Analisis Parameter Fisik, Kimia, Biologi
Analisis Parameter Fisik, Kimia, Biologi
Analisis Parameter Fisik, Kimia, Biologi
33
Disetujui 25-01-2010
ABSTRACT
The regency of Barru is a potential region for Tiger prawn cultured in the South Sulawesi Province. Generally, this
aquaculture activity is based on the application of intensively cultivated pattern by using artificial feed as a source
of the prawn foremost meal. Some research suggested that an intensive pattern of prawn cultured generates
some waste products that are significantly to affect such physical, chemical as well as biological parameters of
coastal water condition. That the change in environmental quality of coastal water will affect commercial tiger
prawn that is the role of water to support sustainable cultured through its carrying capacity. This research was
aimed to analyze physical, chemical and biological parameters of coastal water and to ensure its carrying capacity
in maintaining commercially tiger prawn cultured. The results are expected to be some more valuable references
for the benefit of the development of tiger prawn aquaculture. The research was conducted in the coastal water
from June to December 2007. Observation was made in order to find out physical, chemical, and biological factors
throughout the stations (i.e., sea, coastal, pond, estuaria and the outlet of the farm stations). To examine the
physical, chemical and biological parameter of spatial characteristic, a Principal Component Analysis (PCA) was
used. The used approaches to determine carrying capacity were based on capacity and receivance ability of
waters and oxygen content. The results of this research show that the entirely physical and chemical parameters
of coastal water of the Barru regency were exceeded that of the requirement thresholds of the total suspended
sediment (TSS) and the chemical oxygen demand (COD). A spatial distribution of physical and chemical
characteristics was measured high by TSS and COD, as well as the level of water turbidity, all at the outflow of
estuaria and the Outlet; meanwhile, the value of NO2, Phosphate, and NH3 substances was recorded high at the
pond. A biological parameter was characterized by the existence of phytoplankton through its density and abundance
as well. Those of the Class Bacyllariophyceae was dominantly encountered to attain at the top as high as 75.2% in
species composition, followed by Cyanophyceae 9.3% at the second, and the rest Chlorophyceae 8.9% and
Dyanophyceae and Euglenophyceae 5.9% and 0.7% respectively. Based on the stationed preferences, those in the
coastal, the pond, and the Outlet were dominated by Bacyllariophyceae, whereas the estuaria by Cyanophyceae.
The Shannons index of diversity (H) of the entirely stations was varied among 1.01 2.12 that the lowest one at the
estuaria and the highest at the sea. The coastal water has its carrying capacity to support the excess of 506,437
kg organic waste substances based on the necessity of oxygen content suspending in the water column. Therefore,
the given pond is feasible to develop to reach as much as 219 Ha intensive ponds, or 481 Ha semi-intensive ponds
on the other way.
Keywords: biological, carryng capacity, chemical, parameters fhysical, tiger prawn
PENDAHULUAN
Luas lahan pertambakan di Sulawesi Selatan
meliputi 15.900 hektar dan 84.832 hektar dipergunakan
untuk tambak (Departemen Kelautan & Perikanan,
2006). Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan
untuk pertambakan telah menunjukkan pemanfaatan
yang berlebihan (over exploited). Kabupaten Barru
merupakan salah satu daerah pertambakan udang di
Sulawesi Selatan yang tingkat teknologinya mengalami
perkembangan. Meningkatnya teknologi pertambakan
udang tersebut, menimbulkan permasalahan di
Telp: +62811469156
Email: rustam_umi@yahoo.com
34
Rustam
Tabel 1. Parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang diamati pada penelitian
No
Parameter
Alat Yang Digunakan
1.
Suhu
Thermometer
2.
Kekeruhan
Turbiditymeter
3.
Kecerahan
Secchidisk
4.
TSS
Analisis Laboratorium
Insitu
Insitu
5.
Pasang surut
Papan berskala
Insitu
6.
Arus
Current Meter
Insitu
Glombang
Stopwatch, meteran
Insitu
8.
pH
pH-meter
Insitu
9.
Salinitas
Hand refractomete
Insitu
10.
Oksigen (DO)
DO-Meter
Insitu
11.
Ammonia
12.
Nitrat
13.
Nitrit
14.
Orthophosphat
15.
BOD5
16.
COD
17.
Fitoplankton
18.
Makrozoobenthos
35
36
Rustam
Pada stasiun ini merupakan stasiun muara dan outlet
yang merupakan tempat pembuangan dan
terakumulasinya limbah organik dari tambak dan
sungai. Stasiun A dan B pada seluruh pengamatan
dicirikan oleh nilai kecerahan yang tinggi, khususnya
pada pengamatan A1, A2 dan A3. Hal ini menunjukkkan
bahwa letak stasiun menentukan, yakni semakin
mengarah ke laut nilai kecerahan semakin tinggi. Pada
sumbu 2 (F2) stasiun C, D dan E khususnya stasiun
C5, D1, D2 ,D3, E2 dan E3 dicirikan oleh nilai NO2,
Fosfat dan NH3 yang tinggi. Nilai parameter fisik, kimia
perairan lainnya menunjukkan distribusi yang hampir
merata di seluruh stasiun (Gambar 1B)
Parameter Biologi Perairan. Parameter biologi
perairan yang diamati yaitu fitoplankton dan
makrozoobenthos. Berdasarkan hasil identifikasi
fitoplankton diketahui bahwa paling tidak ada 5 kelas
fitoplankton yang terdapat di perairan pesisir Kabupaten
Barru yaitu Bacyllariophycea, Chlorophycea,
Cyanophycea, Dyanophycea dan Euglenophycea,
Sedangkan komposisi kelas dan kelimpahan
fitoplankton yang diperoleh pada seluruh stasiun (laut,
pantai, pertambakan, saluran pembuangan (outlet) dan
(muara) Diketahui bahwa kelas fitoplankton
Bacyllariophycea yang dominan (75,2%), selanjutnya
Cyanophyceae (9,3%), Chlorophycea (8,9%),
Dyanophycea (5,9%) dan Euglenophycea (0,7%).
Namun komposisi kelas dan kelimpahan fitoplankton
Bacyllariophyceae mendominasi pada stasiun laut,
pantai, pertambakan dan saluran pembuangan (outlet),
sedangkan stasiun muara didominasi oleh kelas
Cyanophyceae.
Jenis fitoplankton dari kelas Bacyllariophycea yang
didapatkan adalah Chaetoceros, Nitschia,
Cosconodicus dan Rhizosolenia merupakan jenis yang
memiliki frekuensi kemunculan dan kelimpahan tinggi.
Chaetoceros dan Nitschia ini merupakan jenis diatom
yang digemari oleh udang. Kelas Chlorophyceae yang
didapatkan dan frekuensi kemunculannya dan
kelimpahan tinggi adalah jenis Coelastrum, Oocystis,
Oodegenium,Ulothrix, dan Microsphora. Kelas Cyanophyceae yang didapatkan adalah jenis Calothrix,
Oscillatoria, Trichodesmium, dan Spirulina. Kelas
Dynophyceae yang didapatkan adalah jenis Ceratium
dan Noctiluca. Sedangkan kelas Euglophyceae jenis
yang didapatkan adalah Euglena. Hasil perhitungan nilai
37
Gambar 1. Lingkaran Grafik Korelasi Parameter Fisika-kimia Perairan pada Sumbu 1 dan 2 berdasrkan Stasiun Pengamatan
Rustam
78 km
Semi diurnal
Kemiringan pantai ()
-6.
50
-6.
00
-5.
50
-5.
00
-4.
50
-4.
00
-3.
50
-3.
00
-2.
50
-2.
00
-1.
50
-1.
50
-7.
50
455 m
-6.
50
-5.
50
-4.
50
-3.
50
-2.
50
38
12.00
9.23
6.07
9.68
15.00
8.44
7.12
7.65
18.00
6.98
6.44
6.63
21.00
5.56
6.03
5.67
24.00
5.19
5.42
6.05
03.00
6.07
5.76
6.36
06.00
5.62
6.34
6.23
Rataan
6.48
6.23
6.67
39
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat
disimpulkan bahwa. Parameter Fisik dan kimia perairan
pesisir yaitu total padatan tersuspeni (TSS) dan COD
telah melampaui ambang batas persyaratan baku mutu
yang diperbolehkan untuk budidaya udang windu.
Sebaran spasial parameter fisik dan kimia perairan
di stasiun laut dicirikan oleh nilai kecerahan yang tinggi,
stasiun pertambakan dicirikan oleh nilai NO2, fosfat dan
NH3 yang tinggi, stasiun saluran pembuangan (outlet)
dan muara dicirikan nilai TSS, COD dan kekeruhan yang
tinggi Nilai parameter fisik, kimia perairan lainnya
menunjukkan distribusi yang hampir merata di seluruh
stasiun. Stasiun pantai dan sungai tidak mencirikan
nilai paramater fisik dan kimia perairan.
Parameter biologi perairan yaitu Komposisi kelas
dan kelimpahan fitoplankton, kelas Bacyllariophycea
merupakan jenis fitoplankton yang dominan (75,2%),
selanjutnya Cyanophyceae (9.3%); Chlorophyceae
(8.9%); Dyanophyceae (5,9%) dan Euglenophyceae
(0,7%). Distribusi berdasarkan stasiun (laut, pantai,
tambak dan saluran pembuangan (outlet) didominasi
oleh kelas Bacyllariophyceae. Sedangkan stasiun
muara didominasi oleh kelas Cyanophyceae. Indeks
keragaman (H) dan indeks keseragaman( E) dari semua
stasiun diperoleh kisaran nilai indek keragaman 1.012.12. Nilai keragaman yang terendah didapatkan pada
stasiun muara dan tertinggi pada stasiun laut.
Kemampuan (daya dukung) perairan pesisir untuk
menampung limbah organik berdasarkan ketersediaan
oksigen yaitu 506,437 kg. Berdasarkan daya dukung
Tabel 6. Kapasitas Produksi Udang dan Luas Tambak yang Layak untuk Dioperasikan Berdasarkan Tingkat Teknologi yang didasarkan
atas ketersediaan oksigen dengan limbah organik
Teknologi
Buangan Limbah
Luasan tambak
Daya Dukung
Daya Dukung Produksi
Organik (kg/ha)
Yang diperboleh-kan (ha)
Perairan (kg)
Udang (ton)
Intensif
2.312,15
219
506.473
767 - 818
Semi Intensif
1.053,12
481
40
DAFTAR PUSTAKA
Annachhtre, A.P. & Jeganaesan. J. 2006. Enviromental Impact
of Shrimp Farming in Thailand. Urban enviromental engineering and management programme Asian Institute of Technology. Thailand .www.arrpet.aif.ac. th/wwtm/ml/1.pdf (13 November, 2006).
Boyd, C.E., Massaut, L. & Weddig, L.J. 1998. Towards reducing environmental impacts of pond aquaculture. INFOFISH
International 2(98): 27-33.
Rustam
Boyd, C.E. 1999. Management of shrimp ponds to reduce the
eutrophication potential of effluents. The Advocate, 12-13.
Dahuri, R. 1998. Tipologi lingkungan pesisir. Makalah Disajikan
pada Pelatihan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan
Audit Lingkungan bagi Pengelolaan Lingkungan Hidup di
Indonesia, PPSML UI, Jakarta, 28 30 Oktober 1998.
Effendi, I. 1998. Ekosistem Pertambakan dan Pelestarian
Produktivitasnya. Makalah disampaikan Pelatihan Singkat
Perlindungan Lingkungan Mangrove dan Tambak Suatu
Upaya Pelestarian Produksi Ekosistem Mangrove dan
Tambak. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut (PKSPL)
IPB. Bogor.
Paez-Ozuna, F., Guererro-Galvan. & Ruiiz-Fernandez, S.R.
1998. The Enviromental impact of shrimp Aquaculture and
The coastal pollution in Mexico. Marine Pollution Bulletin
36(1): 65-75.
Primavera, J.H. & Apud, F.F. 1994. Pond culture of sugpo
(Penaeus monodon, Fabricius). Philipp. J. Fish. 18(5): 142 176.
Rahmansyah. 2004, Analisis daya dukung kawasan pesisir teluk
Awarange Kabupaten Barru untuk pengembangan usaha
budidaya ikan bandeng dalam Keramba jaring apung.
Disertasi IPB. Bogor:Insitut Pertanian Bogor.
Soewardi, K. 2002. Pengelolaan Kualitas Air Tambak, Makalah
Dalam Seminar Penetapan Standar Kualitas Air Buangan
Tambak, Ditjen Perikanan Budidaya, Puncak, 7-9 Agustus
2002.
Widigdo, B. 2000. Diperlukan Pembakuan Kriteria Eko-Biologis
Untuk Menentukan Potensi Alami Kawasan Pesisir Untuk
Budidaya Udang. Prosiding. Pelatihan untuk Pelatih
Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. PKSPL-IPB. Bogor
21-26 Februari 2000.
Widigdo, B, J. Haluan. & S. Haryadi. 2001. Materi Kuliah
Pengembangan Perikanan Pesisir. Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.