Modalitas Terapi

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

The 3rd University Research Colloquium 2016

ISSN 2407-9189

DEMENSIA DENGAN KEMAMPUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


ADL (ACTIVITY OF DAILY LIVING) PADA LANSIA DI DESA KALIREJO
WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAWANG - MALANG
Mustayah
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang
Eka Wulandari
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang
email: ekawulan09@gmail.com

Abstract
Dementia is a severe cognitive decline that interferes daily life and social activities. Cognitive
decline on dementia usually begins with the deterioration of memory. Results of preliminary
survey showed that 40% of them can take a bath, urinate, and do bowel movement independently.
The purpose of this research was to find out about dementia with ADL (Activity of Daily Living)
fulfillment capability on the elderly in Kalirejo Village Lawang Public Health Center, Regency of
Malang. This study used correlation-population design for all elderly who experience dementia.
The sample was 22 elderly people, by using total sampling technique. Data was collected using
questionnaire and observation and the analysis was conducted using Spearmans rho formula. The
research showed that there was a significant correlation between dementia and ADL (Activity of
Daily Living) fulfillment capability on the elderly in Kalirejo Village, Lawang Public Health
Center, Regency of Malang with significance value of 0.44 (level of significance 0.05). Based on
that research, it is expected that the corresponding health personnel can give some education to
the family and thye elderly for early screening of chronical or acute disease, physical or
psychological disease, and modality therapy.
Keywords: Elderly, ADL ( Activity of Daily Living), Dementia
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua adalah proses alamiah
yang secara fisik dan mental mengalami
perubahan yang perlahan yang perlahan, tetapi
pasti dan dialami oleh semua orang tanpa
terkecuali proses menua terdiri atas tiga fase,
fase pertumbuhan dan perkembangan, fase
maturasi, fase penurunan oleh penuaan
(Nugroho, 2008:174). Proses menua merupakan
proses yang terus menerus/berkelanjutan secara
alamiah dan umumnya terjadinya kehilangan
jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan
lain,hingga tubuh mati sedikit demi sedikit.
Kecepatan proses menua setiap individu pada
organ tubuh tidak akan sama. Menurunnya
fungsi berbagai organ lansia menjadi rentan
terhadap penyakit yang bersifat akut atau
kronis. Fenomena ini jelas mendatangkan
sejumlah konsekwensi, antara lain timbulnya

170

masalah fisik, mental, social, serta kebutuhan


pelayanan
kesehatan
dan
keperawatan
(Nugroho, 2008: 12).
Lanjut usia adalah bagian dari proses
tumbuh kembang. Manusia tidak secara tibatiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi,
anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua.
Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan
tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi
pada semua proses alami yang ditentukan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir. Di masa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik, mental
dan sosial secara bertahap. Manusia yang muda
menjadi tua merupakan proses penuaan secara
alamiah yang tidak bisa kita hindari dan
merupakan hokum alam. Akibat dari proses itu
itu menimbulkan beberapa perubahan, meliputi:

The 3rd University Research Colloquium 2016

perubahan fisik, mental, spiritual, psikososial


adaptasi stres mulai menurun (Azizah,2011: 1)
ADL (Activity of Daily Living) adalah
kemampuan untuk melakukan sebagian besar
tugas fisik dasar dan aktivitas perawatan diri (
Gerdner 201: 578) dan juga kemampuan
melakukan tugas fisik dan aktifitas perawatan
personal yang paling dasar (Iowa Outcomes
Project, 2000: 499), yang meliputi kemampuan
mandi: kemampuan membersihkan tubuh;
berpakaian: kemampuan berpakaian; makan:
kemampuan menyiapkan dan makanan; berhias:
kemampuan mempertahankan penampilan yang
rapi; eliminasi BAB/BAK: kemampuan
melakukan eliminasi BAK/BAB; dan berpindah
tempat: kemampuan melakukan aktivitas
berpindah tempat (Armer, 2011: 499).
Menurut Maramis (1995), Pada lanjut
usia permasalahan yang menarik adalah
kurangnya kemampuan dalam beradaptasi
secara psikologis terhadap perubahan yang
terjadi pada dirinya. Penurunan kemampuan
beradaptasi terhadap perubahan dan stres
lingkungan sering menyebabkan gangguan
psikososial pada lansia. Masalah kesehatan jiwa
yang sering muncul pada lansia adalah
gangguan proses pikir, demensia, gangguan
perasaan seperti depresi, harga diri rendah,
gangguan fisik dan gangguan prilaku. (Azizah,
2011: 65)
Lanjut usia tidak identik dengan pikun
(demensia) dan perlu diketahui bahwa pikun
bukanlah hal yang normal pada proses penuaan.
Lansia dapat hidup normal tanpa mengalami
berbagai gangguan memori dan perubahan
tingkah laku seperti dialami oleh lansia dengan
demensia. (Azizah, 2011: 81)
Pikun (demensia) adalah kemunduran
kognitif yang sedemikian beratnya sehingga
mengganggu aktifitas hidup sehari-hari dan
aktivitas sosial. Kemunduran kogitif pada
demensia
biasanya
di
awali
dengan
kemunduran memori/daya ingat (pelupa).
Demensia terutama disebabkan oleh penyakit
alzheimer berkaitan erat dengan usia lanjut.
(Nugroho, 2008:175). Demensia adalah istilah
umum yang digunakan untuk menggambarkan
kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya
bersifat progresif dan memengaruhi aktivitas
okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan

ISSN 2407-9189

sehari-hari. Penyakit yang meningkatkan gejala


demensia antara lain adalah penyakit alzheimer,
masalah vaskuler seperti demensia multi infark,
hidrosefalus
tekanan
normal,
penyakit
parkinson, alkoholisme kronis, penyakit pick,
penyakit huntington, dan acquired immune
deficiensy sydrome
(AIDS).
Prevalensi
gangguan demensia menjadi semakin tinggi
dengan bertambahnya usia manusia, yang
paling sering timbul berupa penyakit alzeimer
pada lansia, yang diikuti oleh dimensia multi
infark. (Laking, 2011: 365). Pada demensia
yang berat, fungsi luhur yang terkena meliputi
fungsi memori, berpikir, orientasi, pemahaman,
kemampuan berhitung, kemampuan belajar,
bahasa dan memutuskan. Demensia adalah
gangguan yang didapat dan biasanya kronik
atau progresif, walaupun terkadang reversibel.
(Puri, 2011: 99)
Pada tahun 2025, jumlah penderita
demensia di Asia pasifik dua kali lipat, lebih
cepat daripada di negeri barat (Nugroho, 2008:
177).
Hasil Sensus penduduk tahun 2010
menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima
besar negara dengan jumlah penduduk lanjut
usia terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1
juta jiwa pada 2010 atau 9,6 persen dari jumlah
penduduk. (Depkominfo, 2010 hal 1).
Pada tahun 2005-2010, jumlah lanjut
usia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu
sekitar 19,3 juta jiwa ( 9%) dari jumlah
penduduk. Bahkan pada tahun 2020-2025,
Indonesia akan menduduki peringkat negara
dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut
usia setelah RRC, India, dan Amerika Serikat,
dengan umur harapan hidup di atas 70 tahun
(Nugroho, 2008: 2).
Keperawatan adalah bentuk pelayanan
kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual
yang berdasarkan pada pencapaian kebutuhan
dasar manusia. Dalam hal ini, asuhan pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada klien
berrsifat komperhensif ( Nugroho, 2008: 70)
Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan oleh Muharyani (2010) dengan Judul
Demensia dan Gangguan Aktivitas Kehidupan
Sehari-hari (AKS) lansia. Hasil dari penelitian

171

The 3rd University Research Colloquium 2016

ini didapatkan bahwa demensia mempengaruhi


aktivitas
kehidupan
sehari-hari
berupa
gangguan
aktivitas
makan
(54,55%),
kontinensia (30,30%), berpakaian (42,42%),
toileting (48,49%), ambulansi (54,55%), dan
aktivitas mandi (30,30%).
Berdasarkan hasil survey pendaluan
yang dilakukan pada bulan Januari 2015 di
Desa Kalirejo wilayah kerja Puskesmas Lawang
Kabupaten Malang. Diperoleh data, bahwa
Lansia di desa Kalirejo yaitu berjumlah 1023
orang. Lansia berusia 65 tahun berjumlah 70
orang (6.81%) dan dari 70 orang lansia berusia
>65 tahun tersebut diketua 22 orang lansia
mengalami demensia. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan pada 5 orang dari
mereka diketahui 1 orang mengalami demensia
ringan, 2 orang mengalami demensia sedang, 2
orang mengalami demensia berat, dan berkaitan
dengan kegiatan Aktivitas sehari-hari, saat
mandi: 2 orang (40%) Mandiri / 2 orang (40%)
Mandiri dengan alat bantu . Saat Berpakaian : 2
orang (40%) mandiri / 2 orang (40%) orang
membutuhkan bantuan orang lain & alat bantu.
Saat Eliminasi BAB (Buang Air Besar) : 2
orang (40%) mandiri / 2 orang (40%) mandiri
dengan alat bantu. Saat Bergerak/ Berpindah : 2
orang (40%) Membutuhkan bantuan orang lain.
Saat Kontinensia/eliminasi BAK (Buang Air
Kecil) : 2 orang (40%), mandiri 2 orang 40%
mandiri dengan alat bantu. Dan Saat makan dan
minum : 2 (40%) orang mandiri / 2 orang (40%)
Membutuhkan bantuan orang lain.
Berdasarkan fenomena diatas peneliti
memaknai bahwa ada keterkaitan antara
demensia
dengan
aktivitas
sehari-hari
(ADL(Activity of Daily Living) pada lansia yang
mengalami demensia.
Tingkat fungsional pasien dalam
melakukan ADL dasar dan untuk pemeliharaan
aktivitas seperti sosialisasi dan rutinitas harian
harus dikaji. Perawat akan menggunakan
informasi ini untuk menentukan tingkat
pengawasan, pengarahan, dan bantuan yang
dibutuhkan untuk membantu pasien mandi,
berpakaian , bergerak, eliminasi,dan makan.
(Gerdener, 2011: 569)

172

ISSN 2407-9189

B.
Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka
dapat dirumuskan permasalahan penelitian
sebagai berikut:
Bagaimanakah
hubungan
antara
Demensia dengan pemenuhan kebutuhan ADL
(Activity of Daily Living) pada Lansia di Desa
Kalirejo Wilayah Kerja Puskesmas Lawang
Kabupaten Malang?
C.

Tujuan penelitian
Menganalisis hubungan antara Demensia
dengan pemenuhan kebutuhan ADL (Activity
of Daily Living) pada Lansia di Desa Kalirejo
Wilayah Kerja Puskesmas Lawang Kabupaten
Malang.

D.
Manfaat Penelitian.
1. Bagi Lansia
Sebagai informasi dalam mempertahankan atau
meningkatkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
lansia, khususnya lansia yang mengalami
demensia, terutama pada kegiatan-kegiatan
pemenuhan ADL misalnya: Mandi, berpakaian,
Makan, kontinen (BAK), eliminasi BAB.
2. Bagi Puskesmas
Sebagai informasi tentang kegiatan ADL
(Activity of Daily Living) lansia yang
mengalami
demensia
sehingga
dapat
dimanfaatkan pihak Puskesmas, sebagai
pertimbangan
dalam
intervensi
dalam
mempertahankan atau memperbaiki status
Kesehatan Lansia di wilayah Kerjanya.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya.
Sebagai sarana atau referensi dasar bagi
penelitian-penelitian selanjutnya yang lebih,
berhubungan dengan Lansia Demensia dan
ADL (Activity of Daily Living).
4. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber informasi dan pedoman dalam
proses belajar-megajar terkait mengenai limu
keperawatan jiwa, dan gerontik.
5. Bagi Keluarga
Sebagai informasi tentang lansia yang demensia
sehingga mengetahui cara perawatan dalam
pemenuhan kebutuhan ADL (Activity of Daily
Living).

The 3rd University Research Colloquium 2016

E.

Kerangka Konsep

Pengaruh Reversible
- drugs(obat).
- Emotional
(gangguan
emosional, ex:
depresi)
- Metabolik dan
endokrin
- Disfungsi mata
dan telinga
- Demensia
Nutrisional

Pengaruh Non
reversible
- Penyakit
degeneratif.

- Keterangan
Penyakitvaskuler :
-

Demensia
traumatic
infeksi

Bila Lansia
demensia dapat
memenuhi
kebutuhan ADL
(activity of daily
living) makaakan
Kemampuan tidak tergantung
Pemenuhan
pada orang lain
kebutuhan
sehari-hari
(ADL) pada
Lansia dalam
hal :
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Bila lansia
Berpindahte demensia tidak
mpat
dapat memenuhi
Kontinensia ADL (activity
daily of living)
Makan
maka
akantergantung.
Pada orang lain

: Diteliti
: Tidak diteliti

2. HIPOTESIS

Ada hubungan antara Demensia dengan


pemenuhan kebutuhan ADL (Activity of Daily
Living) pada Lansia di Desa Kalirejo Wilayah
Kerja Puskesmas Lawang Kabupaten Malang
3. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif korelatif .metode
penelitian deskriptif korelatif adalah suatu
metode penelitian yang dilakukan dengan
tujuan utama untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara dua kejadian secara objektif.
Dalam hal ini peneliti ingin menganalisis
hubungan antara Demensia dengan pemenuhan
kebutuhan ADL (Activity of Daily Living) pada
Lansia di Desa Kalirejo Wilayah Kerja
Puskesmas Lawang Kabupaten Malang
B. Populasi, Sampel, dan Sampling
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian
(Arikunto, 2006: 130). Dalam penelitian ini
populasi adalah seluruh Lansia yang mengalami
Demensia dan berusia 65 berjumlah 22 orang
di Desa Kalirejo wilayah kerja Puskesmas

ISSN 2407-9189

Lawang kabupaten Malang.fsdlfkj asdflkj asdfj


asdf
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang
digunakan sebgai subjek penelitian melalui
sampling (Nursalam, 2008: 91). Sampel dalam
penelitian adalah sebagian dari keseluruhan
obyek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi (Setiyadi, 2012: 104). Sampel
dalam penelitian ini adalah seluruh 22 orang
Lansia yang mengalami Demensia yang berusia
65 di Desa Kalirejo wilayah kerja Puskesmas
Lawang kabupaten Malang.
3. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum
subjek penelitian dari suatu populasi target
yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam,
2008 : 92). Kriteria Inklusi dalam penelitian ini
sebagai berikut :
- Lansia Demensia yang berusia 65 tahun
- Bertempat tinggal di desa Kalirejo Lawang
- Bersedia menjadi responden
4.
Kriteria Ekslusi
Kriteria
eksklusi
adalah
menghilangkan/mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi. (
Nursalam, 2008: 92 ).Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini sebagai berikut :
- Calon responden tidak kooperatif
- Calon responden sedang sakit
Calon responden tidak bersedia
menjadi responden.
5.
Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam
menyeleksiporsiuntuk menjadi sampel dari
populasi untuk dapat mewakili populasi
(Setiadi, 2012:107). Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah total
sampling. total sampling adalah teknik
pengambilan sampel dimana jumlah sampel
sama dengan populasi (Sugiyono,2007 : 22).
Alasan mengambil Total sampling karena
menurut (Sugiyono, 2007 : 22) jumlah populasi
yang kurang dari 100 seluruh populasi
dijadikan sampel penelitian semuanya.
6.
Variabel Penelitian
Variabel
penelitian
adalah
objek
penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian. (Arikunto, 2006: 118).
Variabel penelitian ini adalah :

173

The 3rd University Research Colloquium 2016

Variabel bebas adalah Demensia yang


dialami oleh lansia
Variabel terikat adalah
Kemampuan
Pemenuhan Kebutuhan ADL (Activity of
Daily Living).
7. Definisi Operasional
1.
Demensia pada lansia adalah adalah
keadaan kemunduran kognitif yang berat
yang dapat mengganggu aktifitas hidup
sehari-hari dan aktivitas sosial.
2. Kebutuhan ADL (activity daily living)
pada lansia demensia kemampuan lansia
dalam memenuhi kebutuhan ADL (activity
daily living) dalam hal kemandirian untuk
Mandi, Berpakaian, Eliminasi, Berpindah
tempat, Kontenensia, Makan dan minum.
8. Prosedur Pengumpulan Data
Sebelum membuat karya tulis ilmiah
peneliti mengajukan surat ijin penelitian ke
Poltekkes Kemenkes Malang dan setelah
mendapatkan ijin selanjutnya melakukan
pengurusan ijin ke Bankesbangpol Kabupaten
Malang, kemudian tembusan kepada kepala
Puskesmas Lawang, Camat Lawang, kepala
desa Kalirejo dan Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Malang dilanjutkan
pengurusan ijin kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang, selanjutnya Peneliti
menentukan subjek peneliti dan responden yaitu
lansia demensia di desa Kalirejo.
Penelitian dilaksanakan di Desa
Kalirejo Wilayah kerja Puskesmas Lawang
Kabupaten Malang pada Bulan Mei 2015.
9. Teknik Pengolahan Dan Analisa Data
Data yang telah terkumpul dari lembar
kuesioner dan observasi kemudian diberi diolah
dan diberi
skor sesuai dengan jawaban
responden.
1. Untuk varaiabel demensia instrument yang
digunakan adalah Mini Mental State
Examination (MMSE) dari Folstein dengan
skor/angka maksimal 30. Jika mempunyai
skor di bawah 24, pasien patut dicurigai
mengalami demensia.
2. Untuk variabel pemenuhan kebutuhan
ADL :
1 = Tergantung, tidak berpartisipasi
2 = Membutuhkan bantuan orang lain dan
alat bantu
3 = Membutuhkan bantuan orang lain

174

ISSN 2407-9189

4 = Mandiri dengan alat bantu


5 = mandiri
3. Setelah data di skor kemudian dijumlahkan
sehingga diperoleh skor nilai pemenuhan
kebutuhan ADL (Activity Daily Living)
responden.
4. Skor yang diperoleh responden kemudian
dianalisis untuk mengetahui kemandirian
ADL (Activity of Daily Living) pada
lansia Demensia
30 = Mandiri
21-29 = Mandiri dengan alat bantu
16-20 = Membutuhkan bantuan orang lain
& alat bantu
11-15 = Membutuhkan bantuan orang lain
< 10 = Tergantung, tidak berpartisipasi
5.
Untuk menganalisa kemampuan Lansia
Demensia dalam memenuhi kebutuhan
ADL (Activity of Daily Living) di Desa
Kalirejo Wilayah Kerja Puskesmas
Lawang Kabupaten Malang, digunakan
analisa statistik dengan rumus Spearmans
rho dan pengolahan melalui program
SPSS.
Data yang telah dianalisis kemudian
akan disajikan dalam bentuk tabulasi dan
diinterpretasikan secara kualitatif menggunakan
rumus: P = x 100%
Keterangan :
P = Jumlah prosentase
= Jumlah populasi / sampel pada suatu
kelompok kategori
N = Jumlah responden
Kemudian diinterpretasikan dengan skala
adalah sebagai berikut:
90 100%
: Mayoritas
66 89%
: Sebagian besar
51 65%
: Lebih dari setengahnya
50% : Setengahnya
31 49%
: Kurang dari setengahnya
11 30%
: Sebagian kecil
0 10%
: Minoritas
(Nursalam modifikasi 2008: 130).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Deskripsi hasil penelitian yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut:

telah

The 3rd University Research Colloquium 2016

1.

Jumlah

Berdasarkan Usia

Tabel 4.1
Distribusi frekuensi responden
berdasarkan usia pada Lansia Demensia di Desa
Kalirejo Wilayah Kerja Puskesmas Lawang
Kabupaten Malang pada bulan Mei 2015.
Usia
Prosentase
No
Frekuensi
(tahun)
(%)
1
65-70
2
9
2
71-75
5
22.7
3
76-80
11
50
4
81-85
1
4,6
5
86-90
3
13,7
Jumlah
22

Dari tabel 4.1. Usia Lansia Demensia di Desa


Kalirejo Wilayah Kerja Puskesmas Lawang
Kabupaten Malang, didapatkan 11 responden
(50%) atau setengahnya adalah berusia 76-80
tahun.
2. Jenis Kelamin
Tabel 4.2
Distribusi frekuensi responden
berdasarkan jenis kelamin pada Lansia Demensia di
Desa Kalirejo Wilayah Kerja Puskesmas Lawang
Kabupaten Malang pada bulan Mei 2015.
Jenis
Prosentase
No
Frekuensi
kelamin
(%)
1
Laki-laki
3
13,6
2
Perempuan 19
86,4
Jumlah
22
100

Berdasarkan tabel 4.2 Jenis kelamin Lansia


Demensia di Desa Kalirejo Wilayah Kerja
Puskesmas Lawang Kabupaten Malang,
didapatkan 19 responden (86,4%) atau sebagian
besar adalah perempuan.
3. Lansia yang mengalami Demensia
Tabel 4.3
Distribusi frekuensi Responden yang
mengalami demensia di Desa Kalirejo Wilayah
Kerja Puskesmas Lawang Kabupaten Malang pada
bulan Mei 2015.

No Kategori
1
2
3
4

Frekuensi Prosentase
(%)
0
0

Tidak
Demensia
Demensia 11
Ringan
Demensia 7
sedang
Demensia 4
Berat

ISSN 2407-9189

22

100

Berdasarkan tabel 4.3 Lansia yang mengalami


Demensia di Desa Kalirejo Wilayah Kerja
Puskesmas Lawang Kabupaten Malang,
didapatkan 11 responden (50 %) atau
setengahnya adalah mengalamai demensia
ringan.
4. Kemampuan Lansia Demensia Dalam
Memenuhi Kebutuhan ADL (Activity of Daily
Living) di Desa Kalirejo Wilayah Kerja
Puskesmas Lawang
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi Kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan ADL (Activity of Daily Living)
Lansia yang mengalami Demensia di Desa Kalirejo
Wilayah Kerja Puskesmas Lawang Kabupaten
Malang pada bulan Mei 2015.
Frekue
Prosentase
No Kategori
nsi
(%)
1
Mandiri
0
0
2
Mandiri dengan 13
59,0
Alat Bantu
3
Membutuhkan
4
18,2
bantuan
orang
lain
4
Membutuhkan
3
13,7
Bantuan
Orang
lain & Alat Bantu
5
Tergantung,
2
9,1
Tidak
Berpartisipasi
Jumlah
22
100

Berdasarkan tabel 4.4 Kemampuan Lansia


Demensia dalam memenuhi kebutuhan ADL
(Activity of Daily Living) di Desa Kalirejo
Wilayah Kerja Puskesmas Lawang Kabupaten
Malang, didapatkan 13 responden (59,0%) atau
lebih dari setengah adalah mandiri dengan alat
bantu.
5. Hubungan antara Demensia Dengan
Kemampuan Pemenuhan Kebutuhan ADL
(Activity of Daily Living) pada Lansia di Desa
Kalirejo Wilayah Kerja Puskesmas Lawang

50
31,8
18.2

Tabel 4.5 Korelasi antar Demensia dengan


Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan ADL
(Activity of Daily Living) pada Lansia di Desa
Kalirejo Wilayah Kerja Puskesmas Lawang
Kabupaten Malang pada bulan Mei 2015.

175

The 3rd University Research Colloquium 2016

Correlations
Demensia ADL
Spear deme Correlation 1.000
man's nsia Coefficient
rho
Sig.
(1- .
tailed)
N
ADL Correlation
Coefficient
Sig.
tailed)
N

-.372*
.044

22

22

-.372*

1.000

(1- .044
22

.
22

*Correlation is significant at the 0.05 level (1tailed).

Berdasarkan tabel 4.5 Terdapat Hubungan yang


signifikan antara
Demensia Dengan
Kemampuan Pemenuhan Kebutuhan ADL
(Activity of Daily Living) pada Lansia di Desa
Kalirejo Wilayah Kerja Puskesmas Lawang,
dengan nilai 0,44 ( signifikansi level 0,05).
B.
1.

Pembahasan
Kategori Tingkatan Lansia yang
mengalami Demensia di Desa Kalirejo
Wilayah Kerja Puskesmas Lawang
Berdasarkan tabel 8.3 Kategori Lansia
yang mengalami Demensia di Desa Kalirejo
Wilayah Kerja Puskesmas Lawang Kabupaten
Malang, didapatkan 11 responden (50 %) atau
setengahnya adalah mengalamai demensia
ringan. Hal tersebut kemungkinan karena
semakin tua manusia akan terjadi kemunduran
baik itu penurunan fisik ataupun kognitif.
Dilihat dari kelompok umur setengahnya adalah
berusia 76 80 tahun, dimana pada usia ini
kemungkinan seorang lansia telah mengalami
penurunan kemampuan daya pikir, dan
penurunan-penurunan fungsi lainnya. Sesuai
dengan teori Suardiman (dalam buku Psikologi
Lanjut Usia 2011: 88) bahwa Demensia adalah
sindrom kemerosotan fungsi kognitif dari
tingkat kemampuan aktifitas dasar sehari-hari
(ADS) dan tinbulnya prilaku yang tidak selaras
dalam kehidupan sehari-hari.
Melihat pernyataan yang dikemukakan
oleh S. Tamher-Noorkasiani ( dalam buku
Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan 2009: 48) bahwa

176

ISSN 2407-9189

Demensia terdapat pada sekitar 3% lansia yang


berusia antara 65-74 tahun dan meningkat
sampai 47% pada usia jompo (lebih dari 80
tahun), dan sekitar 56,8 % lansia mengalami
demensia dalam bentuk demensia (4% dialami
lansia yang telah berusia 75 tahun, 16 % pada
usia 85 tahun, dan 32 % pada usia 90 tahun).
2.
Kemampuan
Lansia
Demensia
Dalam Memenuhi Kebutuhan ADL (Activity
of Daily Living) di Desa Kalirejo Wilayah
Kerja Puskesmas Lawang
Berdasarkan
tabel
8.4
bahwa
kemampuan Lansia Demensia dalam memenuhi
kebutuhan ADL (Activity of Daily Living) di
Desa Kalirejo didapatkan hasil (59,0%) atau
lebih dari setengah pada Lansia yang
mengelami demensia adalah mandiri dengan
alat bantu.
Hal tersebut kemungkinan karena
semakin tua manusia akan terjadi kemunduran
baik itu penurunan fisik ataupun kognitif
sehingga sangat di mungkinkan untuk lansia
membutuhkan alat bantu dalam memenuhi
kebutuhan ADL nya..
Sesuai dengan teori Sudirman (dalam
buku Psikologi Lanjut Usia 2011:11) bahwa
kelompok lanjut usia yang sudah uzur, pikun,
yaitu mereka yang sudah tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan dasar mereka, sesuai
dengan teori Azizah ( dalam buku Keperawatan
Lanjut Usia 2001: 81) bahwa Demensia adalah
keadaan
dimana
seseorang
mengalami
penurunan kemampuan daya pikir, dan
penurunan kemampuan tersebut menimbulkan
gangguan terhadap fungsi kehidupan seharihari. Kumpulan gejala yang ditandai denga
penurunan kognitif, perubahan mood dan
tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas
kehidupan sehari-hari penderita. Sesuai dengan
teori Nugroho ( dalam buku Gerontik dan
Geriatri 2008: 175) bahwa Demensia (pikun)
adalah kemunduran kognitif yang sedemikian
beratnya sehingga mengganggu aktivitas hidup
sehari-hari dan aktivitas sosial. Sesuai dengan
teori Suardiman ( dalam buku Psikologi Lanjut
Usia 2011: 88 ) bahwa Demensia adalah
sindrom kemerosotan fungsi kognitif dari
tingkat kemampuan aktifitas dasar sehari-hari
(ADS) dan tinbulnya prilaku yang tidak selaras

The 3rd University Research Colloquium 2016

dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini


kemungkinan karena keterbatasan gerak dan
kurangnya kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan ADL (Activity of Daily Living),
disebabkan oleh penurunan fungsi tubuh.
Sesuai dengan teori Tamher Noorkasiani
(dalam buku Kesehatan Usia Lanjut dengan
Pendekatan Asuhan Keperawatan 2009: 33)
bahwa keterbatasan gerak merupakan penyebab
utama gangguan aktivitas hidup keseharian
ADL (Activity of Daily Living).
3.
Hubungan Antara Demensia dengan
Kemampuan
Pemenuhan
Kebutuhan
Kebutuhan ADL (Activity of Daily Living)
pada Lansia di Desa Kalirejo Wilayah Kerja
Puskesmas Lawang
Berdasarkan tabel 8.5 bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara Demensia
Dengan Kemampuan Pemenuhan Kebutuhan
ADL (Activity of Daily Living) pada Lansia di
Desa Kalirejo Wilayah Kerja Puskesmas
Lawang,
dengan
menggunakan
rumus
Spearmans rho, nilai signifikansi 0,44 (
signifikansi level 0,05) .
Sesuai hasil penelitian yang diperoleh
secara sub variabel tentang Kemampuan Lansia
Demensia dalam memenuhi kebutuhan
Membersihkan tubuh (mandi) didapatkan hasil
bahwa lebih dari setengahnya lansia mandiri
dengan alat bantu.
Hal ini kemungkinan karena penderita
demensia mengalami disorientasi tempat
akibatnya
sering
timbul
kebingungan
menemukan kamar mandi. Mereka juga
kesulitan untuk membedakan mana sabun yang
digunakan mandi atau mencuci sehingga
memerlukan alat bantu. Sesuai dengan teori
Muharyani (dalam Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat 2010: 25) bahwa gangguan yang
timbul pada Lansia Demensia berupa sering
mengalami kesulitan menemukan kamar mandi,
sering lupa meletakkan peralatan mandi seperti
sabun.
Sesuai juga dengan teori Stanley &
gauntlett (dalam Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat 2010: 25) bahwa salah satu tanda
demensia adalah agnosia yaitu ketidak
mampuan mengenali objek yang umum (sabun,
pasta gigi, gayung, pakaian) dengan

ISSN 2407-9189

menggunakan salah satu indra walaupun indera


tersebut masih utuh, hal ini kemungkinan
karena lansia semakin lanjut sehingga terjadi
kemunduran fisik menyebabkan lansia tidak
mampu untuk melakukan aktivitas mandi
akibatnya memerlukan alat bantu.
Sesuai dengan teori S. Tamher
Noorkasiani (dalam buku Kesehatan Usia
Lanjut
dengan
Pendekatan
Asuhan
Keperawatan 2009: 71) bahwa tentang mandi,
dikatakan mandiri, bila dalam melakukan
aktivitas ini, klien hanya memerlukan bantuan
untuk misalnya menggosok/membersihkan
sebagian tertentu dari anggota badannya. Lansia
mampu mandiri sendiri tapi tak lengkap
seluruhnya. Dikatakan mandiri dengan alat
bantu bila klien memerlukan bantuan untuk
lebih dari satu bagian badannya. Sesuai juga
denganteori Mariam ( dalam buku Mengenal
Usia Lanjut dan Perawatannya 2010: 178)
bahwa mandi dikatakan mandiri bila bantuan
hanya pada satu bagian mandi (seperti
punggung atau ekstremitas yang tidak mampu)
atau mandi sendiri sepenuhnya. Dikatakan
mandiri dengan alat bantu bila bantuan mandi
lebih dari satu bagian tubuh, serta tidak mandi
sendiri.
Sesuai juga dengan teori Azizah (
dalam buku Keperawatan Lanjut Usia 2011:19)
bahwa secara umum tua atau menua, ditandai
oleh kemunduran-kemunduran biologis yang
terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik
dan kemampuan kognitif yang sering kali
menimbulkan masalah.teori yang mendukung
lainya.
Kemudian dari hasil pengamatan juga
diketahui Kemampuan Lansia Demensia dalam
memenuhi kebutuhan berpakaian didapatkan
adalah mandiri dengan alat bantu. Hal ini
kemungkinan karena penderita demensia
mengalami defisit kognitif yaitu berkurangnya
kemampuan berfikir seperti agnosia yaitu
kesulitan untuk nengidentifikasi benda dan
apraksia yaitu ketidakmampuan melakukan
gerakan akibatnya mereka kesulitan untuk
melakukan kegiatan walaupun hal yang
sederhana seperti mengancingkan baju sehingga
memerlukan alat bantu.
Sesuai dengan teori Muharyani ( dalam
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat 2010 : 24)

177

The 3rd University Research Colloquium 2016

bahwa gangguan yang timbul berupa seringnya


lansia lupa mengancingkan baju/resleting atau
tidak tepat memasukkan kancing kedalam
lubangnya. Sesuai juga dengan penelitian
Kuntjoro ( dalam Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat 2010 : 24) bahwa penderita
demensia mengalami penurunan fungsi daya
ingat dan daya pikir yang menimbulkan
gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari salah
satunya ada berpakaian. Hal ini kemungkinan
karena lansia mengalami kemunduran fisik
sehingga tidak dapat melakukan aktivitas
dengan baik akibatnya memerlukan alat bantu.
Sesuai dengan teori S. Tamher
Noorkasiani (dalam buku Kesehatan Usia
Lanjut
dengan
Pendekatan
Asuhan
Keperawatan 2009: 71) bahwa dalam hal
berpakaian, dikatakan mandiri dengan alat
bantu bila tak mampu mengambil sendiri
pakaiannya dalam lemari atau laci misalnya
mengenakan sendiri bajunya, memasang
kancing. Sesuai juga dengan teori Mariam (
dalam buku Mengenal Usia Lanjut dan
Perawatannya 2010: 179) bahwa mandiri bila
mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,
melepaskan pakaian, mengancingi/mengikat
pakaian, mandiri dengan alat bantu bila tidak
dapat memakai baju sendiri atau hanya
sebagian. sesuai juga dengan teori Suardiman (
dalam buku Psikologi Usia Lanjut 2011:52)
penurunan fisik yang kemudian menghadirkan
berbagai gangguan fungsional dan penyakit
pada lanjut usia tidak hanya mempengaruhi
kondisi fisik numun juga akan mempengaruhi
kondisi psikisnya seperti perasaan : rendah diri,
terasing, tidak berguna tak berdaya, kesepian
dan sebagainya yang menghambat aktivitasnya.
Sedangkan
Kemampuan
Lansia
Demensia dalam memenuhi kebutuhan
eliminasi BAB didapatkanadalah
mandiri
dengan alat bantu. Hal ini kemungkinan karena
pada penderita demensia terjadi disorientasi
tempat
sehingga
mereka
mengalami
kebingungan untuk memerlukan kloset. Sesuai
dengan teori Muharyani
(dalam Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat 2010 : 24) bahwa
gangguan yang timbul berupa kesulitan
menemukan kamar mandi (kloset) ketika ingin
buang air besar padahal kamar mandi terletak
dalam rumah dan berdekatan dengan kamar

178

ISSN 2407-9189

lansia. Sesuai juga dengan teori Stanley &


gauntlett ( dalam Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat 2010 : 24) yang menyatakan bahwa
pada penderita demensia terjadi disorientasi
tempat dan waktu sehingga mereka kesulitan
untuk menemukan tempat dan membedakan
waktu.
Hasil ini kemungkinan karena lansia
mengalami proses penuaan sehingga mengalami
penurunan fungsi-fungsi fisik. salah satunya
adalah penurunan fungsi otot-otot ektremitas
sehingga tidak mampu menopang saat eliminasi
BAB. S.Tamher Noorkasiani (dalam buku
Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan 2009: 48) mengatakan,
bahwa Ketoilet/BAB dikatakan mandiri bila
lansia tak mampu ke toilet sendiri, beranjak dari
kloset,
merapikan
pakaian
sendiri,
membersihkan sendiri organ ekskresi (anus).
Tergolong membutuhkan alat bantu bila
memang klien memerlukan pispot. Untuk
keluar masuk toilet menggunakannya serta
merapikannya selalu memerlukan bantuan.
Sesuai dengan teori Maryam (dalam buku
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya 2010:
179) bahwa mandiri bila BAB seluruhnya di
kontrol sendiri, membutuhkan alat bantu bila
pengunaan pispot,enema dan memerlukan bantu
orang lain.
Kemampuan
Lansia
Demensia
dalam memenuhi kebutuhan Berpindah Tempat
didapatkan hasil mandiri dengan alat bantu. Hal
ini kemungkinan karena penderita demensia
mengalami defisit kognitif termasuk gangguan
memori akibatnya mereka kesulitan untuk
mempelajari hal-hal baru seperti jalan atau
tempat sehingga memerluka alat bantu untuk
berpindah tempat. Sesuai dengan penelitian
Roan (dalam Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
2010 : 25) bahwa penderita demensia bisa
berjalan jauh dari rumah dan tidak bisa pulang,
mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.
Selain itu hal ini juga kemungkinan
karena kekuatan otot, tulang, dan persendian,
terutama pada kaki mengalami penurunan
sehingga menyebabkan keterbatasan saat
berpindah tempat. Sesuai dengan teori Azizah
(dalam buku Keperawatan Lanjut Usia2011:11)
bahwa perubahan sistem muskuloskeletal pada
lansia antara lain: jaringan penghubung

The 3rd University Research Colloquium 2016

(kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot,


sendi.S. Tamher Noorkasiani (dalam buku
Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan 2009: 71) bahwa
Transferring/ berpindah, dikatakan mandiri bila
mampu naik-turun sendiri ke/dari tempat tidur
dan atau kursi.Kursi roda.Bila hanya
memerlukan bantuan yang bersifat mekanis,
tidak termasuk. Sebaliknya mandiri dengan alat
bantu bila selalu memerlukan bantuan untuk
kegiatan diatas.
Maryam (dalam buku
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya 2010:
179): bahwa berpindah tempat mandiri bila
berpindah ke dan dari tempat tidur untuk
duduk, bangkit dari kursi sendiri, bergantung
bila bantuan dalam naik atau turun dari tempat
tidur atau kursi, tidak melakukan satu, atau
lebih perpindahan.
Kemampuan Lansia Demensia dalam
memenuhi dan melakukan aktivitas BAK
didapatkan hasil adalah mandiri dengan alat
bantu. Hal ini kemungkinan kareana pada
penderita demensia terjadi disorientasi tempat
akibatnya mereka mengalami kebingungan
menemukan
kamar
mandi
sehingga
memerlukan alat bantu.
Sesuai dengan teori teori Stanley &
gauntlett (dalam Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat 2010: 24) yang menyatakan bahwa
pada penderita demensia terjadi disorientasi
tempat dan waktu sehingga merka kesulitan
untuk menemukan tempat dan membedakan
waktu, juga hal ini kemungkinan karena lansia
mengalami proses penuaan sehingga mengalami
penurunan fungsi-fungsi fisik. salah satunya
adalah penurunan fungsi otot-otot ektremitas
sehingga tidak mampu menopang saat eliminasi
BAK. Sesuai dengan teori S. Tamher
Noorkasiani (dalam buku Kesehatan Usia
Lanjut
dengan
Pendekatan
Asuhan
Keperawatan2009: 48) bahwa Ketoilet/BAB
dikatakan mandiri bila lansia tak mampu ke
toilet sendiri, beranjak dari kloset, merapikan
pakaian sendiri, membersihkan sendiri organ
ekskresi (anus). Tergolong membutuhkan alat
bantu bila memang klien memerlukan pispot.
Untuk keluar masuk toilet menggunakannya
serta merapikannya selalu memerlukan bantuan.
Maryam (dalam buku Mengenal Usia Lanjut
dan Perawatannya 2010: 179) bahwa mandiri

ISSN 2407-9189

bila
BAK seluruhnya di kontrol sendiri,
membutuhkan alat bantu bila BAK pengunaan
inkontiensia parsial atau total, penggunaan
kateter, pispot dan pembalut memerlukan bantu
orang lain.
Selanjutnya berdasarkan hasil observasi
juga diketahui bahwa kemampuan Lansia
Demensia dalam memenuhi kebutuhan
menyiapkan atau saat makanan dan minum
adalah mandiri dengan alat bantu. Hal ini
kemungkinan karena pada penderita demensia
terjadi kerusakan pada sistem saraf pusat yang
dapat mengakibatkan hilangnya memori jangka
pendek akibatnya lansia sulit untuk mengingat
kejadian yang terjadi dalam waktu yang singkat
seperti tidak ingat makanan apa yang di makan
sebelumnya sehingga memerlukan alat bantu.
Sesuai dengan teori Muharyani (dalam Jurnal
Ilmu Kesehatan Masyarakat 2010 : 24) bahwa
gangguan yang terjadi berupa ketidakmapuan
lansia mengingat apa yang dimakan
sebelumnya, penurunan nafsu makan.
Hal tersebut kemungkinan karena
keterbatas kemampuan sistem panca indra dan
kemampuan fisik yang membuat kondisi lansia
tidak dapat menyiapkan dan saat makan atau
minum sehingga membutuhkan alat bantu.
Sesuai dengan teori Tamher
Noorkasiani (dalam buku Kesehatan Usia
Lanjut
dengan
Pendekatan
Asuhan
Keperawatan 2009: 27) bahwa fase ke tiga (fase
kemunduran) dalam kehidupan idividu, secara
mikro berlangsung kemunduran biologis dan
fungsional(sistem panca indra). Tamher
Noorkasiani (dalam buku Kesehatan Usia
Lanjut
dengan
Pendekatan
Asuhan
Keperawatan 2009: 72) bahwa makan/ minum
dikatakan mandiri, bila mana menyuap
makanan
sendiri,
mengambil
dari
piring.keadaan
sebaliknya
tergolong
membutuhkan alat bantu.Sesuai dengan teori
Maryam (dalam buku Kesehatan Usia Lanjut
dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan2010:
179) bahwa dinyatakan mandiri bila Mengambil
makan dari piring dan menyuapinya sendiri,
bergantung bila bantuan dalam hal mengambil
makanan dari piring dan menyuapinya, tidak
makan sama sekali.

179

The 3rd University Research Colloquium 2016

ISSN 2407-9189

meliputi Terapi Aktivitas Kelompok


5. SIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini
(TAK), Terapi Musik, Terapi Okupasi,
adalah sebagai berikut:
Terapi Kognitif, terapi life review,
1. Lansia yang mengalami Demensia di Desa
Rekreasi, Terapi Keagamaan.
KalirejoWilayah kerja Puskesmas Lawang
Kabupaten Malang
(50 %) atau REFERENSI
setengahnya adalah mengalami demensia Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
ringan.
Penelitian
Suatu
Pendekatan
2. Kemampuan lansia Demensia dalam
Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta
memenuhi kebutuhan ADL (Activity of
Daily Living) yaitu 59,0 % atau lebih dari Armer, M Jane and Gedner A. Linda. 2011.
setengahnya adalah mandiri dengan alat
Asuhan Keperawatan Geriatrik.
bantu.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
3. Terdapat hubungan antara
Demensia
Dengan Kemampuan Pemenuhan Kebutuhan
Lilik
Ma
rifatul.
2011.
ADL (Activity of Daily Living) pada Lansia Azizah,
Keperawatan
Lanjut
Usia.
di Desa Kalirejo Wilayah Kerja Puskesmas
Yogyakarta:
Graha
Ilmu.
Lawang, dengan nilai signifikansi 0,44 (
signifikansi level 0,05)

Saran
1. Bagi Lansia
Diharapkan dapat berguna sebagai
gambaran
agar
responden
lebih
memperhatikan kemampuan ADL (Activity
of Daily Living) yang terdiri dari aktivitas
mandi, berpakaian, eliminasi BAB,
berpindah tempat, eliminasi BAK, makan
dan minum, dengan melatih kemandirian,
untuk
meningkatkan
kemampuan
ADL(Activity of Daily Living).
2. Bagi Keluarga
Diharapkan
pihak
keluarga
lebih
memperhatikan kemampuan ADL (Activity
of Daily Living) lansia, dengan melatih
kemandiriannya, dalm hal ini saat aktivitas
mandi, berpakaian, eliminasi BAB,
berpindah tempat, eliminasi BAK, makan
dan
minum,untuk
meningkatkan
kemampuan ADL (Activity of Daily
Living).
3. Bagi Puskesmas
Diharapkan pihak Puskesmas lebih aktif
mengadakan posyandu lansia untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan lebih
intesif pada lansia sebagai upaya
pencegahan atau skrining awal penyakit
kronis atau akut, penyakit fisik atau psikis
.dan memberikan terapi modalitas yang

180

Copel, Linda Carman. 2007. Kesehatan


Jiwa dan Psikiatri. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Isaacs, Ann. 2005. Keperawatan Kesehatan
Jiwa & Psikiatrik edisi 3. Jakarta:
EGC
Kusumawati, Farida dan Hartono. 2010.
Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Maryam, Siti R. 2008. Mengenal Usia
Lanjut dan Perawatannya, Jakarta:
Salemba Medika
Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan
Gerontik & Geriatrik . Buku
Kedokteran EGC.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan edisi 2, Jakarta:
Salemba Medika.
Potter and Perry. 2009. Fundamental
Keperawatan Buku 1 edisi 7,
Jakarta: Salemba Medika.

The 3rd University Research Colloquium 2016

Puri, Basant K. 2011. Buku Ajar Psikiatri.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Setiadi.

2012. Konsep dan Praktik


Penulisan Riset Keperawatan edisi
2. Jakarta: Graha Ilmu

Stanley,

Mickey. 2006. Buku Ajar


Keperawatan Gerontik. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Stuart,

Gail W. 2007. Buku Saku


Keperawatan Jiwa edisi 5. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

ISSN 2407-9189

Kehidupan
Sehari-hari
pada
Lansia,
(Online).
(http:
Penilaian/keseimbangan/dengan/ak
tivitas/seharihari/pada/lansia.co.id/docjurnal/20
10/Andi Sugiarto Setiahardja.pdf,
diakses 8 Agustus 2010

Suardiman. 2011. Psikologi Usia Lanjut.


Yogyakarta:
Gadjah
Mada
University Press.
Tamhers
dan
Noorkasiani.
2009.
Kesehatan Usia Lanjut dengan
Pendekatan Asuhan Keperawatan,
Jakarta: Salemba medika
Videback, Sheila L. 2008. Buku Ajar
Keperawatan
Jiwa.
Buku
Kedokteran EGC.
Depkominfo. 2010. Jumlah
Lansia,
(Online).(
http//depkominfo.go.id/berita/
pipnewsroom/jumlah
lansia,
diakses 24 Maret 2013).
Muharyani, Widita P. 2010. Demensia dan
Gangguan Aktivitas Kehidupan
Sehari-hari (AKS) Lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Wagatama
Inderalaya,
(Online).
(http:Jurnal/kesehatan/2010
/demensia.co.id/docjurnal/2010/Pu
tri Widita Muharyani-jurnal.pdf,
diakses 01 Maret 2010).
Setiahardja, Sugiarto A. 2010. Penilaian
Keseimbangan dengan Aktivitas

181

You might also like