Mika Miki
Mika Miki
Mika Miki
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH MOBILISASI MIRING KANAN MIRING KIRI TERHADAP
PENCEGAHAN KONSTIPASI PADA PASIEN STROKE INFARK DENGAN
TIRAH BARING LAMA DI RUANG ICU RSUD PROF. DR. SOEKANDAR
MOJOKERTO
Dipertahankan di depan Tim Penguji Pnelitian Dosen STIKES Majapahit,
Program Studi S1 Keperawatan dan
Pada tanggal 11 Juni 2013
Mengesahkan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit Mojokerto
Program Studi S1 Keperawatan
ii
ABSTRACT
EFFECT OF RIGHT TURNING AND LEFT TURNING MOBILIZATION
IN CONSTIPATION PREVENTION IN STROKE INFARCT PATIENT
WITH LONG PERIOD OF BED-RESTING
Quasy-Experiment Pre-Post Test Control Design in ICU Room RSUD Prof.
Dr. Soekandar Mojokerto
iii
ABSTRAK
PENGARUH MOBILISASI MIRING KANAN MIRING KIRI TERHADAP
PENCEGAHAN KONSTIPASI PAD PASIEN STROKE INFARK DENGAN
TIRAH BARING LAMA
Penelitian Quasy-Experiment Pre Post Test Control Design di Ruang ICU
RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojokerto
Stroke adalah penyebab utama kematian dan kecacatan di Indonesia. Pada
pasien stroke, rangsangan eksternal digunakan untuk mengurangi kebutuhan
serebrum dengan melakukan terapi tirah baring. Terapi tirah baring menyebabkan
konstipasi. Mobilisasi telah dilakukan secara instruksional tetapi protab tertulis
masih belum ada. Upaya keperawatan untuk meredakan konstipasi dilakukan
dengan memberikan mobilisasi miring kanan dan miring kiri setiap 2 jam, tetapi
pengaruhnya tidak diketahui.
Desain dalam penelitian ini adalah quasy-experiment post test control
design. Populasi adalah pasien stroke infark di Ruang ICU RSUD Prof. Dr.
Soekandar Mojokerto. Jumlah sampel adalah 36 responden yang diperoleh
menurut kriteria inklusi. Variabel dependen adalah mobilisasi miring kanan dan
miring kiri dan variabel dependennya adalah konstipasi. Penelitian ini
menggunakan instrumen observasi dan kuesioner. Data dianalisis menggunakan
Mann Withney Test dengan 0,05 dan menggunakan Wilcoxon Test dengan
0,05.
Penelitian ini menghasilkan nilai rectal toucher kelompok pre-post
perlakuan untuk Wilcoxon test p = 0,001, dan nilai rectal toucher kelompok prepost kontrol untuk Wilcoxon test p = 0,180, sementara nilai Mann Whitney Test
adalah p = 0,151. Nilai peristaltik usus untuk kelompok pre-post perlakuan adalah
p = 0,000, sementara nilai peristaltik untuk pre-post kontrol adalah p = 0,008 dan
nilai Mann Whitney Test adalah p = 0,000.
Sebagai kesimpulan, tidak terjadi peningkatan peristaltik usus dan rectal
toucher sebelum mobilisasi miring kanan dan miring kiri tetapi setelah mobilisasi
diketahui adanya peningkatan. Ada pengaruh signifikan mobilisasi miring kanan
dan miring kiri untuk mencegah konstipasi pada pasien stroke infark dengan tirah
baring lama. Disarankan agar mobilisasi miring kanan dan miring kiri tiap dua
jam dibuatkan protab tertulis.
Kata kunci: Tirah baring, Mobilisasi miring kanan miring kiri, Stroke Infark
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Judul.................................................................................................. i
Lembar Pengesahan ......................................................................................... ii
Abstrak ............................................................................................................. iii
Daftar Isi........................................................................................................... v
Daftar Tabel ..................................................................................................... vii
Daftar Gambar .................................................................................................. viii
Daftar Grafik .................................................................................................... ix
BAB 1
PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1 Latar Belakang .........................................................................
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................
1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................
1.3.1 Tujuan umum ..............................................................
1.3.2 Tujuan khusus .............................................................
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................
1
1
4
4
4
4
5
BAB 2
6
6
6
7
9
10
12
13
13
13
14
15
15
16
17
17
19
22
22
22
22
22
23
25
27
27
27
27
28
28
28
28
30
BAB 3
BAB 4
35
35
37
38
38
38
39
40
40
40
41
43
43
43
43
44
44
45
45
45
45
BAB 5
47
47
47
48
51
56
BAB 6
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 3.1
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Gambar 5.4
Gambar 5.5
viii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1
Grafik 5.2
Grafik 5.3
Grafik 5.4
ix
54
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1`Latar belakang
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis
yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis
yang harus diatangani cepat, tepat dan cermat. Progresivitas stroke terjadi pada
20-40% pasien stroke infark yang dirawat, dengan risiko terbesar dalam 24 jam
pertama sejak onset gejala (Mansjoer, 2000). Pada pasien stroke untuk
mengurangi kebutuhan oksigen serebrum melalui penurunan rangsang eksternal
diterapi dengan tirah baring / imobilisasi (Corwin, 2001). Masalah baik psikologis
maupun fisik dapat terjadi akibat keadaan imobilitas. Masalah fisik yang dapat
terjadi akibat keadaan imobilitas diantaranya yaitu mempengaruhi fungsi sistem
gastrointestinal yang menyebabkan terjadinya konstipasi. Fungsi sistem
gastrointestinal mempunyai kaitan dengan otak besar (Serebrum) terutama pada
bagian lobus sentral. Pada umumnya penanganan konstipasi di ruang rawat inap
kebanyakan dengan pemberian obat pencahar (laksatif). Obat laksatif apabila
digunakan dengan benar dapat mempertahankan pola eliminasi normal dengan
aman. Tetapi, penggunaan laksatif dalam jangka waktu lama menyebabkan usus
besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang responsif terhadap stimulasi
yang diberikan oleh laksatif (Potter & Perry, 2006). Di
ruang
rawat
inap
mobilisasi miring kanan miring kiri sebenarnya sudah dilakukan tapi secara
instruksional sehingga belum efektif. Oleh karena itu upaya keperawatan untuk
10
indikasi pada pasien resiko peningkataan intra kranial seperti pada pasien stroke
karena bisa berakibat terjadinya valsava manuver, yang tidak menutup
kemungkinan berakhir dengan kematian. Setiap tahun, 200 dari tiap 100.000
orang di Eropa, menderita stroke dan menyebabkan kematian 275.000-300.000
orang di Amerika. Di pusat-puasat pelayanan neurologi di Indonesia jumlah
penderita stroke selalu menempati urutan pertama dari seluruh penderita rawat
inap (Harsono, 2003). Berdasarkan data dari irna medik periode tahun (2009) di
RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojokerto menunjukkan bahwa stroke khususnya
CVA Infark masih mendominasi kasus terbanyak (45 %) dari seluruh kasus 15
penyakit syaraf. Dari hasil rekam medik di RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojokerto
menunjukan bahwa hampir 75% kasus CVA Infark pada fase akut mengalami
konstipasi akibat imobilisasi.
11
12
selama proses defekasi, merupakan hal yang penting (Potter & Perry, 2006).
Penggantian posisi secara teratur dan sering merupakan salah satu tindakan
keperawatan yang perlu dilakukan karena dapat mencegah komplikasi yang dapat
timbul akibat berbaring. Posisi pasien sebaiknya dirubah setiap 2 jam bila tidak
ada kontra indikasi (Priharjo, 1993). Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui
bahwa pemberian penggantian posisi tidur miring kanan miring kiri terhadap
terjadinya konstipasi.
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Menjelaskan pengaruh mobilisasi miring kanan miring kiri
terhadap terjadinya konstipasi pada pasien stroke Infark dengan tirah
baring.
1.3.2
Tujuan Khusus
a.
b.
c.
13
14
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Saraf Otonom
1. Saraf Simpatis
Saraf simpatis dimulai dari medula spinalis antara segmen T-1
dan L-2 dan dari tempat ini mula mula rantai ke rantai simpatis, untuk
selanjutnya ke jaringan organ yang dirangsang oleh saraf-saraf
simpatis. Setiap jaras simpatis dari medula ke jaringan yang terangsang
terdiri atas dua neuron, yakni neuron preganglionik dan neuron
postganglionik. Badan sel setiap neuron preganglionik terletak di
kornu intermediolateral medula spinalis. Serat-seratnya berjalan
melewati radiks anterior medula menuju saraf spinal yang terkait.
Saraf spinal meninggalkan kanalis spinalis, serat preganglionik
simpatis meningalkan saraf itu dan berjalan melewati ramus putih ke
salah satu ganglia dari rantai simpatis. Neuron postganglionik berasal
dari salah satu ganglia rantai simpatis atau dari salah satu ganglia
prevertebral. Dari kedua sumber ini serat-serat postganglionik berjalan
ke berbagai organ tujuannya. Serat saraf preganglionik simpatis
berjalan tanpa mengadakan sinaps, melalui jalan dari sel-sel kornu
intermedio- lateral medula spinalis, melewati nervus splanknikus
berakhir di medula spinalis. Di medula adrenal, serat-serat saraf ini
langsung berakhir pada sel-sel neuron khusus yang mensekresikan
15
6
neuron
preganglionik
dan
postganglionik.
Serat
16
asetilkonesterase
yang
berikatan
dengan
kolagen
dan
17
dalam darah; (3) dalam jumlah yang sedikit, dihancurkan oleh nenzim
(salah satu enzim tersebut adalah mono amin oksidase, yang dapat
dijumpai di ujung saraf itu sendiri, dan enzim katekol-O-metiltransferase, yang dapat berdifusi ke seluruh jaringan (Guyton & Hall,
1997).
2.1.3
meningkatkan
seluruh
tingkat
aktivitas
saluran
18
Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang
lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu
serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak),
dan diensefalon (Satyanegara, 1998).
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan
korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis
yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk
gerakan-gerakan voluntar, lobus parietalis yang berperan pada kegiatan
memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi
tingkatnya, lobus temporalis merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna
(Price, 1995)
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium yang memisahkan
dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat
19
mata
rantai
penghubung
yang
penting
pada
jaras
20
oleh
gangguan
peredaran
darah
otak
nontraumatik
21
Trombosis Serebral
Arterisklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral. Tanda tanda trombosis serebral
bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien
dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa
mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari hemoragi intra serebral
atau embolisme serebral. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi
dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegi, atau
parastesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan parawisis berat
pada beberapa jam atau hari.
2.3.2
Embolisme Serebral
Abnormalitas patologi pada jantung kiri, seperti endokarditis
infektif, penyakit jantung reumatik, infark miokard, serta infeksi pulmonal
adalah tempat-tempat asal emboli. Pemasangan katup jantung prostetik
dapat mencetuskan stroke karena terdapat peningkatan insiden embolisme
22
23
2.3.4
2.3.5
Stroke Hemoragik
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab
utama kasus gangguan pembuluh darah otak dan merupakan sepersepuluh
dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya
disebabkan oleh ruptura arteria serebri. Ekstravasasi darah terjadi di
daerah otak dan subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak didekatnya
akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak,
sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan.
Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willisi.
Bekuan darah yang semula lunak dan menyerupai selai merah akhirnya
akan terlarut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang
terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami
nekrosis. Kerja enzim-enzim akan menyebabkan terjadinya proses
pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga tersebut. Rongga tersebut
kemudian terisi oleh serabut-serabut astroglia yang mengalami proliferasi.
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu
aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus willisi. Hipertensi
24
arteria
yang
menembus
otak
seperti
cabang-cabang
25
mental
dan
psikologis,
gangguan
eliminasi,
gangguan
kesdaran
(Lumbantobing, 2007).
26
27
sekarat dapat
perdarahan
subaraknoid
oleh
pecahnya
28
sistolik 160
yang hipertensif
mengakibatkan
hidrosefalus
tengkorak.
4) Mencegah perdarahan ulang, paling sedikit sering terjadi selama 24 minggu pertama. Untuk maksud ini dapat diberi obat dari
29
golongan
komplikasi sekunder
sebagai
akibat
dari
ada
penyesuaian
pendapat
mengenai
peranan
30
2.6.2
2.7 Konstipasi
2.7.1 Definisi Konstipasi
Konstipasi didefinisikan sebagai frekuensi defekasi kurang dari
tiga kali per minggu. Namun frekuensi feses sendiri bukan merupakan
31
32
individu
mengalami
depresi,
sistem
saraf
otonom
33
34
Gambar 2.4 Lintasan Parasimpatis pada reflek defekasi (Guyton & Hall, 1997)
35
2.8 Imobilisasi
2.8.1
Definisi Imobilisasi
Gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh Nanda
sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerak fisik (Perry & Potter, 2006). Tirah baring
merupakan suatu intervensi dimana klien di batasi untuk tetap berada di
tempat tidur untuk tujuan terapeutik.
Menurut Perry & Potter (206) tujuan umum tirah baring
1. Mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen untuk tubuh.
2. Mengurangi nyeri, meliputi nyeri pasca operasi dan kebutuhan
analgesik dengan dosis besar.
3. Memungkinkan klien sakit atau lemah untuk beristirahat dan mengembalikan kekuatan.
4. Memberi kesempatan pada klien yang letih untuk beristirahat tanpa
gangguan.
2.9 Mobilisasi
2.9.1
Definisi Mobilisasi
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan bebas (Perry dan Potter, 2006). Aktivitas (mobilisasi) didefinisikan
sebagai suatu aksi energetik atau keadaan bergerak. Orang sakit
memerlukan waktu yang lama di tempat tidur sehingga mereka
mempunyai masalah dalam menjaga aktivitas / gerakan. Perawat perlu
membatu pasien untuk menjaga kemampuan bergerak serta untuk
mencegah penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat keadaan kurang
36
37
38
39
meningkatkan kegiatan otot polos usus dan kegiatan noradrenergik simpatis yang
umumnya menurunkan kegiatannya walau sfingter akan berkontraksi. Pembuluh
darah usus mempunyai persarafan rangkap yaitu persarafan noradrenergik
ekstrinsik dan persarafan intrinsik melalui serat-serat sistem saraf enterik. VIP dan
NO merupakan salah satu diantara berbagai mediator pada persarafan intrinsik
yang bertanggung jawab terhadap hiperemia yang menyertai pencernaan
makanan. VIP terdiri atas 28 residu asam amino terdapat dalam saraf saluran
cerna. VIP juga terdapat dalam darah, dengan waktu paruh kira-kira 2 menit.
Diusus VIP secara nyata merangsang serkresi elektrolit usus dan juga air.
Kerjanya diantaranya relaksasi otot polos usus termasuk sfingter, dilatasi
pembuluh darah perifer, dan inhibisi sekresi asam lambung. VIP juga terdapat di
otak dan di saraf otonom dan sering terdapat di neuron yang sama dengan
mengandung asetil kolin. VIP memperkuat kerja asetil kolin di kelenjar saliva.
Akan tetapi VIP dan Asetil kolin tidak terdapat bersamaan dalam neuron-neuron
yang mempersarafi bagian lain saluran cerna. Substansi P merupakan polipeptida
yang mengandung 11 residu asam amino yang ditemukan di usus halus, berbagai
saraf tepi dan berbagai tempat di susunan saraf pusat. Dan masuk ke sirkulasi
darah substansi P meningkatkan gerakan usus.
40
Faktor Internal
Umur
Kebiasaan Pribadi
Nyeri
Psikologis
Kehamilan
Faktor Eksternal
Lingkungan
Posisi selama defekasi
Pembedahan dan anesthesi
Diet
Asupan cairan
Obat-obatan
Pemeriksaan diagnostik
Aktivitas
Konstipasi
Peregangan rectum
Impuls Sensorik
Nervus vagus
Mobilisasi miring
kanan miring kiri
tiap 2 jam
Saraf pelvik
Colon Proximal
Depolarisasi
Permeabilitas membran
meningkat terhadap ion
Ca
Difusi
Pleksus mienterikus
Serat Preganglionik
Bersinaps dengan
postganglionik
Sel efektor
Varikositas
Ca berinteraksi dengan
vesikel sekretori +
membran
Sintesis Asetikolin & Zat P
Keterangan :
: Tidak diteliti
41
: Diteliti
Gambar 2.12 Kerangka konseptual pengaruh mobilisasi miring kanan miring kiri
terhadap pencegahan konstipasi pada pasien stroke infark dengan
tirah baring lama
42
2.13 Hipotesis
H1 :
Ada pengaruh pemberian posisi miring kanan miring kiri pada pasien
stroke infark dengan tirah baring terhadap terjadinya konstipasi.
43
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan antara lain : 1) Desain penelitian, 2) kerangka
operasional, 3) Identifikasi variabel, 4) Populasi, sampel dan sampling, 5) Definisi
operasional, 6) Pengumpulan dan analisis data, 7) Etik penelitian, 8) Keterbatasan.
3.1
Desain Penelitian
Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,
yang memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa
mempengaruhi akurasi suatu hasil. Desain penelitian merupakan hasil akhir
dari suatu tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan
bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan. Penelitian ini menggunakan
eksperimen semu (Quasy-Experiment Pre-Post Test Control Design).
x
O1
O2
O3
O4
K
W
Gambar 4.1 Desain Penelitian Pengaruh Mobilisasi Miring Kanan Miring
Kiri Terdahap Pencegahan Konstipasi Pada Penderita Stroke
Infark Dengan Tirah Baring Lama
Keterangan
S = Pasien stroke yang konstipasi.
44
45
3.2
Kerangka Kerja
Populasi 52
Pasien stroke yang dirawat di Ruang teratai RSUD Dr. Soegiri
lamongan
Consecutive Sampling
Sampel sesuai kriteria inklusi
Kontrol
Observasi :
Peristaltik
Konstipasi
Observasi :
Peristaltik
Konstipasi
Intervensi
Perlakuan
Post intervensi
Post perlakuan
Observasi :
Peristaltik
Konstipasi
Observasi :
Peristaltik
Konstipasi
Tabulasi Data
Gambar 3.1 Alur kerja penelitian pengaruh mobilisasi miring kanan miring kiri
terhadap pencegahan konstipasi pada pasien stroke infark dengan
tirah baring lama
46
3.3
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian yang akan dilaksanakan ini diambil dari
penderita di Ruang ICU RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojokerto. Dari
informasi tenaga kesehatan dan rekam medik penderita dari bulan
September 2012 sampai Januari 2013, disebutkan bahwa populasi
penderita stroke infark di Ruang ICU RSUD Prof. Dr. Soekandar
Mojokerto berjumlah 52 penderita.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagaian jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi. Populasi penderita stroke trombotik pada bulan Januari
Juni 2013 di Ruang ICU RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojokerto berjumlah
52 penderita, maka dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang
dikutip dari Zainudin M, (2000) :
N. Z 2 .p.q
n= 2
d . N 1 Z 2 . p . q
n=
n = 45,9
n = 46
Keterangan :
n
= jumlah sampel
= 1 p (100% - p)
3.3.3 Sampling
Sampling adalah proses pemilihan satuan pengamatan (elemen)
dalam jumlah yang cukup sebagai sampel dari populasi. Penelitian ini
mengunakan sampling random non probability dengan metode consecutive
sampling (Sastroasmoro & Ismail, 1995).
48
3.4
Identifikasi Variabel
Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus penelitian untuk
diamati. Variabel sebagai atribut dari kelompok obyek yang mempunyai
variasi antara satu dengan lainnya dalam kelompok tersebut. Semua
variabel yang diteliti harus diidentifikasi, maka yang termasuk variabel
bebas (independent variabel) dan variabel tergantung (dependent variabel)
(Sugiyono, 2006)
3.5
Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi operasional pengaruh mobilisasi miring kanan miring
kiri terhadap pencegahan konstipasi pada pasien stroke infark
dengan tirah baring lama
Alat
Skal
Variabel
Definisi
Parameter
Skor
Ukur
a
Variabel Mobilisasi
1. Frekuen
SAP
Independ yang dilakukan
si : 2
en
: untuk
jam
Miring
meningkatkan
sekali
kanan
peristatik
dalam
miring
dengan miring
24 jam.
kiri
kanan miring 2. Lama :
kiri setiap 2
selama
jam
2
minggu.
49
Variabel
Depende
n:
konstipas
i
Penurunan
1.
frekuensi
defekasi yang
diikuti
oleh 2.
pengeluaran
feses
yang
lama
atau
keras
dan 3.
kering.
4.
5.
Defeka
si 1
3x/hari.
Peristal
tik usus
ada
(kuat).
Tidak
nyeri
tekan
pada
abdom
en di
kuadra
n kiri
bawah.
Masa
tidak
terpalp
asi di
kuadra
n kiri
bawah.
Rectal
tuse
tidak
terabah
masa
yang
menger
as.
Obser
vasi
Obser
vasi
Ordi
nal
Untuk
parameter 1
4 penilaiannya,
menurut
Priharjo
(2007),
peristaltik usus
yang didengar
pada
area
empat kuadran
abdomen
(kanan
atas,
kiri atas, kanan
bawah,
kiri
bawah
dari
abdomen)
dapat
dinyatakan
dengan :
1 = Hipoaktif
/
tidak
Nom
ada.
inal 2 = Sangat
lambat
(terdengar
sekali
permenit).
3=
Terden
gar(setiap
5 sampai
20 detik).
4 = Hiperaktif
/
meningka
t
(terdengar
setiap 3
detik).
Untuk parameter 5
penilaiannya :
1. Teraba
massa.
2. Tidak teraba
massa.
50
3.6
3.6.1
Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan
kuesioner yang diadaptasi dari teori Priharjo dengan hasil penilaian dari
suara peristaltik usus dengan menggunakan stetoskop dan tangan biasa
untuk melakukan palpasi dan rectal toucher sebagai alat pengukur
konstipasi. Pada pengukuran instrumen ini menggunakan skala ordinal
untuk mengukur konstipasi.
3.6.2
3.6.3
51
misal jika dimulai pukul 05.00 sampai pukul 21.00 BBWI untuk perlakuan
responden maka untuk kontrol juga demikian. Untuk perlakuan dilakukan
secara intensif tiap 2 jam dalam 16 jam dengan sembilan kali perubahan
posisi miring kanan dan miring kiri. Sedangkan kontrol berjalan apa
adanya. Untuk kesinambungan pelaksanaan perlakuan tersebut maka
peneliti mengalihkan pada petugas perawat jam dinas selanjutnya. Dalam
satu hari satu kali dilakukan observasi ada tidaknya massa yang mengeras
pada rektum dengan rectal toucher dan dilakukan pemeriksaan peristaltik
usus dengan menggunakan stetoskop pada abdomen kuadran kiri bawah.
Setelah 2 minggu diobservasi peningkatan frekuensi defekasi. Hasil
pengukuran frekuensi defekasi dimasukkan ke dalam lembar observasi
yang telah disusun oleh peneliti. Data yang diperoleh kemudian diberi
kode dan dianalisis.
3.6.4
Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan akan dilakukan tabulasi data, dan
analisa data dengan menggunakan uji Mann Whitney dengan 0,05; dan
menggunakan uji Wilcoxon dengan 0,05.
3.7
Etika Penelitian
Sebelum dilakukan pengumpulan data peneliti terlebih dahulu
mengajukan permohonan ijin yang disertai proposal penelitian. Setelah
mendapat
persetujuan,
peneliti
melakukan
52
pemilihan
dengan
3.6.5
Lembar Persetujuan
Lembar persetujuan akan diberikan sebelum penelitian dilaksanakan
pada pasien yang akan diteliti dengan tujuan agar responden mengetahui
maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang terjadi selama dalam
pengumpulan data. Subyek penelitian diberi tahu tentang penelitian dan
tujuannya. Setelah subyek memahami diharapkan bersedia menjadi
responden atau menjadi peserta dengan menandatangani persetujuan
menjadi responden.
3.6.6
Anonimity
Didalam surat pengantar penelitian dijelaskan bahwa nama
responden / subyek penelitian tidak harus dicantumkan. Peneliti akan
memberikan kode pada tiap-tiap lembar jawaban yang telah diisi oleh
responden.
3.6.7
Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden selaku subyek
penelitian dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya kelompok data
tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
3.8
Keterbatasan
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak
keterbatasan yang menyebabkan validitas dari penelitian kurang
representatif untuk dijadikan bahan rujukan diantaran yaitu :
53
54
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan mengenai hasil pengumpulan data dari
kuesioner dan lembar observasi. Penyajian data disampaikan dalam bentuk tabel,
grafik dan narasi yang meliputi data umum dan data khusus. Data umum
menjelaskan gambaran umum lokasi penelitian dan karakteristik sampel
penelitian. Sedangkan data khusus menampilkan nilai rectal toucher dan
peristaltik usus sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Mobilisasi miring
kanan miring kiri dari kelompok perlakuan atau kelompok perlakuan atau
kelompok kontrol. Data yang telah didapat atau dilakukan pembahasan sesuai
dengan konsep dan teori yang mendukung .
5.1
Hasil penelitian
55
47
1 (6%)
Kontrol
1 (6%)
1 (6%)
1 (6%)
1 (6%)
2 (10%)
3
(16%)
1 (6%) 1 (6%)
1 (6%)
1 (6%)
1 (6%)
2 (10%)
3
(16%)
3 (16%)
3 (16%)
3 (16%)
3 (16%)
1 (6%)
42
45
46
48
50
52
56
57
58
59
51
1 (6%)
42
45
46
48
50
52
56
57
58
59
51
2. Jenis Kelamin
Perlakuan
Kontrol
9
(50%)
Laki-laki
Perempuan
9
(50%)
Laki-laki
Perempuan
56
1 (6%)
Kontrol
1 (6%)
9 (49%)
2 (11%)
8 (44%)
2 (11%)
2 (11%)
1 (6%)
2 (11%)
3 (17%)
1 (6%)
2 (11%)
1 hari
2 hari
3 hari
1 hari
2 hari
3 hari
4 hari
5 hari
6 hari
5 hari
6 hari
7 hari
4 hari
57
Kontrol
8 (44%)
16
(89%)
10
(56%)
Mampu Miring Kanan Miring Kiri
Kontrol
2 (11%)
2 (11%)
16
(89%)
16
(89%)
Serangan Kedua
Lebih Dari 2
Serangan Kedua
Lebih Dari 2
responden
berdasarkan
58
serangan
stroke
yang keberapa
Kelompok Perlakuan
Pre
2
2
1
2
1
2
2
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
Post
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Selisih
0
0
+1
0
1
0
0
+1
+1
0
1
+1
+1
+1
+1
+1
+1
+1
Kelompok Kontrol
Pre
2
1
2
2
1
2
2
1
1
2
2
1
2
2
2
2
2
2
Post
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
Selisih
0
0
0
0
+1
0
0
+1
+1
0
0
+1
-1
0
0
0
0
0
59
Rectal Toucher
Kelompok Perlakuan
2,5
2
Post Test
1,5
1
Pre Test
0,5
0
1
10 11 12 13 14 15 16 17 18
No. Responden
Rectal Toucher
2,5
2
1,5
Pos Test
Pre Test
0,5
0
1
10 11 12 13 14 15 16 17 18
No. Responden
Kelompok Perlakuan
Pre
3
2
1
Post
4
3
3
Selisih
+1
+1
+2
60
Kelompok Kontrol
Pre
2
2
2
Post
1
1
2
Selisih
-1
-1
0
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
2
2
2
2
2
1
2
3
3
3
3
3
2
2
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
3
3
3
3
3
4
+1
+1
+1
+1
+1
+2
+2
+1
0
0
0
0
+1
+1
+1
3
2
2
2
2
2
3
2
2
3
3
2
2
2
3
2
1
2
2
2
1
2
3
1
1
1
2
2
2
2
-1
-1
0
0
0
-1
-1
+1
-1
-2
-2
0
0
0
-1
Kelompok Perlakuan
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
Post Test
Pre Tes
10 11 12 13 14 15 16 17 18
No Responden
61
Kelompok Kontrol
Nilai Peristaltik Usus
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
Pre Test
Post Test
10 11 12 13 14 15 16 17 18
No. Responden
3. Nilai rectal toucher dan peristaltik usus pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol sebelum dan sesudah mobilisasi miring kanan miring kiri.
Responden
Tabel 5.3 Tabel nilai rectal toucher dan peristaltik usus pengaruh mobilisasi
miring kanan miring kiri pada pasien stroke infark dengan tirah
baring lama di Ruang Syaraf A dan Unit Stroke RSU Dr. Soetomo
Surabaya
Kel. Perlakuan
Rectal
Toucher
Kel. Kontrol
Peristaltik
Usus
Rectal
Toucher
Rectal Toucher
Peristaltik Usus
Post
Post
Peristaltik
Usus
Pre
Post
Pre
Post
Pre
Post
Pre
Post
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
10
11
12
13
14
15
16
62
17
18
SD
0,485
0,000
0,669
0,428
0,461
0,323
0,594
0,594
Mann Whitney Test
p=0,000
p=0,180
p=0,008
p=0,151
5.2
Pembahasan
Hasil penelitian terlihat bahwa pasien di ruang ICU RSUD Prof. Dr.
63
p=0,000
rectal toucher dan peristaltik usus sedangkan pada kelompok kontrol juga terdapat
kenaikan meskipun ada beberapa responden yang tidak mengalami kenaikan atau
bahkan menurun. Beberapa responden mengalami kenaikan dengan teratur pada
minggu pertama sampai minggu berikutnya. Disamping itu ada beberapa
responden yang mengalami kenaikan di awal minggu pemberian intervensi,
menurun dipertengahan minggu tetapi naik lagi pada minggu berikutnya.
Pada pasien stroke untuk menggurangi kebutuhan obsigen serebrum
melalui penurunan rangsang eksternal diterapi dengan tirah baring / mobilisasi
(Corwin, 2001 ). Dalam keadaan seperti ini pasien perlu dibantu untuk menjaga
kemampuan bergerak serta untuk mencegah penyulit-penyulit yang dapat timbul
akibat keadaan kurang bergerak diantaranya mempengaruhi fungsi sistem
gastrointestinal yang menyebabkan konstipasi. Penggantian posisi secara teratur
dan sering merupakan salah satu tindakan keperawatan yang perlu dilakukan
karena dapat mencegah komplikasi yang dapat timbul akibat baring posisi pasien
sebaiknya dirubah setiap setiap 2 jam bila tidak ada kontra indikasi (Priharjo,
1993).
Menurut Harsono (2003),
64
Menurut Guyton & Hall (1997), pengaruh mobilisasi miring kanan miring
kiri tiap 2 jam akan terjadi penyalaran. Potensial aksi disepanjang serat terminal,
maka proses depolarisasi meningkatkan permeabilitas membran serat saraf
terhadap ion kalsium sehingga mempermudah ion ini berdifusi ke varikositas
saraf. Di sini ion kalsium berinteraksi dengan vesikel sekretori yang letaknya
berdekatan dengan membran, sehingga vesikel ini bersatu dengan membran dan
mengosongkan isinya keluar dan akhrinya disekresikan asetilkolin. Dengan
dihasilkannya asetilkolin akan memicu gerakan peristaltik dan relaksasi sfingter
yang akan mempermudah pengeluaran uji usus melalui proses defekasi .
Dari hasil penelitian didapatkan 4 orang dengan nilai selisih peristaltik
usus 0. Ternyata 3 orang responden tersebut berusia 57, 58 dan 59 tahun
mendekati usia lansia untuk responden No. 12, 13, 14. Hal ini berhubungan
dengan teori Potter & Perry (2006) bahwa perubahan dalam tahap perkembangan
mempengaruhi status eliminasi terjadi di sepanjang kehidupan. Terutama sistem
gastrointestinal pada lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak proses
pencernaan dan eliminasi. Jadi gerakan peristaltik menurun seiring dengan
peningkatan usia dan melambatnya pengosongan esofagus. Lansia juga
kehilangan tonus otot pada otot dasar perinium dan sfingter anus sehingga
cenderung mengalami konstipasi. Sedang 1 orang responden berusia 56 ternyata
asupan makanan dan minuman yang kurang.Menurut teori Potter and Perry
(2006) isi usus adalah stimulus utama untuk terjadinya kontraksi produk dan
buangan gas memberikan tekanan pada dinding kolon. Lapisan otot meregang,
menstimulasi refleks yang menimbulkan kontraksi. Gerakan peristaltik massa,
65
66
67
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan di bahas mengenai kesimpulan dan saran dari hasil
penelitian tentang pengaruh mobilisasi miring kanan miring kiri terhadap
pencegahan konstipasi pada pasien stroke infark dengan tirah baring lama.
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik
Saran
Hal - hal yang disarankan berdasarkan kesimpulan diantara lain :
68
1. Setelah mengetahui pengaruh yang kuat mobilisasi miring kanan miring kiri
terhadap pencegahan konstipasi, hendaknya penderita stroke jadwal mobilisasi
obserbasi, mengenai nilai peristaltik usus dan nilai rectal toucher.
2. Bagi tenaga kesehatan, perlu diupayakan memberi pengetahuan tentang
mobilisasi miring kanan miring kiri tiap 2 jam sekali sehari untuk mencegah
konstipasi. Sedini mungkin dan jika terpaksa digunakan laxative secara tepat
guna.
3. Bagi rumah sakit yang selama ini protap mobilisasi miring kanan miring kiri
hanya merupakan protap yang bersifat intruksional menjadi protap yang
tertulis.
4. Untuk penelitian selanjutnya, perlu diteliti adanya pengaruh mobilisasi miring
kanan dan miring kiri pada pasien stroke hemarangik. Perlu diteliti juga
adanya pengaruh pemberian diet, asupan minuman dan jenis kelamin antara
responden dengan pengaruh peningkatan peristaltik usus.
69
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J, 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Corwin, EJ, 2001, Buku Saku Patofisiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
Feigin, V, 2006, Stroke, Gramedia, Jakarta.
Graber, M.A Et Al, 2006, Buku Saki Dokter Keluarga Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Guyton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Ganong, W.F, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20, Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Harsono, 2003, Kapita Selekta Neurologi, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Harsono, 2005, Buku Ajar Neurologi Klinis, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Hudak & Gallo, 1996, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 2,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Islam, M. S, 2000, Patogenesis Dan Tatalaksana Stroke, Simposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.
Issebacher, K. J (Et. Al), 1999, Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Lanywati, E, 2005, Penyakit Maag dan Gangguan Pencernaan, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Lumbantobing, 2001, Neurogeriatri, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
Lumbantobing, 2007, Stroke Bencana Peredaran Darah Di Otak, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
Masjoer, A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua, Penerbit
Media Ausculapius FKUI, Jakarta.
Notoatmodjo, 2005, Metodologi Riset Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta
70
71
72