber pendapatan daerah ini tidak tergolong pada sumber
pendapatan murni daerah ataupun pendapatan yang berasal
dari pemberian pemerintah.
Retribusi merupakan sumber pendapatan daerah yang
dipungut berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Soeparmoko5 (2002: 85) Retribusi daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi
atau badan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan pasal 1
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun
2001 tentang retribusi daerah antara lain: (a) Retribusi
Jasa Umum merupakan retribusi atas jasa yang disediakan
atau diberikan Pemerintah daerah tujuan kepentingan
dan kemanfaatan serta dapat dinikmati oleh pribadi atau
badan (b) Retribusi Jasa Usaha merupakan retribusi atas
jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan
menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat
pula disediakan oleh sektor swasta. (c) Retribusi Perizinan
Tertentu merupakan Retribusi atas jasa kegiatan tertentu
oleh Pemerintah Daerah dalam rangka perizinan kepada
orang pribadi atau badan yang dimaksud untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan
pemanfaatan ruang, pengguna sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Menurut Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten
Pamekasan Nomor 5 Tahun 2000 pasal 1 “pasar adalah
suatu tempat dengan batas tertentu yang disediakan untuk
melakukan usaha kegiatan perdagangan dikuasai dan
dikelola oleh pemerintah daerah”.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pencapaian tingkat efektivitas dari kegiatan
merupakan perbandingan antara keluaran (output) yang
direncanakan untuk dicapai dengan output yang benarbenar tercapai. Semakin besar kontribusi keluaran yang
dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut
maka dapat dikatakan semakin efektif pula organisasi atau
perusahaan tersebut.
METoDE PEnEliTiAn
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah
studi kasus, yaitu pemecahan atas suatu yang masalah
yang timbul dengan mengkaji secara terperinci latar
belakang pelaksanaan Retribusi Pasar serta efektivitas yang
berhubungan dengan pencapaian target yang ditetapkan dan
kontribusi penerimaan retribusi pasar terhadap pendapatan
asli daerah.
YAP =
PPAD
RPAD
× 100%
Hasil realisasinya dapat diketahui tingkat efektivitas dari
pelaksanaan penerimaan retribusi pasar. Menurut Abdul
Halim6 (2004: 64) dengan rumus sebagai berikut:
YAP = Efektivitas,
PPAD = Realisasi Penerimaan Retribusi Pasar,
RPAD = Anggaran Penerimaan Retribusi Pasar
Kamaroellah: Analisis kontribusi penerimaan retribusi pasar
Untuk melihat pertumbuhan dari penerimaan retribusi
pasar dengan membandingkan antara penerimaan retribusi
pasar dengan penerimaan retribusi pasar tahun sebelumnya,
menurut Dewi Patmawati1 (1996: 36) dengan rumus sebagai
berikut:
Pth--n – PRth-n-1
PPR =
× 100%
PRth-n-1
PPR
= Pertumbuhan Retribusi Pasar,
Pth-n
= Penerimaan Retribusi Pasar,
PRth-n-1 = Penerimaan Retribusi Pasar Tahun Sebelumnya.
Berdasarkan hasil analisis tersebut di atas dapat
memberikan gambaran tentang besarnya kontribusi
penerimaan retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah
dengan rumusan sebagai berikut:
PRth--n
KPR =
× 100%
PADFth-n
KPR
PRth-n
PADth-n
= Konstribusi Retribusi terhadap Pendapatan Asli
Daerah,
= Penerimaan Retribusi Pasar,
= Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa
realisasi penerimaan retribusi pasar Tahun Anggaran 2002–
2006 mencapai target yang ditetapkan bahkan melebihi
target penerimaan retribusi pasar. Tingkat efektivitas
tersebut dikarenakan adanya kedisiplinan dan pengawasan
petugas di lapangan dan kesadaran para pedagang di dalam
pasar untuk membayar retribusi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah daerah Kabupaten Pamekasan.
Tabel 2. Analisis Pertumbuhan
Tahun
Target
Perkembangan
2002
2003
2004
2005
2006
Rp.1.360.499.575
Rp.1.409.691.875
Rp.1.580.998.060
Rp.1.489.371.112
Rp.1.200.000.000
3,62%
12,15%
-5,80%
-19,42%
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pamekasan.
Perhitungan pertumbuhan Penerimaan Retribusi
Pasar.
PPR =
PRth–n – PRth–n–1
= × 100%
PRth-n-1
1. Tahun 2002 =
HASil
=
Tabel 1. Analisis Efektivitas
Target dan Realisasi Retribusi Pasar Kabupaten Pamekasan
Tahun 2002–2005
Tahun
Target
Realisasi
2002
2003
2004
2005
Rp.1.345.000.000
Rp.1.395.000.000
Rp.1.395.000.000
Rp.1.475.000.000
Rp.1.360.499.575
Rp.1.409.691.875
Rp.1.580.998.060
Rp.1.489.371.112
Persentase
sisa
101,15%
101,05%
107,18%
100,97%
2006
Rp.1.200.000.000
Rp.1.250.644.850
104,22%
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pamekasan.
Perhitungan Efektivitas Penerimaan Retribusi pasar:
PPAD
YAP =
= × 100%
RPAD
1. Tahun 2002 =
2. Tahun 2003 =
3. Tahun 2004 =
4. Tahun 2005 =
5. Tahun 2006 =
1.360.499.575
1.345.000.000
1.409.691.875
1.395.000.000
1.580.990.060
1.470.000.000
1.489.371.112
1.475.000.000
1.250.644.850
1.200.000.000
× 100% = 101,05%
× 100% = 101,15%
× 100% = 107,18%
× 100% = 100,97%
× 100% = 104,22%
2. Tahun 2003 =
=
3. Tahun 2004 =
=
4. Tahun 2005 =
=
1.409.691.875 – 1.360.499.575
1.360.499.575
3,62%
1.580.998.060 – 1.409.691.875
1.409.691.875
12,15%
1.489.371.112 – 1.580.998.060
1.580.998.060
-5,80%
1.200.000.000 – 1.489.371.112
1.489.371.112
-19,42%
× 100%
× 100%
× 100%
× 100%
Dari Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa pada
Tahun 2002 penerimaan retribusi pasar sebesar
Rp.1.360.499.575,00 Tahun 2003 penerimaan retribusi
pasar sebesar Rp.1.409.691.875,00 dengan pertumbuhan
3,62% Tahun 2004 penerimaan retribusi pasar sebesar
Rp.1.580.998.060,00 dengan pertumbuhan 12,15%
Tahun 2005 penerimaan retribusi pasar sebesar
Rp.1.489.371.112,00 dengan pertumbuhan –5,80% dan
tahun 2006 penerimaan retribusi sebesar Rp.1.200.000.000
dengan pertumbuhan – 19,42%. Bila dilihat pertumbuhan
tahun 2004 sangat besar, hal ini disebabkan karena
adanya perubahan tata cara perhitungan rekapitulasi dari
penerimaan Pendapatan Asli Daerah di mana tahun 2002
masih menggunakan cara perhitungan yang dimulai dari
bulan April sampai Bulan Desember.
Pada tahun 2004 wajib retribusi membayar tunggakan
retribusi pasar Grosir dan pertokoan tahun 2003, sehingga
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 7–11
0
pertumbuhannya naik dari tahun 2004. Pada tahun
2005 terjadi penurunan penerimaan retribusi pasar yang
disebabkan oleh potensi pasar yang menurun akibat dari
musim panen yang gagal yang sangat berpengaruh besar
pada aktivitas pasar.
Pada tahun 2006 terjadi penurunan penerimaan retribusi
pasar yang disebabkan karena potensi pasar yang kurang
selektif akibat dari musim panen yang belum memadahi
sehingga berpengaruh besar terhadap efektivitas pasar.
Tabel 3. Analisis Konstribusi
Penerimaan Retribusi Pasar terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Pamekasan tahun 2002–2006
Penerimaan
Pendapatan Asli
Persentasi
Retribusi Pasar
Daerah
2002 Rp.1.360.499.575 Rp.11.515.955.900 11,81%
2003 Rp.1.409.691.875 Rp.14.325.046.740
9,84%
2004 Rp.1.580.998.060 Rp.16.186.152.710
9,78%
2005 Rp.1.489.371.112 Rp.22.676.849.040
5,67%
2006 Rp.1.250.644.850 Rp.34.421.162.750
3,36%
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten pamekasan.
Tahun
Perhitungan Kontribusi Retribusi Pasar terhadap
Pendapatan Asli Daerah:
KPR =
PRth-n
× 100%
PADth-n
1. Tahun 2002 =
2. Tahun 2003 =
3. Tahun 2004 =
4. Tahun 2005 =
5. Tahun 2006 =
1.360.499.575
11.515.955.900
1.409.691.875
14.325.046.740
1.580.998.060
16.186.152.710
1.489.371.112
22.676.849.040
1.250.644.850
34.421.162.750
× 100% = 11,81%
× 100% = 9,84%
× 100% = 9,78%
× 100% = 6,57%
× 100% = 3,63%
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari tahun 2002–2006
kontribusi penerimaan retribusi pasar-pasar terhadap
pendapatan asli daerah mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan karena pertumbuhan pada peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tidak sebanding
dengan peningkatan pemungutan retribusi pasar.
PEMBAHASAn
Realisasi penerimaan retribusi pasar Tahun Anggaran
2002–2006 mencapai target yang ditetapkan bahkan
melebihi target penerimaan retribusi pasar.Sedangkan
tingkat efektivitas tersebut dikarenakan adanya kedisiplinan
dan pengawasan petugas di lapangan dan kesadaran
para pedagang di dalam pasar untuk membayar retribusi
yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten
Pamekasan.
Pada Tahun 2002 penerimaan retribusi pasar
sebesar Rp.1.360.499.575,00 Tahun 2003 penerimaan
retribusi pasar sebesar Rp.1.409.691.875,00 dengan
pertumbuhan 3,62% Tahun 2004 penerimaan retribusi
pasar sebesar Rp.1.580.998.060,00 dengan pertumbuhan
12,15% Tahun 2005 penerimaan retribusi pasar sebesar
Rp.1.489.371.112,00 dengan pertumbuhan -5,80% dan
tahun 2006 penerimaan retribusi sebesar Rp.1.200.000.000
dengan pertumbuhan -19,42%.
Bila dilihat pertumbuhan tahun 2004 sangat besar, hal ini
disebabkan karena adanya perubahan tata cara perhitungan
rekapitulasi dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah di
mana tahun 2002 masih menggunakan cara perhitungan
yang dimulai dari bulan April sampai Bulan Desember.
Pada tahun 2004 wajib retribusi membayar tunggakan
retribusi pasar Grosir dan pertokoan tahun 2003, sehingga
pertumbuhannya naik dari tahun 2004.
Pada tahun 2005 terjadi penurunan penerimaan
retribusi pasar yang disebabkan oleh potensi pasar yang
menurun akibat dari musim panen yang gagal yang sangat
berpengaruh besar pada aktivitas pasar.
Pada tahun 2006 terjadi penurunan penerimaan retribusi
pasar yang disebabkan karena potensi pasar yang kurang
selektif akibat dari musim panen yang belum memadahi
sehingga berpengaruh besar terhadap efektivitas pasar.
Kontribusi penerimaan retribusi pasar terhadap
pendapatan asli daerah mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan karena pertumbuhan pada peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tidak sebanding
dengan peningkatan pemungutan retribusi pasar.
SiMPulAn DAn SARAn
Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa
suatu keluaran atau suatu kegiatan dapat dikatakan efektif
apabila tujuan yang direncanakan oleh suatu organisasi
atau perusahaan dapat dicapai, dengan kata lain output
yang direncanakan dengan output yang sebenarnya dicapai
harus sama.
Apabila output yang direncanakan lebih besar daripada
output sebenarnya, maka dapat dikatakan kegiatan itu
kurang efektif. Sebaliknya jika output yang direncanakan
lebih kecil daripada output yang sebenarnya maka dapat
dikatakan kegiatan itu lebih efektif.
Kontribusi Retribusi Pasar terhadap daerah dari tahun
2002–2006 mengalami penurunan yang disebabkan oleh
peningkatan pendapatan daerah yang tidak diimbangi oleh
peningkatan penerimaan retribusi pasar.
Saran
Arah pengelolaan pendapatan daerah di masa mendatang
difokuskan pada langkah-langkah sebagai berikut:
Kamaroellah: Analisis kontribusi penerimaan retribusi pasar
Penertiban sistem dan prosedur pemungutan pendapatan
daerah, Intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan
daerah, Peningkatan koordinasi dan pengawasan terhadap
pemungutan pendapatan daerah, Peningkatan pelayanan
kepada masyarakat, baik kecepatan pelayanan pembayaran
maupun kemudahan untuk memperoleh informasi.
Pemanfaatan sumber daya organisasi secara efektif dan
eisien, Peningkatan upaya sosialisasi pendapatan daerah,
Peningkatan kualitas data dasar seluruh pendapatan
daerah.
DAFTAR PuSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Patmawati, Dewi, Efektivitas Pemungutan Retribusi Pasar
guna Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Universitas
Muhammadiyah Malang. 1996: 36.
Siregar, Baldric. Akuntansi Pemerintahan dengan Sistem Dana.
Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. 1998
Peraturan Daerah Kabupaten Pamekasan nomor 5 Tahun 2000
tentang Retribusi Daerah. 2000.
Mulyadi . Sistem Akuntansi. Edisi Ketiga. Jakarta. Salemba Empat.
2001.
Soeparmoko. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pemerintahan
Daerah, Yogyakarta. Andi Ofset. 2002: 85.
Halim Abdul. Akuntansi Sektor Publik dan Akuntansi Keuangan
Daerah. Yogyakarta: YKPN. 2004: 64.
Pengaruh Perilaku Pembelian Hedonic dan Ultilitarian terhadap
Store loyalty di Matahari Department Store Surabaya
(The Influence of Hedonic and Ultilitarian Buying Behavior on Store Loyalty of
Matahari Department Store in Surabaya)
Hj. Musriha
FE Ubhara Surabaya
abstrak
Studi ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis Pengaruh Perilaku pembelian Hedonic dan Ultilitarian terhadap Store loyalty
di Matahari Department Store Surabaya. Studi ini menggunakan variabel bebas yaitu Perilaku pembelian Hedonic dan Ultilitarian serta
variabel terikat Store loyalty konsumen. Studi ini termasuk dalam jenis penelitian survei yang digunakan untuk maksud penjelasan atau
conirmatory, atau disebut juga penelitian untuk pengujian hipotesis yaitu untuk menjelaskan pengaruh antarvariabel atau hubungan
kausal antarvariabel melalui pengujian hipotesis. Data diperoleh melalui penyebaran dan pengumpulan kembali kuesioner dan kemudian
dianalisis dengan menggunakan model analisis regresi logistik. Dari pembahasan dan pengujian pengaruh perilaku pembelian Hedonic
dan Ultilitarian terhadap Store loyalty di Matahari Department Store Surabaya, ternyata perilaku pembelian hedonic memberikan
pengaruh yang signiikan terhadap store loyalty konsumen Matahari Departemen store di Surabaya. Perilaku pembelian utilitarian
berpengaruh tidak signiikan terhadap store loyalty konsumen Matahari Departemen Store di Surabaya.
kata kunci: perilaku pembelian hedonic, ultilitarian dan store loyalty
abstract
This study aimed to test and analyze the inluence of hedonic and ultilitarian buying behavior on Store Loyalty of Matahari
Department Store in Surabaya. This study used independent variables; they are: hedonic and ultilitarian buying behavior; and a
dependent variable, consumer Store loyalty. This study is a survey research which is used for explanatory purpose or conirmatory, or
is also called a study for hypothesis testing that is to explain the inluence of variables or a causal relation between variables through
a hypothesis testing. The data were obtained by spreading and collecting questionnaires, and then they were analyzed by using logistic
regression modeling. From the discussion and the testing of hedonic and ultilitarian buying behavior on Store Loyalty of Matahari
Department Store in Surabaya, of the hypotheses that had signiicant inluences were hedonic buying behavior to Store Loyalty of
Matahari Department Store in Surabaya. The hypothesis which did not have signiicant inluence was ultilitarian buying behavior to
Store Loyalty of Matahari Department Store in Surabaya.
key words: hedonic, ultilitarian buying behavior and store loyalty
PEnDAHuluAn
Belanja saat ini bukan lagi sekadar sebuah kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan hidup tetapi juga telah menjadi
sebuah gaya hidup. Di era modern saat ini lazim kita
dengar shopping atau belanja menjadi hobi dan kesenangan
tersendiri. Banyak orang melakukan kegiatan membeli
produk atau shopping walaupun mereka tidak memerlukan
produk tersebut, namun tidak jarang konsumen mengunjungi
tempat belanja hanya untuk membeli kebutuhannya.
Belanja adalah salah satu cara untuk memperoleh kebutuhan
akan produk dan service tetapi dalam hal ini, motif
sosial juga penting. Sebagai sebuah gaya hidup, kegiatan
berbelanja dianggap bisa meningkatkan prestige atau
image pelakunya. Orientasi belanja dapat dikategorikan
menjadi 2, yaitu: orientasi utilitarian dan orientasi hedonic
(Hirschman and Holbrook, 1982). Utilitarian didasarkan
alasan functional atau tangible, hedonic lebih bersifat
pleasurable atau intangible (Solomon, 2007). Hedonisme
berasal dari kata latin yang berarti hedone yang berarti
faham mementingkan kesenangan dan kemewahan isik.
Jadi konsumen yang berbelanja karena alasan kesenangan
dan kurang mementingkan fungsi maka konsumen
tersebut dapat digolongkan sebagai konsumen hedonic,
sedangkan konsumen yang berbelanja untuk memenuhi
kebutuhan dan barang yang dibeli akan berguna atau
berfungsi maka konsumen tersebut dikategorikan sebagai
konsumen utilitarian. Hedonic juga dideinisikan sebagai
perasaan “festive, ludic, epicuren” dalam kegiatan
belanja (Sherry, 1990; dalam Scarpi 2006). Sedangkan
utilitarianism dideinisikan sebagai perasaan “ergic, taskrelated, rational” (Bathra and Ahtola, 1991). Konsumen
yang menerapkan perilaku pembelian hedonic dalam
kehidupannya, sering merasa kebingungan setelah membeli
sebuah produk tertentu karena seringkali ketika mereka
membeli sesuatu, tidak didasari atas pertimbangan yang
kuat, sehingga manfaat dan kegunaannya dipertanyakan
kembali setelah produk tersebut sudah dibeli. Ironisnya,
sebagian ahli justru menganggap hal itu sebagai sebuah
Musriha: Pengaruh perilaku pembelian hedonic dan ultilitarian
kecenderungan psikis yang kreatif dan produktif. Dewasa
ini, mayoritas masyarakat menjadikan pergi ke mall
sebagai gaya hidup (lifestyle). Matahari dijadikan objek
dalam penelitian ini karena selain pergi ke mall yang sudah
menjadi gaya hidup (lifestyle) juga Matahari memiliki
gerai busana di setiap departement store yang di seluruh
mall khususnya di Surabaya. Menurut Kotler (2003),
Departement store adalah pengecer yang menjual berbagai
lini produk, misalnya pakaian, peralatan rumah tangga.
Salah satu departement store terkemuka di Indonesia adalah
Matahari. Matahari pertama kali berdiri pada tahun 1958
di pasar baru Jakarta. Matahari menjadi pioneer sebagai
departement store di Indonesia tahun 1972. Penghargaan
yang pernah diraih oleh Matahari Dept store antara lain:
Indonesian most admired company (IMAC) 2006 dari
Indonesian retailer association pun pernah diraihnya,
selama tiga tahun berturut-turut menjadi top retailer di
Indonesia (www.matahari.co.id). Matahari Dept Store di
Surabaya yang akan menjadi setting dalam penelitian adalah
Matahari Tunjungan Plaza Surabaya.
Untuk dapat memahami konsep store loyalty konsumen
dengan baik perlu pemahaman yang mendalam mengenai
apa yang dimaksud dengan Perilaku Pembelian Hedonic dan
Utilitarian. Menurut Assael (1998), perbedaan konsumsi
antara hedonic dan utilitarian didasarkan pada perilaku
pembeliannya. Perilaku pembelian utilitarian bertumpu
pada perolehan barang, kegiatan berbelanja bukan sesuatu
hal yang menyenangkan tetapi sesuatu hal yang bermanfaat.
Kim (2006) berpendapat bahwa konsumen utilitarian
memiliki 2 dimensi yaitu efficiency dan achievement.
efficiency berhubungan dengan kebutuhan konsumen
untuk menghemat waktu dan sumber daya sedangkan
achievement diartikan sebagai tercapainya tujuan dalam
berbelanja yaitu menemukan spesiik produk yang telah
direncanakan sebelum melakukan pembelian. Lain halnya
dengan perilaku pembelian hedonic, hedonic menganggap
kegiatan berbelanja sebagai kegiatan yang menyenangkan
(pleasurable event). Kegiatan berbelanja juga menawarkan
peluang untuk berkomunikasi dengan salesperson. Van
Trijp et al. (1996) hedonic feeling sulit untuk mendapatkan
suasana belanja yang pas sehingga konsumen cenderung
untuk melakukan ekspedisi ke berbagai toko yang sesuai
dengan perasaannya. Tetapi apabila konsumen hedonic
telah menemukan tempat belanja yang suitable baginya,
konsumen akan loyal terhadap toko dan memiliki niat
untuk datang kembali ke toko. Konsumen yang loyal ialah
konsumen yang merasa knows, likes and trust dengan toko
tersebut (Berman & Evans, 2007). Konsumen yang loyal
juga akan mengurangi proses pengambilan keputusan
sehingga bisa meminimalisasi waktu dalam memilih
alternatif tempat belanja. Perilaku pembelian hedonic
memiliki pengaruh positif terhadap store loyalty sedangkan
perilaku pembelian utilitarian memiliki pengaruh negatif
terhadap store loyalty (Scarpi, 2006). Van Trijp et al
(1996) menyatakan sulitnya untuk menemukan atmosfer
belanja yang pas untuk hedonic feeling sehingga konsumen
cenderung untuk melakukan ekspedisi ke berbagai toko
yang sesuai dengan perasaannya. Tetapi apabila konsumen
dengan tipe perilaku pembelian hedonic telah menemukan
tempat belanja yang suitable baginya, konsumen akan loyal
terhadap toko dan memiliki niat untuk datang kembali ke
toko.
Store loyalty dijadikan acuan dalam penelitian karena
meningkatnya konsumen yang loyal sebanyak 5% dalam
dapat meningkatkan proit sebanyak 25–100% sehingga
menjadikan perusahaan lebih profitable dalam jangka
waktu lama sedangkan rata-rata perusahaan di USA
kehilangan setengah konsumen dalam jangka waktu 5 tahun
(Reichheld, 2001; dalam Johnson and Weinstein, 2004).
Pelanggan yang loyal sangat berari perusahaan karena
biaya untuk mendapatkan pelanggan baru lebih mahal
daripada memelihara pelanggan lama (Peter dan Olson,
2002; dalam Johnson and Weinstein, 2004). Store Loyalty
merupakan tingkat kesetiaan konsumen terhadap suatu
toko, Bloemer dan Ko de Ruyter (1998: 500) menyebutkan
bahwa Store loyalty adalah “The biased (i.e. non random)
behavioral response (i.e. revisit), expressed over time, by
some decision-making unit with respect to one store out
of a set of stores, which is a function of psychological
(decision making and evaluative) processes resulting in
brand commitment” artinya kecenderungan (tidak random)
respons perilaku (kunjungan ulang), yang diekspresikan
dalam jangka waktu tertentu berdasarkan beberapa unit
pengambilan keputusan dengan pemilihan salah satu toko
dari beberapa pilihan toko yang ada, yang merupakan fungsi
phisikologis (pengambilan keputusan dan evaluasi) yang
menghasilkan komitmen terhadap suatu merek. Loyalitas
toko adalah salah satu faktor terpenting dalam menentukan
kesuksesan suatu bisnis retail dan keberlangsungan toko
tersebut, tanpa adanya loyalitas dalam suatu bisnis, maka
perusahaan tidak akan memiliki keunggulan kompetitif
(Omar 1999). Konsumen yang loyal ialah konsumen
yang merasa knows, likes and trust dengan toko tersebut
(Berman & Evans, 2007). Konsumen yang loyal juga akan
mengurangi proses pengambilan keputusan sehingga bisa
meminimalisasi waktu dalam memilih alternatif tempat
belanja. Menurut Loudon and Della Bitta (1993), store
loyalty refers to the customer’s inclination to patronize a
given store during a spesiied periode of time. Pelanggan
yang dianggap loyal akan berlangganan atau melakukan
pembelian ulang selama jangka waktu tertentu. Konsumen
yang loyal adalah konsumen yang akan berbicara baik
tentang organisasi, kurang memperhatikan pesaing, tidak
sensitif terhadap harga, membeli lebih banyak produk, lebih
hemat biaya daripada menjaring konsumen baru. (Kotler,
1994; dalam Johnson and Weinstein, 2004). Dari pernyataan
Kotler tersebut dapat juga digunakan untuk mengukur Store
Loyalty konsumen. Pengetahuan tentang perilaku pembelian
hedonic dan utilitarian oleh pemasar sangat penting karena
bisa membantu pemasar untuk menciptakan stimuli yang
cocok berdasarkan tipe konsumen sehingga dapat dijadikan
preferensi untuk membangun kesetiaan konsumen terhadap
toko (store loyalty). Dalam menjelaskan hubungan antara
perilaku pembelian hedonic, utilitarian dan store loyalty.
Scarpi (2006) mengatakan ”..... A positive relationships
was found for hedonic ,and no such effect was found for
utilitarian on store loyalty” artinya terdapat hubungan
positif antara perilaku pembelian hedonic dengan kesetiaan
konsumen terhadap toko, dan tidak ditemukan hubungan
antara perilaku pembelian utilitarian dengan kesetiaan
konsumen terhadap toko.
Rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah:
(1) Apakah perilaku pembelian hedonic mempunyai
pengaruh terhadap store loyalty di Matahari Dept Store
Surabaya? (2) Apakah perilaku pembelian utilitarian
mempunyai pengaruh terhadap store loyalty di Matahari
Dept Store Surabaya?
Sedangkan tujuan Penelitian ini adalah: (1) Mengetahui
pengaruh perilaku pembelian hedonic terhadap store loyalty
di Matahari Dept Store Surabaya; (2) Mengetahui pengaruh
perilaku pembelian utilitarian terhadap store loyalty di
Matahari Dept Store Surabaya.
Hasil penelitian diharapkan dapat: (1) menambah
pengetahuan peneliti mengenai pengaruh perilaku
pembelian hedonic, utilitarian terhadap store loyalty;
(2) memberikan masukan kepada pihak pengelola Matahari
Dept Store mengenai perilaku pembelian konsumen untuk
bahan evaluasi strategi di masa depan.
METoDE PEnEliTiAn
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kuantitatif, karena proses penelitiannya dilakukan secara
terstruktur dan menggunakan sampel yang jumlahnya
relatif cukup besar (Malhotra, 2004). Populasi penelitian
ini adalah konsumen Matahari Dept Store Surabaya,
sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah pria dan
wanita dengan usia antara 14–50 tahun dan mereka telah
melakukan pembelian produk di Matahari Dept Store dan
berdomisili di Surabaya. Prosedur non probability sampling
dipakai untuk sebagai prosedur penentuan sampel, non
probability sampling adalah peluang anggota populasi
untuk dipilih sebagai sampel tidak diketahui sehingga
besarnya error dalam estimasi tidak dapat dihitung. Metode
yang digunakan untuk menentukan sampel adalah metode
purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
berdasarkan ciri-ciri atau telah ditentukan sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 120
sesuai dengan pernyataan Malhotra (2004: 351) yaitu
“regional studies of consumer or household typically have
sample ranging from 100 or more”. Dalam penelitian
ini, data dapat diperoleh dari: alat tes berupa kuesioner
sebagai instrumen utama dan observasi sebagai instrumen
pendukung. Sedangkan pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan instrumen berupa kuesioner yang bersifat
tertutup, artinya jawaban subjek telah disediakan dan
dibatasi dengan beberapa alternatif jawaban.
Deinisi Operasional
Variabel bebas (independent variabel) dalam penelitian
ini adalah:
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 12–18
a. Perilaku pembelian hedonic merupakan perilaku
pembelian yang didasari perasaan “festive, ludic,
epicuren” dalam kegiatan belanja (Sherry, 1990;
dalam Scarpi 2006). Orientasi belanja hedonic
menganggap kegiatan berbelanja sebagai kegiatan yang
menyenangkan (pleasurable event). Indikator hedonic
dinyatakan oleh Babin et al (1994) sebagai berikut:
(1) Kegiatan belanja produk fashion di Matahari Dept
store merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan;
(2) Kegiatan belanja produk fashion di Matahari Dept
store merupakan suatu keinginan bukan keharusan;
(3) Ketika berbelanja produk fashion di Matahari Dept
store, bukan hanya mencari produk yang dibutuhkan;
(4) Kegiatan belanja di Matahari Dept store adalah
untuk mencari produk fashion yang menarik; (5) Stress
dapat berkurang dengan berbelanja produk fashion di
Matahari Dept store.
b. Perilaku pembelian utilitarian merupakan perilaku
pembelian yang didasari perasaan “ergic, task-related,
rational” (Bathra and Ahtola, 1991; dalam Scarpi 2006).
Orientasi belanja utilitarian bertumpu pada perolehan
barang, kegiatan berbelanja bukan sesuatu hal yang
menyenangkan tetapi sesuatu hal yang bermanfaat.
Indikator utilitarian dinyatakan oleh Babin et al
(1994) sebagai berikut: (1) Dalam berbelanja produk
di Matahari Dept store, hanya membeli produk fashion
yang dibutuhkan; (2) Merasa senang berbelanja produk
fashion di Matahari Dept store karena pilihan produk
yang variatif; (3) Merasa kecewa jika tidak menemukan
produk fashion yang dibutuhkan di Matahari Dept
store.
Variabel terikat (Dependent variable) dalam penelitian
ini adalah:
Store Loyalty adalah hasil dari pembelian yang konsisten
pada merek dalam jangka waktu tertentu (Assael, 1998).
Indikatornya adalah: (1) Menjadikan Matahari Dept
Store sebagai pilihan utama; (2) Kurang memperhatikan
pesaing dari Matahari Dept Store; (3) Merekomendasikan
kepada rekan atau orang lain yang mencari alternatif untuk
melakukan belanja di Matahari Dept Store; (3) Datang
kembali ke Matahari Dept Store pada lain waktu.
PEMBAHASAn
uji Validitas
Validitas adalah sejauh mana perbedaan yang didapatkan
melalui alat pengukur mencerminkan perbedaan yang
sesungguhnya di antara responden yang diteliti (Cooper
dan Emory, 1998; dalam Sugiyono, 2006). Penelitian ini
menggunakan validitas konstruksi (Contruct validity)
karena kuesioner (instrumen) berbentuk test. Instrumen
dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur yang
berlandaskan teori tertentu. Korelasi Pearson Moment
yang digunakan untuk menentukan validitas item ini
sampai sekarang merupakan teknik yang paling banyak
digunakan (Masrun, 1979; dalam Sugiyono. 2006). Untuk
Musriha: Pengaruh perilaku pembelian hedonic dan ultilitarian
memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi,
menurut Masrun (1979) item yang mempunyai korelasi
positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang
tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai
validitas yang tinggi pula. Dalam korelasi Pearson Moment,
dinyatakan valid jika nilai r ≥ 0,3, jika nilai r ≤ 0,3 maka
instrumen dinyatakan tidak valid.
Tabel 1. Uji Validitas Internal pada Variabel Penelitian
Variabel
Perilaku Pembelian
Hedonic (X1)
1
2
3
4
5
Perilaku Pembelian
Utilitarian (X2)
1
2
3
store Loyalty (Y)
1
2
3
4
Sumber: Lampiran 1
Koeisien
Korelasi
Keterangan
0,7262
0,5797
0,7315
0,6881
0,7211
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
0,5768
0,5713
0,3004
Valid
Valid
Valid
0,6280
0,7219
0,5757
0,5588
Valid
Valid
Valid
Valid
Pada Tabel 1 tampak bahwa seluruh item pernyataan
bernilai lebih besar dari 0,3 maka seluruh item pernyataan
adalah valid dan dapat digunakan untuk proses selanjutnya.
uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh
mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila
pengukuran dilakukan dua kali atau lebih, atau dengan
kata lain, reliabilitas menunjukkan konsisten suatu alat
ukur dalam mengukur gejala yang sama. Dalam penelitian
ini reliabilitas kuesioner diukur melalui teknik pengukuran
reliabilitas konsistensi internal dengan menghitung
cronbach alpha (α). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan
membandingkan alpha dengan nilai 0,6. Di mana jika
cronbach alpha (α) lebih besar dari 0,6 maka butir-butir
pernyataan dalam kuesioner adalah reliabel.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa butir-butir
pernyataan variabel independent dalam kuesioner adalah
reliabel. Demikian pula uji reliabilitas terhadap variabel
dependent menunjukkan hasil cronbach alpha lebih besar
dari 0,6 maka butir-butir pernyataan variabel dependent
dalam kuesioner adalah reliabel.
uji Asumsi Klasik
Dalam model regresi linear terdapat beberapa asumsi
yang harus dipenuhi. Dua di antaranya yang berpengaruh
terhadap hasil regresi adalah: tidak ada multikolinearitas
dan tidak ada heteroskedastisitas.
Pengujian gejala Multikolineritas
Gejala multikolinearitas terjadi bila terdapat korelasi
di antara variabel-variabel bebas sehingga pengeluaran
salah satu variabel bebas yang berkorelasi dalam analisis
model regresi harus dilakukan. Multikolinearitas pada
model analisis dapat diketahui dengan uji VIF (Variance
Inlation Factor). Model regresi dikatakan tidak terkena
multikolinearitas apabila nilai VIF masih lebih 5.
Tabel 3. Uji Multikolinearitas pada Variabel Penelitian
Variabel
Perilaku Pembelian Hedonic (X1)
Perilaku Pembelian Utilitarian (X2)
VIF
1,282
1,282
Sumber: Lampiran 1
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui besarnya VIF
masing-masing variabel, di mana perilaku pembelian
hedonic, perilaku pembelian utilitarian memiliki nilai
di antara 1–5. Hal ini berarti hipotesis tidak terjadi
multikolinearitas sehingga model tersebut dapat diterima.
Pengujian gejala Heteroskedastisitas
Apabila terjadi heterokedastisitas berarti ada hubungan
antara variabel pengganggu dengan variabel bebasnya,
sehingga dengan demikian variabel terikat tidak benarbenar hanya dijelaskan oleh variabel bebas yang dipakai
tetapi juga oleh variabel pengganggunya. Untuk mengetahui
ada tidaknya gejala ini digunakan uji rank dari Spearman
antarnilai residual dengan setiap variabel bebas. Hasil
perhitungan rank spearman dapat dilihat dalam Tabel 4.
Tabel 4. Uji Heteroskedastisitas pada Variabel Penelitian
Tabel 2. Uji Reliabilitas pada Variabel Penelitian
Variabel
Perilaku Pembelian Hedonic
(X1)
Perilaku Pembelian Utilitarian
(X2)
Store Loyalty (Y)
Sumber: Lampiran 1
Koeisien
Korelasi
0,8641
Keterangan
Reliabel
0,6629
Reliabel
0,8000
Reliabel
Nilai Korelasi
Rank
Signiikansi
Spearman
0,84
0,364
Perilaku Pembelian Hedonic
(X1)
0,49
0,592
Perilaku Pembelian Utilitarian
(X2)
Variabel
Sumber: Lampiran 1
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 12–18
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui besarnya nilai
signiikansi korelasi spearman berada di atas 0,05 sehingga
dapat dikatakan bahwa hubungan antarvariabel bebas
dan nilai residualnya tidak signifikan sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam
model regresi yang digunakan dalam penelitian ini.
AnAliSiS HASil
Regresi linear Berganda
Perhitungan regresi linear berganda yang dilakukan
dengan menggunakan program SPSS 11.5 dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Perhitungan Persamaan Regresi Linear
Berganda
Variabel
(Constant)
Perilaku Pembelian
Hedonic (X1)
Perilaku Pembelian
Utilitarian(X2)
F hitung
Sign
N
Sumber: Lampiran 1
Koef.
Regresi
1,053
0,742
- 0,098
T hitung
Signiikansi
3,799
15,437
0,000
0,000
-1,806
0,074
171,628
0,000
120
Tabel 5 menunjukkan hasil perhitungan persamaan
regresi linear berganda yang akan disusun menjadi suatu
persamaan sebagai berikut:
Y = 1,053 + 0,742 X1 - 0,098 X2
1. Konstanta sebesar 1,053 menyatakan bahwa jika tidak
ada Perilaku pembelian hedonic dan perilaku pembelian
utilitarian maka Store loyalty akan mempunyai nilai
1,053.
2. Koeisien perilaku pembelian hedonic bertanda positif,
berarti perilaku pembelian hedonic memiliki pengaruh
positif terhadap store loyalty. Jika perilaku pembelian
hedonic mengalami kenaikan (penurunan) maka store
loyalty juga akan mengalami kenaikan (penurunan).
Nilai koeisian regresi X1 sebesar 0,742 menyatakan
bahwa setiap penambahan 1 satuan perilaku pembelian
hedonic akan meningkatkan store loyalty sebesar
0,742.
3. Koefisien perilaku pembelian utilitarian bertanda
negatif, berarti perilaku pembelian utilitarian memiliki
pengaruh negatif terhadap store loyalty. Jika perilaku
pembelian utilitarian mengalami kenaikan maka
store loyalty akan mengalami penurunan, begitu pula
sebaliknya apabila perilaku pembelian utilitarian
mengalami penurunan maka store loyalty akan
mengalami kenaikan. Nilai koeisian regresi X2 sebesar
0,098 menyatakan bahwa setiap penurunan 1 satuan
perilaku pembelian utilitarian akan meningkatkan store
loyalty sebesar 0,098.
Pengujian Pengaruh Parsial dan Simultan
Uji F
Dari uji ANOVA atau F test, didapat F hitung adalah
171,628 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena
probabilitas (0,000) jauh lebih kecil dari 0,05, maka model
regresi bisa dipakai untuk memprediksi store loyalty. Atau
bisa dikatakan, perilaku pembelian hedonic, perilaku
pembelian utilitarian bersama-sama berpengaruh terhadap
store loyalty.
Uji t
Dalam Tabel 5 terlihat hasil uji signifikansi untuk
variabel X1 dan X2 adalah sebagai berikut:
1. bahwa Sig/signiicance adalah 0,000, atau probabilitas
jauh di bawah 0,05 maka H0 ditolak, atau koeisien
regresi signiikan sehingga perilaku pembelian hedonic
memiliki pengaruh positif terhadap store loyalty.
2. bahwa Sig/signiicance adalah 0,074, atau probabilitas
berada di atas 0,05 maka H0 diterima, atau koeisien
regresi tidak signiikan sehingga perilaku pembelian
utilitarian memiliki pengaruh negatif terhadap store
loyalty.
Korelasi dan Koeisien Determinasi
Tabel 6. Tabel Korelasi dan Koeisien Determinasi
3,29
3,39
Std.
Deviation
0,816
0,896
120
120
2,88
0,791
120
Variabel
Mean
store Loyalty
Perilaku pembelian
hedonic (X1)
Perilaku pembelian
utilitarian (X2)
R / R2
Std. Error of the Estimate
N
0,864 / 0,746
0,415
Sumber: Lampiran 1
1. Pada Tabel 6, rata-rata store loyalty adalah 3,29 dengan
standar deviasi 0,816. Perilaku pembelian hedonic
(X1) mempunyai rata-rata sebesar 3,39 dengan standar
deviasi sebesar 0,896 sedangkan perilaku pembelian
utilitarian (X2) memiliki rata-rata sebesar 2,88 dengan
standar deviasi 0,791.
2. Koeisien korelasi simultan, mengukur sejauh mana
tingkat keeratan variabel-variabel perilaku pembelian
hedonic (X1) dan perilaku pembelian utilitarian (X2)
secara simultan terhadap store loyalty. Di mana hasil
perhitungannya disajikan dalam tabel 4.15 menunjukkan
nilai koeisien korelasi (R) adalah 0,864. nilai tersebut
mendekati 1, sehingga dapat dinyatakan bahwa
hubungan antara variabel-variabel perilaku pembelian
hedonic (X1) dan perilaku pembelian utilitarian (X2)
terhadap store loyalty erat dan positif.
Musriha: Pengaruh perilaku pembelian hedonic dan ultilitarian
3. Koeisien determinasi simultan, mengukur sejauh mana
proporsi pengaruh variabel-variabel perilaku pembelian
hedonic (X1) dan perilaku pembelian utilitarian (X2)
terhadap store loyalty. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa nilai koeisien determinasi model (R Square)
sebesar 0,746 mempunyai arti bahwa variabel store
loyalty dapat dijelaskan oleh perilaku pembelian
hedonic (X1) dan perilaku pembelian utilitarian (X2)
sebesar 74,6% sedangkan sisanya sebanyak 24,4%
dijelaskan oleh faktor lain di luar penelitian ini.
4. Std. Error of the estimate adalah 0,415 Standar deviasi
store loyalty adalah 0,816 yang jauh besar dari nilai std.
Error of the estimate yang hanya sebesar 0,415 karena
nilainya lebih kecil dari standar deviasi store loyalty
maka model regresi lebih bagus dalam bertindak sebagai
prediktor store loyalty daripada rata-rata store loyalty
itu sendiri.
PEMBAHASAn
Pengaruh Perilaku Pembelian Hedonic terhadap
store Loyalty
Dari hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa perilaku
pembelian hedonic memberikan pengaruh yang signiikan
terhadap store loyalty konsumen Matahari Departemen
store di Surabaya dengan nilai probabilitas sebesar 0,000.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Scarpi (2006) bahwa perilaku pembelian hedonic
akan menciptakan store loyalty. Van Trijp et al. (1996)
juga menyatakan bahwa apabila konsumen dengan tipe
perilaku pembelian hedonic telah menemukan tempat
belanja yang suitable baginya, konsumen akan loyal
terhadap toko dan memiliki niat untuk datang kembali
ke toko. Hal ini berarti kegiatan belanja merupakan suatu
kegiatan yang menyenangkan, kegiatan belanja merupakan
suatu keinginan bukan keharusan, ketika berbelanja bukan
hanya mencari produk yang dibutuhkan, kegiatan belanja
untuk mencari produk fashion yang menarik, stress dapat
berkurang dengan berbelanja, memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap store loyalty konsumen Matahari
Department Store di Surabaya.
Pengaruh Perilaku Pembelian Utilitarian terhadap
store Loyalty
Dari hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa perilaku
pembelian utilitarian memberikan tidak memberikan
pengaruh langsung yang signiikan terhadap store loyalty
konsumen Matahari Departemen store di Surabaya dengan
nilai probabilitas sebesar 0,074.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Scarpi (2006) bahwa perilaku pembelian utilitarian
tidak memberikan pengaruh langsung yang signifikan
terhadap store loyalty. Menurut Kim (2006), perilaku
pembelian utilitarian yang memiliki 2 dimensi yaitu
eficiency dan achievement memiliki hubungan dengan
kriteria evaluasi toko (store evaluative criteria), hal itu
terlihat dari semakin tinggi tingkat utilitarian, semakin
tinggi pula pengharapan (expectations) konsumen terhadap
atribut toko. Hal ini berarti dalam berbelanja hanya membeli
produk fashion yang dibutuhkan, merasa senang berbelanja
produk fashion karena pilihan produk yang variatif,
merasa kecewa jika tidak menemukan produk fashion
yang dibutuhkan tidak memberikan pengaruh langsung
yang signiikan terhadap store loyalty konsumen Matahari
Department Store di Surabaya.
SiMPulAn DAn SARAn
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan atas data
yang diperoleh dapat disimpulkan: (1) Perilaku pembelian
hedonic memberikan pengaruh yang signiikan terhadap
store loyalty konsumen Matahari Departemen store
di Surabaya dengan nilai probabilitas sebesar 0,000.
Artinya perilaku pembelian hedonic yang mengutamakan
kesenangan dalam berbelanja, dapat meningkatkan loyalitas
pelanggan terhadap toko; (2) Perilaku pembelian utilitarian
berpengaruh tidak signifikan terhadap store loyalty
konsumen Matahari Departemen store di Surabaya dengan
nilai probabilitas sebesar 0,064. Artinya perilaku pembelian
utilitarian yang mengutamakan tercapainya tujuan dalam
berbelanja, kurang dapat meningkatkan loyalitas pelanggan
terhadap toko.
Saran
Bagi Manajemen Matahari Department store:
Utilitarian dan hedonic lebih baik dipertimbangkan secara
terpisah, dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui
pentingnya mengidentifikasi segmen konsumen yang
spesiik, variabel perilaku pembelian utilitarian dan hedonic
dapat dijadikan sebagai segmentasi pasar yang dapat
memberikan kemampuan prediksi yang lebih kuat daripada
variabel sosial-demograis yang tradisional (Massara dan
Scarpi, 2004).
Bagi peneliti selanjutnya: (1) supaya hasil penelitian
dapat digeneralisir disarankan untuk mengambil sampel
secara random (probability sampling); (2) disarankan
untuk dapat melakukan penelitian pada jumlah sampel
yang lebih banyak serta populasi yang lebih luas lagi;
(3) disarankan memberikan pendalaman tambahan dengan
mempertimbangkan kategori produk yang berbeda, yang
memberikan pengertian lebih luas tentang seberapa banyak
product-spesiik yang dapat berpengaruh terhadap hedonic
dan utilitarian.
DAFTAR PuSTAKA
1. Hirschman, EC and Holbrook, M.B. (1982). “A hedonic consumption:
e merging concept, methods and propositions”. Journal of
Marketing. Vol 60 No 3. pp. 50–68.
2. Solomon, RM. (2007). Consumer Behavior: Buying, Having and
being. Prentice Hall.
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 12–18
3. Scarpi, D. (2006). “Fashion stores between fun and usefulness”.
Journal of fashion marketing and management. Vol. 10 No. 1.
4. Batra, R and Athola OT. (1991). “Measuring the hedonic and
utilitarian sources of consumer attitudes”. Marketing letter. 2(3):
159–70.
5. Kotler, Philip. (1994). Marketing Management: Analysis, Planning,
implementation, And Control. 8th Edition. Prentice Hall.
6. -----------------. (2003). Marketing Management. 11th Edition. New
Jersey. Prentice Hall.
7. -----------------. (2005). Manajemen Pemasaran. Edisi kesebelas.
Jilid satu. Yogyakarta. PT Index Kelompok Gramedia.
8. Assael, Henry. (1998). Consumer Behavior and marketing action.
6th Edition. International Thompson Publishing Company.
9. Kim, Hye-Shin. (2006) Using Hedonic and Utilitarian Shopping
Motivations to Proile Inner City Consumers. Journal of Shopping
Center Research. Vol. 13. No. 1.
10. Johnson, william C and Weinstein, Art. (2004). Superior Customer
Value in The new Economy. 2nd edition. CRC Press.
11. Van Trijp, HCM, Hoyer, WD and Inman, JJ. (1996). “Why switch?
Product category-level explanations for true variety-seeking
behavior”. Journal of Marketing Research. 49(2): 281–92.
12. Bloemer, J and Ruyter, Ko de (1998). On The Relationship Between
Store Image, Store Satisfaction, and Store Loyalty. European
Journal of Marketing. Vol. 32 No. 56. pp. 500.
13. Omar, OE. (1999). Retail Marketing. Harlow. England: Perason
Education.
14. Berman, B and Evans, J. (2007). “Retail management a strategic
approach”. ninth Edition.
15. Loudon, David L and Della Bitta, Albert L. (1993). Consumer
Behaviour: Concepts and Application. 4th Edition. Singapore.
16. Babin, BJ, Darden, WR and Grifin, M. (1994). “Work and/or fun?
Measuring hedonic and utilitarian shopping value”. Journal of
Consumer Research. 20(2): 644–56.
17. Sugiono, 2006. Metode Penelitian bisnis. Bandung: CV Alfabeta.
Mekanisme Good Corporate Governance , Konservatisme
Akuntansi dan Kinerja Perusahaan
(Good Corporate Governance Mechanism, Accounting Conservatism, and
Corporate Performance)
Yustrida Bernawati dan Leli Asfianti
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
abstrak
Krisis perbankan di Indonesia yang dimulai akhir tahun 1997 bukan semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga
diakibatkan oleh belum dilaksakannya good corporate governance dan etika yang melandasinya. Penelitian ini dilakukan pada
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan tujuan untuk menguji pengaruh mekanisme good corporate
governance terhadap konservatisme akuntansi dan kinerja perusahaan. Sampel sebanyak 21 perusahaan perbankan selama periode
2006–2009. Data sekunder diuji menggunakan regresi berganda dan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme
good corporate governance tidak mempunyai pengaruh signiikan terhadap konservatisme akuntansi, mempunyai pengaruh signiikan
terhadap kinerja perusahaan. Tidak ditemukan pengaruh tidak langsung mekanisme good corporate governance melalui konservatisme
akuntansi terhadap kinerja perusahaan.
kata kunci: mekanisme good corporate governance, konservatisme akuntansi, kinerja perusahaan
abstract
Banking crisis in Indonesia that began late 1997 is not solely caused by the economic crisis, but also caused by not yet implemented
good corporate governance and ethics that based on it. This research was conducted at the banking company listed in Indonesia Stock
Exchange with the aim to test the effect of good corporate governance mechanism on accounting conservatism and company performance.
The sample consist of 21 banking companies during the period 2006–2009. Secondary data were tested using multiple regression and
path analysis. The results show that good corporate governance mechanisms have no signiicant inluence on accounting conservatism,
has a signiicant inluence on company performance. Nothing found indirect effect of good corporate governance mechanism through
accounting conservatism on company performance.
key words: good corporate governance mechanism, accounting conservatism, irm performance
PEnDAHuluAn
Bank merupakan lembaga intermediasi yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Susilo
dan Simarmata, 2007). Sebagai lembaga intermediasi,
kelangsungan kegiatan usaha bank sangat bergantung pada
kepercayaan publik baik dari dalam maupun luar negeri. Hal
ini terlihat dari struktur dana yang dikelola oleh pengurus
bank, di mana sekitar 90% adalah dana pihak ketiga dan
hanya sekitar 10% yang merupakan modal pendiri bank.
Kondisi ini mengakibatkan paparan risiko yang sangat
tinggi (high risk exposure) atas dana yang dikelola oleh bank
yang selanjutnya menjadikan sektor perbankan sebagai
sektor yang “highly regulated”.
Susilo dan Simarmata (2007) dan KNKCG (2004)
menjelaskan bahwa krisis ekonomi yang terjadi tahun
1997 yang kemudian menimbulkan krisis moneter pada
tahun 1997–1998 merupakan bukti belum terlaksananya
good corporate governance. Krisis ini menimbulkan
banyak masalah dalam dunia perbankan antara lain sebagai
berikut:
1. Enam belas bank swasta terpaksa dilikuidasi dan tujuh
bank dibekukan operasinya serta tujuh bank diambil
alih oleh pemerintah.
2. Biaya rekapitulasi perbankan yang tinggi hingga
mencapai 53,6% produk domestik bruto.
3. Bantuan likuidasi Bank Indonesia mencapai Rp 144,5
triliun.
4. Tingkat non performing loan yang tinggi hingga
mencapai 55%, tertinggi dibandingkan negara Asia lain
yang terkena krisis.
Atas desakan dari Internasional Monetary Fund (IMF)
dalam salah satu Memorandum of Economic and Financial
Policies, butir penerapan good corporate governance
menjadi salah satu hal yang harus dilaksanakan di
Indonesia. Sejak itu, berdirilah organisasi yang mendorong
penerapan good corporate governance antara lain Komite
Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG yang
kemudian berubah menjadi KNKG) yang dibentuk oleh
pemerintah, dan FCGI (Forum for Corporate Governance
0
in Indonesia); IICG (Indonesian Institute on Corporate
Governance) yang dibentuk oleh masyarakat.
Pemisahan antara pemilik dengan pengelola
memungkinkan pengelola sebagai agent bagi pemilik
(principals) akan bertindak dengan penuh kesadaran
bagi kepentingannya sendiri bukan sebagai pihak yang
arif dan bijaksana serta adil untuk kepentingan pemilik
sehingga memunculkan agency problem. Masalah agensi
muncul ketika manajer (agent) mempunyai kewajiban
untuk memaksimumkan kesejahteraan para pemegang
saham (principals). Namun di sisi lain, manajemen (agent)
juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan
kesejahteraan mereka, sehingga dalam hal ini manajemen
tidak dalam kepentingan untuk memaksimumkan
kesejahteraan pemilik, tetapi mempunyai kecenderungan
untuk mengejar kepentingan sendiri dengan mengorbankan
kepentingan pemilik. Ketidakselarasan kepentingan
antara pemilik (principals) dan manajemen (agent) dapat
diminimalisir melalui pengelolaan perusahaan yang
baik (Shleifer dan Vishny, 1997). Elemen mekanisme
good corporate overnance telah diidentifikasi dalam
beberapa penelitian meliputi mekanisme internal seperti
dewan komisaris, komite audit, kepemilikan manajerial,
kompensasi eksekutif dan mekanisme eksternal seperti
kepemilikan institusional dan pendanaan dengan hutang
(Barnhart dan Rosenstein, 1998).
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah
mekanisme Good Corporate Governance mempunyai
pengaruh terhadap konservatisme akuntansi dan kinerja
perusahaan?” Adapun tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui 1) pengaruh Good Corporate Governance
terhadap konservatisme akuntansi; 2) pengaruh mekanisme
Good Corporate Governance terhadap kinerja perusahaan,
dan 3) pengaruh mekanisme Good Corporate Governance
melalui konservatisme akuntansi terhadap kinerja
perusahaan.
MATERi
Good corporate Governance
Istilah Good Corporate Governance pertama kali
diperkenalkan oleh Cadbury Committe tahun 1992, yang
mendeinisikan corporate governance sebagai suatu sistem
yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan
organisasi yang juga merupakan seperangkat aturan yang
merumuskan hubungan antara para pemegang saham,
manajer, kreditor, pemerintah, karyawan dan pihakpihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun
eksternal sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab
mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan (Tjager et al., 2003).
Corporate governance adalah sistem yang dibangun untuk
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan sehingga
tercipta tata hubungan yang baik, adil dan transparan di
antara berbagai pihak yang terkait dan memiliki kepentingan
(stakeholders) dalam perusahaan (Maksum, 2005).
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 19–24
Konservatisme Akuntansi
Konservatisme akuntansi adalah prinsip untuk
melaporkan informasi akuntansi terendah dari beberapa
kemungkinan nilai untuk aset dan pendapatan serta yang
tertinggi dari beberapa kemungkinan nilai kewajiban dan
beban. Hendriksen (1995) dalam Sari (2004). Konservatisme
akuntansi juga dapat dideinisikan sebagai usaha untuk
memilih metode akuntansi berterima umum yang (a)
memperlambat pengakuan revenue, (b) mempercepat
pengakuan expense, (c) merendahkan penilaian aset, dan
(d) meningkatkan penilaian hutang. Definisi tersebut
mengakibatkan nilai aset bersih yang understated secara
persisten (Wolk et al., 2001).
Kinerja Perusahaan
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang
tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mahsun,
2006) Cash Flow Return On Assets (CFROA) merupakan
salah satu pengukuran kinerja perusahaan yang menunjukkan
kemampuan aset perusahaan untuk menghasilkan laba
operasi. CFROA lebih memfokuskan pada pengukuran kinerja
perusahaan saat ini dan tidak terikat dengan harga saham.
Corporate governance berpengaruh terhadap penurunan
discretionary accruals sebagai ukuran dari manajemen laba
dan berhubungan positif dengan CFROA (Cornett et al.
2006). Hasil ini diinterpretasikan sebagai indikasi bahwa
CFROA merupakan fungsi positif dari indikator corporate
governance. Corporate governance dapat mengurangi
dorongan manajer melakukan earnings management,
sehingga CFROA yang dilaporkan mereleksikan keadaan
yang sebenarnya.
Hubungan Mekanisme Good corporate Governance,
Konservatisme Akuntansi dan Kinerja Perusahaan
Corporate governance memainkan peranan penting
dalam implementasi konservatisme (Manuel, 2005). Hasil
penelitian Wu (2006) dalam Wardhani (2008) menyimpulkan
bahwa perusahaan yang memiliki persentase kepemilikan
manajerial yang lebih tinggi menunjukkan pola yang lebih
konservatif dalam pelaporan pendapatannya. Dengan adanya
monitoring dewan komisaris diharapkan akan membentuk
good corporate governance yang akan memengaruhi
tingginya transparansi laporan keuangan, rendahnya
manipulasi akuntansi, dan adanya batasan terhadap
kemampuan manajer dalam menyembunyikan bad news
dalam waktu yang lama (Lara et al., 2005 dalam Indrayati,
2010). Selain itu, semakin besar kepemilikan institusional
dalam struktur kepemilikan perusahaan maka semakin
mendorong penggunaan prinsip akuntansi yang konservatif
yang diukur dengan ukuran akrual (Wardhani, 2008).
Hipotesis penelitian
Hipotesis 1: Mekanisme good corporate governance,
dalam hal ini kepemilikan manajerial, proporsi dewan
Bernawati dan Asfianti: Mekanisme good corporate governance
komisaris independen, ukuran dewan komisaris, dan
kepemilikan institusional mempunyai pengaruh yang
signiikan terhadap konservatisme akuntansi.
Hipotesis 2: Mekanisme good corporate governance,
dalam hal ini kepemilikan manajerial, proporsi dewan
komisaris independen, ukuran dewan komisaris, dan
kepemilikan institusional mempunyai pengaruh signiikan
terhadap kinerja perusahaan.
Hipotesis 3: Mekanisme good corporate governance,
dalam hal ini kepemilikan manajerial, proporsi dewan
komisaris independen, ukuran dewan komisaris, dan
kepemilikan institusional melalui konservatisme akuntansi
mempunyai pengaruh yang signiikan terhadap kinerja
perusahaan.
METoDE PEnEliTiAn
Metode Seleksi dan Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan
keuangan (annual report) periode tahun 2006–2009 didapat
dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD), website
Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id), dan website resmi
masing-masing perusahaan. Sampel penelitian ini adalah
seluruh perusahaan perbankan publik yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2006–2009 dengan
kriteria menerbitkan laporan keuangan tahunan (audited)
untuk periode yang berakhir 31 Desember tahun 2006–2009,
tidak ditetapkan sebagai “bank gagal” oleh Bank Indonesia,
memiliki data yang lengkap, tidak mengalami merger dan
akuisisi selama periode penelitian. Berdasarkan kriteria
tersebut dari 29 perusahaan perbankan yang tercatat sampai
dengan 31 Desember 2009 hanya 21 perusahaan atau 72%
yang memenuhi.
Pengukuran dan Deinisi Operasional Variabel
1. Mekanisme corporate Governance (X), terdiri dari
lima elemen yang masing-masing elemen diukur
sebagai berikut:
a. Kepemilikan Manajerial (X1), dihitung dengan
rumus:
Jumlah saham yang
X1 : dimiliki manajemen ...................... (1)
Total saham beredar
b.
Proporsi Dewan Komisaris Independen (X2)
Anggota dewan komisaris
dari luar perusahaan
..................... (2)
X2 :
Jumlah seluruh anggota
dewan komisaris
c.
ukuran Dewan Komisaris (X3)
X3 : jumlah anggota yang tercantum dalam
laporan keuangan.
d.
Kepemilikan Institusional (X4)
X4 :
Jumlah kepemilikan saham
oleh investor institusi .................. (3)
Total saham beredar
Pengukuran yang sama untuk X1, X2, dan X4
pernah digunakan oleh Boediono (2005) dan
Ujiyantho dan Pramuka (2007).
2. Konservatisme Akuntansi (Z), diukur dengan
menggunakan earnings/accrual measures yaitu:
Tingkat konservatisme
(Cit) = niit – Cfit ................................................... (4)
NIit = net income sebelum extraordinary item
ditambah depresiasi dan amortisasi
Cfit = arus kas dari kegiatan operasional
Pengukuran serupa digunakan oleh Givoly dan Hayn
(2002) dan Sari (2004). Bila akrual bernilai negatif,
maka laba digolongkan konservatif, dan sebaliknya.
3. Kinerja Perusahaan (Y), diukur dengan menggunakan
cash flow return on assets (CFROA) seperti yang
digunakan oleh Cornett et al. (2006) dan Ujiyantho dan
Pramuka (2007).
EBIT + Depr
CFROA =
............................... (5)
Assets
CFROA
EBIT
Depr
Assets
=
=
=
=
Cash Flow Return on Assets
Laba Sebelum Bunga dan Pajak
Depresiasi
Total Aset
Metode Analisis Data
Pengujian hipotesa menggunakan metode regresi linier
berganda dan analisis jalur. Data diolah menggunakan SPSS
versi 13, dengan persamaan sebagai berikut:
a. Model regresi linier berganda, digunakan untuk menguji
hipotesa 2 selanjutnya disebut model II
Yit = α + β1itX1it + β2itX2it + β3itX3it + β4itX4it + e ...... (6)
b. Persamaan analisis jalur, digunakan untuk menguji
hipotesis 1 dan 3, selanjutnya disebut model I dan III
Zit = β1itX1it + β2itX2it + β3itX3it + β4itX4it + e ........ (7)
Yit = β1itX1it + β2itX2it + β3itX3it + β4itX4it +
β5itZit + e ....................................................... (8)
Zit : Konservatisme Akuntansi perusahaan i pada
periode t
Yit : Kinerja Perusahaan perusahaan i pada
periode t
X1it : Kepemilikan Manajerial perusahaan i pada
periode t
X2it : Proporsi Dewan Komisaris Independen
perusahaan i pada periode t
X3it : Ukuran Dewan Komisaris perusahaan i pada
periode t
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 19–24
X4it : Kepemilikan Institusional perusahaan i pada
periode t
α : Konstanta (intercept dari persamaan regresi)
β : Koeisien masing-masing variabel
e : Error
HASil PEnEliTiAn DAn PEMBAHASAn
Nilai variabel-variabel disajikan dalam Tabel 1 dan
hasil pengujian pada Tabel 2–5 berikut ini.
Tabel 1. Statistic deskriptif
Kep. Manajerial
Proporsi DW Independen
Ukuran DW
Kep. Institusional
Konservatisme Akuntansi
Kinerja Perusahaan
Valid N (listwise)
N
84
84
84
84
84
84
84
Minimum
Maximum
,00
,53
,00
1,00
2,00
11,00
,00
,99
-18711536000000,00 26002689000000,00
,07
,04
Mean
,0282
,4836
5, 1190
,5977
602111517608,85
,0164
Std. Deviation
,11207
,23423
2,06173
,34717
5455738402728,91
,0148084
Tabel 2. Hasil Uji F
Hipotesis
Ho1
Ho2
Model
I
II
Var independen
Mekanisme GCG (X)
Mekanisme GCG (X)
Var dependen
Konservatisme (Z)
Kinerja perusahaan (Y)
F value Signiikansi Analisa Ho
0,212
0,931
Gagal ditolak
4,360
0,003
Ditolak
Kesimpulan
Tidak signiikan
Signiikan
Tabel 3. Hasil Uji t
Hipotesis
Ho1
Ho2
Model
I
II
Var independen
Var dependen
Kepemilikan manajerial (X1)
Konservatisme (Z)
Prop. Dewan komisaris independen (X2)
Ukuran dewan komisaris (X3)
Kepemilikan institusional (X4)
Kepemilikan manajerial (X1)
Kinerja perusahaan (Y)
Prop. dewan komisaris independen (X2)
Ukuran dewan komisaris (X3)
Kepemilikan institusional (X4)
t value
-0,228
0,877
-0,388
0,166
-0,009
-2,907
1,065
-3,036
Signiikansi
0,820
0,384
0,699
0,869
0,993
0,005
0,291
0,003
Analisa Ho
Gagal ditolak
Gagal ditolak
Gagal ditolak
Gagal ditolak
Gagal ditolak
Ditolak
Gagal ditolak
Ditolak
Tabel 4. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung
Var independen
Kepemilikan manajerial (X1)
Proporsi dewan komisaris independen (X2)
Ukuran dewan komisaris (X3)
Kepemilikan institusional (X4)
Kepemilikan manajerial (X1) Konservatisme (Z)
Proporsi dewan komisaris independen (X2) Konservatisme (Z)
Ukuran dewan komisaris (X3) Konservatisme (Z)
Kepemilikan institusional (X4) Konservatisme (Z)
Var dependen
Kinerja perusahaan (Y)
Kinerja perusahaan (Y)
Langsung
0,006
-0,353
0,132
-0,336
-
Tidak Langsung
-0,0074
0,0287
-0,0126
0,0053
Tabel 5. Koeisien Determinasi (R2)
Hipotesis
Ho1
Ho2
Ho3
Model
I
II
III
R
0,112
0,454
0,524
R Square (R2)
0,013
0,207
0,275
Bernawati dan Asfianti: Mekanisme good corporate governance
Hasil pengujian terhadap variabel-variabel penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh Mekanisme Good corporate Governance
terhadap Konservatisme Akuntansi
Nilai signiikansi uji F model I sebesar 0,931 lebih
besar dari α (0,05) sehingga hipotesis pertama ditolak
(tidak terbukti kebenarannya). Hasil ini tidak sejalan
dengan penelitian Manuel et al. (2005). Perbedaan ini
timbul karena Manuel et al. menggunakan proksi yang
dapat mengukur external (proxy antitakeover protection
index) dan internal governance (CEO involvement
in board decisions), sedangkan penelitian ini hanya
menggunakan pengukuran internal governance (struktur
kepemilikan dan struktur pengelolaan). Hal ini ternyata
sangat penting karena kedua tipe pengukuran (external
dan internal governance) mempunyai efek yang saling
melengkapi sesuai dengan yang dijelaskan oleh Cremers
dan Nair (2005) dalam Manuel et al. (2005).
2. Pengaruh Mekanisme Good corporate Governance
terhadap Kinerja Perusahaan
Nilai signiikansi uji F model II sebesar 0,003 lebih kecil
dari α (0,05) sehingga pengaruhnya adalah signiikan.
Dengan demikian hipotesis kedua gagal untuk ditolak
(terbukti kebenarannya). Terdapat pengaruh yang
signifikan mekanisme good corporate governance
terhadap konservatisme akuntansi. Hal ini bisa saja
terjadi karena praktik good corporate governance dapat
meningkatkan nilai (valuation) perusahaan dengan
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
Selanjutnya, berdasarkan hasil uji t yang dirangkum
dalam Tabel 3 atas Model II atau Hipotesis 2 bahwa
elemen mekanisme good corporate governance yaitu
kepemilikan manajerial dan ukuran dewan komisaris
masing-masing mempunyai angka signiikansi (0,993
dan 0,291) lebih besar dari α (0,05). Temuan ini tidak
sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya. Hal ini
mungkin saja terjadi karena struktur kepemilikan
manajerial pada perusahaan perbankan publik di
Indonesia masih sangat kecil di mana manajemen di
perusahaan perbankan publik Indonesia rata-rata hanya
mempunyai 2,82%, berbeda halnya dengan penelitian
yang dilakukan Fuerst dan Kang (2000) yang meneliti
pada perusahaan-perusahaan yang rata-rata telah
mempunyai kepemilikan manajerial 5% atau lebih.
Hal ini bisa menyebabkan kepemilikan manajerial
gagal menjadi salah satu mekanisme good corporate
governance yang berpengaruh pada kinerja keuangan
perusahaan. Semakin besar keanggotaan dewan
komisaris berasal dari luar perusahaan akan semakin
menyebabkan semakin rendah kinerja keuangan
perusahaan pada laporan keuangan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada perusahaan perbankan di
Indonesia variabel kepemilikan manajerial dan ukuran
dewan komisaris tidak memiliki pengaruh yang
signiikan terhadap kinerja perusahaan.
Proporsi dewan komisaris independen dan kepemilikan
institusional memiliki pengaruh yang signiikan terhadap
kinerja perusahaan masing-masing mempunyai angka
signiikansi (0,005 dan 0,003) ) lebih kecil dari α (0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel proporsi
dewan komisaris independen berpengaruh negatif
signiikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hal
ini dapat dijelaskan bahwa semakin banyaknya anggota
dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan
dapat menyebabkan menurunnya efektivitas mereka
dalam menjalankan fungsinya karena kesulitan
dalam berkomunikasi, koordinasi serta pembuatan
keputusan. Ini berkaitan dengan independensi dewan
komisaris baik secara lembaga maupun pada tingkat
individu yang berhubungan langsung dengan kualitas
keputusan dewan terutama yang berkaitan dalam proses
penyusunan laporan keuangan.
Semakin besar kepemilikan saham oleh institusi
atas suatu perusahaan akan semakin menyebabkan
kinerja keuangan perusahaan semakin menurun. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemilikan
institusional berpengaruh negatif signiikan terhadap
kinerja keuangan perusahaan.
Hubungan negatif antara kepemilikan institusional
dan kinerja keuangan perusahaan sejalan dengan
pandangan yang mengatakan bahwa institusional adalah
pemilik sementara dan lebih memfokuskan pada laba
jangka pendek. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada perusahaan perbankan di Indonesia variabel
proporsi dewan komisaris independen dan kepemilikan
institusional memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja perusahaan.
3. Pengaruh Mekanisme Good corporate Governance
melalui Konservatisme Akuntansi terhadap Kinerja
Perusahaan
Hasil analisis jalur (path analysis) menunjukkan
bahwa masing-masing koeisien pengaruh langsung
antara mekanisme good corporate governance
(kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris
independen, ukuran dewan komisaris, dan kepemilikan
institusional) terhadap kinerja keuangan perusahaan
adalah masing-masing sebesar 0,006; -0,353; 0,132 dan
-0,336. Sedangkan koeisien pengaruh tidak langsung
masing-masing variabel independen terhadap kinerja
keuangan perusahaan melalui konservatisme akuntansi
adalah -0,0074 ; 0,0287 ; -0,0126 dan 0,0053 .
Semua nilai lebih kecil jika dibandingkan pengaruh
langsung antara corporate governance terhadap kinerja
perusahaan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hipotesis ketiga ditolak atau dengan kata lain
tidak terdapat pengaruh tidak langsung mekanisme
corporate governace terhadap kinerja perusahaan
melalui konservatisme akuntansi. Hal ini dapat
dijelaskan dengan hasil penelitian Ardiansyah (2009)
yang menyimpulkan bahwa konservatisme akuntansi
bukan merupakan sinyal yang bisa disampaikan manajer
(perusahaan) kepada publik tentang kinerja positif
perusahaan.
4. Koeisien Determinasi (R2)
Perhitungan koeisien determinasi berganda digunakan
untuk mengukur ketepatan dari model analisis yang
dibuat terdapat pada Tabel 5. Nilai koeisien determinasi
digunakan untuk mengukur besarnya sumbangan dari
variabel independen yang diteliti terhadap variasi
variabel dependen.
Nilai koeisien determinasi Model I, II masing-masing
adalah sebesar 0,013 dan 0,207 Artinya, proporsi
keragaman variabel konservatisme akuntansi, kinerja
perusahaan, yang mampu dijelaskan oleh variabelvariabel mekanisme good corporate governance hanya
1,3%, dan 20,7% sedangkan sisanya dipengaruhi
oleh variabel lain di luar mekanisme good corporate
governance (kepemilikan manajerial, proporsi dewan
komisaris independen, ukuran dewan komisaris, dan
kepemilikan institusional).
KESiMPulAn
1. Mekanisme good corporate governance tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
konservatisme akuntansi. Nilai koeisien determinasi
variabel mekanisme corporate governance terhadap
konservatisme akuntansi relatif kecil (0,013 atau
1,3%) mengindikasikan masih banyak faktor lain yang
memengaruhi konservatisme akuntansi di luar variabel
mekanisme good corporate governance.
2. Mekanisme good corporate governance mempunyai
pengaruh yang signiikan terhadap kinerja keuangan
perusahaan. Elemen yang paling berpengaruh adalah
proporsi dewan komisaris independen dan kepemilikan
institusional.
3. Mekanisme good corporate governance tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kinerja keuangan perusahaan melalui konservatisme
akuntansi.
KETERBATASAn PEnEliTiAn DAn SARAn
Konservatisme merupakan suatu kebijakan yang
menyangkut pemilihan metode dan estimasi yang
digunakan perusahaan dalam menyajikan laporan keuangan.
Proksi yang digunakan untuk mengukur konservatisme
masih belum bisa menjembatani hubungan konservatisme
dan mekanisme good corporate governance.
Nilai koefisien determinasi variabel mekanisme
corporate governance terhadap konservatisme akuntansi
relatif kecil, maka untuk penelitian selanjutnya disarankan
untuk meneliti variabel-variabel mekanisme corporate
governance yang lain ataupun menambahkan variabel
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 19–24
pemoderasi untuk memperkuat hubungan mekanisme
corporate governance terhadap konservatisme akuntansi.
DAFTAR PuSTAKA
1. Susilo, Leo J. dan Karlen Simarmata. Good Corporate Governance
pada Bank: Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam
Melaksakannya. Bandung: PT Hikayat Dunia. 2007.
2. KNKCG. Pedoman Good Corporate Governance Perbankan
Indonesia. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance.
2004. Available from: http://www.governanceindonesia.com/donlot/
Pedoman%20GCG%20Perbankan.pdf, accessed August 10, 2010.
3. Shleifer, Andrei and Robert W. Vishny. “A Survey of Corporate
Governance.” NBER Working Paper 5554, April,1997., Available
from: http://www.nber.org/papers/w5554.pdf, accessed August 19,
2010.
4. Barnhart, Scott W. and Stuart Rosenstein. Board Composition,
Managerial Ownership, and Firm Performance: An Empirical
Analysis. The Financial Review, November Vol. 33, 1998. pg. 1–16
Available from: (http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_
id=127689#, accessed August 29, 2010.
5. Tjager et al. Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan
bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Serial Mastering Good Corporate
Governance. Jakarta: Prenhallindo. 2003.
6. Maksum, Azhar. Tinjauan Atas Good Corporate Governance
di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap.
Universitas Sumatera Utara. 17 Desember 2005. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/744/1/08E00104.
pdf, accessed August 12, 2010.
7. Sari, Dahlia. Hubungan antara Konservatisme Akuntansi dengan
Konlik Bondholder-Shareholders Seputar Kebijakan Dividen dan
Peringkat Obligasi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol.
1, No. 2. Desember 2004., p. 63–88
8. Wolk, H.I., et al.. Accounting Theory: A Conceptual and Institutional
Approach. Fifth Edition. Ohio: South-Western College Publishing.
2001.
9. Mahsun, Mohammad. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta:
BPFE. 2006
10. Cornett, Marcia Millon et al. Earnings Management, Corporate
Governance, and True Financial Performance. 2006. Available
from: (http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=886142,
accessed August 20, 2010.
11. Manuel, Juan et al. Accounting Conservatism and Corporate
Governance. March. 2005. Available from: http://www.defcm.
ua.es/seminario_ obtener.asp?hash=0D3DAD32C8C0BCB90B990
3156F4F4003, accessed September 3, 2010.
12. Wardhani, Ratna. Tingkat Konservatisme Akuntansi di Indonesia
dan Hubungannya dengan Karakteristik Dewan sebagai Salah Satu
Mekanisme Corporate Governance. Makalah Simposium Nasional
Akuntansi XI, Pontianak, Juli. 2008.
13. Indrayati, Martha Rizki. Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris
Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi. Skripsi diterbitkan.
Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. 2010.
14. Givoly, Dan dan Carla Hayn. Rising Conservatism: Implications
for Financial Analysis. Financial Analysts Journal. Charlottesville:
Jan/Feb 2002. Vol. 58, Iss. 1; pg. 56, 19 pgs, Available from: http://
proquest.umi.com/pqdweb? did=109268914&Fmt=4&clientId=724
59&RQT=309&VName=PQD, accessed August 26, 2010)
15. Ujiyantho, Muh. Arief dan Bambang Agus Pramuka. 2007.
Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja
Keuangan. Makalah Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar,
26–28 Juli. Available from: (repository.binus.ac.id/content/F0812/
F081266166.pdf, accessed August 20, 2010.
Pengaruh Pelayanan Prima terhadap Kepuasan Masyarakat
Sejalan dengan Pemberian Penghargaan ISO 00/000 pada
Dinas Perijinan Kota Malang
(Prime Service Effects to Public Satisfaction in Accordance ISO 9001/2000
Award for Malang Licensy Office)
Sri Andriani
Jurusan Akuntansi-FE-UIN Maulana Malik Ibrahim
Telp: 081333689915, Email: andri1375@gmail.com
abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris Pengaruh Pelayanan Prima terhadap Kepuasan Masyarakat sejalan dengan
Pemberian penghargaan ISO 9001/2000 Pada Dinas perijinan Kota Malang. Data dikumpulkan dari 315 Responden masyarakat
kota malang yang memanfaatkan pelayanan pada dinas perijinan Kota Malang, sedangkan data yang dapat dianalisa sebanyak 270
responden dengan menggunakan metode pengambilan sampel stratiied random sampling. hipotesis dianalisis dengan menggunakan
alat analisis multiple regression. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan dan pengaruh yang signiikan baik secara parsial
ataupun secara bersama-sama pelayanan prima yang diberikan pegawai dinas perijinan Kota Malang yang diukur dengan Keandalan
(Reliability), Ketanggapan (Responsivenes), Keyakinan (Assurance),Empati (Emphaty), Berwujud (Tangible) terhadap kepuasan
masyarakat Kota Malang sejalan diberikannya penghargaan ISO 9001/2000 pada Kantor Dinas Perijinan Kota Malang
kata kunci: pelayanan prima dan kepuasan masyarakat
abstract
This study aims to empirically examine the effect of Prime Services with Community Satisfaction award in line with ISO 9001/2000
In Malang licensing ofice. The data collected from 315 respondents who use the urban poor in the department of licensing services in
Malang, while data can be analyzed of 270 respondents using stratiied random sampling method sampling. hypotheses were analyzed
using multiple regression analysis tool. The results showed that there was a signiicant relationship and the inluence of either partial
or jointly provided excellent service licensing agency employees Malang measured with reliability, Responsiveness, Conidence,
Assurance, Emphaty, Tangible of community satisfaction with the city of Malang in line given the award of ISO 9001/2000 in Malang
Licensing Ofices
key words: prime service and community satisfaction
PEnDAHuluAn
Perubahan paradigma dalam memandang kebutuhan
konsumen dengan menekankan pada matrik kompetisi
yang semakin ketat merupakan cara yang paling mudah
untuk mempertahankan performance perusahaan. Kinerja
perusahaan bukan hanya merupakan fungsi perubahan
kondisi eksternal semata namun merupakan sinergi dari
perubahan internal dan eksternal. Oleh karena itu akan
lebih bijaksana jika sebuah perusahaan senantiasa terus
melakukan pembenahan internal tanpa harus menunggu
tuntutan ataupun perubahan dari pihak luar (eksternal).
Pembenahan internal menjadi hal yang penting bagi
perusahaan yang ingin bersaing di pasar global, perusahaan
harus mampu mencapai tingkat mutu yang tinggi (quality
level), bukan hanya pada produknya, namun secara
menyeluruh menyangkut seluruh aspek dari perusahaan
(total quality).
Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasan yang
menyeluruh (complete satifation) menjadi hal yang sangat
esensial, karena langkah tersebut dapat memberikan umpan
balik dan masukan bagi kepentingan pengembangan dan
implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan.
Maka seperti pernyataan Zeithaml, et al. (2003: 86) bahwa
kepuasan pelanggan adalah evaluasi pelanggan terhadap
suatu produk atau jasa perusahaan yang dipandang dari segi
apakah produk atau jasa tersebut telah memenuhi kebutuhan
dan harapan pelanggan.
Kepuasan pelanggan akan tercapai bila pelanggan
merasa bahwa harapan terhadap suatu produk atau jasa
telah terpenuhi. Tse dan Wilton dalam Tjiptono (1997)
menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan fungsi
dari kinerja yang dirasakan (perceived performance) dengan
harapan (expectations).
Pemerintah daerah yang menjadi salah satu jenis
perusahaan jasa juga dituntut dengan pelayanan publik
yang cepat, transparan dan akuntabel terhadap masyarakat,
khususnya setelah diterapkannya otonomi daerah. UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Terobosan dan inovasi pada peningkatan pelayanan publik
pada pelayanan perijinan yang ada di dinas perijinan.
Terkait dengan peningkatan pelayanan publik pada
bidang perijinan, Pemerintah Kota Malang telah membentuk
Dinas Perijinan Kota Malang untuk penyelesaian perijinan
yang telah dilimpahkan oleh Walikota Malang dengan
sistem satu pintu. Hal ini selaras dengan diamanatkan oleh
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu.
Dinas Perijinan Kota Malang sebagai ujung tombak
pelayanan publik di bidang perijinan di Kota Malang, perlu
disertai dengan pelayanan prima pada peningkatan kualitas
pelayanan perijinan guna mencapai kepuasan masyarakat
terutama pada mekanisme pelayanan yang lebih sederhana
dan cepat serta peningkatan SDM yang profesional dengan
ditunjang infrastruktur (sarana dan prasarana kerja) yang
memadai.
Sejalan dengan pelayanan perijinan kota malang
mendapat penghargaan ISO 9001/2000 yang diserahkan
kepada Walikota, oleh masing-masing perwakilan PT.
Global Sertiication dan PT. URS Servis Indonesia. Untuk
selanjutnya diserahkan kepada Kepala Dinas Perijinan Ir.
Hadi Lestariono, MSi. Menurut Peni (2008) Penghargaan
ini merupakan sertiikasi bagi sistem manajemen mutu, yang
meliputi seluruh aspek manajerial dalam sebuah organisasi.
Kesemuanya itu, adalah dalam rangka memberikan output
atau pelayanan yang berkualitas serta memenuhi standar
manajemen yang memberikan kepuasan bagi pengguna
output atau masyarakat. Selanjutnya Peni (2008) juga
mengatakan bahwa sesungguhnya output yang dihasilkan
tersebut merupakan input bagi unit kerja dalam lingkup
Pemerintah Kota Malang, instansi vertikal dan masyarakat.
“Proses sertiikasi standar manajemen ini tidak lain juga
merupakan bagian dari upaya kita untuk memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat.”
Penelitian ini disusun untuk melihat Pengaruh Kepuasan
Masyarakat terhadap Pelayanan Prima dengan Pemberian
Penghargaan ISO 9001 pada Dinas Perijinan Kota Malang,
dengan harapan sebagai motivasi bagi dinas yang lain di
Kota Malang, sebagai pembuktian secara empiris terhadap
pengaruh kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik
sejalan penerimaan penghargaan, selain itu memacu
peneliti-peneliti lain untuk mengembangkan penelitian
serupa pada sektor publik.
KEPuASAn
Menurut Tjiptono (2001: 146) kepuasan pelanggan
adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan
harapannya. Harapan pelanggan merupakan keyakinan
pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia
mengkonsumsi suatu produk.
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 25–32
Pengertian lain tentang kepuasan pelanggan oleh Engel,
et al. (1993: 571) menyatakan bahwa “Satisfaction is deined
as a postconsumption evaluation that a chosen alternative
at least meets or exceeds expectations“ (Kepuasan adalah
evaluasi pelanggan setelah pemakaian suatu produk yang
mana alternatif pilihannya minimal sesuai atau melebihi
harapannya).
Mowen dan Minor (2002: 89) mendeinisikan kepuasan
sebagai keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen
atas barang atau jasa setelah konsumen memperoleh dan
menggunakannya.
MEnguKuR DAn MEMAnTAu KEPuASAn
Mengukur kepuasan pelanggan sangat bermanfaat bagi
suatu instansi pemerintah dalam rangka mengevaluasi
posisi petugas pemerintahan saat ini dibandingkan dengan
stándar kepuasan pelanggan yang telah ditentukan sehingga
dapat menemukan bagian mana yang membutuhkan
peningkatan.
Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan
beberapa manfaat di antaranya: 1) hubungan antara
perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis,
2) memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang
dan terciptanya loyalitas pelanggan 3) membentuk suatu
rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang
menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono, 1997: 24). Hal
ini diimplementasi dalam penelitian kepuasan masyarakat
Jakarta terhadap pelayanan publik dan kepercayaan
masyarakat terhadap aparat Pemerintah Kota Jakarta yang
berdampak signiikan terhadap terciptanya komunikasi
lisan yang positif (positive word-of-mouth communication)
tentang Jakarta. Mengukur kepuasan pelanggan adalah:
Menggunakan kuesioner yang merupakan penjabaran
instrumen dari dimesi kepuasan pelanggan, Skala Likert
dirancang untuk memungkinkan pelanggan menjawab dalam
berbagai tingkatan pada setiap butir yang menguraikan
jasa/produk (Supranto, 2001: 86). Dijelaskan oleh Lissita
dalam Supranto (2001: 91) kebaikan penggunaan format
tipe likert dibandingkan dengan format chek list yang
hanya memberikan jawaban ya atau tidak, ialah bahwa
tipe likert tercermin dalam keragaman skor (variability
scorer) sebagai akibat penggunaan skala berkisar 1–5.
Dengan dimensi mutu tercermin dalam daftar pertanyaan
memungkinkan pelanggan mengekspresikan tingkat
pendapat mereka dalam pelayanan yang mereka terima,
lebih mendekati sebenarnya.
Zeithaml et al. dalam Husain Umar (2000: 234)
mengemukakan adanya lima dimensi dalam menentukan
kualitas kepuasan pelayanan jasa, yaitu:
1. Reliability (Keandalan) yaitu kemampuan untuk
memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang
ditawarkan.
2. Responsiveness (Daya Tanggap) yaitu respons atau
kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, meliputi
kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan,
Andriani: Pengaruh pelayanan prima terhadap kepuasan masyarakat
kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan
penanganan keluhan pelanggan.
3. Assurance (Jaminan) meliputi kemampuan karyawan
atas pengetahuan terhadap produk, kesopanan, dan
sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf karyawan,
sehingga pelanggan terbebas dari resiko, karenanya
dimensi ini merupakan gabungan dari dimensi
Kompetensi (Competence) yang berarti keterampilan
dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan
dalam memberikan pelayanan, dimensi Kesopanan
(Courtesy) yang meliputi keramahan, perhatian dan
sikap para karyawan serta Kredibilitas (Credibility)
yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan
kepada perusahaan seperti reputasi, prestasi dan
sebagainya.
4. Emphaty (empati) yaitu meliputi rasa peduli/perhatian
untuk memberikan kemudahan dalam melakukan
hubungan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi
yang baik, dan usaha perusahaan memahami kebutuhan
dan keinginan pelanggannya. Dimensi ini merupakan
gabungan dari dimensi Acces (akses) yaitu kemudahan
untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan seperti
kemudahan saluran komunikasi yang lancar dan mudah,
lokasi fasilitas mudah dijangkau, dan waktu pelayanan
yang tidak terlalu lama. Komunikasi (Communication)
merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk
penyampaian informasi dalam bahasa yang mudah
dipahami, mendengarkan dan memperhatikan kritik
atau saran dari pelanggan. Pemahaman Konsumen
(Knowing or Understanding The Customer) meliputi
usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan dan
mengenali karakteristik pelanggannya.
5. Tangibles (Bukti Langsung) meliputi fasilitas
penampilan isik seperti gedung dan ruangan dari Front
Ofice sampai ruang dan sarana lainnya, tersedianya
tempat parkir, kebersihan, kerapian dan kenyamanan
ruangan, kelengkapan peralatan dan tersedianya sarana
komunikasi, serta kerapian penampilan karyawannya.
Parasuraman, dan Berry (1990) juga mengemukakan
lima dimensi pokok yang berkaitan dengan kualitas
jasa, yaitu: 1) Tangibles (berwujud), meliputi fasilitas
fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi;
2) Reliability (keandalan), yaitu kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan
memuaskan; 3) Responsiveness (daya tanggap), yaitu
keinginan para staf untuk membantu para pelanggan
dan memberikan pelayanan dengan cepat; 4) Assurance
(jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan
dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas
dari bahaya, resiko dan keragu-raguan dengan mudah dan
juga dirancang agar dapat leksibel dalam menyesuaikan
permintaan dan keinginan pelanggan; 5) Reliability and
Trustworthiness, termasuk dalam process-related criteria,
di mana pelanggan memahami bahwa apapun yang
terjadi, mereka dapat mempercayakan segala sesuatunya
kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya;
6) Recovery, termasuk dalam process-related criteria, di
mana pelanggan menyadari bahwa bila ada kesalahan atau
terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka penyedia jasa
segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi
dan mencari pemecahan yang tepat; 7) Reputition and
Credibility, merupakan image-related criteria, di mana
pelanggan meyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat
dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai
dengan pengorbanannya.
DiMEnSi PElAYAnAn PRiMA
Pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang
lain (kamus bahasa Indonesia 1995), dengan karakteristik
pelayanan (Norman, 1991: 14), yaitu: 1) pelayanan tidak
dapat diraba, 2) pelayanan itu kenyataannya terdiri dari
tindakan nyata, 3) produksi dan konsumsi tidak dapat
dipisahkan secara nyata.
Menurut Lukman (1999: 11) pelayanan adalah kegiatankegiatan yang tidak jelas, namun menyediakan kepuasan
konsumen dan atau pemakai industri serta tidak terikat pada
penjualan suatu produk atau pelayanan lainnya.
Menurut Gonroos, dalam Tjiptono, 1997 membedakan
pelayanan dalam 3 kelompok, yaitu: 1) Core service
adalah pelayanan yang ditawarkan kepada pelanggan yang
merupakan produk utamanya, 2) Facilitating service adalah
pelayanan tambahan kepada pelanggan, 3) Supporting
service adalah pelayanan pendukung untuk meningkatkan
nilai pelayanan yang membedakan dengan pihak pesaing
Dalam pelayanan publik melibatkan 3 pihak utama, yaitu
pemerintah, swasta, dan masyarakat, sehingga untuk mencapai
good governance maka peranan 3 pilar sangat diperlukan.
Kewajiban pemerintah daerah sebagai penyelenggara
utama pelayanan publik untuk melayani kebutuhan publik
yang lebih baik sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance) dan demokratis,
hal ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkan Perda Provinsi
Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pelayanan
Publik di Jawa Timur yang diartikan bahwa ”Pelayanan
Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga
negara dan penduduk atas suatu barang, jasa atau pelayanan
administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
yang terkait dengan kepentingan publik”.
Pemerintah sebagai lembaga birokrasi mempunyai
fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sebaliknya, masyarakat sebagai pihak yang memberikan
mandat kepada pemerintah mempunyai hak untuk
memperoleh pelayanan. Aparat sebagai pelayan hendaknya
memahami variabel-variabel pelayanan seperti yang
terdapat dalam agenda perilaku pelayanan prima sektor
publik Sespanas LAN yang dikutip Lukman (1999: 140).
Variabel yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Pemerintah yang bertugas melayani.
2. Masyarakat yang dilayani pemerintah.
3. Kebijaksanaan yang dijadikan landasan pelayanan
publik.
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 25–32
4. Peralatan atau sasaran pelayanan yang canggih.
5. Resources yang tersedia untuk diracik dalam bentuk
kegiatan pelayanan.
6. Kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai
dengan standar dan asas-asas pelayanan masyarakat.
7. Manajemen dan kepemimpinan serta organisasi
pelayanan masyarakat.
8. Perilaku yang terlibat dalam pelayanan dan masyarakat,
apakah masing-masing menjelaskan fungsi.
Menurut perpektif teoretik telah terjadi pergeseran
paradigma pelayanan publik dari model administrasi
publik tradisional (old public administratiton) ke model
manajemen publik yang baru (new pulic management) dan
akhirnya menuju model pelayanan publik baru (new public
service) seperti tampak pada Tabel 1.
Dalam model new public service, pelayanan publik
berlandaskan teori demokrasi yang mengajarkan egaliter
dan persamaan hak di antara warga negara. Dalam model
ini kepentingan publik dirumuskan sebagai hasil dialog dari
berbagai nilai yang ada di dalam masyarakat. Kepentingan
publik bukan dirumuskan oleh elite politik seperti yang
tertera dalam aturan. Birokrasi yang memberikan pelayanan
publik harus bertanggung jawab kepada masyarakat
secara keseluruhan. Peranan pemerintah daerah adalah
melakukan negosiasi dan menggali berbagai kepentingan
dari masyarakat dan berbagai kelompok komunitas yang
ada. Dalam model ini birokrasi publik bukan hanya sekadar
harus akuntabel pada berbagai aturan hukum melainkan
juga harus akuntabel pada nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat, norma politik yang berlaku, standar profesional
dan kepentingan masyarakat.
Dasar teoretis pelayanan publik yang ideal menurut
paradigma new public service yaitu pelayanan publik
yang harus responsif terhadap berbagai kepentingan dan
nilai-nilai publik yang ada. Tugas pemerintah daerah
adalah melakukan negosiasi dan mengelaborasi berbagai
kepentingan masyarakat dan kelompok komunitas, hal ini
mengandung pengertian bahwa karakter dan nilai yang
terkandung didalam pelayanan publik tersebut harus berisi
preferensi nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Karena
masyarakat bersifat dinamis maka karakter pelayanan
publik juga harus selalu berubah mengikuti perkembangan
masyarakat. (Dwiyanto, 2006: 145).
Di samping itu pelayanan publik model baru harus
bersifat non-diskriminatif sebagaimana dimaksud dasar
teoritis yang digunakan yaitu teori demokrasi yang menjamin
adanya persamaan warga negara tanpa membeda-bedakan
asal-usul, kesukuan, ras, etnik, agama, dan latar belakang
kepartaian. Ini berarti setiap warga negara diperlakukan
secara sama ketika berhadapan dengan birokrasi publik
untuk menerima pelayanan sepanjang syarat-syarat yang
dibutuhkan terpenuhi. Hubungan yang terjalin antara
birokrat publik dengan warga negara adalah hubungan
impersonal sehingga terhindar dari sifat nepotisme dan
primodialisme.
Sejalan dengan pelayanan prima, juga dimunculkan
suatu standar pelayanan prima, adalah standar pelayanan
pemerintah yang digunakan untuk mengetahui kepuasan
masyarakat atas pelayanan jasa yang diberikan aparat
pemerintah, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 65
Th. 2005 tentang pedoman penyusunan dan penerapan
standar pelayanan minimal dengan item yang telah
dicetuskan pada tahun 1995 berdasarkan keputusan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN)
dalam keputusannya Nomor 81/1995 menegaskan bahwa
pelayanan yang berkualitas hendaknya sesuai dengan sendisendi sebagai berikut :
1. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara
pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar,
cepat dan tidak berbelit-belit serta mudah difahami dan
dilaksanakan.
2. Kejelasan dan kepastian, menyangkut:
Prosedur/tata cara pelayanan umum
Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun
administrative
Tabel 1. Pergeseran Paradigma Model Pelayanan Publik
Aspek
Dasar Teoretis
Konsep kepentingan publik
Kepada siapa birokrasi harus
bertanggung jawab
Peran pemerintah
Akuntabilitas
Old Public Administration
New Public Administration
New Public Service
Teori politik
Kepentingan publik adalah
sesuatu yang dideinisikan
secara politis dan yang
tercantum dalam aturan
Klien (clients) dan pemilih
Teori ekonomi
Kepentingan publik mewakili
agregasi dari kepentingan
individu
Teori Demokrasi
Kepentingan publik adalah
hasil dari dialog tentang
berbagai nilai
Pelanggan (Customer)
Warga Negara (citizens)
Pengayuh (Rowing)
Mengarahkan (Steering)
Menurut hirarki administratif
Kehendak pasar yang
merupakan hasil keinginan
pelanggan (customers)
Menegoisasikan dan
mengelaborasikan berbagai
kepentingan warga negara
dan kelompok komunitas
Multi aspek: akuntabel pada
hukum, nilai komunitas,
norma politik, standar
profesional, kepentingan
warga negara
Andriani: Pengaruh pelayanan prima terhadap kepuasan masyarakat
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Unit kerja atau pejabat yang bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan umum
Rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara
pembayarannya
Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum
Hak dan kewajiban baik dari pemberi maupun
penerima pelayanan umum berdasarkan bukti-bukti
penerimaan permohonan/kelengkapannya, sebagai
alat untuk memastikan pemrosesan pelayanan
umum
Pejabat yang menerima keluhan pelanggan
(masyarakat)
Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan
umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan
serta dapat memberikan kepastian hukum.
Keterbukaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara,
persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab
pemberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan
rincian biaya/tarif dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan
secara terbuka agar mudah diketahui dan difahami oleh
masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
Eisien, meliputi:
Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada
hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian
sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan
keterpaduan antara persyaratan dengan produk
pelayanan umum yang diberikan
Dicegah adanya pengulangan pemenuhan
kelengkapan persyaratan, dalam hal proses
pelayanannya mempersyaratkan kelengkapan
persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah
lain yang terkait.
Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum
harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan
Nilai barang atau jasa pelayanan umum dengan tidak
menuntut biaya yang tinggi di luar kewajaran
Kondisi dan kemampuan pelanggan (masyarakat)
untuk membayar secara umum
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Keadilan yang merata dalam arti cakupan atau jangkauan
pelayanan umum harus diusahakan seluas mungkin
dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara
adil.
Ketepatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan
umum dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan.
HiPoTESiS
H1: Diduga pelayanan Prima dinas perijinan kota Malang
berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan/masyarakat
Kota Malang.
H2: Diduga daya tanggap (responsiveness) menjadi faktor
dominan yang memengaruhi kepuasan pelayanan
perijinan pelanggan/masyarakat Kota Malang.
oPERASionAl VARiABEl PEnEliTiAn
Deinisi operasional variabel dalam penelitian ini terdiri
dari variabel kepuasan pelanggan/masyarakat sebagai
variabel dependen dengan varibel pelayanan prima sebagai
variabel independen.
1. Variabel Dependen
Variabel dependen kepuasan pelanggan/masyarakat
menggunakan ukuran skala likert 5, yaitu dengan kategori
Jawaban (a) Sangat puas diberi bobot 5, (b) Puas diberi
bobot 4, (c) Cukup puas diberi bobot 3, (d) Kurang puas
diberi bobot 2, (e) Tidak puas diberi bobot 1. Intrumen yang
digunakan adalah sebagai berikut:
a) Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara
pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar,
cepat dan tidak berbelit-belit serta mudah difahami dan
dilaksanakan.
b) Kejelasan dan kepastian, menyangkut: (a) Prosedur/
tata cara pelayanan umum, (b) Persyaratan pelayanan
umum, baik teknis maupun administratif, (c) Unit
kerja atau pejabat yang bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan umum, (d) Rincian biaya/
tarif pelayanan umum dan tata cara pembayarannya,
(e) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum,
(f) Hak dan kewajiban baik dari pemberi maupun
penerima pelayanan umum berdasarkan bukti-bukti
penerimaan permohonan/kelengkapannya, sebagai
alat untuk memastikan pemrosesan pelayanan umum,
(g) Pejabat yang menerima keluhan pelanggan
(masyarakat).
c) Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan
umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan
serta dapat memberikan kepastian hukum.
d) Keterbukaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara,
persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab
pemberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan
rincian biaya/tarif dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan
secara terbuka agar mudah diketahui dan difahami oleh
masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
e) Efisien, meliputi (a) Persyaratan pelayanan umum
hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung
dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap
memperhatikan keterpaduan antara persyaratan
dengan produk pelayanan umum yang diberikan,
(b) Dicegah adanya pengulangan pemenuhan
kelengkapan persyaratan, dalam hal proses pelayanannya
mempersyaratkan kelengkapan persyaratan dari satuan
kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.
f) Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum
harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan,
(a) Nilai barang atau jasa pelayanan umum dengan
tidak menuntut biaya yang tinggi di luar kewajaran,
(b) Kondisi dan kemampuan pelanggan (masyarakat)
untuk membayar secara umum, (c) Ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
0
g) Keadilan yang merata dalam arti cakupan atau jangkauan
pelayanan umum harus diusahakan seluas mungkin
dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara
adil.
h) Ketepatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan
umum dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan.
2. Variabel independen
Variabel independen dalam penelitian ini menggunakan
instrumen dengan menggunakan ukuran Skala likert 5
dengan kategori (a) Sangat Baik diberi bobot 5, (b) Baik
diberi bobot 4, (c) Cukup Baik diberi bobot 3, (d) Kurang
Baik diberi bobot 2, (e) Tidak Baik diberi bobot 1
Adapun variabel independen yang digunakan seperti
tampak di bawah ini:
a) Reliability (Keandalan) sebagai variabel X1 yaitu
kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai
dengan janji yang ditawarkan.
b) Responsiveness (Daya Tanggap) sebagai variabel X2
yaitu respons atau kesigapan karyawan dalam membantu
pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan
tanggap, meliputi kesigapan karyawan dalam melayani
pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani
transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan.
c) Assurance (Jaminan) sebagai variabel X3 meliputi
kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap
produk, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang
dimiliki para staf karyawan, sehingga pelanggan
terbebas dari resiko, karenanya dimensi ini merupakan
gabungan dari dimensi Kompetensi (Competence) yang
berarti keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh
para karyawan dalam memberikan pelayanan, dimensi
Kesopanan (Courtesy) yang meliputi keramahan,
perhatian dan sikap para karyawan serta Kredibilitas
(Credibility) yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
gambar 1. Mekanisme Pelayanan Perijinan Kota Malang
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 25–32
kepercayaan kepada perusahaan seperti reputasi,
prestasi dan sebagainya.
d) Emphaty (empati) sebagai variabel X4 yaitu meliputi
rasa peduli/perhatian untuk memberikan kemudahan
dalam melakukan hubungan, kemampuan karyawan
untuk berkomunikasi yang baik, dan usaha perusahaan
memahami kebutuhan dan keinginan pelanggannya.
Dimensi ini merupakan gabungan dari dimensi Acces
(akses) yaitu kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang
ditawarkan seperti kemudahan saluran komunikasi yang
lancar dan mudah, lokasi fasilitas mudah dijangkau, dan
waktu pelayanan yang tidak terlalu lama. Komunikasi
(Communication) merupakan kemampuan melakukan
komunikasi untuk penyampaian informasi dalam
bahasa yang mudah dipahami, mendengarkan dan
memperhatikan kritik atau saran dari pelanggan.
Pemahaman Konsumen (Knowing or Understanding
The Customer) meliputi usaha untuk memahami
kebutuhan pelanggan dan mengenali karakteristik
pelanggannya.
e) Tangibles (Bukti Langsung) sebagai variabel X 5
meliputi fasilitas penampilan isik seperti gedung dan
ruangan dari Front Ofice sampai ruang dan sarana
lainnya, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapian
dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan
dan tersedianya sarana komunikasi, serta kerapian
penampilan karyawannya.
HASil DAn PEMBAHASAn
1. gambaran umum Dinas Perijinan Kota Malang
Perijinan Kota Malang telah menggunakan sistem
pelayanan satu atap atau dengan kata lain pelayanan
menggunakan sistem pelayanan satu atap.
Andriani: Pengaruh pelayanan prima terhadap kepuasan masyarakat
2. Diskriptif Statistik
Kuesioner disebar sebanyak 315 responden, dengan
metode stratified random sampling. Analisa data
menggunakan SPSS for windows ver 15.00. hasil analisa
menunjukkan bahwa dari 315 kuesioner yang disebar
respon rate sebesar 70% atau sebanyak 270 responden
data dapat diolah.
3. Hasil Analisa Statistik
a. Uji Validitas dan reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas telah dilakukan terhadap 47
observasi dan semua instrumen penelitian telah dinyatakan
valid dan reliabel.
b. Pengujian asumsi klasik
Uji Asumsi klasik terdiri dari uji normalitas data, uji
multikolinieritas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas
telah dilakukan pengujian dan hasilnya data berdistribusi
normal dan tidak terjadi asumsi klasik.
c. analisis Data
1) Persamaan Regresi
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan dan
pengaruh perubahan variabel-variabel pelayanan prima
terhadap kepuasan masyarakat. Persamaan regresi yang
terbentuk adalah sebagai berikut:
Y =
10,399 + 1,496X 1 + 1,890X 2 + 1,885X 3 +
1,024X4 + 0,707X5
Y
a
b
X1
X2
X3
X4
X5
Kepuasan Masyarakat
Konstanta
Koefisien
Reliability (Keandalan)
Responsiveness (Daya Tanggap)
Assurance (Jaminan)
Emphaty (Perhatian Lebih)
Tangibles (Bukti Langsung)
:
:
:
:
:
:
:
:
Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Berganda
Variabel
Unstandardized
Coeficients (B)
10,399
1,496
1,890
1,885
1,024
0,707
(Constant)
X1
X2
X3
X4
X5
R
R Square
Adjusted R Square
F hitung
F tabel
Sign. F
tabel
α
Sumber: Data Primer (diolah)
T hitung
Sig.
Kesimpulan
4,927
5,860
4,648
4,709
2,736
= 0,885
= 0,783
= 0,062
= 190,121
= 2,45
= 0,000
= 1,30
= 0,05
0,000
0,000
0,000
0,000
0,007
Signiikan
Signiikan
Signiikan
Signiikan
Signiikan
Hasil analisis menunjukkan nilai koeisien variabel
reliability (keandalan) adalah positif yaitu sebesar 1,496.
Ini berarti setiap kenaikan variabel reliability (keandalan),
sebesar 1 maka kepuasan masyarakat akan naik sebesar
1,496 dengan asumsi variabel lain tetap. variabel
responsiveness (daya tanggap) adalah positif yaitu sebesar
1,890. Ini berarti setiap kenaikan variabel responsiveness
(daya tanggap), sebesar 1 maka kepuasan masyarakat
akan naik sebesar 1,890 dengan asumsi variabel lain tetap.
variabel Assurance (jaminan) adalah positif yaitu sebesar
1,885. Ini berarti setiap kenaikan variabel Assurance
(jaminan), sebesar 1 maka kepuasan masyarakat akan naik
sebesar 1,885 dengan asumsi variabel lain tetap. variabel
Assurance (jaminan) adalah positif yaitu sebesar 1,885.
Ini berarti setiap kenaikan variabel Assurance (jaminan),
sebesar 1 maka kepuasan masyarakat akan naik sebesar
1,885 dengan asumsi variabel lain tetap. variabel emphaty
(perhatian lebih) adalah positif yaitu sebesar 1,024. Ini
berarti setiap kenaikan variabel emphaty (perhatian lebih),
sebesar 1 maka kepuasan masyarakat akan naik sebesar
1,024 dengan asumsi variabel lain tetap. variabel tangibles
(bukti langsung) adalah positif yaitu sebesar 0,707. Ini
berarti setiap kenaikan variabel tangibles (bukti langsung),
sebesar 1 maka kepuasan masyarakat akan naik sebesar
0,707 dengan asumsi variabel lain tetap.
Apabila dilihat dari Koeisien Determinasi, diperoleh
nilai Adjusted R Square sebesar 0,783 yang berarti hanya
78,3% kepuasan masyarakat dipengaruhi oleh Reliability
(Keandalan), Responsiveness (Daya Tanggap), Assurance
(Jaminan), Emphaty (Perhatian Lebih), Tangibles (Bukti
Langsung). Sedangkan selebihnya 21,7% dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain yang tidak diteliti disini.
Berdasarkan besarnya nilai koeisien masing-masing
variabel, dapat disimpulkan bahwa variabel responsiveness
(daya tanggap) yang dominan mempengaruhi kepuasan
masyarakat kota malang atas pelayanan kantor dinas
perijinan Kota Malang yaitu dengan nilai koeisien terbesar
yaitu 1,890.
2) Uji Hipotesis
Uji hipotesis yang dilakukan adalah menggunakan uji t
(parsial) dan uji F (simultan). Adapun keterangan masingmasing uji hipotesis sebagai berikut:
Uji t (Parsial)
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada
lampiran 7 yang disajikan dalam Tabel 4.8, diperoleh
semua variabel memiliki nilai thitung > tabel dengan
tingkat signifikansi menggunakan α = 0,05. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa semua variabel pelayanan
prima [(Reliability (Keandalan), Responsiveness (Daya
Tanggap), Assurance (Jaminan), Emphaty (Perhatian
Lebih), Tangibles (Bukti Langsung)] berpengaruh
secara signiikan terhadap kepuasan masyarakat Kota
Malang pada Kantor Dinas Kota Malang sejalan
diberikannya ISO 9001.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
secara parsial semua variabel pelayanan prima
berpengaruh signiikan terhadap kepuasan masyarakat
Kota Malang pada Pelayanan Dinas Perijinan Kota
Malang.
Uji F (Simultan)
Hasil uji hipotesis secara simultan menunjukkan Fhitung
sebesar 190,121 pada tingkat signiikansi sebesar 0,000
dengan Ftabel sebesar 2,45 dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak, Ha Diterima karena memiliki Fhitun > Ftabel.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara bersamasama variabel [(Reliability (Keandalan), Responsiveness
(Daya Tanggap), Assurance (Jaminan), Emphaty
(Perhatian Lebih), Tangibles (Bukti Langsung)]
berpengaruh signiikan terhadap kepuasan masyarakat
Kota Malang pada Dinas Perijinan Kota Malang.
d. Pembahasan analisa Data
Berdasarkan hasil analisis yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa kesimpulan untuk hipotesis 1 adalah
semua variabel pelayanan prima [(Reliability (Keandalan),
Responsiveness (Daya Tanggap), Assurance (Jaminan),
Emphaty (Perhatian Lebih), Tangibles (Bukti Langsung)]
berpengaruh secara signiikan terhadap kepuasan masyarakat
Kota Malang pada Dinas Perijinan Kota Malang.
Faktor dominan yang memengaruhi kepuasan masyarakat
adalah responsiveness pegawai yang melayani pada dinas
perijinan Kota Malang. Jadi sejalan dengan diberikannya
penghargaan ISO 9002 pada Kantor Dinas Perijinan Kota
Malang yang merupakan standard pelayanan maka memang
pamtas Kota Malang diberikan penghargaan itu.
KESiMPulAn
Pengaruh pelayanan prima yang diproksikan oleh
variabel Reliability (Keandalan), Responsiveness (Daya
Tanggap), Assurance (Jaminan), Emphaty (Perhatian
Lebih), Tangibles (Bukti Langsung)] dalam penelitian ini
terbukti berpengaruh secara signiikan terhadap kepuasan
masyarakat Kota Malang pada Dinas Perijinan Kota Malang
jika diuji secara simultan.
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 25–32
Secara parsial, semua variabel pelayanan prima
juga berpengaruh secara signiikan terhadap kepuasan
masyarakat Kota Malang pada Dinas Perijinan Kota
Malang, dan berpengaruh serta berhubungan secara positif,
artinya semakin bagus pelayanan yang diberikan oleh
pegawai Dinas Perijinan, maka juga akan semakin puas
masyarakat atas pelayanan itu.
DAFTAR PuSTAKA
1. Berry, Leonard L. Parasuraman, 1991, Marketing Service:
Competing Through, Quality. New York: The Free Press.
2. Denhardt JV and Denhardt RB, 2003, The new Public Service:
Serving, not Steering. Armonk. Etc.: ME Sharpe.
3. Dwiyanto, Agus, 2001, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia,
Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK),
UGM Yogyakarta.
4. Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Perundang-undangan, 2005,
lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2005 nomor 150,
Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayan
Minimal, Jakarta.
5. Juwono Trisno, Abdullah Pius, 1994, Kamus lengkap Bahasa
indonesia, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
6. Kuncoro, Sudirman dan Sampara Lukman, 1999. “Visi, Misi, dan
Manajemen Pelayanan Prima”. Makalah dalam Lokakarya Strategi
Pengembangan Pelayanan Umum di Lingkungan Pemerintah Daerah,
Cisarua, Bogor.
7. Kotler, P. 2000. Marketing Management. Millennium Edition. New
Jersey: Prentice Hall International, inc.
8. Menteri Hukum dan Hak Asasi RI, 2005, Peraturan Pemerintah
Republik indonesia, no 65 Tahun 2005, tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayan Minimal,
Departemen Kehakiman. Jakarta
9. Mowen, John C. dan Minor, Michael, 2002, Perilaku Konsumen,
Jakarta: Erlangga.
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006, 2006,
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu.
11. Peraturan Walikota Malang Nomor 13 Tahun 2006, 2006, Tentang
Sistem dan Prosedur Tetap Pelayanan Perijinan.
12. Peni Suparto. Drs. M.AP, 2008, Dua Unit Kerja Terima Sertiikat
iso 9001/2000, http://www.pemkot-malang.go.id
13. Standar-Standar Seri ISO 9001:2000. Sistem Manajemen Mutu Konsep dan Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 yang Berdomisili
di Jakarta, Indonesia. QMS
Model Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan
Ekonomi Lokal (Studi pada UKM Pengrajin di Kota Malang)
(Public Emprovement Model Through Local Economic Development Craftman
UKM Study at Malang City)
Syarif Hidayatullah* dan Thomas Djaka SBW**
*
Dosen Prodi Manajemen FE Unmer Malang
** Dosen Prodi Akuntansi FE Unmer Malang
abstrak
Penelitian dilaksanakan di 5 kecamatan Kota Malang selama bulan April 2009 sampai pertengahan Juli 2009 dan dalam penelitian ini
di khususkan pada UKM pengrajin sebagai responden. Penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis Analisis deskriptif, dengan variabel
penelitian antara lain proil usaha, tingkat keberhasilan serta karakteristik pemilik UMKM khususnya pengrajin di Kota Malang, adapun
sampel penelitian ini berjumlah 40 responden. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa secara ekonomi UKM memiliki kontribusi yang nyata
bagi ekonomi keluarga dan hal ini tidak berarti UKM berjalan mulus, berbagai permasalahan juga banyak di hadapi oleh UKM dalam
menjalankan usahanya. Beragamnya permasalahan UKM secara eksternal tidak terlepas dari berbagai masalah yang sedang melilit
perekonomian kita secara makro dan masih lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam pengembangan UKM. Selama ini program
pengembangan UKM yang sebatas program, tanpa keberlanjutan yang nantinya dapat membantu kemandirian UKM tersebut.
kata kunci: UKM, kemandirian dan ekonomi rakyat
abstract
The study was conducted in 5 districts of Malang during April 2009 until mid-July 2009 and in this research in craftsman specialize
in UKM as a respondent. This research was done by using analysis of descriptive analysis, with variables such as business proile, the
success rate and characteristics of UKM owners, especially craftsmen in Malang, as for this sample of 40 respondents. Research results
show that the economy UKM have contributed signiicantly to the family economy and this does not mean that UKM go smoothly, the
various problems faced by too many UKM in business. The diversity of problems UKM are externally inseparable from the problems that
are wrapped around our economy at the macro and still weak commitment of local governments in the development of UKM. During
this program is limited to UKM development programs, without which the future sustainability can help these UKM independence.
key words: UKM, self-reliance and the people’s economy
PEnDAHuluAn
Hakikat pembangunan adalah untuk mensejahterakan
rakyat. Karena konsep pembangunan mencakup
berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat yang
multidimensional dengan bermuara pada kesejahteraan
masyarakat. Membangun kesejahteraan masyarakat
bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
hidupnya, dengan memahami bahwa pembangunan
kesejahteraan harus menghasilkan kemajuan (progress),
berkonotasi dan memandang jauh ke depan. Konsepsi
pembangunan kesejahteraan perlu dipahami sebagai
suatu proses yang melibatkan perubahan-perubahan besar
dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan
nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi,
pengurangan ketidakmerataan, dan pemberantasan
kemiskinan absolut. Karena itu, dalam dinamika membangun
masyarakat yang sejahtera diperlukan pemahaman secara
holistik, agar di dalam praktiknya tidak hanya dipandang
sebagai “aktivitas dan untuk kepentingan ekonomi” (Sanim,
2000).1
Di Indonesia, usaha mikro dan usaha kecil2 telah
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
perekonomian nasional. Implikasinya, program-program
pembangunan, termasuk Sentra Bisnis UKM dipertanyakan;
karena yang dilakukan belum tentu sesuai dengan
kebutuhan nyata (real-needs) masyarakat (lokal). Kalaupun
ada program pembangunan Sentra Bisnis UKM yang
dilaksanakan, praktiknya mungkin belum didasarkan kepada
“scientiic spirit and social responsibility”. Upaya ini perlu
terus dikaji dan ditunjukkan kepada masyarakat. Artinya,
apakah model pembangunan dengan mengembangkan
Sentra Bisnis UKM di Indonesia ini telah mampu menjawab
tantangan mensejahterakan rakyat?
Sanim, B. 2000. Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi dalam Mewujudkan Sistem Ekonomi Kerakyatan Menanggulangi Krisis Nasional. MMA-IPB. Bogor.
Usaha mikro dan usaha kecil sulit untuk dipisahkan karena dalam beberapa hal mempunyai ciri dan sifat yang hampir sama, sehingga banyak lembaga dan banyak studi
masih meletakkan usaha mikro dalam satu kelompok dengan usaha kecil
1
2
Di Indonesia UMKM (usaha mikro) tergolong jenis
usaha marginal, yang antara lain ditunjukkan oleh
penggunaan teknologi yang relatif sederhana, tingkat
modal dan kadang akses terhadap kredit yang rendah,
serta cenderung berorientasi pada pasar lokal. Studi-studi
yang dilakukan di beberapa negara menunjukkan bahwa
UMKM (usaha mikro) mempunyai peranan yang cukup
besar bagi pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja
melalui penciptaan lapangan pekerjaan, penyediaan barang
dan jasa dengan harga murah, serta mengatasi masalah
kemiskinan. Di samping itu, UMKM (usaha mikro) juga
merupakan salah satu komponen utama pengembangan
ekonomi lokal.
Dari hasil program dan keinginan masyarakat, saat
ini usaha kecil dan menengah yang ada di Kota Malang
semakin meningkat baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Dari pertambahan UMKM yang ada di Kota Malang tidak
luput dari kendala dan masalah yang bisanya menyerang
UMKM, sehingga pengembangan UMKM menjadi lambat
perkembangannya. Hingga saat ini perkembangan dari
UMKM maupun produk apa yang menjadi unggulan serta
bagaimana UMKM yang ada bisa bertahan menghadapi
persaingan global masih belum diketahui.
Oleh karena itu, maka perlu dilakukan studi untuk
mengetahui bagaimana perkembangan Sentra Bisnis
UKM yang ada di Kota Malang, faktor pendukung
dan kendala-kendala pengembangan UMKM3 saat ini
dihadapi, keberhasilan usaha untuk merumuskan bentuk
model pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM)
yang efektif. Bertolak dari pemikiran tersebut, maka studi
ini dilakukan dan dirumuskan ke dalam judul: "Model
Penciptaan dan Pemberdayaan Kemandirian Ekonomi
Rakyat Melalui uKM (Studi pada UKM Pengrajin di
Kota Malang)."
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka
tujuan dalam penelitian ini adalah: 1) Mengidentiikasi
dan menganalisis perkembangan UMKM (khususnya
pengrajin) yang ada di Kota Malang; 2) Menganalisis
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh UMKM
(khususnya pengrajin) dalam menjalankan usaha melalui
pendekatan sosioekonomi dan menganalisis akses UMKM
(khususnya pengrajin) terhadap industri keuangan di
kota Malang dilihat dari kebutuhan modal, kemampuan
membayar dan jaminan usaha.
METoDE PEnEliTiAn
a. Rancangan Penelitian
Kajian ini secara empiris meneliti tentang model
pemberdayaan dan penciptaan kemandirian ekonomi rakyat
dan UKM khususnya pengrajin di Kota Malang. Kerangka
3
4
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 33–37
pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan ekonomi dan kelembagaan. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif terutama grounded research. Melalui pendekatan
ini diperoleh pemahaman dan penafsiran yang mendalam
mengenai makna, kenyataan dan fakta yang relevan. Tentu
saja, sesuai dengan pandangan bahwa pendekatan kualitatif
antara lain bersifat deskriptif, data yang dikumpulkan lebih
banyak berupa kata-kata dari pada angka (Moleong, 1989).
Populasi penelitian adalah pengusaha kerajinan di Kota
Malang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
desain survei.
b. lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap UMKM khususnya
pengrajin yang ada di Kota Malang.
c. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini merupakan data primer
dan data sekunder yang berupa: (1) Karakteristik produk
UMKM industri kerajinan di Kota Malang, (2) Karakteristik
pasar UMKM industri kerajinan di Kota Malang (3) Daya
dukung sumber daya lokal daerah UMKM khususnya
pengrajin di Kota Malang, (4) Model pemberdayaan dan
penciptaan kemandirian ekonomi rakyat dan UMKM yang
telah dilakukan pada industri kerajinan di Kota Malang.
d. Metode Penarikan Sampel
Sampel menurut Sugiono (2007)4 mengatakan bahwa
sampel secara sederhana diartikan sebagai bagian dari
populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam
satu penelitian dengan kata lain sampel adalah sebagaian
dari populasi untuk mewakili populasi. Dalam penelitian
ini teknik pengambilan sampel dibagi dalam tiga tahap:
Tahap pertama adalah pengambilan sampel daerah.
Untuk menentukan daerah yang akan dijadikan sebagai
lokasi penelitian peneliti menggunakan metode purposive
sampling yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan
tertentu (Sugiono, 2007:73). Pada tahap ini pemilihan
sampel daerah didasari atas Jenis usaha yang dilakukan
UMKM. Tahap kedua adalah menentukan UMKM
yang dipilih sebagai objek penelitian. Menentukan objek
penelitian pada UMKM terpilih adalah berdasarkan
pertimbangan bahwa UMKM tersebut bergerak pada
bidang pengrajin. Tahap ketiga adalah penentuan kriteria
sampel. Penentuan kriteria sampel dalam penelitian ini
berdasarkan tujuan atau pertimbangan tertentu (purpose or
judgemental sampling), karena peneliti hanya meneliti pada
UMKM yang bergerak pada bidang pengrajin. Agar dapat
memperoleh data sesuai dengan tujuan penelitian, maka
peneliti menggunakan kriteria atau pertimbangan pengrajin
Rustiani, Frida. Pengembangan Ekonomi Rakyat dalam Era Globalisasi: Masalah, Peluang dan Strategi Praktis. 1996. AKTIGA Bandung dan YAPIKA Jakarta
Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung. Penerbit: CV Alfabeta
Hidayatullah dan Djaka: Model perberdayaan masyarakat
sebagai berikut: Barang yang dihasilkan merupakan hasil
kerajinan tangan, dari karakteristik tersebut sampel yang
diambil dalam penelitian ini sejumlah 40 pengrajin.
e. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik yang
digunakan untuk mendapatkan atau mengumpulkan
data yang dapat menjelaskan/menyatakan permasalahan
penelitian secara objektif. Karena data yang diperoleh
peneliti merupakan data sekunder, maka teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah Kuesioner, Wawancara dan
dokumentasi.
f. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan adalah kajian deskriptif, yakni
metode kajian yang meneliti suatu keadaan dengan tujuan
membuat deskripsi dan gambaran secara sistematis, faktual,
dan akurat mengenai fakta-fakta di lapangan pengkajian
serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Tambunan,
2001).5 Berdasarkan pada masalah dan tujuan penelitian,
maka analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan
teknik Analisis deskriptif, Analisis deskriptif digunakan
untuk mendeskripsikan variable-variabel penelitian antara
lain proil usaha, tingkat keberhasilan serta karakteristik
pemilik UMKM khususnya pengrajin di Kota Malang.
Kondisi UMKM
Perencanaan
Potensi
Program
Intervensi
HASil DAn PEMBAHASAn
Perkembangan UMKM di Kota Malang, secara umum
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga
kerja untuk memasuki wilayah UMKM. Kondisi tersebut
sebagian dari potensi yang dimiliki oleh UMKM. Walaupun
secara ekonomi UMKM memiliki kontribusi yang nyata
bagi ekonomi keluarga tidak berarti UMKM berjalan
mulus, berbagai permasalahan juga banyak dihadapi
oleh UMKM dalam menjalankan usahanya. Beragamnya
permasalahan UMKM secara eksternal tidak terlepas dari
berbagai masalah yang sedang melilit perekonomian kita
secara makro dan masih lemahnya komitmen pemerintah
daerah dalam pengembangan UMKM. Selama ini program
pengembangan UMKM yang sebatas program, tanpa
keberlanjutan yang nantinya dapat membantu kemandirian
UMKM tersebut.
Namun secara internal, berdasarkan hasil pemetaan dapat
dilihat berbagai masalah yang sedang dihadapi oleh UMKM
pengrajin. Berdasarkan hasil pemetaan menunjukkan bahwa
sejumlah 70,4% mengalami berbagai masalah internal
dalam menjalankan usahanya, sedangkan sejumlah ada
yang lain seperti UMKM belum mengalami permasalahan
yang berarti dalam menjalankan usahanya. Sedangkan
masalah yang dihadapi oleh UMKM dalam menjalankan
usahanya terbanyak yakni sejumlah 41,88% dari jumlah
Metode
Kegiatan
Peningkatan
Kapasitas SDM
Bantuan Teknis
(Pendampingan, Pelatihan)
Peningkatan Inovasi
& Kewirausahaan
Fasilitasi Akses Kelembaga
Keuangan, Diversifikasi Usaha
& Produk Tek. Tepat Guna
Sumber daya
Manusia
Sumber daya
Alam yang
Melimpah
Kelembagaan
Sosial Ekonomi
Kelemahan
Keterbatasan
Pengetahuan
&Teknologi
Keterbatasan
Sarana &
Prasarana
Keterbatasan
Aksesibilitas
Pemerintah
Daerah
Pihak
Swasta
Kelompok
Masyarakat
Pengelolaan
Kelembagaan
Sosial Ekonomi
Masyarakat
Pembentukan & Penguatan
Kapasitas Kelembagaan
Produk Unggulan
Wilayah
Bantuan Teknis Peningkatan
Kualitas Produk Unggulan
Permodalan Usaha
Fasilitasi Akses Sumber
Permodalan, Kerjasama
Kelompok
Pengembangan
Pemasaran
Jaringan, Akses Pasar &
Promosi
Keluaran
Produk Unggulan
Wilayah Bernilai
Ekonomi Tinggi
Jaringan Pemasaran
Produk
Tumbuhnya Usaha Mikro
yang Handal
Manajemen Pengelolaan
Usaha yang Baik
Pertumbuhan Ekonomi
Wilayah
Kemitraan Usaha
gambar 1. Identiikasi Strategi Pegembangan Perekonomian Daerah (UMKM)
Tambunan, T. 2001. Peranan UKM bagi Perekonomian Indonesia dan Prospeknya. Makalah Presentasi pada Seminar “Strategi Bisnisdan Peluang Usaha bagi Pengusaha Kecil dan Menengah” IFMS dan Lab. Ilmu Administrasi FISIP UI. Jakarta
5
UMKM yang mengalami masalah diakibatkan dari sisi
permodalan dan berikutnya diikuti oleh permasalahan
internal lainnya di antaranya persaingan sebanyak 19,46%
dan sepi pelanggan 15,65%.
Dalam rangka mewujudkan berbagai tujuan tersebut
dibutuhkan kerangka desain pengembangan ekonomi lokal
yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Berdasarkan detail konsep desain pengembangan
ekonomi lokal dan pemberdayaan ekonomi masyarakat,
maka bagian-bagian yang harus menjadi perhatian penting
dan selalu menjadi pijakan dalam melaksanakan kegiatan
antara lain: 1) Masukan, dalam rangka pengembangan
ekonomi lokal, maka hal yang menjadi dasar sekaligus
masukan adalah potensi dan kelemahan yang dimiliki
masing-masing wilayah; 2) Perencanaan, dalam rangka
pengembangan ekonomi lokal, maka dibutuhkan institusi/
kelembagaan yang diharapkan menjadi inisiator/perencana
program pengembangan ekonomi lokal; 3) Program
intervensi, dalam rangka percepatan pengembangan
ekonomi lokal, maka diperlukan program intervensi yang
diharapkan dapat memacu tumbuh dan berkembangnya
aktivitas ekonomi berbasis lokal (UMKM); 4) Metode
Kegiatan, dibutuhkan strategi intervensi dalam rangka
pengembangan ekonomi lokal (UMKM); 5) Keluaran,
adapun keluaran yang diharapkan dari pengembangan
ekonomi lokal (UMKM), antara lain: a) Produk unggulan
wilayah bernilai ekonomi tinggi; b) Jaringan pemasaran
produk; c) Tumbuhnya usaha mikro yang handal;
d) Manajemen pengelolaan usaha yang baik; e) Pertumbuhan
ekonomi wilayah.
Dalam hal pemberdayaan ekonomi masyarakat, faktor
kunci yang harus dilakukan yakni bagaimana menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi masyarakat (UMKM).
Langkah konkrit yang nampaknya perlu dilakukan antara
lain dengan: pelatihan dan pendampingan masyarakat
dalam menciptakan atau mengelola usaha ekonomi di
pedesaan, memikirkan bentuk-bentuk Kemitraan Usaha
bagi usaha ekonomi, memfasilitasi akses permodalan usaha,
penggunaan teknologi tepat guna dan peningkatan kualitas.
Detail langkah pengembangan ekonomi lokal dapat dilihat
pada Gambar 2.
Berdasarkan detail model pengembangan ekonomi
lokal dan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui
pengusaha mikro (UMKM), maka tahapan Pengembangan
Ekonomi Lokal terbagi dalam 4 tahap. Setiap tahapan
merupakan bagian program yang harus diselesaikan
dengan baik dan utuh, sehingga menjadi dasar bagi tahapan
selanjutnya. Adapun keempat tahap tersebut adalah:
1) Tahap Perencanaan, a) Identiikasi Prioritas Kegiatan
Ekonomi yang Memiliki Daya Saing; b) Identiikasi Prioritas
dalam Menciptakan Lingkungan Usaha yang Kondusif;
c) Perumusan Rencana Pengembangan Ekonomi Kawasan;
d) Penyusunan Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis
Operasional; 2) Tahap Pelaksanaan dan Penguatan,
a) Sosialisasi Program di Tingkat Kabupaten; b) Musyawarah
Desa (Musdes); kegiatan ini merupakan; c) Peningkatan
kapasitas kelembagaan; d) Menfasilitasi dan mendampingi
Jurnal Ekonomika, Vol. 4 No. 1 Juni 2011: 33–37
gambar 2. Model Pengembangan Ekonomi Lokal dan
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat.
masyarakat; e) Membentuk Kemitraan Stakeholders;
f) Mempromosikan Klaster; g) Penguatan Kelembagaan
Pengelola Pengembangan Ekonomi Lokal; 3) Tahap
Pemandirian, Tahap pemandirian adalah tindak lanjut dari
tahapan pelaksanaan dan penguatan yang bertujuan untuk
mendorong kinerja kelembagaan ekonomi masyarakat
agar dapat menjalankan kegiatan pengembangan ekonomi
kawasan dengan memanfaatkan sumber daya yang
dimiliki secara optimal. Tahap pemandirian difokuskan
pada pengembangan SDM, modal usaha dan jaringan
pemasaran produk. Pengelolaan pada tahap ini dilaksanakan
secara mandiri oleh masyarakat, dengan pembinaan
dan pengawasan berkala dari pemerintah daerah;
4) Pengendalian Program, Pengendalian program
dilaksanakan untuk memastikan bahwa kegiatan berjalan
sesuai dengan prinsip, sistem dan prosedur yang telah
ditetapkan, berhasil secara optimal, dan mempunyai
dampak yang cukup strategis. Pengendalian program
meliputi pelaporan, pengawasan publik, monitoring dan
evaluasi. 5) Pendampingan, Pendampingan dilaksanakan
untuk memfasilitasi pengelolaan program sehingga dapat
berjalan secara optimal sesuai dengan mekanisme, sistem
dan prosedur yang ada.
Hidayatullah dan Djaka: Model perberdayaan masyarakat
Dengan tujuan, keluaran, prinsip pendekatan dan
tahapan yang telah disebutkan di atas, Pengembangan
Ekonomi Lokal masih memerlukan beberapa hal berikut
ini agar bisa diterapkan dengan baik, 1) Komitmen yang
kuat dari bupati/walikota dan pemimpin pemerintahan
dan usaha di tingkat lokal; 2) Semangat dan upaya yang
keras dari pemerintah dan bisnis dalam menerapkannya;
3) Kemauan stakeholders untuk membentuk kemitraan
dan menyerahkan sepenuhnya waktu dan upaya yang
tersedia; 4) Adanya Participatory Planning Advisor (PPA)
untuk mengkoordinir kegiatan dan mendukung kemitraan
stakeholders; 5) Adanya profesional atau tenaga ahli
selaku pendamping dalam bidang pengembangan ekonomi
lokal dalam mendampingi stakeholders dan memfasilitasi
proses; 6) Adanya dukungan dana untuk kegiatan kemitraan
stakeholders berikut dana untuk merekrut PPA dan
profesional yang dibutuhkan.
penyertaan modal untuk membeli bahan baku sedikit maka
bahan baku akan dibeli secara tentatif di daerah sekitar.
(5) Permasalahan yang sedang dihadapi oleh UMKM seperti
masalah internal dalam menjalankan usahanya, masalah
diakibatkan dari sisi permodalan Kebutuhan akan modal
bagi para UMKM menunjukkan kebutuhan modal usaha
dalam bentuk bantuan kredit. Namun terdapat UMKM
yang teridentiikasi yang tidak membutuhkan kredit dengan
berbagai alasan antara lain kesulitan untuk membayar,
kesulitan akses terhadap lembaga keuangan, masih
tingginya suku bunga lembaga keuangan serta keinginan
untuk mendapatkan bantuan modal lunak (dengan bunga
ringan).
KESiMPulAn
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang menjadi sampel
penelitian di Kota Malang, dapat disimpulkan (1) penelitian
ini dilakukan untuk melihat potensi, masalah dan peluang
usaha bagi UMKM khususnya Pengrajin yang ada di Kota
Malang. Penelitian dilakukan di 5 (lima) Kecamatan yang
ada di Kota Malang, Kecamatan Sukun, Kecamatan kedung
kandang, Kecamatan Lowokwaru, Kecamatan Klojen
dan Kecamatan Kedungkandang. (2) Dalam pengelolaan
usaha khususnya dalam memproduksi barang yang akan
dihasilkan UMKM tidak terlepas dari sentuhan teknologi
yang akan digunakan, hal ini dilakukan untuk membantu
UMKM setiap aktivitas produksi sehingga kegiatan
bisa dilakukan dengan cepat, tepat, efektif dan eisien.
(3) Di dalam penyerapan tenaga kerja senantiasa diimbangi
dengan kemampuan tenagakerja yang ada dan disesuaikan
dengan teknologi yang akan digunakan, sehingga dalam
aplikasinya tenaga kerja yang ada tidak bingung lagi atau
membutuhkan penyesuaian waktu, karena bila hal ini
terjadi maka kegiatan usaha akan mengalami gangguan.
(4) Penyediaan modal juga memengaruhi di mana bahan
baku yang akan dibeli, seperti bila modal yang akan
dibelikan bahan baku besar maka bahan baku akan
dibeli secara banyak (dalam skala) besar, namun bila
DAFTAR PuSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
, 2002. Kebijakan dan Pengembangan Industri Nasional.
Penerbit Direktorat Jenderal Industri Kecil. Departemen Perindustrian
dan Perdagangan. Jakarta.
, 2002. Pola Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil.
Penerbit Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Dagang Kecil,
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta.
Hanan, A. M. 2003. Sambutan Menteri Negara Koperasi Uasaha Kecil
dan Menengah. Makalah pada Seminar sehari Alih Teknologi dalam
Pengembangan usaha Kecil Menengah dan Agrobisnis. Jakarta ,
26 mei.
Ikhsan, A. 2001. Pola Pembinaan Industri Kecil Menengah; Makalah
Seminar Nasional Teknik Industri Peran dan Profesi Pendidikan
teknik industri dalam Mewujudkan Kemandirian usaha Kecil
dan Menengah. Jakarta.
Irzan. A. S. 1986. Industri Kecil Sebuah Tinjauan dan Perbandingan.
Penerbit LP3ES, Jakarta. 70.
Jumhur, A. A. 2001. Model Pengembangan Industri Kecil; Makalah
Seminar Nasional Teknik Industri Peran dan Profesi Pendidikan
Teknik industri dalam Mewujudkan Kemandirian usaha Kecil
dan Menengah. Jakarta.
Sjaifudian, H. H, D. Maspiyati. 1995. Strategi dan Agenda
Pengembangan Usaha Kecil, Penerbit Yayasan Akatiga, Bandung.
Staley, E. dan Morse R. 1988. Modern Small industri for
Developing Countries. McGraw-Hill, New York.
Tambunan, T. 1999. Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia,
Penerbit Mutiara Sumber Widya. Jakarta.
Tambunan, T. 2001. Peranan uKM bagi Perekonomian indonesia
dan Prospeknya. Makalah Presentasi pada Seminar “Strategi Bisnis
dan Peluang Usaha bagi Pengusaha Kecil dan Menengah” IFMS dan
Lab. Ilmu Administrasi FISIP UI. Jakarta
Sanim, B. 2000. usaha Kecil, Menengah dan Koperasi dalam
Mewujudkan Sistem Ekonomi Kerakyatan Menanggulangi Krisis
nasional. MMA-IPB. Bogor.
Winardi. 1990. Tenaga Terampil Masih Terbatas. Penerbit Media
Graika Jakarta.