ASKEP Osteoporosis
ASKEP Osteoporosis
ASKEP Osteoporosis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah gangguan kesehatan yang menonjol pada usia lanjut adalah
gangguan muskoloskeletal, terutama osteoartritis dan osteoporosis. Menghadapi
problem ini tanpa adanya persiapa yang baik, di khawatirkan akan menjadikan beban
yang akan di tanggung pemerintah, masyarakat, dan warga usia lanjut dengan keluarga
akan menjadi sangat besar dan akan menghambat perkembangan ekonomi serta
memperburuk kualitas hidup manusia secara utuh (isbagio H dalam Daniel, 2007).
Kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, sehingga
dapat menurunkan massa tulang total. Osteoporosis adalah penyakit yang mempunyai
sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikroarsitektur tulang dan
penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Tulang
secara progresif menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah patah dengan
stres, yang pada tulang normal tidak menimbulkan pengaruh. Sherwood (2001),
mengatakan selama dua decade pertama kehidupan, saat terjadi pertumbuhan,
pengendapan tulang melebihi resorpsi tulang dibawah pengaru hormone pertumbuhan.
Sebaiknya pada usia 50-6- tahun, resorpsi tulang melebihi pembentukan tulang.
Kalsitonin yang menghambat resorpsi tulang dan merangsang pembentukan tulang
mengalami penurunan. Hormone paratiroid meningkat bersama bertambahnya dan
meningkatkan resorpsi tulang. Hormone estrogen yang menghambat pemecahan
tulang, juga berkurang bersama bertambahnya usia.
Menurut Ganong (2003), perempuan dewasa memiliki massa tulang yang lebih
sedikit daripada pria dewasa, dan setelah menopause mereka mulai kehilangan
tulang lebih cepat daripada pria. Akibatnya perempuan lebih rentang menderita
ospteoporosis serius. Penyebab utama berkurangnya tulang setelah menopause adalah
defesiensi hormone estrogen. Pada osteoporosis, matriks dan mineral tulang hilang,
hingga massa dan kekuatan tulang, dengan peningkatan fraktur.
Kolaps bertahap tulang vertebra mungkin tidak menimbulkan gejala, namun terlihat
sebagai kifosis progresif. Kifosis dapat mengakibatkan pengurangan tinggi badan. Pada
beberapa perempuan dapat kehilangan tinggi badan sekitar 2,5-15 cm, akibat kolaps
vertebra.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
A. Defenisi
Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata yang
berakibat pada rendahnya kepadatan tulang, sehingga tulang menjadi keropos dan rapuh.
“Osto” berarti tulang, sedangkan “porosis” berarti keropos. Tulang yang mudah patah
akibat Osteoporosis adalah tulang belakang, tulang paha, dan tulang pergelangan tangan
(Endang Purwoastuti : 2009) .
Osteoporosis yang dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit
skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan
mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan
meningkatnya kerentanan terhadap tulang patah. Osteoporosis adalah kelainan dimana
terjadi penurunan massa tulang total (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan tulang per unit
volume,sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap
trauma minimal (Kholid Rosyidi : 2013).
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar
dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang
secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur
dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal
(Brunner&Suddarth, 2000).
B. Klasifikasi Osteoporosis
Klasifikasi osteoporosis dibagi ke dalam dua kelompok yaitu osteoporosis primer dan
osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapat pada wanita postmenopause
(postmenopause osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia (senile osteoporosis).
Penyebab osteoporosis belum diketahui dengan pasti. Sedangkan osteoporosis sekunder
disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan Kelainan endokrin
misalnya Chusing’s disease,hipertiriodisme, hiperparatiriodisme, hipogonadisme,
kelainan hepar, gagal ginjal kronis, kurang gerak, kebiasaan minum alcohol, pemakaian
obat-obatan/kortikosteroid, kelebihan kafein, dan merokok (Lukman, Nurma Ningsih :
2009).
Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih dan Asia.
Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resopsi tulang yang berlebihan
dan lama setelah penurunan sekresi hormon estrogen pada masa menopause.
Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe ini
diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan resorpsi
tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.
3. Osteoporosis Sinilis
Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan
tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut.
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering
menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan
postmenopausal.
4. Osteoporosis Juvenil Idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui. Hal ini terjadi
pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang (Mulyaningsih, 2008).
5. Osteoporosis sekunder.
Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur atraumatik
akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan kortikosteroid, atraumatik reumatoid,
kelainan hati/ ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastisitosis sistemik,
hipertiriodisme , varian status hipogonade dan lain-lain.
C. Etiologi Osteoporosis
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon
estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu,
wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85
tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan
tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi
hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko
terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah
satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari
hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan
meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita Osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah.
Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti
kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti
punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung
fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan
kalsium dari dalam darah.
b. Minuman berkafein dan beralkohol, Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol
juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh
Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis
Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein
dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih
banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan
tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses
pembentukan massa tulang (osteoblas).
c. Malas Olahraga, Mereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses
osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang
akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang
untuk membentuk massa.
d. Merokok, Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis.
Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya
mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat
kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-
susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu,
rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan
tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka
proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan
osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek
nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang
masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan
mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
e. Kurang Kalsium, Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon
yang akanmengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di
tulang.(Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma
dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi
dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat
proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan penyakit
osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar
dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin, nutrisi, dan aktivitas
fisik. Biasanya penanganan gangguan tulang terutama osteoporosis hanya fokus pada
masalah hormon dan kalsium, jarang dikaitkan dengan olahraga. Padahal, Wolff sejak
1892 menyarankan bahwa olahraga sangatlah penting.
Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada tulang. Mereka
yang sudah terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian dari
pengobatan. Olahraga teratur dan cukup takarannya tidak hanya membentuk otot,
melainkan juga memelihara dan meningkatkan kekuatan tulang. Dengan demikian,
latihan olahraga dapat mengurangi risiko jatuh yang dapat memicu fraktur (patah
tulang). (Mulyaningsih, 2008).
D. Patofisiologi
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi
setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak
mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya
estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi
tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse (Lukman, Nurma
Ningsih : 2009).
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan
fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-
tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan
harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily allowance) meningkat pada
usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk
memaksimalakan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi
pada perempuan pasca menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia
dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena penyerapan
kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2002).
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen dapat
menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron Cushing,
hipertiriodisme dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa tulang. Obat-
obatan seperti isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang mengandung alumunium,
furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen tiroid mempengaruhi penggunaan
tubuh dan metabolisme kalsium.
Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi dengan gips,
paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari pembentukannya
sehingga terjadi osteoporosis.
E. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
1. Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan
atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak
2. Nyeri timbul mendadak
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan
aktivitas
6. Postur tubuh kelihatan memendek atau penurunan tinggi badan akibat dari Deformitas
vertebra thorakalis. (Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih
menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain itu,
juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement therapy
(HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi non
hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.
1. Terapi medis
Sebenarnya belum ada terapi yang secara khusus dapat mengembalikan efek dari
osteoporosis. Hal yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk menekan atau
memperlambat menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa sakit.
Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang, biasanya diperlukan obat pereda
sakit yang kuat, seperti turunan morfin. Namun, obat tersebut memberikan efek
samping seperti mengantuk, sembelit dan linglung. Bagi yang mengalami rasa
sakit yang sangat dan tidak dapat diredakan dengan obat pereda sakit, dapat
diberikan suntikan hormone kalsitonin.
Bila rasa sakit mulai mereda, tablet pereda rasa sakit seperti paracetamol atau
codein ataupun kombinasi keduanya seperti co-dydramol, co- codramol, atau co-
proxamol bagi banyak pasien cukup memadai untuk menghilangkan rasa sakit
sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
Efek lain yang juga dapat timbul dalam pemberian terapi hormone, diantaranya
adalah pembesaran payudara, kembung, retensi cairan, mual, muntah, sakit
kepala, gangguan pencernaan, dan gangguan emosi. Namun, demikian, efek
tersebut biasanya hanya terjadi pada awal terapi dan kondisi berangsur membaik
dengan sendirinya. Dapat juga dilakukan pemberian hormone estrogen dan
progesterone secara bertahap, dosis kecil diberikan pada awal terapi dilihat dulu
reaksinya terhadap tubuh. Bila dosis dapat diterima tubuh, dosis kemudian
dinaikkan secara bertahap.
b. Kalsitonin
Selain hormone estrogen dan progesterone, hormone lain yang biasa digunakan
dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis adalah kalsitonin. Kalsitonin
turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan mengaktifkan kerja sel
osteoblast dan menekan kinerja sel osteoclast.
Kalsitonin juga berperan dalam mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul
pada keadaan patah tulang. Hormone ini secara normal dihasilkan oleh kelenjar
tiroid yang memiliki sifat meredakan rasa sakit yang cukup ampuh. Kalsitonin
biasanya diberikan dalam bentuk suntikan yang diberikan setiap hari atau dua
hari sekali selama dua atau tiga minggu. Hormone ini juga dapat menimbulkan
efek samping berupa rasa mual dan muka merah, mungkin pula terjadi muntah
dan diare serta rasa sakit pada bekas suntikan.
c. Testosterone
Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling baik untuk
mengobati osteoporosis. Namun, karena banyaknya efek samping yang dapat
ditimbulkan dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis, maka
sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal.
a. Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan golongan obat sintetis yang saat ini sangat dikenal dalam
pengobatan osteoporosis non-hormonal. Efek utama dari obat ini adalah
menonaktifkan sel-sel penghancur tulang (osteoclast) sehingga penurunan massa
tulang dapat dihindari. Obat-obat yang termasuk golongan bisfosfonat adalah
etidronat dan alendronat.
b. Etidronat
Etidronat adalah obat golongan bisfosfonat pertama yang biasa digunakan dalam
pengobatan osteoporosis. Obat ini diberikan dalam bentuk tablet dengan dosis
satu kali sehari selama dua minggu. Penggunaan obat ini harus dikombinasikan
dengan konsumsi suplemen kalsium. Namun, perlu diperhatikan agar konsumsi
suplemen kalsium harus dihindari dalam waktu dua jam sebelum dan sesudah
mengkonsumsi etidronat karena dapat mengganggu penyerapannya. Kadang kala
konsumsi etidronat memberikan efek samping,tetapi relative kecil. Misalnya
timbul mual, diare, ruam kulit dan lain-lain.
c. Alendronat
Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis tanpa
menggunakan obat-obatan atau hormone. Terapi ini berhubungan dengan gaya hidup
dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang dapat diberikan yaitu :
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologic
Saat ini, sing dkk telah mengembangkan indeks sing untuk mengukur ketebalan
colum femaris dan komponen-komponen trabekulasinya secara radiologic .
caranya dengan menganalisis komponen-komponen yang berkolerasi cukup tepat
dengan adanya osteoporosis. Namun hasil pengukuran pengukuran ini masih
sangat lemah untuk mendiagnosis adanya osteoporosis. Pada pemeriksaan
radiologic ini digunakan X-ray konvensional sehingga osteoporosis baru akan
terlihat apabila massa tulang sudah berkurang hingga 30% atau lebih.
2. Pemeriksaan radioisotope
3. Pemeriksaan Quantitative
Cara ini dapat mengukur struktur trabekuler tulang dan kepadatannya. Alat tersebut
tidak memakai radiasi, melainkan hanya dengan lapangan magnet yang sangat
kuat. Sayangnya pemeriksaan ini mahal dan membutuhkan sarana yang banyak.
Cara ini menggunakan kecepatan gelombang suara ultra yang menembus tulang.
Kemudian dinilai atenuasi kekuatan dan daya tembus melalui tulang yang
dinyatakan sebagai pita lebar ultrasonic (ultrasound broad band ) dan kekuatan
(stiffness). Keuntungannya adalah mudah dibawah kemana-mana , tetapi
kerugiannya adalah tidak dapat mengetahui lokalisasi osteoporosis secara tepat.
Menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah. Ada dua jenis X-ray
absorptiometry yaitu SXA (Single X-ray absorptiometry) yang juga disebut scan
tulang. Pengukuran dilakukan pada tulang yang kemungkinan mudah patah,
seperti tulang belakang, pinggul, dan pergelangan tangan atau seluruh rangka
tubuh.
Nilai massa tulang yang didapat dari pengukuran ini disebut kerapatan mineral
tulang (BMD= bone mineral density). Pengukuran ini tidak menimbulkan rasa
sakit, mudah dilakukan, hasil pemeriksaan diperoleh dalam waktu singkat, dan
relative aman. Walaupun menggunakan sinar X, tingkat radiasinya sangat kecil
, seingkali lebih kecil dari radiasi alamiah. Oleh karenanya, pengukuran dapat
dilakukan pada anak-anak dan ibu hamil, serta dapat pula di ulang bila diperlukan.
Sebenarnya osteoporosis tidak dapat di deteksi menggunakan tes darah dan urine.
Namun demikian tes itu kedua tes ini masih mungkin dilakukan untuk
mengetahui dan melihat kondisi lain yang terkait dengan hilangnya massa tulang.
BAB II
A. Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status
kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan
penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat
psikososial.
2. Anamnese
a. Identitas
1) Identitas klien
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
3) Riwayat Kesehatan
3. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
b. B2 ( Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing.
Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau
edema yang berkaitan dengan efek obat.
c. B3 ( Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
d. B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan.
e. B5 ( Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
f. B6 ( Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering
menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan
dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length
inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara
vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya
merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula
transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus
vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nucleus pulposus
kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
b. CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan
mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang
mengalami fraktur.
B. Analisa Data
- Pasien mengatakan
Nyeri berkurang pada saat
istirahat di tempat tidur
DO :
- Pasien kelihatan
menahan nyeri.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Resiko cedera
4. Defisiensi pengetahuan
D. Intervensi
- Gangguan tidur (mata - Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
sayu, tampak capek, sulit tindakan nyeri tidak berhasil.
atau gerakan kacau,
- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
menyeringai).
Analgesic Administration
- Terfokus pada diri
sendiri. - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat.
- Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu, - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
kerusakan proses berpikir, frekuensi.
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan). - Cek riwayat alergi.
Mandiri atau terarah Kriteria hasil : · Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
· Klien meningkat dalam aktifitas rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
fisik
· Bantu klien untuk menggunakan tongkat
· Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilias Saat berjalan dan cegah terhadap cedera
F. Evaluasi
1. Nyeri berkurang
TINJAUAN KASUS
Ny. S umur 58 tahun datang ke RSU Nurhidayah dengan keluhan ngilu yang sering
dirasakannya pada lutut sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah dirasakan sejak beberapa
tahun yang lalu, namun Ny. S tidak memperdulikannya. Ketika memeriksakan diri ke dokter
Ny. S dianjurkan untuk tes darah dan rongent kaki. Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. S
menderita osteoporosis diperkuat lagi dengan hasil BMD T-score -3. Klien mengalami
menopause sejak 6 tahun yang lalu. Menurut klien dirinya tidak suka minum susu sejak usia
muda dan tidak menyukai makanan laut. Klien beranggapan bahwa keluhan yang
dirasakannya karena usianya yang bertambah tua. Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui
bahwa klien tidak pernah mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah
dirawat di RS. Pola aktifitas diketahui klien banyak beraktifitas duduk karena dulu dirinya
bekerja sebagai staf administrasi dan tidak suka olahraga karena tidak sempat. Pemeriksaan
TB 165 cm, BB 76 kg (BB sebelumnya 77 kg).
A. Pengkajian
1. Biodata
Nama : Ny. S
Usia : 58 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Penanggung Jawab
Nama : Ny. I
Usia : 41 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat penyakit sekarang
Ny. S umur 58 tahun datang ke RSI Nurhidayah dengan keluhan ngilu yang sering
dirasakannya pada lutut sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah dirasakan
sejak beberapa tahun yang lalu, namun Ny. S tidak memperdulikannya. Ketika
memeriksakan diri ke dokter Ny. S dianjurkan untuk tes darah dan rongent kaki.
Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. S menderita osteoporosis
TD : 130/90 mmHg
N :80x/menit
S: 36,50c
RR : 20x/mnt
Pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat pentakit keluarga seperti yang dialami
pasien sekarang
4. Pengkajian Kebutuhan Dasar Klien
a. Aktifitas dan Latihan
Klien mengatakan tidak bisa mandi sendiri dan tidak bisa melakukan aktivitas
sendiri karena merasa ngilu. ADL dibantu oleh keluarga
Sebelum sakit : pasien sebelum sakit bisa tidur 8 jam pada malam hari dan 2 jam
pada siang hari.
Selama sakit : pasien hanya dapat tidur 5 jam pada malam hari dan 2 jam pada
siang hari
S : skala nyeri 8
d. Nutrisi
Pada saat dikaji pasien mengatakan tidak mengalami penurunan nafsu makan.
Pasien mengatakan tidak ada pantangan terhadap makanan tertentu pasien makan
di bantu oleh keluarganya.
Pasien mengatakan bisa minum atau mampu menghabiskan 4 gelas air minum dan
pasien tidak mengalami dehidrasi.
f. Oksigenasi
Pasien tidak menggunakan alat bantu bernapas. Pasien tidak mengeluh batuk.
g. Eliminasi Fekal/ Bowel
Klien mengatakan BABnya di bantu oleh keluarganya, saat dikaji oleh perawat
BAB klien padat dan berwarna coklat dan berbau kas
h. Eliminasi Urine
Pasien tidak menggunakan alat bantu pendengaran, dan pasien tidak mengalami
gangguan penglihatan, penciuman,pengecapan maupun sensasi taktil.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Kepala
c. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada peningkatan JVP, tidak ada
nyeri telan.
d. Dada
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
Car : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Perkusi :pekak/redup
e. Abdomen
Perkusi : timpani
f. Genetalia
Tidak terkaji
g. Rectum
Tidak terkaji
Akral : hangat
Akral : hangat
Pasien cemas dengan penyakitnya karena pasien tidak bisa beraktivitas seperti
biasanya
b. Sosial
Sebelum sakit klien sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan selalu berbincang-
bincang dengan tetangganya setiap sore.
c. Budaya
Pasien menganut budaya jawa dan tidak ada aspek budaya yang merugikan
kesehatan pasien
d. Spiritual
7. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap :
N,
8. Terapi Medis
Terapi cairan :
- Oksigen Canul 4
- Infus RL 20 tpm
- Ketorolac
- Ranitidin
- Ondon
ANALISA DATA
B. Diagnose Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3. Resiko cidera berhubungan dengan faktor internal fisik
C. Intervensi
1. Nyeri akut Tujuan dan Kriteria 1. Pantau tingkat nyeri pada 1. tulang dalam peningkatan 1. memantau tingkat nyeri
Hasil: punggung, nyeri terlokalisasi jumlah trabekular, pada punggung, nyeri
DS : klien atau menyebar pada abdomen pembatasan gerak spinal. terlokalisasi atau menyebar
mengatakan ngilu Setelah dilakukan
atau pinggang. pada abdomen atau
pada lutut dan kaki tindakan 2. Alternatif lain untuk pinggang.
kanan 2. Ajarkan pada klien tentang mengatasi nyeri, pengaturan
keperawatan
alternative lain untuk mengatasi posisi, kompres hangat dan 2. mengajarkan pada
P: klien mengatakan
selama 2x24 jam dan mengurangi rasa nyerinya. sebagainya. klien tentang alternative lain
nyerinya bertambah
saat berjalan nyeri klien teratasi, untuk mengatasi dan
3. Kaji obat-obatan untuk 3. Keyakinan klien tidak mengurangi rasa nyerinya.
Q: seperti ditusuk- dengan indicator: mengatasi nyeri. dapat menoleransi obat yang
tusuk Tingkat adekuat atau tidak adekuat 3. mengkaji obat-obatan
untuk mengatasi nyerinya. untuk mengatasi nyeri.
R : kaki kanan dan kenyamanan.
lutut
Dapat melakukan
S:8
aktivitas seperti
T : terus menerus biasa tanpa harus
DO : klien tampak merasakan nyeri.
menahan nyeri dan Kontrol nyeri
skalanya 8 Tanda-tanda vital
kembali normal.
2. Hambatan mobilitas Klien dapat 1. Kaji tingkat kemampuan 1. dasar untuk memberikan 1. Kaji tingkat
fisik melakukan ADL klien yang masih ada. alternative dan latihan gerak kemampuan klien yang
secara mandiri yang sesuai dengan masih ada.
DS : klien kemapuannya.
mengatakan sulit 2. · membantu klien
2. Rencanakan tentang 2. Latihan akan jika diperlukan latihan
untuk beraktivitas
dan klien pemberian program latihan: meningkatkan pergerakan
mengatakan selalu otot dan stimulasi sirkulasi · mengajarkan klien
· Bantu klien jika tentang aktivitas hidup
di bantu untuk darah
memenuhi ADL nya diperlukan latihan sehari hari yang dapat
oleh keluarganya dikerjakan
· Ajarkan klien tentang
DO : klien tampak aktivitas hidup sehari hari yang · mengajarkan
sulit untuk dapat dikerjakan pentingnya latihan.
beraktivitas dan · Ajarkan pentingnya 3. membantu kebutuhan
selalu dibantu oleh latihan. untuk beradaptasi dan
keluarganya dalam 3. Bantu kebutuhan untuk 3 Aktifitas hidup sehari- melakukan aktivitas hidup
beradaptasi dan melakukan hari secara mandiri sehari hari, rencana okupasi
memenuhi ADL
aktivitas hidup sehari hari, .
rencana okupasi . 4. Peningkatan latihan
4. Dengan latihan fisik:
4. Peningkatan latihan fisik fisik secara adekuat:
secara adekuat: · Masa otot lebih besar
sehingga memberikan · dorong latihan dan
· dorong latihan dan perlindungan pada hindari tekanan pada tulang
hindari tekanan pada tulang osteoporosis seperti berjalan.
seperti berjalan. · instruksikan klien
· Program latihan
· instruksikan klien untuk merangsang pembentukan untuk latihan selama kurang
latihan selama kurang lebih tulang lebih 30menit dan selingi
30menit dan selingi dengan dengan istirahat dengan
istirahat dengan berbaring berbaring selama 15 menit
selama 15 menit · Gerakan menimbulkan
kompresi vertical dan fraktur · hindari latihan fleksi,
· hindari latihan fleksi, vertebra. membungkuk tiba– tiba,dan
membungkuk tiba– tiba,dan penangkatan beban berat
penangkatan beban berat
3. Resiko cidera klien tidak 1. Ciptakan lingkungan yang 1. Menciptakan lingkungan 1. menciptakan lingkungan
mengalami jatuh bebas dari bahaya yang aman dan mengurangi yang bebas dari bahaya:
DS : klien atau fraktur akibat
mengatakan bahwa jatuh risiko terjadinya kecelakaan.
2. Berikan dukungan 2. memberikan dukungan
klien sering merasa
ambulasi sesuai dengan 2. Ambulasi yang ambulasi sesuai dengan
ngilu pada bagian
lutut dan kaki kanan kebutuhan: dilakukan tergesa-gesa dapat kebutuhan:
menyebabkan mudah jatuh.
DO : terlihat klien · Kaji kebutuhan untuk · mengjkaji kebutuhan
memegang bagian berjalan. untuk berjalan.
sendi kaki yang
ngilu. · Ajarkan klien untuk · mengajarkan klien
meminta bantuan bila untuk meminta bantuan bila
Hasil pemeriksaan diperlukan. diperlukan.
BMD : T- score -3
· Ajarkan klien untuk · mengajarkan klien
berjalan dan keluar ruangan. untuk berjalan dan keluar
ruangan.
3. Bantu klien untuk 3. Penarikan yang terlalu
melakukan aktivitas hidup keras akan menyebabkan 3. membantu klien untuk
sehari-hari secara hati-hati. terjadinya fraktur. melakukan aktivitas hidup
sehari-hari secara hati-hati.
4. Ajarkan pada klien untuk 4. Pergerakan yang cepat
berhenti secara perlahan, tidak 4. mengajarkan pada
naik tanggga, dan mengangkat akan lebih memudahkan klien untuk berhenti secara
beban berat. terjadinya fraktur kompresi perlahan, tidak naik
vertebra pada klien tanggga, dan mengangkat
osteoporosis. beban berat.
5. Ajarkan pentingnya diet 5. Diet kalsium 5. mengajarkan
untuk mencegah osteoporosis: dibutuhkan untuk pentingnya diet untuk
mempertahankan kalsium mencegah osteoporosis:
serum, mencegah
bertambahnya kehilangan
tulang. Kelebihan kafein akan
meningkatkan kalsium dalam
urine. Alcohol akan
meningkatkan asidosis yang
meningkatkan resorpsi tulang
· Ajarkan diet yang · mengajarkan diet yang
mengandung banyak kalsium mengandung banyak
kalsium
· Ajarkan klien untuk
mengurangi atau berhenti · mengajarkan klien
menggunakan rokok atau kopi untuk mengurangi atau
6. Obat-obatan seperti berhenti menggunakan
6. Observasi efek samping diuretic, fenotiazin dapat rokok atau kopi
obat-obatan yang digunakan menyebabkan pusing,
megantuk, dan lemah yang 6. mengobservasi efek
merupakan predisposisi klien samping obat-obatan yang
untuk jatuh. digunakan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik, defisiensi kalsium,
aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin),
merokok, alcohol serta sifat fisik tulang (densitas atau massa tulang) dan lain
sebagainya.
B. Saran
1. Lansia
2. Tenaga medis
Sebagai seorang tenaga medis harus mampu memberikan pendidikan kesehatan yang
baik terutama bagi lansia sehingga dapat menghindarkan atau mencegah terjadinya
penyakit osteoporosis
3. Mahasiswa
Tandra hans. 2009. Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang osteoporosis mengenal,
mengatasi dan mencegah Tulang Keropos. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama