Forest of Cakrabuana Mountain, Sumedang, West Java) )
Forest of Cakrabuana Mountain, Sumedang, West Java) )
Forest of Cakrabuana Mountain, Sumedang, West Java) )
Bagian Ekologi, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Jl. Lingkar Akademik Kampus IPB Darmaga
Po. Box 168 Bogor 16680 Telp. +62-251-626806, Fax +62-251-626886 Email : ecology@ipb.ac.id
2)
Alumnus Fakultas Kehutanan IPB
*)Diterima : 29 September 2009; Disetujui : 13 Agustus 2010
ABSTRACT
Palahlar gunung (Dipterocarpus retusus Bl.) is one tree species of Dipterocarpaceae family which has high
value and occurs in West Java. However, this species was threatened with extinction, and the technique for
its culture has not been known yet. The objectives were to study the characteristics of growth site of palahlar
gunung. This research was conducted in the protection forest area of Gunung (Mountain) of Cakrabuana,
Sumedang, West Java. This research was conducted by establishing observation strips as wide as 20 m with
direction perpendicular to contour line, from altitude of 1,000-1,600 m above sea level, as many as three
strips with distance between strips was 500 m. Research results showed that palahlar gunung trees were
found at altitude ranging from 1,000 m to 1,225 m asl with slope of 4-100% in Latosol soil, with texture
ranging from silty loam to clay, with soil acidity level ranging from acid to slightly acid. At altitude of 1,0001,099 m asl there were found palahlar gunung trees as many as 9 trees. At altitude of 1,100-1,199 m asl
there were found as many as 12 trees, and at altitude of 1,200-1,299 m asl there were found as many as 5
trees. In slope class of 26-50%, abundance of palahlar gunung was the greatest, namely 15 trees. In slope
class 51-75%, abundance of palahlar gunung was as many as 5 and 4 trees, and the smallest abundance of
palahlar gunung occurred at slope class 76-100% , namely as many as 2 trees.
Keywords: Abundance, altitude, slope, soil texture
ABSTRAK
Palahlar gunung (Dipterocarpus retusus Bl.) adalah salah satu jenis pohon famili Dipterocarpaceae yang
bernilai tinggi yang terdapat di Jawa Barat. Keberadaan jenis tersebut terancam punah dan belum diketahui
pembudidayaannya, oleh karena itu dengan tujuan untuk mengkaji karakteristik tempat tumbuh palahlar
gunung (Dipterocarpus retusus Bl.) penelitian ini dilakukan. Penelitian dilakukan di wilayah Hutan Lindung
Gunung Cakrabuana, Sumedang, Jawa Barat. Penelitian dilakukan dengan jalur pengamatan lebar 20 m, arah
tegak lurus kontur dari ketinggian 1.000-1.600 m dpl sebanyak tiga jalur dengan jarak antar jalur 500 m.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pohon palahlar gunung (Dipterocarpus retusus Bl.) dijumpai pada
ketinggian 1.000 sampai 1.225 m dpl dengan kelerengan 4-100% pada tanah Latosol yang bertekstur geluh
debuan sampai lempung dengan tingkat kemasaman tanah masam sampai cukup masam. Pada ketinggian
1.000-1.099 m dpl pohon palahlar gunung (Dipterocarpus retusus Bl.) sebanyak sembilan pohon. Pada
ketinggian 1.100-1.199 m dpl ditemukan sebanyak 12 pohon dan pada ketinggian 1.200-1.299 m dpl
ditemukan sebanyak lima pohon. Pada kelas lereng 26-50% kelimpahan palahlar gunung (Dipterocarpus
retusus Bl.) paling besar yaitu sebanyak 15 pohon. Pada kelas lereng 51-75% kelimpahan palahlar gunung
(Dipterocarpus retusus Bl.) sebanyak lima dan empat pohon dan kelimpahan palahlar gunung
(Dipterocarpus retusus Bl.) paling kecil terdapat pada kelas lereng 76-100% yaitu sebanyak dua pohon.
Kata kunci: Kelimpahan, ketinggian tempat, lereng, tekstur tanah
I. PENDAHULUAN
Pohon-pohon dari suku Dipterocarpaceae adalah penghasil kayu utama di hutan hujan tropika Asia Tenggara, terutama terdapat di wilayah Indonesia. Kebanyakan pohon-pohon Dipterocarpaceae
merupakan pohon besar yang mendominasi tajuk utama hutan, sehingga sering
disebut pohon dominan. Diketahui pula
bahwa Indonesia memiliki kekayaan jenis
pohon Dipterocarpaceae tertinggi di dunia, dari 512 jenis pohon anggota suku
Dipterocarpaceae, 386 jenis di antaranya
terdapat di wilayah Asia Tenggara, terutama di Indonesia (Newman et al.,
1999). Jenis pohon terbanyak adalah anggota marga Shorea atau meranti dan marga Dipterocarpus atau keruing umumnya
berupa pohon besar dengan batang lurus
dan berbanir.
Marga Dipterocarpus terdiri atas 70
jenis, terbanyak terdapat di Kalimantan
41 jenis dan empat jenis di antaranya ditemukan di Jawa (Newman et al., 1999).
Marga Dipterocarpus yang ditemukan di
Pulau Jawa, yaitu palahlar (Dipterocarpus hasseltii Blume), keladan atau palahlar beurit (Dipterocarpus gracilis Blume), palahlar gunung (Dipterocarpus retusus Blume) dan lalar atau kelahlar
(Dipterocarpus littoralis Blume). Jenis
D. hasseltii, D. gracilis, D. retusus dilaporkan terdapat di hutan alam di Jawa
Barat dan Jawa Tengah bagian selatan
dan D. littoralis hanya ditemukan di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Akibat tekanan penduduk yang lapar lahan di Pulau Jawa, telah terjadi peningkatan yang luar biasa kegiatan penebangan liar dan perambahan hutan di Pulau Jawa yang memperparah kerusakan
hutan dan mempercepat punahnya jenis
pohon lokal yang bernilai tinggi di Pulau
Jawa, termasuk palahlar. Sampai saat ini
tidak banyak informasi tentang keberadaan palahlar di Jawa Barat termasuk
penyebaran, karakteristik tempat tumbuh,
dan teknik budidaya dalam rangka penyelamatan dan pengembangan palahlar (D.
retusus).
2
nya diproses sebagai spesimen herbarium. Identifikasi dan determinasi nama jenis tumbuhan yang belum diketahui dilakukan di Herbarium Bogoriense, Puslitbang Biologi LIPI.
b. Pengamatan Sifat Fisik Lingkungan
Data sifat fisik lingkungan yang diukur di lapangan adalah suhu, kelembaban, topografi, dan sifat-sifat tanah. Topografi meliputi ketinggian tempat dan kelerengan. Pengukuran topografi meliputi
ketinggian tempat dari permukaan laut
dan kelerengan tempat. Data sifat fisik
lingkungan ini diukur pada setiap petak
berukuran 20 m x 100 m. Contoh tanah
diambil secara acak pada setiap sub petak
20 m x 20 m pada kedalaman 0-20 cm
dan > 20 cm. Contoh tanah yang berasal
dari sub petak berukuran 20 cm x 20 cm
tersebut selanjutnya dicampur (dikomposit) menjadi satu untuk mendapatkan contoh tanah dari petak berukuran 20 cm x
100 cm.
2. Penetapan Pengambilan Contoh
Metode yang digunakan dalam pengambilan data lapangan adalah gabungan
dari metode jalur dengan metode petak
ganda (metode line plot systematic
sampling). Jumlah jalur yang dibuat sebanyak tiga jalur. Masing-masing jalur diletakkan dari ketinggian 1.000 m dpl sampai dengan ketinggian 1.600 m dpl, dengan jarak tiap-tiap jalur adalah 500 m.
Pembuatan jalur dilakukan dengan cara
memotong kontur/tegak lurus terhadap
ketinggian. Penetapan jalur dilakukan secara systematic sampling with random
start. Di dalam jalur tersebut dibagi-bagi
lagi menjadi petak-petak berukuran 20 m
x 100 m dengan interval tiap-tiap petak
adalah 100 m. Terdapat enam petak berukuran 20 m x 100 m di setiap jalur, sehingga untuk ketiga jalur terdapat 18 petak pengamatan atau luas areal penelitian
adalah 3,6 ha. Selanjutnya pada setiap petak berukuran 20 m x 100 m tersebut dibagi lagi ke dalam sub petak-sub petak
yang berukuran 20 m x 20 m. Masingmasing sub petak tersebut kemudian di3
FR =
D =
DR =
X 100 %
X 100 %
X 100 %
dominansi dipusatkan pada satu atau sedikit jenis. Sebaliknya, komunitas hutan
yang diamati didominasi oleh banyak
jenis, maka nilai indeks dominansi jenisnya akan bernilai rendah atau bahkan
mendekati nol.
Keanekaragaman jenis dikuantitatifkan dengan menghitung Indeks Keragaman Jenis (Indeks Shanon-Wiener) sebagai
berikut (Margalef, 1968 dalam Misra,
1980):
H=
ni
ni
N log N
Dimana :
H = Indeks keragaman Shanon-Wiener
ni = Nilai penting tiap jenis (spesies)
N = Total nilai penting.
ni
C=
N
Dimana :
C = Indeks dominansi
N = Total nilai penting
ni = Nilai penting masing-masing jenis
S 1
,
log (N)
Dimana :
R = Indeks Margalef
S = Jumlah jenis (spesies)
N = Jumlah total individu
R=
Tabel (Table) 1. Jumlah jenis tumbuhan pada setiap tingkat pertumbuhan yang ditemukan pada setiap jalur
pengamatan (Number of species each growth level at each transect line observation)
Jumlah jenis per jalur (Number of species each transect)
Tingkat pertumbuhan
No.
(Growth stage)
Jalur 1 (Transect 1)
Jalur 2 (Transect 2)
Jalur 3 (Transect 3)
1
Semai (Seedling)
31
28
25
2
Pancang (Sapling)
40
41
27
3
Tiang (Poles)
37
29
26
4
Pohon (Tree)
34
34
27
Rata-rata (Average)
36
33
26
Tabel (Table) 2. Tiga nama jenis yang mempunyai indeks nilai penting tertinggi pada berbagai tingkat
pertumbuhan di Hutan Lindung Gunung Cakrabuana (The highest three name species of
importance value index at each growth stage in the Cakrabuana Protected Forest area)
Tingkat pertumbuhan
No. urut
Nama jenis (Name of species)
INP (IVI) (%)
(Growth stage)
INP (IVI order)
Semai (Seedling)
1
Pasang (Quercus sundaica)
43,74
2
Peutag (Acemena acuminatissima)
36,70
3
Puspa (Schima walichii)
26,18
24
Palahlar (Dipterocarpus retusus)
1,67
Pancang (Sapling)
1
Peutag (Acemena acuminatissima)
42,98
2
Pasang (Quercus sundaica)
31,77
3
Puspa (Schima walichii)
19,27
8
Palahlar (Dipterocarpus retusus)
4,78
Tiang (Poles)
1
Peutag (Acemena acuminatissima)
57,54
2
Pasang (Quercus sundaica)
39,17
3
Huru (Actinodaphne procera)
32,30
9
Palahlar (Dipterocarpus retusus)
7,47
Pohon (Tree)
1
Puspa (Schima walichii)
63,43
2
Pasang (Quercus sundaica)
61,64
3
Peutag (Acemena acuminatissima)
20,67
4
Palahlar (Dipterocarpus retusus)
20,56
Keterangan (Remarks): INP (IVI): Indeks Nilai Penting (Importance Value Index)
Tabel (Table) 3. Jumlah jenis dan nilai indeks keanekaragaman jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan
vegetasi (Number of species and index of diversity for each growth stage)
Tingkat
(Growth stage)
Semai (Seedling)
Pancang (Sapling)
Tiang (Poles)
Pohon (Tree)
Jumlah
jenis
(Number of
species)
47
61
53
50
Jumlah
individu
(Number
of individual)
516
693
320
548
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai R dalam komunitas hutan di lokasi
penelitian 7,36-9,17. Nilai R tertinggi
pada tingkat pancang, diikuti tingkat
tiang, pohon dan terendah tingkat semai.
Hasil tersebut terlihat bahwa tingkat pertumbuhan yang mempunyai jumlah jenis
tertinggi akan mempunyai nilai kekayaan
jenis tertinggi pula.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kemerataan jenis pada semua tingkat pertumbuhan mendekati 1, yaitu > 0,69. Ni6
Nilai C
(C value)
Nilai R
(R value)
Nilai E
(E value)
Nilai H
(H value)
0,13
0,12
0,08
0,29
7,36
9,17
9,01
7,77
0,69
0,69
0,79
0,71
2,26
2,82
3,14
2,76
Tabel 5 terlihat bahwa persentase rata-rata per ha banyaknya palahlar dibandingkan dengan banyaknya individu seluruh
jenis meningkat dengan meningkatnya
tingkat pertumbuhan. Pada tingkat semai, persentase palahlar dibandingkan semua jenis hanya 0,58%, pada tingkat pancang menjadi 0,65%, pada tingkat tiang
meningkat menjadi 2,50%, sedangkan pada tingkat pohon meningkat menjadi
4,74%. Hal ini sejalan dengan tingkat
dominasi palahlar dibandingkan dengan
jenis lain seperti tertera pada Tabel 2.
Sebaran banyaknya pohon seluruh
jenis dan jenis palahlar pada petak contoh
seluas 3,6 ha berdasarkan kelas diameter
disajikan pada Gambar 1.
Pada Gambar 1 tampak bahwa bentuk
sebaran banyaknya pohon berdasarkan
kelas diameter membentuk huruf J terbalik atau membentuk struktur tegakan normal hutan tidak seumur, yaitu banyaknya
pohon paling banyak pada kelas umur
rendah dan semakin menurun dengan bertambahnya kelas diameter. Hal yang sama terjadi pada jenis palahlar, jumlah pohon palahlar paling banyak terdapat pada
kelas diameter 20-39 cm sebanyak 15 pohon dan terus menurun hanya 2 pohon
pada kelas diameter 120 cm. Pada Gambar 1 dapat dilihat pula bahwa pohon-pohon di lokasi penelitian, baik palahlar
maupun non palahlar masih ditemukan
pohon-pohon besar dengan diameter batang > 120 cm.
Tabel (Table) 4. Banyaknya pohon dan permudaan yang ditemukan pada setiap jalur pengamatan untuk
seluruh jenis dan jenis palahlar (Tree and regeneration abundance for all species and
palahlar species)
Kerapatan individu (Density individual)
Jalur 1 (Transect 1)
Jalur 2 (Transect 2)
Jalur 3 (Transect 3)
Tingkat
Jenis
Jenis
Jenis
No.
(Growth stage)
Seluruh jenis palahlar Seluruh jenis palahlar
Seluruh jenis palahlar
(All species) (Palahlar (All species) (Palahlar (All species) (Palahlar
Species)
Species)
Species)
1
Semai (Seedling)
183
1
169
1
164
1
2
Pancang (Sapling)
249
3
230
7
214
8
3
Tiang (Poles)
120
1
110
6
90
1
4
Pohon (Tree)
211
6
182
17
155
3
Rata-rata (Average)
190,75
2,75
172,75
7,75
155,75
3,25
Tabel (Table) 5. Banyaknya pohon dan permudaan per ha pada semua jalur pengamatan untuk seluruh jenis
dan jenis palahlar (Tree and regeneration abundance for all species and palahlar species
per hektare size plots)
No.
1
2
3
4
Tingkat
(Growth
stage)
Semai
(Seedling)
Pancang
(Sapling)
Tiang (Poles)
Pohon (Tree)
Jumlah individu
(Number of individual)
Jenis
Seluruh
palahlar
jenis (All
(Palahlar
species)
species)
516
3
Luas contoh
(Sampling
size) (ha)
0,036
693
18
0,225
3.080,0
20,0
0,65
320
548
8
26
0,900
3,600
355,6
152,2
8,9
7,2
2,50
4,74
400
365
350
300
250
200
150
Seluruh jenis
95
Palahlar
100
50
47
15
22
14
0
20-39
40-59
60-79
Gambar (Figure) 1. Sebaran jumlah pohon palahlar dan pohon seluruh jenis berdasarkan kelas diameter di
lokasi penelitian (Number of tree for all species and palahlar species each diameter
classes)
Hasil pengukuran dan perhitungan luas bidang dasar (lbds) atau sering disebut
dengan basal area (m2/ha) tumbuhan tingkat tiang dan pohon untuk jenis palahlar
dan semua jenis beserta persentasenya
dapat dilihat pada Tabel 6.
Pada Tabel 6 terlihat bahwa rata-rata
basal area tumbuhan tingkat tiang (pohon
berdiameter 10-20 cm) untuk seluruh jenis adalah 5,85 m2/ha, basal area tingkat
pohon seluruh jenis mencapai 26,17 m2/
ha, sedangkan untuk jenis palahlar
masing-masing 0,15 m2/ha untuk tingkat
tiang dan 2,89 m2/ha untuk tingkat
pohon. Basal area palahlar pada tingkat
tiang hanya 2,79% dibandingkan dengan
basal area seluruh jenis, sedangkan untuk
tingkat pohon mencapai 8,67%. Jika di-
Tabel (Table) 6. Basal area tumbuhan tingkat tiang dan pohon untuk jenis palahlar dan semua jenis (Tree
and poles stagebasal area for all species and palahlar species)
Tingkat
(Growth stage)
Tiang (Poles)
Pohon (Tree)
Jalur (Transect)
Basal area
palahlar (Basal
area of palahlar)
(m2/ha)
I
II
III
Rata-rata (Average)
I
II
III
Rat-rata (Average)
Total (Totally)
0,04
0,31
0,10
0,15
2,63
3,55
2,50
2,89
3,04
Basal area
seluruh jenis
(Basal area for all
species)
(m2/ha)
6,68
6,04
4,82
5,85
28,56
26,73
23,20
26,17
32,02
%
Basal area
palahlar (Basal
area of palahlar)
0,58
5,70
2,08
2,79
7,04
8,53
10,50
8,67
11,46
Dimana :
Y = Jumlah pohon palahlar per petak
X1 = Ketinggian tempat (m dpl)
X2 = Kelerengan (%)
X6 = Kandungan pasir kedalaman tanah > 20 cm
(%)
X7 = Kandungan debu kedalaman tanah > 20 cm
(%)
X8 = Kandungan liat kedalaman tanah > 20 cm
(%)
Analisis keragaman dari model persamaan regresi linier berganda tersebut seperti tertera pada Tabel 8.
Tabel (Table) 7. Kelimpahan jenis palahlar berdasarkan jenis dan sifat fisik tanah, ketinggian dan kelerengan
tempat (Palahlar species abundance related to soil properties, altitude and slope area)
Petak
(Plots)
1
2
3
4
Basal area
Jumlah
palahlar
palahlar
(Basal area
(Number of
palahlar)
palahlar)
(m2/ha)
6
15,79
0
0
0
0
0
0
Ketinggian
(Altitude)
(m dpl/asl.)
Lereng
(Slope)
(%)
1.000-1.099
1.100-1.199
1.200-1.299
1.300-1.399
33
64
78
67
Kelas tekstur
tanah (Texture
classes)
Geluh debuan
Lempung
Lempung
Geluh lempung debuan
5
0
0
1.400-1.499
44
Geluh debuan
6
0
0
1.500-1.599
38
Geluh lempung debuan
1
3
0,94
1.000-1.099
22
Geluh debuan
2
11
12,28
1.100-1.199
44
Lempung
3
3
8,10
1.200-1.299
33
Lempung
4
0
0
1.300-1.399
44
Lempung
5
0
0
1.400-1.499
62
Geluh lempung
6
0
0
1.500-1.599
56
Geluh lempung debuan
1
0
0
1.000-1.099
56
Lempung
2
1
1,18
1.100-1.199
100
Lempung
3
2
13,73
1.200-1.299
89
Lempung
4
0
0
1.300-1.399
67
Geluh lempung debuan
5
0
0
1.400-1.499
89
Lempung
debuan
6
0
0
1.500-1.599
78
Lempung
Keterangan (Remarks):T = Ketinggian tempat (m dpl), L = Kelerengan tempat (%)
pH
H2O
tanah
(Soil)
Tingkat
kemasaman
tanah (Soil
acidity level)
5,4
5,1
5,3
5,1
Masam
Sangat masam
Masam
Sangat masam
5,1
5,0
Sangat masam
Sangat masam
5,9
5,7
5,7
4,8
5,0
5,4
Cukup masam
Cukup masam
Cukup masam
Sangat masam
Sangat masam
Masam
5,4
5,6
5,3
5,2
Masam
Cukup masam
Masam
Masam
5,0
Sangat masam
4,5
Sangat masam
Tabel (Table) 8. Analisis keragaman regresi linier berganda antara jumlah pohon palahlar per petak dengan
faktor lingkungan di Hutan Lindung Gunung Cakrabuana, Sumedang (Analysis of variance
for multi regression between number of palahlar tree and environment factors at Protected
Forest of Cakrabuana Mountain, Sumedang)
Sumber keragaman (Source)
Db/Df
JK/SS
KT/MS
F/F
P/P
Regresi
5
121.465
24.293
13.90
0.000
Sisa
12
20.980
1.748
Total
17
142.444
10
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, J., S.J. Damanik, N. Hisyam, dan
A.J. Whitten. 1984. Ekologi eko11
12
Smith, R.L. 1980. Ecology and field biology. 3rd Edition. Harper and Row
Publishers. New York.
Soerianegara, I. Dan A. Indrawan. 2002.
Ekologi hutan Indonesia. Fakultas
Kehutanan.
Institut
Pertanian
Bogor.
Soerianegara, I. and R.H.J. Lemmens
(Editors). 1994. Plant resources of
South-East Asia 5 (1) timber trees:
major
commercial
timbers.
PROSEA, Bogor, Indonesia.
Southwood, T.R.E. and P.A. Henderson.
2000. Ecological methods. 3rd
Edition. Blackwell Science Ltd.
Oxford. London.
Supranto, J. 1987. Statistik: teori dan
aplikasi. Penerbit Erlangga. Jakarta.