Kitab Anti Bangkrut
Kitab Anti Bangkrut
Kitab Anti Bangkrut
Abstract
The coming of Islam in the Buton Sultanate has brought a change in the social,
political, even in the intellectual aspects. It produced scholars with the thought
or ijitihad as a blend of Islamic and local cultures. One of the scholars as well
as Buton Sultan was Muhammad Idrus Kaimuddin Ibnu Badaruddin Al
Buthuni (1824-1851). His thought or ijitihad found the essence of the concept
of manners according to the teachings of the ancestors in kabanti Bula Malino.
His several works became the guidance of the public and court authorities in
the Sultanate of Buton which were basically rooted from the teachings of Islam.
Kaimuddin’s thought in terms of ethics, morals, manners, or advice showed his
horizons of knowledge and the depth of leadership thought. The magnitude of
Islamic influence in some of his works proves the enduring process of Islamic
acculturation done continuously and deeply since the era of Buton Islamic empire.
Kaimuddin’s thought is essentially a formation process of Buton’s civilization
centered on the palace and passed to Buton society in general through the process
of cultural dialogue between Buton culture (Wolio) and Islam.
budaya Islam dan budaya lokal. Salah satu ulama di Buton sekaligus sebagai
Sultan yaitu Muhammad Idrus Kaimuddin Ibnu Badaruddin Al Buthuni (1824-
1851). Pemikiran atau ijitihad Sultan Kaimuddin menemukan esensi konsep
tata krama menurut ajaran leluhur dalam kabanti Bula Malino. Beberapa
karyanya menjadi tuntunan masyarakat dan penguasa kraton di Kesultanan
Buton yang banyak bersumber dari ajaran Islam. Pemikiran dalam hal etika,
moral, tata krama, maupun nasehat Sultan Kaimuddin menunjukkan cakrawala
pengetahuan dan mendalamnya pemikiran seorang pemimpin. Besarnya pengaruh
Islam dalam beberapa karya Sultan Kaimuddin membuktikan berlangsungnya
proses akulturasi Islam secara berkesinambungan dan mendalam dari masa
kerajaan Islam Buton. Hasil pemikiran Sultan Kaimuddin pada hakekatnya
merupakan sebuah proses pembentukan peradaban Buton yang berpusat pada
kraton dan ditularkan pada masyarakat Buton secara umum melalui dialog
kebudayaan antara kebudayaan Buton (Wolio) dengan Islam.
Pendahuluan
Dewasa ini budi pekerti generasi penerus bangsa sebagian sudah
terpengaruh oleh hal-hal yang sifatnya negatif sehingga mengarah pada
penyimpangan perilaku dan budi pekerti yang kurang baik. Hal-hal yang
negatif semakin hari semakin marak. Kejahatan tumbuh marak di mana-mana,
tanpa terkecuali kejahatan di kampus. Kejadian perampokan, perkelahian,
tawuran, penyalahgunaan narkoba, korupsi, pembunuhan secara keji dan
biadab tak asing lagi di negeri ini. Hal itu dapat disaksikan setiap hari baik
secara langsung maupun secara tidak langsung melalui berita di media masa.
Kejadian-kejadian seperti itu sudah sangat memprihatinkan.
Selain itu, di kalangan mahasiswa sebagian telah lepas dari tatakrama
dan sopan santun; sopan dalam berperilaku, santun dalam berbahasa. Dalam
pergaulan, mereka itu tidak lagi mengenal kakak, adik, orang tua, guru, dosen
sudah enggan menyapa atau memberi salam kepada sesama yang lebih tua.
Mereka tak punya beban untuk berkata yang jorok, kotor dan kasar. Mengumpat
dan memaki orang yang terpandang atau orang terhormat sekalipun, mereka
merasa tak berdosa, merasa biasa-biasa saja. Sungguh bagi yang masih bersih
hatinya, jiwanya yang belum tekontaminasi dengan hal-hal yang tidak berkenan
seperti itu patut prihatin.
Permasalahan bangsa di era globalisasi dan modernisasi makin pelik, salah
satunya sikap dan moral bangsa yang semakin terpuruk, korupsi, perkelahian
pelajar, tawuran mahasiswa, kurang sopan, tindakan asusila bersina, minum
khamar, pembohongan publik, adu domba, konflik Sara, dan sebagainya. Untuk
mencegah hal tersebut maka pada setiap kesempatan pertemuan forum resmi
baik itu di forum seminar, simposium, dialog, sarasehan, dan sebagainya, pada
setiap kesempatan pertemuan digagas pentingnya dilaksanakan pendidikan
budi pekerti dan etika, atau pendidikan karakter bagi bangsa. Apakah bangsa
ini sebelumnya memang memiliki karakter yang edan, tidak beretika, tidak
sopan, tidak beradab, dan berbagai stigma negatif?, Jawabannya tidak. Jika
ditelisik kembali zaman, khususnya kehidupan manusia Indonesia masa lalu,
mereka telah mewariskan pendidikan karakter, moral, etika, pekerti, maupun
kearifan hidup yang diajarkan baik melalui lisan maupun tersirat.
Salah satu contoh kearifan pendidikan etika, moral, dan karakter berupa
pemikiran pada masa lalu telah ada zaman kerajaan tradisional di Indonesia
salah satunya di Kesultanan Buton di Sulawesi Tenggara. Pada masa Sultan
Muhammad Idrus Kaimuddin beliau melahirkan suatu pemikiran atau ijitihad
mengenai kemulian sosok pribadi bagi masyarakat Buton baik di lingkungan
kraton maupun diluar lingkungan masyarakat kraton.
Dalam tulisan ini mengangkat pokok kajian tentang masalah ijitihad atau
pemikiran etika kehidupan yang tersirat dalam nasihat Sultan Muhammad
Idrus dalam kabanti maupun beberapa karya beliau sebagai salah satu unsur
kebudayaan orang Buton yang hidup dilingkungan masyarakat Kraton pada
abad ke-19. Ajaran etika kehidupan yang menjadi tuntunan masyarakat Buton
tersebut digali dari kabanti Bula Malino karangan Sultan Muhammad Idrus
Kaimuddin maupun beberapa karyanya, beliau merupakan salah seorang
pujangga kraton Buton sekaligus sebagai Sultan yang terkenal yaitu Sultan
Muhammad Idrus Kaimuddin.
Ajaran-ajaran moral yang mencerahkan bagi masyarakatnya yang
sedang mengalami situasi krisis moral, sebagai akibat dari krisis di kraton.
Pada hakekatnya Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin berfungsi sebagai
guru masyarakat pada zamannya. Menemukan esensi konsep tata krama atau
etika menurut ajaran pemikiran Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin yang
menjadi tuntunan masyarakat kraton Kesultanan Buton yang pada dasarnya
banyak bersumber dari ajaran agama Islam.
Bahwa kelahiran pemikiran berupa ajaran-ajaran moral, etika, agama
dan kehidupan masyarakat kraton Buton yang berlangsung melalui akulturasi
antara Islam dan kebudayaan Buton pada hakekatnya merupakan sebuah
proses pembentukan peradaban Buton yang berpusat pada kraton dan
ditularkan pada masyarakat Buton secara umum, yang melalui melalui proses
hubungan resmi lewat surat penguasa sipil dan militer Belanda di Makassar
(Suryadi, 2006: 8). Tercatat bahwa Sultan Kaimuddin I baru naik tahta 1824.
Menurut Mulku Zahri, nama biasa Sultan Kaimuddin I adalah Muhammad
Idrus nama lainnya: Aedurusu Matambe, Mokobiadina, Oputa I Kuba, Oputa
Mancuana; gelar kesultanan: Sultan Kaimuddin I; masa jabatan 1824-1851;
meninggalkan kedudukannya karena mangkat; tempat pemakaman: Badia,
dekat masjid Sultan; aliran bangsawan: Kumbewaha yang ke-8 (Zahari, 1977: III,
28). Gelar Sultan Kaimuddin I dalam stempelnya adalah: al Sultan kaimuddin
ibn Abdullah. Allahumma Malik al mulk tu’ ti almulk daa im bi dawan.
Sultan Kaimuddin I yang memiliki latar belakang pendidikan agama
yang kuat telah melakukan beberapa perubahan dalam system ketatanegaraan
dan administrasi pemerintahan Kerajaan Buton, menetapkan beberapa
undang-undang baru yang mengatur hak dan kewajiban kaum ningrat dan
masyarakat. Baginda juga mewajibkan penggunaan Bahasa Arab sebagai bahasa
pengantar dalam lingkungan kraton Wolio (Zahari, 1977: 28-29). Sultan juga
banyak menulis buku untuk menambah pengetahuan masyarakatnya. Baginda
juga menjalin hubungan regional yang lebih baik dengan kerajaan-kerajaan
tetangganya.
Sultan Muhammad Idrus Kaimudin, seorang pujangga Wolio Abad
Ke-19. Pada masa kesultanan Muhammad Idrus, dikenal beberapa pujangga
Wolio yang tidak dapat dilupakan jasa-jasanya dalam upaya pendidikan dan
pengembangan Islam melalui karya tulis. Melalui tulisan mereka mengembangkan
ilmu-ilmu pengetahuan tentang Islam. Mereka tuangkan dalam bentuk syair,
sehingga mudah diterima dan dicernah oleh pembacanya. Karena itu dengan
cepat pula rakyat dapat memahami apa yang diajarkan. Dalam karya, mereka
memakai bahasa Wolio, Arab Jawi (Melayu Kuno) dan bahasa Arab. Buku-
buku yang berbahasa Arab dan Arab Jawi berisi pendidikan syareat Islam
sedangkan Kabanti mengenai sejarah kebudayaan serta jalur jalan mengenal
hidup dunia dan kehidupan di alam kekal abdi, mengantarkan faham dan
pengertian sufi, membawa pembacanya kepada ilmu tentang kesufian.
Muhammad Idrus disamping sebagai Sultan (Kepala Pemerintahan), juga
menghasilkan karya tulisnya tercatat tidak kurang dari 40 judul diantaranya
seperti: Raudlatul Ikhwan (Bahasa Arab); Takhsiynul Auladi (Bahasa Arab);
Darratil Ikhkaami (Bahasa Arab); Sabiylis Salaam (Bahasa Arab); Targiybul
Anaami (Bahasa Arab); Dliaaul Anwaari (Bahasa Arab); Tanbiygil Gaafili
(Bahasa Wolio-Kabanti); Jaohara Maanikamu Molabi (Bahasa Wolio-Kabanti);
Nuru Molabina (Bahasa Arab-kabanti); Tankiyyatul Kuulubi (Bahasa Arab); Bula
d. Berkata jujur
Sultan Muhammad Idrus menasihati dirinya agar jangan memakai
kebohongan yaitu mengucapkan sesuatu dengan tidak jelas. Apabila telah
memakai kebohongan, maka binasalah pada negeri yang dua yaitu dunia dan
akherat.Ia juga menasehatkan, bila bermain-main maka jangan melampaui batas,
kecuali dengan seisi rumah. Yang paling pokok adalah harus selalu berhati-hati
mendiami dunia ini. Mengerjakan kebaikan itu pada hari kemudian akan
mendapat perlindngan pada Tuhan. Hal ini disuratkan di bawah ini:
Nasehat di atas sesuai dengan hadits Nabi dari Ibnu Abbas ra, menuturkan,
Muhammad Rosulullah SAW bersabda: “Amal kebaikan sehari dari seseorang
pemimpin yang adil lebih baik dari pada ibadah selama enam puluh tahun”
(HR.Thobrroni). Sumbangan terbesar Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin
dalam bidang birokrasi di kesultanan Buton yaitu membuat Undang-Undang
pemerintahan berisi tentang aturan dan adat istiadat dalam pemerintahan
di kesultanan Buton.
Ciri rohani dari tasawuf memperkuat kekuasaan, dalam sistem kekuasaan
di Kesultanan Buton, penguasa, khususnya sultan dipercayai memiliki ciri
rohani. Ciri rohani ini merupakan salah satu unsur yang menimbulkan
kharisma pada diri penguasa. Seorang Sultan dipercaya memiliki berkah
karena mampu melakukan empat, hal yaitu: mampu mengetahui keadaan
rakyatnya dengan ilmu batinnya; mampu menunjukan kesalahan rakyatnya
yang nyata dan tersembunyi; ia mampu menjadi raja Wolio lahir dan batin;
dan mampu bersikap adil (Yusran, 2011: xxi).
Bertawakal dan berpegang teguh pada kata-kata Nabi atau Hadits Nabi
Muhammad SAW. Sultan Muhammad Idrus menasihati dirinya agar senantiasa
bertawakal dan berpegang pada kata-kata nabi.Dikatakan bahwa dunia ini
adalah tempatnya kesalahan. Banyak sekali racun yang membinasakan. Racun
itu berasal pendengaran, penglihatan dan penciuman. Hal itulah yang sampai
pada perasaan yang senantiasa menghukum hati yang baik. Nafsu yang tidak
baik berada diantara kedua tulang rusuk dan itulah musuh yang kekal.Untuk
melawan musuh seperti itu, harus melaksanakan dzikir sesering mungkin
dan hati senantiasa dibuat agar takut kepada tuhan yang Mahakuasa. Hal ini
disuratkan dibawahkan:
Bahasa Wolio
Ee karoku pekatangka pengkenimu Terjemahan
Itikadimu ßoli akadoli-doli Wahai diriku, perkuatlah peganganmu
Matemo itu pada aumbatikomo Etikadmu jangan berubah
Hari kiama pada alahirimo Kematian kelak akan mendatangimu
I Weitumo huru-hara momaoge Hari kiamat nanti akan hadir
Kasukarana ßari-ßaria batua Di situlah peristiwa yang besar
Atotimbangi ßari-ßaria amala Kesusahan semua hamba
I mizani kaloesa mobanara Akan ditimbang semua amal
Dengan mizan timbangan yang benar
Adzab dan hari kiamat akan datang, Sultan Muhammad Idrus menasihati
dirinya agar senantiasa memikirkan datangnya azab dan hari kiamat. Ketika,
dunia akan gelap gulita. Sedikit pun tidak da lagi cahaya. Itulah kehidupan
sesudah mati yang menyebabkan kesusahan hamba Tuhan. Umat Islam saling
memaafkan disertai tangisan yang sekeras-kerasnya, sambil menantikan sebuah
takdir dari Tuhan. Mereka bertangisan karena memikirkan bagaimana kelak
nasib mereka setelah tiba hari kiamat. Hal ini disuratkan di bawah ini:
pakaian surga yaitu mahkota, izar dan sepatu. Tumpangan mereka adalah buraq
yang tercepat yang dipilih dari surga. Hal ini juga merupakan tanda kemuliaan
Tuhan kepada hamba-Nya yang tiga. Kemudian mereka bertiga berjalan, lebih
dahulu Nabi Muhammad kemudian Abubakar, kemudian Umar, mengikuti
para barisan malaikat, yang diikuti para pengawalnya. Mereka berjalan-jalan,
di padang masyhar yang luas. Ketika itu Nabi Muhammad berjalan sambil
memperhatikan umatnya yang akan bangkit.
Malaikat Jibril meniup sangkakalanya untuk membangunkan semua isi
kubur. Ketika itu semua bangkit baik muslim maupun kafir termasuk seluruh
binatang. Mereka bangkit di padang masyhar. Setelah melihat mereka bangkit,
Tidak lama kemudian bermunculan sekelompok manusia memenuhi berbagai
tempat. Nabi Muhammad lalu bertanya kepada Malaikat Jibril, “Jibril, dimana
umatku? . Jibril kemudian berkata: “Muhammad, disanalah umatmu”, lalu Nabi
Muhammad pergi menemui mereka dan bertanya kepada umatnya, “Bagaimana
perasaan kalian tinggal di dalam kubur?, Mendengar pertanyaan itu, seluruh
umat Muhammad menangis, Nabi Muhammad pun juga menangis, pertanda
sayang kepada umatnya. Kisah tersebut disuratkan di bawah ini:
Simpulan
Ajaran-ajaran moral yang mencerah bagi masyarakatnya yang sedang
mengalami situasi krisis moral, sebagai akibat dari krisis di masyarakat maupun
para penguasa kraton. Pada hakekatnya Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin
berfungsi sebagai guru masyarakat pada zamannya. Pemikiran atau Ijitihad
Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin menemukan esensi konsep tata karma
atau etika menurut ajaran leluhur dalam Kabanti Bula Malino dan beberapa
Daftar Pustaka
Abdurahman, Dudung. 2011. Metodologi Penelitian Sejarah Islam. Yogyakarta:
Ombak.
Ambari, Hasan Muarif . 1998. Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis
Islam Indonesia. Jakarta: Logos.
Anonim, 2010. Studi Al Quran Metode dan Konsep. Jogjakarta: Elsaq.
Darmawan, M. Yusran. 2009. Naskah Buton, Naskah Dunia. Bau-Bau:
Respect.
Haliadi. 2006. Islam Buton dan Buton Islam (1873-1938). Jogjakarta:
KEWANNY.
Kaimuddin, Muhammad Idrus. tt. Kabanti Bula Malino. (Koleksi Pusat
Kebudayaan Wolio)
La Niampe, 1998. Kabanti Bula Malino: Kajian Filologis Sastra Wolio Klasik.
Bandung: Tesis Program Pascasarjana Unpad.
La Niampe, 2012. Nasehat Muhammad Idrus Kaimuddin Ibnu Badaruddin Al-