Jump to ratings and reviews
Rate this book

Anak Bajang Menggiring Angin

Rate this book
"Terimalah perhiasanku ini, Nak," kata Dewi Sukesi. Dan perempuan tua ini pun mengalungkan untaian kembang kenanga di dada Kumbakarna! Mendadak alam pun membalik ke masa lalu. Tanpa malu-malu. Jeritan kedukaan menjadi madah syukur sukacita. Bermain-main anak-anak bajang di tepi pantai, padahal kematian sedang berjalan mengintai-intai. Gelombang lautan hendak menelan anak-anak bajang, tapi dengan kapal kematian anak-anak bajang malah berenang-renang menyelami kehidupan. Hujan kembang kenanga di mana-mana, dan Dewi Sukesi pun tahu, penderitaan itu ternyata demikian indahnya. Di dunia macam ini, kebahagiaan seakan hanya keindahan yang menipu. Sukesi terbang ke masa lalunya, ke pelataran kembang kenanga. Ia tahu kegagalannya untuk memperoleh Sastra Jendra ternyata disebabkan oleh ketaksanggupannya untuk menderita. Ia rindu akan kebahagiaan yang belum dimilikinya, dan karena kerinduannya itu ia malah membuang miliknya sendiri yang paling berharga, penderitaannya sendiri. Dan pada Kumbakarna lah kini penderitaan itu menjadi raja.

Sejak penerbitannya yang pertama, buku Anak Bajang Menggiring Angin ini sangat disukai para pembaca. Oleh banyak pengamat sastra, buku ini dianggap sebagai kisah wayang yang bernilai sastra. Pengarang menimba ilham penulisan buku ini dari kisah Ramayana, yang hidup dalam masyarakat Jawa.

Karena gaya bahasa sastranya yang khas, karena imajinasi simboliknya yang kaya, dan karena penggalian makna-makna filosofis yang dalam, buku ini tak dapat dianggap sebagai sekadar salah satu versi dari kisah Ramayana, melainkan sebagai penciptaan kembali kisah tradisional Ramayana ke dalam bentuk sebuah kisah sastra. Buku ini menampilkan suatu kisah, yang mengandung sesuatu kemustahilan, sesuatu yang asing bagi pengalaman biasa, sesuatu impian kosong bila dipandang dari kenyataan harian manusia. Tapi kekuatan dari karya sastra ini justru terletak dalam menampilkan impian-impian itu menjadi suatu jalinan kisah insani, yang membuat impian-impian itu tampil sebagai cita-cita yang dirindukan manusia. Siapa dapat memastikan : apakah kenyataan itu sesungguhnya impian dan impian itu justru sesungguhnya kenyataan? Karya sastra ini memberi harga yang mahal dan nilai yang tinggi terhadap impian manusia.

363 pages, Paperback

First published January 1, 1983

Loading interface...
Loading interface...

About the author

Sindhunata

46 books88 followers
Dr. Gabriel Possenti Sindhunata, SJ, or just simply call him Romo Sindu is an Indonesian Catholic priest, also an editor for local culture magazine "Basis". He also worked as journalist for national newspaper, especially for commenting football review and culture issues. His famous work was "Anak Bajang Menggiring Angin".

Bibliography:
* Segelas Beras untuk Berdua, Penerbit Buku Kompas (2006)
* Dari Pulau Buru ke Venesia, Penerbit Buku Kompas (2006)
* Petruk Jadi Guru, Penerbit Buku Kompas (2006)
* Kambing Hitam: Teori Rene Girard (2006)
* Ilmu ngglethek Prabu Minohek(2004)
* Mengasih Maria: 100 tahun Sendangsono (2004) as editor
* Air Kata-kata (2003)
* Jembatan Air Mata: Tragedi Manusia Pengungsi Timor Timur (2003)
* Bola di balik bulan: Catatan sepak bola Sindhunata (2002)
* Long and Winding Road, East Timor (2001)
* Pendidikan: Kegelisahan Sepanjang Zaman: Pilihan Artikel Basis (2001) - as editor
* Membuka Masa Depan Anak-anak kita: Mencari Kurikulum Pendidikan Abad XXI (2000)
* Menggagas Paradigma Baru Pendidikan: Demokratisasi, Otonomi, Civil Society, Globalisasi (2000) - as editor
* Sumur Kitiran Kencana: Karumpaka ing Sekar Macapat Dening D.F. Sumantri Hadiwiyata (2000)
* Sakitnya Melahirkan Demokrasi (2000)
* Bisikan Daun-daun Sabda (2000)
* Tak Enteni Keplokmu: Tanpa Bunga dan Telegram Duka (2000)
* Bayang-bayang Ratu Adil (1999)
* Menjadi Generasi Pasca-Indonesia: Kegelisahan Y.B. Mangunwijaya (1999) - as editor
* Pergulatan Intelektual dalam Era Kegelisahan: Mengenang Y.B. Mangunwijaya (1999) - as editor
* Cikar Bobrok (1998)
* Mata Air Bulan (1998)
* Sayur Lodeh Kehidupan: Teman dalam Kelemahan (1998) - as editor
* Sisi Sepasang Sayap: Wajah-wajah Bruder Jesuit (1998)
* Semar Mencari Raga (1996)
* Aburing kupu-kupu kuning (1995)
* Nderek Sang Dewi ing Ereng-erenging Redi Merapi (1995)
* Hoffen auf den Ratu-Adil: das eschatologische Motiv des "Gerechten Königs" im Bauernprotest auf Java während des 19. und zu Beginn des 20. Jahrhunderts (1992) - disertasi
* Baba Bisa Menjadi Indonesier: Bung Hatta, Liem Koen Hian, dan Sindhunatha, Menyorot Masalah Cina di Indonesia (1988)
* Anak Bajang Menggiring Angin (1983)
* Bola-Bola Nasib: Catatan Sepak Bola Sindhunata

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
698 (51%)
4 stars
418 (30%)
3 stars
187 (13%)
2 stars
41 (3%)
1 star
16 (1%)
Displaying 1 - 30 of 170 reviews
Profile Image for mahatmanto.
537 reviews38 followers
April 7, 2021
ini kisah lama, orang sudah hapal jalan ceritanya, sehingga yang pantas jadi perhatian kita adalah bagaimana penulis mengisahkan kembali kisah ini.
mungkin justru dari status penulis yang rohaniwan itulah maka kisah ramayana mendapatkan tafsiran yang baru dan memikat dalam buku ini.
di sini tokoh utamanya bukan rama, shinta atau laksamana, namun hanuman, makhluk yang senantiasa mendamba kepenuhannya sebagai manusia, tapi tidak diperkenankan dewa.
hanuman tetap setengah manusia setengah kera dengan jiwa dari dewata.

ini merupakan posisi 'perbatasan' yang juga sedang dihayati oleh seorang rohaniwan yang hidupnya di dunia tapi jiwanya bukan berasal dari dunia ini.

"anak bajang nggiring angin, anawu banyu segara" begitu dendang ki dalang di tengah malam pertunjukannya. "raksasa kerdil menggiring angin dengan hanya menggunakan sebatang lidi, dan menguras isi laut dengan hanya menggunakan batok kelapa berlubang tiga di tengahnya".
suatu tindakan -yang berkesan- sia-sia, tapi harus dikerjakan.

ini mengingatkan saya pada kisah st.agustinus ketika bergumul hendak memahami tuhan.
lalu di pantai ia bertemu dengan anak kecil dengan batok di tangannya. ketika beliau tanya "ngapain kamu?" dijawab si anak "aku mau menguras samudra ini".
"mana mungkin, nak?"
lalu disambarlah oleh si anak dengan mengatakan "mana mungkin bapak memahami tuhan dengan akal budi yang sekecil batok kepala?"

buku ini ditaburi banyak kata-kata indah, sehingga membacanya bikin kita tertahan-tahan.
saking banyaknya sehingga tidak semua bisa saya ingat. hanya dalam hubungannya dengan tema 'perbatasan' tadi, saya lalu merasa terkesan sekali pada bagian lain, ketika hanuman di awan merasa diayun-ayun antara langit dan bumi, seperti dibuai dan diakui statusnya yang di 'perbatasan' itu di hadapan dewa dan manusia.

buku ini bukan melulu kisah dari suatu peristiwa di luar diri pengisahnya. saya menempatkannya sebagai semacam refleksi personal penulisnya. barangkali begitu...
Profile Image for Pandasurya.
177 reviews109 followers
August 1, 2011

Ketika cinta masih butuh pengorbanan, apakah itu masih cinta namanya?

Buat mereka di luar sana dan di dalam sini yang sedang galau, gundah gulana karena cinta, atau yang pernah/sedang patah hati terluka karena cinta, mari sini berkumpul kemari dan dengarkan kisah ini.

***

Suatu kali di sebuah hutan rimba raya, Laksmana berbicara pada kakaknya Rama yang sedang dirundung duka karena istrinya Dewi Sinta diculik Rahwana.

“Kakakku, adakah kelopak bunga mekar kalau belum musimnya? Dan masakan mega mengisi angkasa kalau tiada maksudnya? Siapakah yang mempertemukan cinta lelaki dan wanita kalau bukan perpisahan? Hidup ini beredar, Kakakku, bagaikan angin Dewa Bayu. Dalam kehidupan yang berjalan inilah pertemuan dan perpisahan berpadu,” kata Laksmana.

“Maka ingatlah, Kakakku, sebenarnya dalam perpisahan pun berada cinta. Malah cinta itu akan makin mekar di sana. Janganlah kau memisahkan kelemahan dan kekuatan, kejelitaan yang bahagia dan ketabahan yang menderita, kejujuran dan kepura-puraan. Tidakkah kau akan bangga, jika nanti kau melihat kekasihmu kuat karena kesendiriannya daripada lemah karena kalian selalu berdua? Bukankah ketabahan yang menderita akan membuat hatinya menjadi nirmala, melebihi kejelitaan lahirnya yang hanya sepintas kelihatan bahagia. Dan percayalah kejahatan dunia ini adakalanya terpaksa menantang orang untuk berpura-pura cinta terhadap orang lain demi kejujuran cintanya pada kekasihnya,“ kata Laksmana lagi. (h. 130)

“Kakakku, camkanlah ini. Cinta itu bukan untuk memiliki kekasih hatinya seperti apa adanya. Cinta itu mengharuskan seorang rela membiarkan kekasihnya berkembang hidupnya. Dan itu semuanya akan makin terjadi justru dalam perpisahan. Dan, kakakku, justru dalam perpisahan itulah kau akan merasa apa sesungguhnya cinta,” jawab Laksmana. (h. 131)

“Dalam penderitaan sering orang tergoda oleh kerinduan akan bayang-bayang kebahagiaan, padahal kebahagiaan sejati ada dalam penderitaan kita sendiri. Dan dalam kesunyian di mana kita sudah diasaingkan dari keramaian ikhwal dunia dengan segala godaannya, bisa saja muncul keramaian yang kita ciptakan dari hati kita sendiri. Keramaian macam itu adalah angan-angan bohong, Kakakku, karena justru pada saat sunyi macam inilah kita seharusnya mengalami hakekat kita yang sejati.” (h. 118)

***

Sebagaimana dongeng fantasi, kisah buku ini memang bisa dibilang lebay. Cara penuturannya pun diungkapkan dengan rangkaian kata-kata indah-lebay namun penuh makna yang bisa digali, penuh perumpamaan dan banyak isyarat yang tersirat. Oleh karena itulah bagi sebagian orang mungkin buku ini memang bahasanya tidak mudah dipahami dan dicerna.

Dalam kisah ini terkandung berbagai gambaran mengenai pergulatan manusia dalam menjalani kehidupan, penderitaan, kekuatan, kekuasaan, kesendirian kesunyiannya, juga tentang cinta dan pengorbanan.

Plot utamanya adalah berkisah tentang upaya Rama merebut kembali atau menyelamatkan Dewi Sinta yang diculik Rahwana. Untuk itu maka Rama menempuh jalur perang tumpah darah antara pasukannya yaitu balatentara kera melawan pasukan raksasa pimpinan Rahwana sang raja Alengka.

“Laksmana, adakah adil bila menenggelamkan berjuta-juta balatentara dalam samudra darah hanya demi seorang wanita?” tanya Rama tak menentu hatinya.
“Itulah, Kakakku, keanehan hidup ini. Justru dalam kengerian itulah keindahan nampak makin bernyala-nyala.”
“Laksmana, apa maksudmu?”
Cinta pun perlu mandi dalam darah supaya ia menjadi mutiara.
Rama ragu-ragu mendengar jawaban Laksmana itu.
“Perang ini bukanlah kisah riwayat Rama yang hendak memperebutkan Dewi Sinta, kekasihnya. Perang ini adalah sejarah manusia yang ingin mewujudkan kesempurnaannya. Kau dan Dewi Sinta hanyalah lambang, Kakakku. Sedangkan kenyataan yang sebenarnya adalah kehidupan itu sendiri.” (h. 256-258)

***

Kehidupan dan kematian itu saling mencinta dan melengkapi menuju kesempurnaan dan kebahagiaan sejati, maka bukankah tak ada hukuman yang lebih berat lagi daripada hidup yang tak dapat mati? (h. 350)

Dan sebagai penutup dari kisah ini, ketika perang telah usai, ketika Dewi Sinta akhirnya masuk tenggelam dalam jilayan kobaran api atas permintaan Rama demi membuktikan kesuciannya, di tengah kekejaman dan kesedihan itu nampak anak-anak kera dan anak-anak raksasa riang bermain bersama-sama. Kegembiraan mereka seolah mengejek: kisah dan riwayat yang dialami orang tua mereka ternyata hanyalah mimpi yang berakhir dengan kesia-siaan belaka.(h. 362)

***

Membaca kisah ini sesungguhnya menambah banyak pengetahuan sekaligus membuka banyak pertanyaan bagi saya. Pengetahuan yang saya dapat dari buku ini misalnya saya jadi tau tentang kisah asal-usul sejumlah tokoh di dunia wayang seperti Rama, Sinta, Rahwana, Anoman dan lain-lain. Sedangkan sejumlah pertanyaan yang muncul di antaranya: dari mana asal-usul atau bagaimana sejarah wayang sebenarnya? Sementara saya yang lahir di negeri ini dan tentu juga sebagian besar rakyat negeri ini sejak kecil sudah tau dan pernah melihat apa itu wayang. Hingga hari ini yang saya tau kisah pewayangan memang diambil dari kisah Mahabarata dan Ramayana yang katanya berasal dari negeri India. Dari situ pula maka bisa timbul sejumlah pertanyaan berikutnya: dari mana asal usul kisah Mahabarata dan Ramayana itu sendiri? Siapa pengarangnya? Lalu mengapa dan bagaimana kisah itu bisa menjadi kisah pewayangan turun-temurun sampai ke masa kini? Apakah kedua kisah itu asal mulanya seperti juga banyak kisah/dongeng rakyat pada umumnya yang berkembang dan beredar dari mulut ke mulut sejak zaman orang2 tua atau nenek moyang dahulu?

Selain itu saya juga masih belum mengerti kenapa buku ini berjudul “Anak Bajang Menggiring Angin”? Apa kaitan judul dengan isi kisah buku ini? Apa maksud atau makna yang terkandung dari judul tersebut terhadap keseluruhan kisah dalam buku ini? Dan awalnya juga saya tidak tau apa arti kata ‘anak bajang’ itu sendiri.

Rasanya untuk mendapatkan jawaban dari sejumlah pertanyaan itu saya harus mencari informasi dari buku-buku/tulisan/referensi/literatur yang membahas mengenai pewayangan dari mulai asal-usul hingga ke berbagai aspek yang terkandung di dalamnya. Hal ini juga tentu akan sedikit banyak berkaitan dengan riwayat sejarah negeri ini yang sempat mengalami periode peradaban Hindu yang katanya berasal dari India.

***

Dari Lubuk Hati

Matahari, Bulan, Bintang, Kemarin,Esok, sampai Hari ini
Semua masa lalu yang kan Datang dan Pergi,
juga Gunung,Laut, JalanSetapakPepohonan,
Tanah dan SungaiAirMata,
Kan mengiringi SegarisNasib, SejumputHarapan, Belajar dari Kesia-siaan,
Riwayat,Sejarah, kadang Gelap kadang Terang
seperti Pagi
yang terbit dari LubukHati

Pandasurya, Juli 2011


***
akhirnya dapet di Togamas Bandung, tinggal satu2nyah..setelah sempat panik menyesal karena di BBC udah gak ada..
Profile Image for Arinamidalem.
106 reviews7 followers
January 2, 2009
Alkisah raja negeri Lokapala Prabu Danareja jatuh hati kepada Dewi Sukesi, putri raja Alengka Sumali. Begawan Wisrawa –ayah sang prabu– lantas datang ke Alengka bermaksud meminang Dewi Sukesi untuk anaknya tercinta.

Wahai Begawan nan rupawan
Elok nian paras dan tutur mu..
Duh Dewi si keras hati
Tinggi sekali maumu..
Namun manusia hanya manusia..
Seringnya kalah oleh godaan
Oh nafsu..

Niat meminang justru jadi bersenang-senang, tak kuat begawan dan sang Dewi menahan cobaan dari Batara Guru. Tak kuat menahan hawa..ehmmm.

Betapa hancur hati Danureja dan istri sang begawan - Dewi Lokawati.

Petaka bermula dari sini, dosa Wisrawa dan Sukesi melahirkan anak-anak raksasa ; Rahwana si muka sepuluh (dasamuka), Kumbakarna (raksasa sebesar gunung Anakan), Sarpaneka (raksasa wanita yang tidak sedap baunya) dan terakhir Wibisana yang satu-satunya berwujud manusia sempurna yang baik dan bijaksana.
……
Kisah berlanjut pada keluarga Resi Gotama dan Dewi Windradi. Tidak disebutkan ada di negeri mana, setting berada di pelataran dengan sungai kecil dan gadis kecil Retna Anjani sedang manangkapi awan-awan (duh gusti hebatnyaaa.. awan bisa ditangkap. Bukan mas Awan lho ;)

Anjani yang tertangkap basah sedang bermain-main dengan cupu wasiat – cupu manik astagina, menjadi awal mulanya penderitaan keluarga ini. Cupu tersebut pemberian ibunya. Namun Dewi Windradi enggan memberitahu Resi Gotama bahwa cupu tersebut diberi oleh mantan kekasihnya di kahyangan Batara Surya.

Dewi Windradi dikutuk oleh suaminya menjadi batu dan dilempar hingga ke Alengka.
Retna Anjani menjadi kera, yang kemudian mendapat anak dari Batara Guru yaitu Anoman. Dua kakak Anjani, Guwarsa dan Guwarsi berwujud kera juga dan berubah nama menjadi Subali dan Sugriwa. Alasan perubahan nama tidak ada dalam buku, kalau mau tau ya mesti cari di kitabnya.. (silahkan…;)
……
Klimaks cerita adalah anggota kerajaan Ayodya.

Rama, Sinta dan Laksamana harus berhadapan dengan keluarga turunan mantan Begawan Wisrawa dan Sukesi. Rahwana menculik Dewi Shinta dan membabi buta menghabisi siapa saja yang menghalangi niatnya.

Mujur Rama dan Laksamana mendapat dukungan dari keluarga turunan Resi Gotawa. Yaitu Anoman, Sugriwa dan Anggada (anak Subali) , serta pasukan kera yang siap menghancurkan Alengka.

Dewi Sinta yang sangat setia dan selalu menjaga cintanya terhadap Rama mesti berurusan dengan raksasa bengis. Siapa yang sangggup membayangkan bermesraan dengan Rahwana, Shinta lebih baik mati daripada menjadi pelayan nafsu si Dasamuka.

Namun berbeda dengan suaminya- Rama menyimpan keraguan akan keutuhan cinta Shinta. Betapa sedih dan terpukulnya Shinta saat Anoman memintanya untuk mengenakan cincin titipan Rama, guna mengetes kesuciannya. Wahai Rama, pikirlah lagi.. kesucian yang mana? Kau kan yang membuatnya bukan gadis lagi.. (iya kan?) Cincin itu menyala begitu terangnya..

Batu menyala namun hatinya miris, sang suami meragukannya hingga perlu bukti. Padahal kala Rama memakai kalung permata titipan Sinta melalui Anoman – nyalanya hanya redup saja..uhhh ;(

Bagaimanapun juga pencarian terhadap Sinta tetap berjalan. Rama dan pasukan kera berhasil mengalahkan Alengka, hingga membinasakan Rahwana – si lambang kejahatan utama – namun ia tidak mati, tidak bisa mati. Kejahatan selalu ada supaya kebaikan punya faedah.

Setelah perjuangan yang memakan banyak nyawa tersebut, betapa mengagetkan reaksi Rama terhadap Sinta. Sudah nyala api cintanya redup tapi angkuh, sombong. Peribahasa sombong adalah rendah diri yang di tutupi..sepertinya benar. Kadar cintanya sudah lebih rendah dibanding Sinta, tapi masih bisa minta pembuktian dari sang istri.

Hai satria agung….
Yang katanya berbudi luhur.. (katanya lho..)
Apa lebih mu dari yang lain
Bila kesucian fisik itu yang terpenting..
Apa lebih mu dibanding Rahwana?
Tiadakah cinta dihati dan kesetiaan lebih berarti?

Rahwana jelas-jelas jujur dengan keinginannya, yaitu Sinta – mungkin secara fisik itu yang paling jelas, tapi siapa tau dia benar2 jatuh cinta dengan Sinta? (mana kita tau) Sehebat-hebatnya Rahwana, dia mampu menahan diri, menghormati Sinta dengan tidak menyentuhnya hingga Sinta bersedia or hingga tak ada lagi cara lain (mungkin). Kalau Rahwana nekat, apa susahnya menekan seorang wanita lemah gemulai seperti Sinta? Tapi justru dia tidak memaksakan kehendak dan masih mau tawar2an.. cukup gentle kan? (yah, utk ukuran karakter antagonis)
disagree? ok,Hold your comment until you read the book and get to Rama’s part and Sinta.. see how Rama acts at the end. Let’s see your comment then… ;p

Enjoy the book !!!
Profile Image for Christan Reksa.
172 reviews9 followers
June 19, 2019
Dua hal yang membuat saya sejatinya merasa tidak layak me-review novel indah ini: pertama, saya hanya tahu kisah Kakawin Ramayana dari luarannya saja, sehingga tidak datang dari latar belakang yang kuat soal kisah ini untuk mengulas penceritaan di novel ini dibandingkan penceritaan lainnya, dan kedua, perbendaharaan kosakata saya tidak cukup luas untuk bisa menilai luar biasanya penggunaan diksi indah yang menghiasi novel ini.

Membaca novel ini memberikan kepada saya sudut pandang dan kedalaman yang baru soal kisah Rama dan Sinta: bahwa bahkan sejatinya mereka bukanlah tokoh yang terutama, melainkan Anoman dalam kesucian dan kerinduannya akan kesempurnaan, dan Rahwana dalam nafsunya akan kekuasaan, birahi, serta kejayaan. Benar bila dikatakan bahwa kisah cinta sang lelaki dan perempuan hanyalah perlambang saja (walaupun ketahanan Sinta dalam penderitaan dan perjuangan Rama bersama Laksmana dan balatentara kera juga layak dipetik pelajarannya); sejatinya ini adalah kisah perlawanan kebaikan, ketulusan, dan kerinduan akan dunia yang lebih baik melawan penindasan para penguasa yang tinggi hati dalam apa yang mereka punyai.

Romo Sindhu jelas sangat paham kisah dan filosofi Jawa, sehingga artikulasinya begitu luas, bahkan dengan pelan-pelan filosofi Jawa dalam kisah ini diceritakan dan dihayati dalam berbagai kiasan nan hiperbolis namun begitu. Saya menutup buku ini dengan mulut ternganga, penuh kekaguman akan begitu dalamnya kisah ini dituturkan. Mungkin saya memang tidak bisa menangkap sepenuhnya, namun cukup untuk menyegarkan nurani yang haus akan pengharapan.
Profile Image for Delasyahma.
242 reviews138 followers
April 1, 2019
Aku baru pertama kali membaca buku tentang pewayangan dan sejauh mata memandang aku sangat menyukai buku ini. Cara bercerita yang puitis dengan diksi yang indah membuat buku ini sangat enak dibaca dan dinikmati. Ya walaupun, buku ini bukan tipe buku yang dapat di baca sekali duduk. Karena aku memang bukan pembaca yang mudah paham buku2 yang "nyastra", jadi aku butuh waktu lebih lama.

Buku ini, menceritakan tentang Rama dan Sinta, kisah yang diawali oleh para pendosa yang melahirkan anak-anak yang menjadi jahat akibat perbuatan dosa orang tua mereka. Anak2 itu menjadi raksasa yang jahat yang akhirnya akan berurusan dengan Rama.
Termasuk Rahwana, raja Alengka yang akan menculi Dewi Sinta di hutan. Disanalah konflik dimulai, ketegangan dan keseruan buku ini mulai terasa di bagian2 perebutan Dewi Sinta tersebut.

Banyak nasehat dan petuah2 dalam buku ini dan sejauh ini bisa aku terima dan jadikan pengetahuan.

Tapi, jika feminis membaca buku ini pasti akan banyak kritikan. Karena dalam buku ini mengandung unsur wanita yang cukup kuat. Dimana beberapa bagian mungin akan bersinggungan dengan apa yang sedang kaum feminis perjuangkan. Apalagi beberapa bagian menjelang ending.
Dan menurutkupun endingnya menggantung.


Rate : 3,8/5 Bintang.
Profile Image for Joe Satrianto.
35 reviews2 followers
March 17, 2013
Antum suka cerita wayang (Jawa)? Tidak? Tidak mengapa. Aku cuma mau bilang kalau aku suka cerita wayang, kok. Tapi apa antum tau cerita wayang? Mungkin iya, kan, meskipun nggak terlalu detail? Yaaa… Mau bagemana lagi, coba? Memang susah, kok, nyari anak muda – yang bahkan ngaku orang Jawa – yang segenerasi dengan aku, atau malah di bawahku, yang bisa apal sama tokoh-tokoh wayang sebanyak 1 kotak itu.

Susah nemuin anak muda yang bisa njawab “Kalanadah” kalo ditanya apa nama kerisnya Gatotkaca. Itu sama susahnya nyari anak muda yang tau kalo nama kahyangannya Sang Hyang Wenang itu adalah Alang-alang Kumitir, atau juga siapa namanya Bambang Sumantri setelah dia diangkat jadi patihnya Prabu Harjuna Sasrabahu? Ah, kayaknya cuma sedikit yang tau kalo gelarnya Sumantri adalah Patih Suwanda.

Oke, nggak pa-pa. Nggak perlu berkecil hati. Masih mending kalo nggak tau tapi diem aja, daripada udah nggak tau tapi berlagak sok tau. Soalnya kalau mendapati jenis manusia yang terakhir, misalnya kemarin-kemarin ini lewat sebuah sinetron kacangan di tipi dengan judul “Gatot Kaca”, aku jadi suka nggak tahan untuk tidak geli.

Baiklah… Bolehlah kita bilang kalo segala yang terjadi di dalam sinetron kampret itu adalah sebuah proses kreatif yang jadi hak prerogatif sang sutradaranya. Tapi tetap saja aku ngerasa janggal ketika mendapati bahwa yang jadi musuh abadi si Gatot di sinetron itu adalah Rahwana. Yang bener aja donk, Oom? Mas Gatot dan Rahwana itu adalah 2 tokoh dari 2 generasi yang jauuuh berbeda dan bersumber dari 2 buah karya sastra yang berbeda pula. Yang pertama hidup di jaman Mahabarata dan yang terakhir di jaman jauh-jauh-jauh sebelumnya: Ramayana. Jadi kenapa musuhnya Gatot nggak dibikin bernama Bomanarakasura? Ah, jangan-jangan Oom Sutradara ndak tau tentang hal ini, ya?

(Tapi aku ndak nyaranin juga kalo musuhnya si Gatot dibikin berjudul Adipati Karna lho ya. Kalo macam gitu, ending sinetronnya, Mas Gatot harus mati, soale)

Yak! Cukup sampai di situ saja ketidak-habis-pikiranku tentang sebuah sinetron berjudul “Gatot Kaca” itu tadi. Sekarang aku cuma mau ngasih tau kalo ada sebuah novel bagus yang berjudul “Anak Bajang Menggiring Angin” karangannya Romo Sindhunata.

Isinya memang cerita wayang yang mengadaptasi Ramayana, kok. Hanya saja, apakah latar-belakang antum ini sebelumnya paham cerita wayang ataupun nggak, asal antum menyukai rangkaian kata-kata indah yang jauh dari kesan blak-blakan, novel ini sangat layak buat dijadiin bacaan.

Novel ini sebenernya sudah dicetak-ulang beberapa kali. Yang sekarang mejeng di rak bukuku sendiri adalah cetakan kelima sejak terbit pertama kali tahun 80-an. Punyaku bersampul warna merah. Tapi kalo sampeyan nyari ke Gramedia sekarang-sekarang ini, niscaya sampeyan akan mendapati bukunya bersampul warna hitam.

Novel ini juga seakan-akan pengen merumuskan hakikat cinta. Berulang-kali masalah cinta dibahas di situ. Memang nggak heran, wong aslinya cerita Ramayana, kan, bersumber dari konflik cinta. Cuma saja, di novel ini dikisahkan kalau cintalah yang akhirnya menguraikan segala permasalahan.

Ente mungkin sudah tau kalo Anoman adalah kera putih nan sakti, panglima perangnya Prabu Rama waktu menyerbu Alengka. Ente mungkin juga bisa menyebutkan kalo ditanya siapa saja tokoh-tokoh wayang protagonis yang terkenal sakti dan populer? Biasanya, selain Anoman itu tadi, jawaban umum yang kutemui adalah Arjuna, Gatotkaca, atau Bima alias Werkudara.

(Well, sangat jarang yang bakal menjawab “Wisanggeni”. Padahal tokoh yang 1 ini justru beberapa kali kedapatan menghajar Batara Guru sampai babak-belur. Yeah, wayang ala Jawa dan India memang beda jauh, kok. Di versi Jawa, menurut buku “Babad Tanah Jawi”, dewa tetaplah makhluk keturunan Nabi Adam. Jadi tingkah-lakunya terkadang memang suka ngaco. Batara Guru yang penguasa Jonggringsalaka – bosnya para dewa – inilah salah satu biangnya yang hobi ngaco, sehingga nggak heran juga kalo doi sering dipukuli sama Bambang Wisanggeni yang anaknya Arjuna itu)

Balik lagi ke “Anak Bajang Menggiring Angin”… Di novel ini aku malah mendapatkan kesan kalo Anoman itu nggak sakti-sakti amat. Begitu juga dengan tokoh protagonis lainnya. Keberhasilan mereka mengalahkan Rahwana adalah karena kepasrahan mereka kepada Yang Punya Hidup dan kegigihan karena memiliki rasa cinta itu tadi. Sedangkan Rahwana sendiri kalah lebih disebabkan karena kesombongannya yang mencoba menentang hukum alam.

Anoman berkali-kali dikisahkan seperti tokoh yang nggak tau apa-apa, suka bingung, dan panikan. Yang membuatnya bisa menaklukkan musuh-musuhnya adalah ya kepasrahannya itu tadi. Anoman berkali-kali harus dibantu dan diyakinkan oleh tokoh-tokoh figuran yang cuma numpang lewat sebelum akhirnya dia bisa menyelesaikan tugas-tugasnya.

Ramawijaya malah lebih parah lagi. Sebagai tokoh titisan Wisnu yang akhirnya menaklukkan Rahwana, beberapa kali Rama diceritakan macam orang linglung gara-gara Dewi Sinta istrinya diculik sama Rahwana. Rama mirip betul macam abege putus cinta yang nggak mau ngapa-ngapain. Berkali-kali dia harus dikuat-kuatkan sama Laksmana, adiknya, dan Wibisana. Rama berkali-kali juga dikisahkan merengek-rengek seakan-akan menyalahkan keadaan.

Jadi kembali lagi, di novel ini pada akhirnya segala sesuatunya diselesaikan oleh Cinta. Segala bayanganku sebelumnya tentang ampuhnya senjata Guwawijaya milik Rama, atau juga dahsyatnya kesaktian Anoman, jadi lenyap sewaktu membaca novel ini. Maka kalau ditanya, apa perkara yang membuat manusia mampu melakukan suatu hal di luar batas kemampuannya, maka jawabannya adalah “cinta”.

Dan akhirul kalam, penilaianku tentang novel ini, ini adalah novel yang harus dibaca oleh siapa saja yang ngaku-ngaku punya hobi mbaca. Kalo sampeyan kebetulan berjenis kelamin wanita dan berparas manis, seperti biasa, sampeyan boleh meminjam novel ini langsung ke aku. Jika tidak, silakan cari di toko buku terdekat di sekitar tempat tinggal sampeyan. Terima kasih.
Profile Image for novia.
47 reviews8 followers
Want to read
August 23, 2008
diberikan pada hari libur.
dikatakan bahwa suatu saat buku ini akan kuperlukan.
(darimana dia tau aku sedang belajar menggiring angin?)
Profile Image for ayanapunya.
331 reviews12 followers
September 2, 2011
Prabu Danareja, penguasa kerajaan Lokapala jatuh cinta pada Dewi Sukesi, putri Raja Sumali dari Alengka. Rasa cintanya yang begitu besar membuat Lokapala dirundung muram. Sayangnya untuk bisa mendapatkan Dewi Sukesi, Danareja harus bisa mengalahkan Arya Jambumangli, paman Dewi Sukesi. Berceritalah Prabu Danareja kepada Begawan Wisrawa, ayahnya. Rasa cinta yang begitu besar kepada putranya membuat Begawan Wisrawa menawarkan diri untuk turun tangan. Berangkatlah Begawan Wisrawa menuju Alengka, menemui Raja Sumali yang juga adalah sahabatnya, dan menyampaikan keinginannya melamar Dewi Sukesi untuk anaknya.

Namun meskipun keduanya bersahabat, Raja Sumali tetap tak bisa meluluskan permintaan Begawan Wisrawa. Hal ini disebabkan karena Dewi Sukesi hanya bersedia menyerahkan dirinya kepada orang yang bisa menguraikan makna Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu kepadanya. Demi kecintaannya kepada putranya, Begawan Wisrawa akhirnya menyetujui syarat tersebut. Sayangnya keduanya gagal dalam upaya menguraikan Sastra Jendra tersebut. Kegagalan yang akhirnya melahirkan sosok yang dikenal dengan nama Rahwana.

***

Retna Anjani, Guwarsa dan Guwarsi adalah putra-putri Resi Gotama. Ketika sedang bermain dengan burung dara, Retna Anjani mengeluarkan sebuah benda pusaka. Kedua kakaknya tanpa sengaja melihat benda pusaka tersebut dan menanyakannya kepada Retna Anjani. Takut rahasianya ketahuan, Retna Anjani berlari mendatangi ayahnya. Rupanya benda pusaka tersebut adalah cupu manik astagina, cupu milik leluhur para dewa. Mengetahui hal tersebut, Guwarsa dan Guwarsi pun mengingikan cupu tersebut. Resi Gotama pun bertanya dari mana Retna Anjani memperoleh benda tersebut. Dan setelah mengetahui kalau Retna Anjani memperoleh cupu tersebut dari ibunya, Resi Gotama pun menanyakan hal yang sama kepada istrinya tersebut. Sayangnya Dewi Windradi tidak bersedia memberi tahu dari mana ia memperoleh cupu manik astagina tersebut. Marah, Resi Gotama pun mengucapkan sumpah kepada Dewi Windradi yang membuatnya berubah menjadi batu, kemudian tugu batu jelmaan Dewi Windradi tersebut dilemparkannya ke Alengka. Belum cukup, dilemparkannya cupu manik astagina ke udara, yang kemudia menjadi Telaga Nirmala dan Telaga Sumala.

Singkat cerita, Guwarsa dan Guwarsi pergi mengejar cupu manik astagina, sementara Retna Anjani mengikuti mereka. Sesampai di Telaga Sumala, ketiganya berubah menjadi kera. Dalam rupa kera tersebut mereka bertiga diminta untuk bertapa. Guwarsa -yang berganti nama menjadi Subali- melakukan tapa ngalong, Guwarsi -yang juga berganti nama menjadi Sugriwa- melakukan tapa ngidang, sedang Retna Anjani melakukan tapa nyatuka. Dalam tapa nyatuka-nya inilah Retna Anjani akhirnya dianugerahi seorang anak berwujud kerap putih yang diberi nama Anoman.

***
Dasarata, raja Ayodya berburu ke hutan. Dalam perburuannya tersebut tanpa sengaja ia membunuh seorang lelaki yang menjadi tulang punggung kedua orang tuanya. Dengan penuh penyesalan, Dasarata membawa mayat anak lelaki tersebut ke hadapan orang tuanya. Namun rupanya penyesalan yang besar tak cukup untuk menebus kesalahan yang dilakukan Dasarata. Dalam kesedihannya, kedua orang tua tersebut akhirnya menyusul kematian putra satu-satunya. Sesaat sesudah menghilannya jasad tiga orang tersebut, terdengarlah suara dari langit yang menyebutkan bahwa Dasarata kelak akan dipisahkan dari putranya yang tercinta, bukan oleh pedang atau panah, melainkan karena seorang wanita.

Usai peristiwa tersebut Dasarata kembali ke Ayodya, memerintah negerinya dengan bijaksana. Sayangnya meski sudah bertahun-tahun memerintah, Dasarata belum juga dikaruniai seorang anak pun dari ketiga istrinya. Maka dilakukanlah pemujaan besar kepada Dewa. Pemujaan berhasil. Ketiga istri Dasarata, Dewi Sukasalya, Dewi Kekayi dan Dewi Sumitra secara bersamaan mengandung. Kelak dari ketiga istri Dasarata tersebut lahirlah Ramawijaya, Barata, dan si kembar Laksmana dan Satrugna.

***

Saya mengetahui kisah Ramayana ketika serial versi Indianya ditayangkan di salah satu televisi swasta belasan tahun lalu. Tak banyak yang saya ketahui tentang kisah Ramayana kala itu. Yang saya ketahui Ramayana bercerita tentang upaya Rama dalam membebaskan istrinya, Sinta dari cengkeraman Rahwana.

Pertama kali saya mengetahui buku ini adalah ketika membaca salah satu MEME milik Ardi, yang menyebutkan kalau buku ini adalah buku Indonesia terbaik yang pernah ia baca. Beberapa bulan kemudian, saya akhirnya menemukan buku ini di Gramedia. Namun karena keterbatasan dana membuat saya mengurungkan niat untuk membeli buku tersebut. Sampai akhirnya ketika sedang mengisi waktu menunggu pemutaran Harry Potter, saya menemukan buku ini dalam keadaan tak bersampul. Tanpa pikir panjang saya duduk di salah satu bangku yang disediakan di Gramedia dan mulai membaca.

Sejak halaman pertama saya disuguhi kalimat-kalimat dengan penuh perumpamaan yang ajaibnya membuat saya jatuh cinta. Halaman demi halaman berlalu tanpa saya sadari. Sampai pada bab ketika Rama menikahi Sinta, saya memutuskan berhenti dan mengembalikan buku ini ke raknya. Siapa sangka dua minggu kemudian saya kembali ke Gramedia untuk membeli buku ini.

Banyak filosofi menarik yang saya dapatkan selama membaca buku ini. Tentang kepemimpinan, kebijaksanaan, juga tentang cinta. Misalnya ketika Rama memberi wejangan kepada Barata adiknya, yang dengan terpaksa menggantikan kedudukannya sebagai raja Ayodya selama Rama dalam pengasingan.

"Barata, apakah satu-satunya milik rakyat yang paling berharga dan bernilai, kalau bukan kebebasannya. Kalau mereka mengangkatmu menjadi raja, berarti mereka rela menyerahkan sebagian dari milik mereka satu-satunya itu. Janganlah kau sia-siakan pemberian rakyatmu itu, hargailah dan hormatilah. Dengan demikian tugasmu sebagai raja bukan pertama-tama untuk memerintah, melainkan untuk menyuburkan hidup mereka sebagai manusia, yakni manusia yang berkembang kebebasannya." (hal. 130)

Atau ketika Laksmana menasehati kakaknya yang sedang bersedih karena kehilangan Sinta.

"Kakakku, adakah kelopak bunga mekar kalau belum musimnya? Dan masakan mega mengisi angkasa kalau tiada maksudnya? Siapakah yang mempertemukan cinta lelaki dan perempuan kalau bukan perpisahan? Hidup ini beredar Kakakku, bagaikan angin Dewa Bayu. Dalam kehidupan yang berjalan inilah pertemuan dan perpisahan beradu." (hal. 172).

Sisi menarik lainnya, Rama, yang selalu saya anggap sebagai tokoh utama Ramayana digambarkan sebagai sosok yang penuh keraguan dan agak sedikit gegabah. Jika saja tak ada Laksmana di sampingnya, juga Anoman serta Wibisana, mungkin Rama takkan pernah berhasil dalam menjalankan tugasnya.


Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
241 reviews29 followers
August 2, 2019
Karena novel ini bahasanya mendayu-dayu, izinkanlah saya mengulas dengan bahasa gaul:

Yang bikin kesel
1. Terlalu banyak nama. Susah ngapalinnya. Pas gak diinget-inget, eh muncul aja di halaman2 belakang. Males kan buka2 lagi ke depan...
2. Rama yang plin-plan. Bro, lo berjuang buat ciwi, pas udah dapet, lo malah nanya "lo suka beneran gak ama gue?" Repot ya sama cowok kayak gini.
3. Sinta yang menye2. Udah tau mau diselametin, pake acara pembuktian cinta segala. Panjang deh ceritanya. Gak mikir apa, menye2 nya memakan banyak tumbal.

Yang bikin merinding
1. Banyak nasihat2 hidup sepanjang cerita. Keren.
2. Endingnya multi tafsir. Kalo versiku: cinta suci itu gombal mukiyo. Udah dibela2in jungkir balik, tetep aja berhadas. Emangnya Suci Saharani? <-- silakan ketik di YouTube, jika penasaran😁
Profile Image for Alfin Rafioen.
181 reviews8 followers
December 23, 2018
Penggambaran alur plot dan karakter di dalam novel ini sangat bagus. Novel ini sangat cocok untuk menggambarkan kehidupan kita sehari-sehari. Karakter-karakter dalam novel ini sangat kuat.

Saya ketika membacanya sangat antusias, saya terbawa dan masuk ke dalam cerita. Rasanya saya ingin bernyanyi ketika membaca buku ini. Kisah dalam pewayangan ini juga menginspirasi saya.
Profile Image for Adityas Nugroho.
28 reviews1 follower
October 21, 2019
Kalimat demi kalimat disusun secara puitis. Pemilihan kata atau diksi sungguh detail dan selektif. Pembaca dibawa mengarungi cakrawala imajinasi Sindhunata yang hampir tanpa batas. Pesan-pesan kehidupan dalam cerita ini sungguh mengena namun tidak menghakimi. Sungguh karya sastra yang luar biasa.
Profile Image for ann.
27 reviews6 followers
June 11, 2024
Serasa bertukar sapa dengan almarhum kakek yang dulu selalu menceritakan aku berbagai kisah pewayangan. Aku kebetulan menggandrungi tema tabu di BAB 1. Cerita kesukaanku, dikemas dengan bahasa yang indah!
Profile Image for Weni.
113 reviews39 followers
April 17, 2009
Buku ini berangkat dari kisah Ramayana. Diawali dengan cerita kegagalan Begawan Wisrawa (dari Lokapala) dan Dewi Sukesi (putri Alengka) untuk menguraikan makna Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Terkalahkan oleh hawa nafsu, Sukesi akhirnya hamil, pdhl niat Wisrawa datang ke Alengka adalah melamar Sukesi untuk putranya, Danareja. Stlh diusir dari Lokapala, Dewi Sukesi melahirkan darah, telinga dan kuku manusia. Darah mjd anak dengan 10 muka raksasa bernama Rahwana, telinga mjd raksasa sebesar gunung bernama Kumbakarna, sedangkan kuku mjd raksasa wanita bernama Sarpakenaka. Maka dimulailah kisah Ramayana.

Cerita dalam buku ini ditulis dengan bahasa yang indah dan puitis. Untuk menegur Rama yang hendak mengeringkan lautan dengan panah saktinya (Guwawijaya) saja, Hyang Baruna (Dewa Laut) berkata spt ini:
"Rama, mengapa kau korbankan kami demi keputusasaanmu yang marah? Ingatlah, Anakku, laut ini menjadi pemuas dahaga bagi matahari di siang hari, menjadi cermin keindahan bulan di malam hari. Laut ini bisa kering, tp bisakah kau hidup tanpa matahari yang mati kehausan, tanpa bulan yang malu muncul krn kehilangan cermin berdandan?"

Kalimat2 indah spt itu mengalir dari halaman awal hingga akhir buku. Saking indahnya, bbrp kalimat membuat saya yang tidak puitis ini jadi mumet alias lieur :D Ceritanya sendiri menarik dan penuh pelajaran.

Kesan saya setelah menyelesaikan buku ini:
Rahwana, sang dasamuka, memang jahat, kejam, rakus, gila kekuasaan, dll. Tapi Ramawijaya, sang ksatria sakti mandraguna dan katanya tampan luar biasa itu, luar bisa menyebalkan ! :D

O ya, buku ini juga memperkenalkan saya dengan nama2 makhluk seperti jerangkong, pocong, warudoyong, engklek2, banaspati, bajobarat, balangatandan, wewe, gandarwa, brekasakan, prajineman. Ada yang tau deskripsi masing2 makhluk itu ? *lirik Erie* :D
124 reviews8 followers
February 10, 2012
Ketika membeli buku ini, saya sama sekali tak melihat ulasan di sampul belakang. Jaminannya cuma satu, Sindhunata. Pemimpin Redaksi Majalah Basis ini penulis yang bernas. Saya juga pernah baca dua bukulnya yang lain, Tak Enteni Keplokmu dan Pasar. Maka, saya yakin buku Anak Bajang Menggiring Angin ini juga bagus.

Tapi, ternyata dugaan saya tidak sepenuhnya tepat. Buku yang sudah diterbitkan sepuluh kali sejak tahun 1983 ini tak sebagus yang saya kira. Saya juga kemudian baru sadar, cerita di buku ini berasal dari epik Ramayana. Kalau dalam bahasa anak muda sih ini cerita tetang zaman bahuela.

Cerita dalam buku setebal 467 halaman ini tentang kisah klasik Rama merebut istrinya, Dewi Sinta, yang diculik Rahwana. Ya, intinya seputar itulah. Rama bersama pasukan kera dipimpin Sugriwa dan Anoman kemudian menyerbu Alenhka di mana Rahwana berkuasa. 

Tapi, kiasan dan metafora dalam buku ini tak melulu tentang cinta tapi juga ketamakan manusia, kemauan untuk berkorban, cinta kasih, godaan hidup, dan seterusnya. Banyaknya tema yang diceritakan dalam buku sami mawon dengan banyaknya tokoh dan alur dalam buku ini. Membingungkan.

Namun, hal yang justru tak saya suka adalah akhir cerita. Setelah akhirnya Rama bisa mengalahkan Rahwana, dia masih saja rag dan cemburu. Maka, dia pun memerintahkan agar Sita menguji kesuciannya dengan membakar diri. Atas nama kesetiaan, Sinta pun membakar diri. 

Lalu, karena cemburu, Rama pun kehilangan istrinya. Ah, lelaki kalau cemburu memang suka buta mata. Cemburu memang melahirkan sendu. Saya benci itu.
Profile Image for Hanaan  Haseen .
9 reviews1 follower
March 17, 2022
Even after sweat blood and tears Rama still questioning the virginity of Shinta

"Laksmana, do you understand me? Must I sacrifice the lives of millions of these monkeys for Sinta?" Asked Rama urgently. (Pg. 300)

"Divine love itself, brother! The love that can overcome all kinds of human love on this earth. The love that does not originate in this world. That love is the One and Only God, Hyang Widi Wisesa. The entire monkey army and I want to do for that love. do not speak justice in this matter because devine love exceeds everything, including justice,

"Brother, that kind of love does not exist in this world. The love between man and woman in this world is only a symbol. The entire monkey army and I are willing to sacrifice ourselves—not for your love for Sinta, but for the love of that true union. Who does not yearn for devine love?"(Pg. 302)

Suka sekali dengan jalan cerita Ramayana di buku ini. Karena tidak pernah terpikirkan Ramayana memiliki makna yang jauh dan sangat dalam untuk direnungi. Terimakasih Bp. Sindhunata, dari buku ini saya jatuh cinta dengan Ramayana.
Semoga selanjutnya saya menemukan buku lain yang seirama dengan judul yang berbeda.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Irwan.
Author 8 books114 followers
April 14, 2012
Dongeng ramayana yang dikisahkan ulang dengan begitu membuai. Gaya bahasanya membuat pembaca hanyut dalam jalinan simbolisme, ajaran moral, serta plot dan adegan yang melawan batasan ruang dan waktu. Membacanya seakan masuk ke dunia lain. Dunia yang harus diterima segala aturan-aturannya sendiri. Matahari yang bisa menahan keterbenamannya demi sebuah janji. Umbaran nafsu seorang raksasa yang delusional terhadap sebuah ganggang bisa melahirkan anak. Para dewi dan bidadari di langit menanggalkan busana hingga buah dada mereka memancarkan berkas-berkas cahaya malam, menjadi jutaan purnama kembar, membuat sang surya malu untuk menampilkan dirinya. Dongeng yang cukup akrab sejak masa kecil ini, dalam versinya yang lebih sederhana, menjadi begitu hidup, menyentak sekaligus membuai.

Kalimat pamungkasnya pun menghentak kesadaran eksistensial. Segala kisah dan riwayat itu ternyata hanyalah mimpi yang berakhir dengan kesia-siaan belaka. Duh!
Profile Image for Ratry Anggrhayni.
2 reviews3 followers
June 20, 2012
bagi yang suka cerita wayang, buku ini WAJIB DIBACA.
bagus banget!
bagi yang gak suka cerita wayang, buku ini RECOMMENDED banget!
bagi yang suka sastra, buku ini pasti KAMU BANGET!
saya aja yang awalnya gak suka wayang dan gak begitu ngeh sama sastra, jadi suka banget sama cerita buku ini.
menceritakan tentang kisah Rama dan Shinta yang udah melegenda tapi dengan penceritaan sastra yang "anak muda" banget, cerita ini banyak ngasih makna dan pesan.
bahkan nih yaaaa, gara2 buku ini sampe2 nanti kalo punya anak perempuan mau saya kasih nama "Srikandi" kalau nggak "Larasati" gara2 tokoh mereka yang keren banget di buku ini. haha.

saya nggak bisa banyak cerita tentang review buku ini. coba langsung search aja di Google dengan keyword judul bukunya, pasti udah langsung muncul beribu2 sinopsisnya.
pokoknya saran saya, buku ini RECOMMENDED banget :D

selamat membaca.
Profile Image for cindy.
1,981 reviews149 followers
November 1, 2008
Ini bukan versi kisah Ramayana yang paling lengkap atau paling baru yang pernah aku baca, tapi jelas jelas jelassss yang paling indah! Gaya bahasa dan kosa kata kuno yang mewarnainya sungguh menawan. Yang paling penting, ini juga versi yang paling jujur menurutku. Semua tokoh memiliki kelebihan dan kekurangan, yang dipaparkan tanpa disembunyikan. Sungguh manusiawi.

Satu hal lagi, kalo mau "mboyong" istri, ya pergi sendiri dong, jangan diwakilkan. Sudah banyak tuh contohnya, di Ramayana ada Wisrawa & Sukesi, di Mahabarata ada Bisma & Amba

**kayak lagunya melly aja ** ;)
Profile Image for Tetuko Nuringtyas.
23 reviews1 follower
July 10, 2007
buku ini perlu dibaca, penggunaan kalimat yang liris dan puitis memampukan dan pembaca untuk terbang dalam imajinasi kisah ramayana dalam pengungkapan versi seorang sindhunata, yang menuliskan karyanya di usia 27-an, karya emasnya saat memulai karier selibatnya sebagai biarawan
Profile Image for Lina.
34 reviews2 followers
October 3, 2007
I luv it so much! It's the answer for my deep interest in "wayang", especially Ramayana epic. The words are beautyful... Many meaningful-ancient-classicness words can be found here. Bravo Sindhunata!
Profile Image for Edy.
273 reviews34 followers
November 23, 2007
Buku novel filsafat Jawa yang cukup bagus untuk dibaca dan dijadikan bahan refleksi.
26 reviews5 followers
July 21, 2008
bagi orang yang awam dengan perwayangan, buku yang menjadi penanda persentuhan pertama saya dengan cerita wayang ini menjejakkan bekas yang dalam.

setiap baris kata menghisap kita.

indah.

Profile Image for Nanto.
700 reviews100 followers
May 24, 2011
makin akhir masih ada alinea penuh perenungan

rahwana tinggal sendirian. Indrajit sudah kembali kepelukan mega-mega ibunya. Saya baru tahu (inget lagi) aib rahwana yang tega berniat insest demi kasmarannya yang aslinya adalah obesesi gelapnya pada dewi widowati. ada bagian yang perlu dibaca ulang ketika rahwana bersemadi. ketika wajahnya yang sepuluh saling mengeluarkan keasliannya. bersiap memasukin lakon rahwana maju perang. hingga nantinya shinta kembali ke rama.

duh sempat kepikiran stockholm syndrome. ternyata gak ada :D kali aja shinta malah jatuh cinta sama rahwana yang nyulik dia.

tapi seharunya tidak juga sih. perpisahan rama dan shinta adalah bagian dari penyucian ikatan mereka. apakah pertumpahan darah dengan perang besar itu hanya semata seorang wanita? toh rahwana yang jelas obsesive dengan ketubuhan shinta. yang dianggapnya bagian dari pemenuhannya atas kegagalan pada dewi widowati. gile saking obsesivenya mahluk apa aja diembat :D ada anaknya rahwana yang mirip pintu gak yah? kalo iya berarti dulunya dia pernah "ngembat" pintu pas lagi obesesivenya.

karakter pewayangan ramayana yang gradatif dan abu-abu akhirnya berujung pada kehitaman rahwana. bukan rahwana tidak memiliki kesempatan atau potensi untuk menjadi baik, ia adalah karakter hitam karena ia selalu menindih potensi kebaikan yang terbersit dihatinya.

rahwana siap perang dan harus kalah. rama siap dengan rayu dan ragu. bagaimana dia kembali bertemu dengan shinta dan bersatu dalam jalinan cerita versi Romo Sindhu? bacalah di lembar halaman tersisa.

GONG!!!! lanjoooot baca...

mau tamat masih harus tarik napas

Entah kenapa buku ini susah ditamatkan. Buat saya pembobotan Sindhunata menjadikan kisah ini berbeda dari penutur yang lain. Ketika membaca buku biografi Soerjopranoto yang didalamnya ada konstruk "jiwa perantau" yang tersirat didalamnya kemenduaan. Di diri Soerjopranoto adalah kedekatannya dengan istana dan sekaligus kampung yang dijaman itu sangat kontras. Kemenduaan ini mengingatkan saya pada salah satu tokoh utama dalam epik ini: Anoman. Anoman adalah ksatria kekasih dewa berwujud kera. Di satu sisi ia adalah ksatria dengan segala statusnya dan kedekatannya dengan dunia langit, namun di sisi lain ia adalah kera yang yatim. Ia disapih oleh alam dibesarkan oleh alam, namun tak dapat menutupi kesenduan dan kerinduannya akan ibu dan langit tempat ia berasal. Sebuah kontras yang membuatnya terus mengada menuju kesempurnaan itu. Wujud badaniahnya yang kera tak menghalanginya untuk menempa keluhuran budinya.

Singkatnya kisah buku ini adalah kisah tentang tiga keluarga besar. Ketiganya berkelindan dalam satu hubungan: cinta.

Begawan Wisrawa adalah sebentuk keluhuran akal budi yang terjerembab ketika mencarikan istri buat anaknya. Ia lalai dan punah justru oleh kesempurnaan oleh pemahamannya akan Serat Sastra Jendra. Bersama Dewi Sukesi, calon mempelai yang akan dipinang untuk anaknya, ia terjebak oleh sebentuk cinta yang malah mewujud angkara. Hingga akhirnya keduanya baru berhasil melahirkan keutuhan penyesalan itu pada Wibisana. Penebusan kesalahan itu bahkan pada akhirnya melepaskan Wibisana untuk ikut dalam kekuatan Ramawijaya demi menumpas angkara yang lahir dari rahim cinta mereka. Toh hal itu tidaklah mudah, angkara yang lahir dari percintaan guru-murid (Wisrawa-Sukesi) ini adalah sebuah angkara dahsyat yang tidak mudah punah dalam sekejap. Rahwana adalah angkara yang justru lahir dari ketergelinciran dari keinginan untuk memetik keagungan Serat Sastra Jendra.

Keluarga Resi Gotama. Di sinilah cinta parental bisa menimbulkan konflik bagi anak-anak mereka. Dari ketiga anaknya hanya Anjani yang berkesempatan memiliki Cupu Manik Astagina. Kedua adiknya, Subali dan Sugriwa, merasakan itu adalah sebuah perbedaan yang tak layak dilakukan oleh orang tuanya. Kecemburuan di antara saudara ini yang melahirkan tragedi berubahnya wujud mereka menjadi kera. Penurunan derajat yang harus mereka tanggung sebagai akibat perselisihan itu. Upaya kembali ke muasal mereka tempuh, meski Anjani yang terbilang cepat menempuh jalan pulang setelah menetaskan Anoman di dunia. Sementara Subali menurunkan Anggada, konfliknya dengan Sugriwa tidak membuat mereka cepat menemukan muasal. Mereka malah membuka konflik baru karena kesalahpahaman. Persoalan Dewi Tara menjadi soal di sini.

Keluarga ketiga adalah keluarga Dasaratha. Apakah Dasaratha dapat sepenuhnya membimbing anak kesayangannya menjadi yang diinginkan? Sekali lagi cinta parental yang terjebak dengan masa lalu si bapak yang terlanjur berjanji. Keinginan Dasaratha untuk membesarkan anaknya dan menjadikannya penerus tidak semulus yang diinginkannya. Pernikahan Rama dengan Sintha hanyalah awal dari epik ini. Menjalani nasib dalam pembuangan Rama dan Sintha menuai ujian akan keteguhannya. Kijang kencana merupakan keindahan semu yang memisahkan mereka dan memaksa mereka menempuh ujian itu. Keterpisahan merupakan ujian seberapa kuat mereka mempercayai pasangannya. Kecurigaan yang meredupkan cinta mereka. Kecurigaan yang membuat jalan mereka semakin panjang.

Dari ketiga keluarga itu cerita ini berkelindan. Cerita tentang cinta sepasang kekasih sajakah yang mendorong semuanya menjadi cerita epik ini?

Dalam keheningan menjelang rombongan pasukan Rama memasuki Alengka, Rama dan Laksmana berbincang mengenai alasan mereka melakukan pertempuran esok hari. “Hanya karena cintaku kepada Sintha kah, aku sudi menumpahkan darah prajurit-prajuritku esok hari?”Laksmana menjawab keraguan itu. Mungkin yah awalnya adalah kisah cinta sepasang kekasih. Namun, apakah mereka prajurit yang mendukung Rama hanya perduli pada soal pribadi Rama itu. Di sini Laksmana menguraikan kerinduan banyak prajurit akan hancurnya angkara, kerinduan mereka akan ketentraman dan cinta yang lebuh agung, cinta ilahiah yang mewujud di muka bumi. Dalam dialog itu, Ramawijaya dipesani oleh adiknya, “Rama-Sintha hanya simbol dari kekuatan hati yang mengikat dua insan. Namun lebih dari itu, ikatan lain yang mengikat banyak pihak adalah cinta ilahiah. Kerinduan Anoman akan kesempurnaan dibalik ujudnya yang kera. Kerinduan Wibisana untuk menebus kesalahan orang tuanya dengan melenyapkan jejak angkara yang diperbuat keduanya. Jadilah simbol itu demi mencapai sesuatu yang lebih agung.”

Sampai di situ, saya menilai pesan Sindhunata akan sebuah filsafat proses, sebuah usaha yang ujungnya hanya dicapai ketika nafas lepas dari tarikannya yang terakhir. Semua bisa tergelincir, namun semuanya bisa kembali. Siapa mau menjamin bahwa kedekatan dengan sumber keagungan semacam Serat Sastra Jendra adalah bekal cukup untuk mencapai kesempurnaan? Atau kedekatan dengan angkara malah melahirkan Wibisana yang berani menjalani belukar dengan bertukar pihak, bersetia kepada Rama? Atau kerendahan ujud para kera yang jelas merindu ketentraman dengan berkorban berperang dipihak Rama? Termasuk Anoman yatim yang disapih alam dan terus merindu orang tuanya dan konflik batin dengan kemenduaannya dalam keksatriaannya dan kekeraannya.

Penekanan pada Anoman memang jelas terlihat dalam Ramayana yang ditulis oleh Romo Sindhu ini. Anoma dianggap sebagai yang memiliki modalitas penting, kerinduan dan kerendahhatian, dalam ujud kekeraanya. Wujud kera yang rendah tidak mengurangisedikitpun kualitas Anoman, malah melahirkan kerendah-hatian. Keyatimannya malah mewujud pada kerinduan yang terus menyadarkan akan ibunya yang di sudah langit sana. Kedua hal itu yang menjadi motor bagi Anoman untuk mewujudkan kesempurnaan budhi. Kedua hal itu juga yang membuatnya untuk terus berusaha tanpa kehilangan kewaspadaan terhadap angkara. Hal yang membuatnya mendapatkan kepercayaan dan tanggung jawab besar dari Rama sebagai salah satu senopati terkemuka dalam usaha pengembalian Sintha: cinta yang hilang karena sebersit keraguan.

Hingga nantinya Sintha kembali ke Rama, semuanya akan lebih lapang terjawab. Toh Rama masih harus menerima jalan panjang karena keraguannya dan berjuang untuk semua itu.

Bisa jadi Sindhunata nakal toh? Memenangkan Rahwana dan mengalahkan Ramawijaya. Di buku yang saya beli paling tidahk. :p (menghayal buku ajaib yang ujungnya bisa berbeda tiap kali dibaca orang yang beda hehehe)

Selanjutnya yang tamat buku ini

jadi keinget ungkapan , suro diro jayaningrat lebur dening pangastuti

sampai bagian Anoman akan pulang kembali ke Maliawan
Kepikiran bagaimana Anoman banyak diulas dalam epos ini. Bagaimana keterasingannya sebagai yatim malah menjadi kekuatan yang tidak disangka, bagaiman sosoknya yang kera merupakan bagian dari sebuah skenario besar yang menguatkan pribadinya.

***
Buku klasik yang masih saja laris. Penilaian saya itu jika melihat dari temuan di Gramedia Lippo Karawaci dalam dua hari kunjungan saya. Kunjungan pertama membeli untuk saya sendiri tersedia lebih dari 20 buku. Kunjungan esok harinya, tinggal 3 buku.

Isinya...baru pembuka saya sibuk menggaris dan merenungi baris kalimat nan bijak. Saya tidak terlalu hapal epik Ramayana dibandingkan Mahabarata. Hanya berbekal komik R.A Kosasih hadiah dari Pakdhe saya di Pejaten, buku ini membuka kembali ingatan dengan selaksa nasihat yang jauh lebih dalam.

Majasnya keren, imajinya menyentil, tapi struktur kalimatnya tetap sederhana.

Lebih dalam lagi dengan iringan Kitaro. Dance of Sarasvati keren untuk ngelangut bersama buku ini namun tetap menjaga tempo membaca. Ketukan genderang dan suara serulingnya akan menjadi latar indah bagi langkah Hanuman nantinya. :D

***
saya sih sibuk memberi garis. mengetik kembali. dan memikirkannya bilas sempat. ada dua bagian sejauh ini, kerinduan yang diceritakan dalam air mengalir, dan kerinduan kera akan kesempurnaan manusia yang begitu menyentuh.

Hanuman emang keren, dulu saya suka adegan ia mengalahkan Sarpenaka, adegan ia memotong gunung untuk mengambil daun latamosandi, adegan ia membopong patung neneknya untuk mengalahkan sapa gitu. Anoman yang saudara ideologis dari Bima karena sama-sama asuhan Betara Bayu.

Dua kata yang sering disebut berulang, kerinduan dan kerendahatian, yang menjadi prasyarat dunia lebih tenteram. Suka bagian cerita Subali menerima ajian Pancasona. Di buku ini ajian itu menjadi sesuatu sikap jiwa yang subtil daripada klenik rapalan mantra semata. Ia menjadi kesaktian karena pengagemnya adalah perindu bumi yang utama. Ia rindu bumi yang menjadi pusat meski kita bisa memandang empat arah mata angin lainnya. Bumi awalnya, sebelum kau beranjak pada citamu yang tertebar di empat penjuru. Selamanya bumi tempat yang akan kembali memeluk kita satu saat pasti nanti.

Kayaknya ini buku akan menjadi seperti buku Al Chemist. Banyak lipatan dan garis.

(ada bagian cengar-cengirnya sih pas baca buku ini, selalu salah sebut pas baca nama Dewi Sukesi menjadi terbaca "Dewi Suksesi". Hehehe moga bukan demam 2009 yah! Kerajaan asal Begawan Wisrawa itu Lokapala, nama Istrinya Lokawati, musiknya bertajuk Lokananta, apa punya pusat perbelanjaan namanya "lokasari"? :D)

***

Memasuki bagian Ramawijaya meminang Sinta. Dunia paradoksal dari dua orang bernama Rama. Ramawijaya satria tampan yang kerelaan hidupnya mampu merenggangkan tali busur gandewa untuk lesat menembus remang hati Sinta. Di dunia lain, Ramabargawa begawan rekasasa berselimut dendam semenjak ia menuruti titah sang Ayah menghabisi ibu yang khianat. Duh meuni tidak takut kualat jeung si emak yeh Rama. Dikutuk hidup bergelung dendam. Ah duka teramat sangat atuh! Huh... pertemuan keduanya adalah pertemuan keluluhan dendam Ramabargawa oleh cinta Ramawijaya. Ramawijaya yang meregangkan gandewa dendam dengan rentangan cintanya. heuleuh!

Cuma rada geuleuh aja, kurang klimaks gitu! Satu lagi yang mau rada diprotes, itu Dasarata sayang banget ama anaknya, mau pergi perang disayang-sayang, mau berantem sama raksasa dia maju tulung-tulung di depan raksasa. Euleuh meuni tidak hebring! Kayak Indian donk, setiap bekas luka adalah tanda jasa torehan alam raya. Kok bisa Rama jadi gagah atas didikan ayah, yang kesan saya, superduper protektif gitu?

Protes di simpan, lakon dilanjut!

*jek jek nong* Rama pergi ke hutan....bukan jadi pembalak kok :D Honey moon jeung bobogohan bareng si eneng sinta. Aih...tarzan-tarzanan neh! *pssst sensor* kekeke jadi wayang prokem geneh yah?

***
Rama dan Sinta di hutan bukanlah kisah the jungle book. Tak ada kisah "Tarzan tidak makan ayam. Ayam teman!" Karena itu hanya rekaan Benyamin Sang Tarzan kota. :D

Kepergian Rama ke hutan adalah buah dengki dan nafsu kuasa seorang ibu tiri. Kepergiannya berujung getir cinta Sang Ayah yang berpulang didera kesedihan. Kepergian Ramawijaya yang sempat tertahan oleh tangis tulus Sang Adik Barata tidak bisa dicegah. Itu adalah bagian dari Kehendak. Tangisan Sang Adik itu pupus dengan seloka nasihat untuk penguasa yang dikidungkan Rama dengan sangat indahnya, "Memerintahlah dengan Cinta" (hal. 95-97). Idealitas politik yang makin asing di era sekarang.

Meski di hutan mereka berdua masih merasakan cinta yang mendalam. Mendapatkan pitutur Resi Yogiswara yang bikin merinding, " ...jangan bermegah atau sombong kalau kau merasa telah melakukan perbuatan baik, kau hanyalah jalan dan kesempatan bagi kebaikan untuk menjelma " (hal. 104). Duh ngerinya, menyombongkan kebaikan pun sebuah dosa besar. Begitu yang saya tau dalam nuqilan dalil agama saya yang meriwayatkan dosa Iblis. Ini awal dari pembentukan karakter Ramawijaya. Benar Mas Dewa alias Damuhbening, bukan ayah yang telampau menyayang yang membuat Rama matang, namun keheningan hutan yang menguatkan dan mematangkan Ramawijaya.

dilanjooot... sampai ke Kijang Kencana.

Rahwana siap muncul! *jeg, jeg, nong!!!* "E mana, e mana itu sinta, itu sinta!" (Rahwananya mirip Dursasana yah, doyan ngomong ala rapper :D)

***

Iseng skimming ulang apa yang udah digarisin dan nandain plot utamanya. Ternyata awalnya adalah Sastra Jendra. Di sinilah petaka itu bermula. Guru Begawan Wisrawa bertandang sebagai wali anaknya kepada sahabatnya Prabu Sumali. Wisrawa seorang resi mewakili Danareja untuk meminang Dewi Sukesi. Prasaratnya adalah mewedarkan ajaran Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu kepada Sukesi. Dimulailah pitutur itu dengan campuran was-was dari Prabu Sumali. Buah kata bijak meluncur dari Begawan Wisrawa, "Sungai itu seperti merindukan sesuatu dalam perjalanannya, namun justru dalam kerinduannya itu ia menjadi selalu baru...Sukesi, pahamkah kau sekarang akan arti masa lalu, dan masa depanmu. Kau harus tetap sama, Sukesi, tapi hendaklah kesamaanmu selalu membuahkan kerinduan, supaya hidupmu selalu baru." Hingga ke puncaknya, "sastra jendra itu adalah cinta. Baru dengan cinta itulah kau bisa membalik dunia."

Namun, keindahan ajaran Begawan Wisrawa menjadi berantakan. Pertemuan yang harusnya sarat ilmu, sarat hikmah kembali lasak dengan nafsu. Semua musnah dan keduanya terkapar pada kerendahan mereka. Suara Ilahi terdengar menjelaskan kegagalan mereka. Kegagalan karena mereka semata mengandalkan budi yang dianggap mampu merengkuh cita-cita mulia. Suaranya sangat dalam dan filosifis. Suara Langit itu memayungi kedukaan Wisrawa dan Sukesi yang gagal ketika mereka merasa mencapai puncak dari Sastra Jendra,

"Anaku, kau berdua mengira, hanya dengan budimu kau dapat mencapai kebahagiaan yang abadi itu. Kau berdua lupa, bahwa hanya dengan pertolongan yang ilahi, baru kau dapat mencapai cita-cita mulia itu. Manusia memang terlalu percaya pada kesombongannya, lupa bahwa kesombongannya yang perkasa hanyalah setitik air di lautan kelemahannya...Ketahuilah anakku, Sastra Jendra bukanlah wedaran budi manusia, melainkan seruan sebuah hati yang merasa tak berdaya, memanggil keilahian untuk meruwatnya...Sastra Jendra pada hakekatnya adalah kepasrahan hati kepada yang ilahi, supaya yang ilahi menyucikannya. Kepasrahan ilahi itu yang tak kau alami, ketika kau merasa memahami Sastra Jendra." Betapa tipis batas antara tahu dan tidak tahu. Betapa semua itu ada pendapat lain, bernama kepasrahan hati. Gitu? hehehe *nyengir cengo'*

Di batas itu, yang ditempatkan di awal buku ini oleh Sindhunata, nampaknya, menjadi sebuah pijakan tentang perubahan kebaikan menjadi angkara. Sebuah perubahan drastis yang menjadi bagian dari metanarasi yang dibangun dalam epik Ramayana ini. Sehingga kiranya terlampau berlebih jika saya meremehkan review ini yang ingin lebih banyak merenungkan lagi isi dalam buku ini. Yah, karena isinya lebih dari sekedar kalimat bijak. Isinya kiranya lebih pada sebuah titian yang bisa saja semua terpeleset jika tak awas menggunakan budi dan hatinya.

Lanjoot! cari yang ringan dan lucu aja dulu! yang berat ditandain aja entah kapan dipikirin. :D

***
Sampai Anoman Duto menjelang Anoman Obong. bong o bong obong obong bong
Profile Image for Eva Novia Fitri.
154 reviews
February 26, 2023
Citarasa pertama yang kedetect adalah: diksi yang sangat mewaaaah. Seperti membaca lirik kidung dari awal sampai akhir. Begitu kuat notasi bahasanya, sampai-sampai begitu mulai membaca kembali setelah jeda, langsung terasa switch ke dunia kidung Sindhunata. Dan ini konsisten sepanjang 400 halaman.

Ramayana versi Sindhunata ini indah, cair dan sangat bisa dinikmati bahkan oleh yang sama sekali buta akan dunia pewayangan. Tidak ada pakem cerita yang dirubah disini. Hanya penyajiannya yang habis-habisan ditata begitu rapi, halus, tapi tetap page turner. Tidak selembarpun suhu cerita menurun atau membosankan. Setiap kalimatnya 'berisi', menyedot ke dalam alam kisah yang dibangun.

Rama
______

Saat membaca kisah Ramayana yang plotnya diobrak abrik menjadi sedemikian rebel oleh Sujiwo Tedjo dalam "Rahwayana, Aku Lala Padamu", sudah feel alert dengan karakter hero satu ini. Tapi terasa wajar karena di versi Sudjiwo Tejo memang Rahwana yang dijadikan hero. Di versi Sindhunata yang relatif sangat pakem ternyata pangeran titisan Wisnu ini sama red flag nya. Seringkali keputusan-keputusan dan pemikirannya membuat tercengang, terasa 'immature', impulsif, dan shallow.
Terparah adalah saat ia menitipkan cincinnya lewat Anoman untuk dipakaikan kepada Shinta.
""Anoman, bawalah cincinku pada Dewi Sinta. Mintalah ia
memakainya. Dan perhatikanlah, bila cincin ini tiada mengeluarkan cahaya putih ketika dikenakan di jari manisnya, lekaslah kau kembali, sebab sia-sialah aku merebutnya kembali, karena ia sudah tidak suci lagi,"
Kondisi Sinta yang diculik dan ditawan oleh Raja Demit sekelas Rahwana, dan Rama masih mensyaratkan kesucian di atas keselamatan istrinya?
Bahkan saat sudah berhasil menaklukkan Alengka dan bertemu Shinta setelah 13 tahun berpisah, naluri kerinduan seorang suami pun tidak tampak. Alih-alih bersyukur istrinya masih selamat, ia bahkan menyulut api untuk Shinta masuk dan membuktikan kesuciannya. Tentu saja Shinta -dengan perjuangan yang tidak mudah pastinya- masih suci sebagai istri. Tapi bagaimana jika tidak? Sekelas Rahwana, 13 tahun, disekap dan tidak terhitung berapa kali Rahwana melakukan percobaan untuk menyentuh Shinta. Dan seandainya lalu Shinta tidak kuasa menjaga diri, itu menjadi salahnya? What a man...

Laksmana

Sauadara Rama lain ibu ini luar biasa karakternya. Dia sangat tenang, wise, visioner, dan kepala dingin. Walaupun lebih muda, tapi banyak momen saat Laksmana hadir sebagai penenang, pengontrol, dan penyeimbang Rama.

Akhirnya, buku ini sungguh menjadi salah satu buku terbaik yang pernah saya baca. Sekaligus, perkenalan dengan karya-karya Sindhunata.

Quote and highlight
"Maka, Anakku, hiduplah dalam ketidaktahuan, karena keti-
daktahuanlah yang menyebabkan orang mudah pasrah pada
sesuatu yang tidak diketahuinya. Pasrahkanlah dirimu kepada
alam yang kaya dengan rahasia yang tak terjangkau oleh
pengetahuanmu, maka alam pun akan memeliharamu dan dari dirimu"

"Tidakkah kau bangga jika nanti kau melihat kekasihmu kuat karena kesendiriannya daripada lemah karena kalian selalu berdua? Bukankah ketabahan yang menderita akan membuat hatinya menjadi nirmala, melebihi kejelitaan lahirnya yang hanya sepintas kelihatan bahagia." (hal 172)

"Subali, persaudaraan itu adalah kedamaian anak bayi dalam guwa garwa ibunya. Darah sang ibu yang menderita ketika melahirkannya adalah ikatan yang menyatukannya. Kelak bagaimana tali siter yang mempunyai suara sendiri sendiri, masing-masing saudara memang mempunyai kehidupannya sendiri-sendiri pula. Tapi semuanya tetap merindukan kedamaian masa sebelum ia berdosa sebagai manusia, masa ketika semuanya masih menjadi satu, dalam rupa kasih sayang seorang ibu, dimana manusia bagaikan anak-anak bayi hanya bisa mengharapkan kedamaian dari ibunya."(hal 188)

Ketahuilah, Nak. Sebenarnya hidup ini hanya menipu. Hidup ini seakan mengantar orang ke tempat yang baru, padahal ia mengembalikan orang pada asalnya yang semula." (Nasihat Dewi Sukesi pada putra bungsunya Wibisana, hal.243)

"Kumbakarna kau bersedih, tidakkah sudah merupakan keharusan orang lahir juga karena nafsu, tidakkah nafsu dan kehidupan itu seperti dian dan nyalanya? Perjalanan hidupmulah yang harus menghilangkan nafsu itu, supaya kau kembali tanpa nafsu itu, seperti keadaan di alam luhur ini.
Itulah, Nak, yang harus menjadi pegangan bagi seorang satria. Dan itu pula yang menjadi alasan mengapa satria harus membela dan memeluk negerinya. Meski negerinya jahat, bukan demi kejahatan itu ia membela negerinya, tapi demi kebaikan yang kelak akan bertahta di atas kejahatan. Mengertikah kau, Kumbakarna?" (hal 251)
Profile Image for Nina Majasari.
84 reviews3 followers
August 28, 2024
Sejak dulu saya tahu novel ini dipuja-puja, namun saya belum tertarik untuk membacanya. Sampai suatu hari ketika sedang bengong menanti antrian di bank, isenglah saya membaca samplenya di Google Playbook.

Eh, tahu-tahu udah selesai satu bab, akhirnya saya putuskan untuk membeli versi cetaknya. Karena sebagus gitu ceritanya, kalo lewat e-book saya cenderung skimming bacanya. Sementara buku ini enak dibaca pelan-pelan.

Kenapa musti pelan-pelan? Karena bahasanya puitis, gaess. Perlu mencerna kalimatnya satu persatu. Saat membaca saya baru ngeh bahwa ini cerita Ramayana. Sejak kecil saya sudah tahu ceritanya, yang saya tahu, kisahnya tentang Sinta, istri Rama diculik oleh raksasa bernama Rahwana.

Namun baru dibuku ini saya paham keseluruhan cerita. Ini bukan sekedar cerita penculikan dan upaya penyelamatan doang. Sesuai judulnya, ini cerita tentang anak-anak bajang.

Opo tuh bajang? Setelah googling kesana-kemari, anak bajang adalah anak yang terbuang, anak yang tidak diinginkan kelahirannya, anak yang tidak diinginkan kehadirannya. Singkatnya anak terlantar deh.

Namun anak-anak bajang ini punya harapan hidup, punya tujuan hidup sampai akhir tiba saat kematiannya.

Lalu siapa anak-anak bajang ini? Banyak yang mengatakan anak bajang yang dimaksud adalah Anoman. Namun setelah saya pikir-pikir, kalau menurut saya sih, ya semuanya dong.

Rahwana yang tidak diharapkan kelahirannya.
Anoman yang saat balita ditinggal mati ibunya.
Rama yang diusir dari istana, sehari sebelum penobatannya sebagai raja.
Sinta yang kesuciannya diragukan oleh suaminya sendiri.
Dan seterusnya. Saya malas menjelaskan satu persatu.

Yang membuat saya terpesona dengan buku ini adalah kalimatnya yang puitis dan filosofis. Padahal si penulis membuat novel ini saat usia 27 tahun. Wow, masih muda udah bijak gini ya.

Di buku ini juga banyak hal-hal fantasi yang membangongkan. Contoh : udah di detik-detik klimaks Anoman akan dibunuh Trigangga, ujug-ujug dewa Batara Narada dari langit muncul, lalu mengatakan bahwa Anoman adalah ayah kandung Trigangga. Batal mati deh. Kan kocak ya, sungguh plot twist ala sinetron India banget ya.

Ditambah lagi banyak dialog dengan arwah leluhur yang tiba-tiba muncul disaat tak terduga, belum lagi saat bertapa masuk dalam alam bawah sadar, yang membuat saya mumet, ini yang diajak ngomong nyata atau khayalan.

Belum lagi saya dipusingkan oleh lapisan langit sampai langit ke 7, dimensi lain, titisan ini itu, kutukan jadi batu, aneka makhluk halus, nama dewa yang seabrek, bidadari-bidadari, dan sebagainya.

Hmm.. Orang dulu kok sakti-sakti ya.

Buku ini menarik untuk dibaca berulang-ulang. Ga rugi saya bela-belain beli versi cetaknya. Banyak poin-poin cerita yang masih relevan untuk situasi kondisi masa kini.
Profile Image for risal.
25 reviews5 followers
January 13, 2025
Buku ini seperti buku puisi yang dinovelkan, karya yang memadukan keindahan puisi dengan struktur naratif novel. Membacanya terasa seperti menelusuri taman penuh metafora, di mana setiap kata memiliki sayap yang mengundang imajinasi terbang tinggi. Namun, gaya bahasa yang puitis ini juga menuntut konsentrasi penuh dari pembaca. Jika tidak, esensi cerita bisa luput di tengah gemerlapnya untaian kata. Bagi mereka yang terbiasa menikmati sajak dan simbolisme, buku ini akan terasa bagai oase yang memuaskan dahaga estetika.

Cerita dalam buku ini berfokus pada kisah Ramayana yang sudah akrab di telinga banyak orang, tetapi disajikan dengan sudut pandang yang berbeda. Sebagai pembaca yang baru mendalami kisah ini secara lengkap, saya baru sadar bahwa tokoh utama yang memegang kunci dalam perjalanan epik ini bukanlah Rama, Sinta, atau Rahwana, melainkan Anoman. Sosok Anoman hadir sebagai elemen yang menggerakkan cerita: mulai dari kelahirannya yang penuh keajaiban, kiprahnya sebagai mata-mata, hingga perannya bersama Wibisana yang selalu lolos dari kelicikan dan berbagai ajian selama perang besar di Alengka. Peran Anoman sangat vital, membuktikan bahwa dirinya adalah pilar yang menopang banyak peristiwa penting dalam kisah ini.

Momen paling berkesan dalam buku ini adalah ketika Barata, putra Dewi Kekayi, menolak menjadi raja Ayodya menggantikan Raja Dasarata. Momen ini dipenuhi dengan konfrontasi emosional yang menggugah. Barata meluapkan perasaannya kepada ibunya, yang tindakannya menyebabkan pembuangan Rama dan Laksmana ke hutan.

... kasih sayangmu terhadap diriku sebenarnya adalah kasih sayangmu terhadap dirimu sendiri. (hal. 125)

... kasihanilah aku dengan cinta yang memang aku butuhkan, bukan dengan cinta yang kau inginkan. (hal. 125)

Aku hanya ingin kau membimbing hidupku, bukan mengarahkan hidupku. (hal. 1265)

Kasih sayangmu telah menghukumku, oh, Ibu. (hal. 1265)

Momen ini membuat para orang tua dan anak harus merenungkan kembali arti kasah sayang orang tua. Jika selama ini selalu diceramahkan bahwa ada anak yang durhaka pada orang tuanya, adakah sebaliknya, orang tua yang durhaka pada anaknya?
Profile Image for Mangku Parasdyo.
83 reviews5 followers
December 29, 2021
Buku terakhir tentang pewayangan yang aku baca adalah Drupadi, kesan yang baik dari buku itu membuat aku tertarik untuk membaca kisah pewayangan yang lain.

Satu hal yang membuat buku ini menjadi salah satu pengalaman terbaik dalam membacanya adalah keindahan bahasanya. Mulai dari awal buku banyak kalimat-kalimat indah yang bermunculan dengan diksi yang sebenarnya banyak kita temui dan gunakan dalam percakapan sehari-hari. Penulis meramu kata-kata dengan sangat baik. Aku sudah tak terlalu ingat tentang berbagai majas yang diajarkan di sekolah dulu, namun begitu membaca buku ini, secara tak sadar aku malah mencoba mengindentifikasi kalimat-kalimat yang aku baca ini kira-kira termasuk dalam majas apa ya?.

Tokoh-tokoh dalam cerita ini sangat banyak dan kadang tak memiliki peran yang signifikan, hal yang menarik dari cerita wayang adalah makhluk-makhluk mitologinya. Hal yang menarik dari tokoh-tokoh yang muncul adalah adalah banyaknya nama yang disebut juga banyak aku temui dikehidupan sehari-hari, nama-nama itu tersemat pada orang-orang yang aku kenal, nama gedung , nama lokasi, nama perumahan dan bahkan nama penghargaan tertentu. Setidaknya dari membaca buku ini aku bisa memahami kenapa nama-nama tokoh/makhluk pewayangan tersebut disematkan menjadi bagian dari nama-nama itu.

Penceritaan model epos seperti buku ini sebenarnya cukup beresiko memberikan kebosanan bagi pembaca muda atau orang yang tak familiar dengan cerita wayang, dasar kisahnya sendiri cenderung klise dan sudah banyak dikenal, dialog antar tokoh banyak yang terasa kaku dan formal, nilai-nilai yang diangkat kadang terlalu abstrak dan disampaikan dengan cara yang cenderung menggurui. Tapi semua itu tidak menjadi soal, lagi-lagi karena keindahan bahasanya.
Profile Image for Wina S. Albert.
162 reviews2 followers
October 31, 2024
Cinta dalam cerita ini dibingkai sebagai sesuatu yang penuh drama dan kekacauan. Prabu Danareja terjebak dalam lamunan romantis yang berlebihan, sementara kerajaannya terancam kelaparan. Cinta yang terlalu idealis bisa mengaburkan realitas—bahwa kadang-kadang, kita bisa terlalu fokus pada perasaan sendiri hingga mengabaikan tanggung jawab yang lebih besar.

Konflik antara Arya Jambumangli yang mengandalkan kekuatan dan Begawan Wisrawa yang bijaksana bisa dilihat sebagai kritik terhadap cara saya memandang kekuasaan. Apakah kekuatan fisik benar-benar berharga jika tidak disertai dengan kebijaksanaan? Hal ini menunjukkan bahwa seringkali, orang yang berteriak paling keras (dalam hal ini, Arya) tidak selalu memiliki solusi terbaik, sementara yang berusaha mendamaikan (Begawan Wisrawa) justru tampak lemah.

Karakter-karakter dalam cerita ini juga mencerminkan stereotip heroik yang sering saya lihat dalam kisah-kisah cinta. Prabu Danareja adalah pangeran yang terjebak dalam cinta yang tidak terbalas, sementara Arya adalah pahlawan yang berjuang untuk melindungi kehormatan keluarga. Keduanya tampak konyol dalam usaha mereka, seolah-olah mereka tidak menyadari bahwa ada cara yang lebih cerdas untuk menyelesaikan masalah.

Dalam banyak hal, cerita ini juga merupakan kritik terhadap romantisme yang mengabaikan realitas. Danareja berusaha mengejar cinta ideal, tetapi ia melupakan konsekuensi dari tindakannya. Pesan yang saya ambil dari sini, bahwa kadang-kadang, keinginan untuk mencapai sesuatu yang tampaknya mulia justru dapat membawa bencana bagi diri sendiri dan orang lain.

Akhirnya, moralitas dalam cerita ini tampak kabur. Apakah kekerasan dibenarkan demi cinta? Apakah pengorbanan selalu berarti tindakan heroik? Hal ini menunjukkan bahwa dalam dunia yang penuh dengan konflik, kita sering kali kehilangan arah dalam menentukan apa yang benar dan salah. Dalam pencarian cinta atau kekuasaan, kita bisa tersesat dalam makna yang lebih dalam.
Profile Image for Fanandi Ratriansyah.
48 reviews2 followers
December 7, 2020
Buku ini cukup tebal, hampir 500 halaman. Penulis menamatkannya di kereta api ketika perjalanan dari Jakarta menuju Malang.

Walaupun tebal, Penulis sangat menikmati kata demi katanya. Sindhunata cukup cermat dalam merangkai kalimat dengan indah sehingga membuat pembacanya akan terbuai dalam alam pewayangan.

Membaca buku ini membuat Penulis serasa sedang menikmati karya sastra yang penuh metafora namun mudah dicerna. Tidak ada alur cerita ataupun penulisan yang membuat Penulis kebingungan.

Melalui judulnya, novel ini mungkin lebih berfokus pada karakter Hanuman, meskipun kehadiran Rama, Sinta, dan Rahwana juga cukup dominan. Penggambaran karakter-karakternya juga kuat.

Kita akan diajak untuk merenungi kehidupan yang kita jalani berkat nasihat-nasihat yang terselip di dalamnya. Maka dari itu, Penulis menyarankan untuk pelan-pelan menikmati buku ini agar bisa meresapi isinya secara mendalam.

Mungkin kekurangan dari buku ini adalah bagian akhirnya yang dibuat menggantung. Penulis sudah mengetahui akhir dari cerita Ramayana dari buku lain, tapi tetap saja Penulis berharap bisa melihat akhir Ramayana yang tuntas pada buku ini.

Penulis tidak berani banyak memberi kritikan pada novel ini karena pengetahuannya akan dunia wayang sangat terbatas. Walaupun begitu, Penulis tidak ragu untuk merekomendasikan karya sastra ini kepada siapa saja yang ingin mengetahui kisah Ramayana yang legendaris.


Selengkapnya: https://whathefan.com/buku/setelah-me...
Displaying 1 - 30 of 170 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.