Model-Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa PDF
Model-Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa PDF
Model-Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa PDF
Titi Handayani 2
Akademi Teknik Arsitektur YKPN Yogyakarta, Jl. Gagak Rimang no.1, Balapan, Yogyakarta
e-mail: titihandayani@yahoo.com
Abstract: The research’s aim is to evaluate the conditions of 2006 post earthquake houses
(PEH) in Bantul, Sleman, and Klaten. Evaluation includes building design, structure, and
construction management. The characteristics of 13 PEH models are compared to find new
better models. There are three types of PEH: core house, earthquake-response house, and fixed
house. Core houses is the best choice since it gives opportunities to the users to develop the
house suitable to their needs and budget. Three types of structures found are concrete frame,
non-concrete frame (wooden, bamboo, and steel frame), and dome. Concrete and steel frames
are the best choices in terms of the earthquake response, construction process and
development, material availabity, and maintenance. Prefabrication of construction will shorten
the construction process. However, dome house is not appropriate related to the climate as
well as social and cultural condition of the community. There are three types of construction
management: full participation, semi-participation, and no-participation. All types can be
applied depend on the condition of the community. The higher the participation level, the
better, but it takes more time. The research finds that core house with various alternatives of
design development using reinforced concrete structure is the best choice, while the model of
construction management more depends on the condition of local communities.
Keywords: design, structure, construction management, model development
Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kondisi rumah bantuan pasca gempa
2006 di Bantul dan Sleman (DIY) serta Klaten (Jawa Tengah). Evaluasi meliputi desain
bangunan, struktur bangunan, dan pengelolaan pembangunan. Metoda komparatif digunakan
untuk membandingkan karakteristik 13 model rumah untuk membuat model rekonstruksi yang
lebih baik. Ada tiga jenis desain rumah, yaitu: rumah inti, rumah tahan gempa, dan rumah
jadi. Rumah inti adalah pilihan yang terbaik karena memberi kebebasan pada penghuni untuk
mengembangkan rumahnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi keuangan. Ditinjau dari
strukturnya ada tiga jenis, yaitu: rangka beton, rangka non-beton (kayu, bambu, dan baja
ringan), dan dome. Rangka beton atau baja ringan adalah pilihan terbaik terkait dengan
ketahanannya terhadap gempa, kemudahan pengerjaan dan pengembangan, ketersediaan
bahan, keawetan, dan kemudahan pemeliharaan. Konstruksi beton prefab akan mempersingkat
waktu pengerjaan, sedangkan struktur dome adalah pilihan yang kurang tepat terkait dengan
kondisi alam dan sosial budaya masyarakat. Ditinjau dari pengelolaan pembangunannya ada
tiga jenis, yaitu: partisipasi penuh, semi-partisipasi, dan tanpa partisipasi. Ketiganya dapat
diterapkan sesuai dengan kondisi masyarakat. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat,
maka akan semakin baik hasilnya, tetapi membutuhkan waktu lebih banyak. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa desain rumah inti dengan berbagai alternatif pengembangan desain
yang dibangun dengan struktur beton bertulang merupakan pilihan yang terbaik, sedangkan
model pengelolaan pembangunan sangat bergantung pada kondisi masyarakat setempat.
Kata kunci: desain, struktur, pengelolaan pembangunan, pengembangan model
1
Penelitian dilaksanakan pada tahun 2011 dengan DIPA Kopertis Wilayah V, Dirjen Dikti, Kementerian Pendidikan
Nasional.
2
Titi Handayani adalah staf pengajar Akademi Teknik YKPN Yogyakarta.
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012
Segera setelah gempa bumi pada aspek fungsi, teknis, dan perilaku (Da-
tanggal 27 Mei 2006 di Yogyakarta dan Jawa nisworo, 1989). Namun, dalam penelitian ini
Tengah, masyarakat korban bencana tinggal hanya akan ditinjau dua aspek yang pertama,
di tempat penampungan. Setelah itu, mereka yaitu aspek fungsi dan teknis. Aspek
memerlukan perbaikan atau membangun fungsional terkait kegiatan yang diwa-dahi
kembali rumah mereka yang rusak berat atau bangunan yang menuntut kinerja ba-ngunan
bahkan runtuh. Saat itu, banyak pihak yang memuaskan. Aspek teknis meliputi
tergerak untuk memberikan bantuan rumah aspek kesehatan, keamanan terhadap bahaya
bagi para korban yang dibangun dengan kebakaran, pengamanan penggunaan bangun-
berbagai desain, struktur bangunan, dan an, kemampuan struktur, sanitasi, daya
manajemen pembangunan sesuai kondisi tahan/keawetan, dan penerangan.
masyarakat dan latar belakang pemberi
bantuan. Misalnya, rumah bambu dan rumah Kerusakan bangunan-bangunan baru
baja di Bantul serta rumah dome di dengan konstruksi beton bertulang akibat
Prambanan. gempa 2006 umumnya disebabkan oleh [1]
dimensi tulangan terlalu kecil, [2] jumlah
Penelitian ini merupakan lanjutan dari tulangan tidak memenuhi persyaratan, [3]
penelitian terdahulu yang berjudul “Evaluasi pada pertemuan antar balok maupun perte-
Purna Huni Rumah Sementara Pasca Gempa muan kolom dengan sloof, sambungan tu-
di Jabung Wetan, Gantiwarno, dan Birit, langan tidak sempurna, dan [4] tidak adanya
Wedi Kabupaten Klaten”. Penelitian ini balok lantai di atas jendela yang lebar. Pada
penting untuk mengevaluasi berbagai model bangunan lama yang belum menggunakan
rekonstruksi rumah bantuan pasca yang konstruksi beton bertulang, dinding bata
dibangun oleh berbagai pihak. Dengan selebar satu batu menggunakan spesi tanah
mengetahui kelebihan dan kekurangannya, yang tentu mudah hancur. Ada pula bangun-
maka diharapkan akan dihasilkan model an yang dindingnya terbuat dari batu cadas
rekonstruksi yang lebih tepat untuk tanpa tulangan dan spesinya tidak kuat.
diterapkan di masa depan. Bangunan lama dengan dinding tebal ini
bermassa berat, sehingga ketika terkena
Rumah bantuan yang diteliti di goncangan runtuh, dan akibatnya lebih parah
berbagai lokasi masing-masing memiliki ciri dibanding bangunan dengan massa bangunan
tertentu, baik desain, sistem konstruksi, yang lebih ringan.
bahan bangunan, maupun model pemba-
ngunannya. Oleh karena itu, penelitian tahun Pelaksanaan pembangunan rumah
pertama perlu dilakukan untuk mengiden- yang dibangun pasca gempa 2006 secara
tifikasi dan mengevaluasi karakteristik rumah umum banyak kelemahannya. Kelemahan
pasca gempa 2006 di DIY dan Jawa Tengah tersebut diawali dari hal-hal yang bersifat
guna mengetahui kelebihan dan keku- teknis, yaitu tidak adanya gambar rencana
rangannya. Hasil penelitian ini akan menjadi atau gambar denah serta kurang diper-
acuan untuk mengembangkan kemungkinan hatikannya kekuatan struktur bangunan. Hal
inovasi model rekonstruksi rumah pasca ini disebabkan karena masyarakat sudah
bencana sebagai antisipasi terhadap terbiasa membangun secara langsung tanpa
terjadinya bencana di masa depan. gambar. Kelemahan struktur banyak dijumpai
terutama pada komponen sambungan rangka
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDAS- struktur dan gunung-gunung pendukung atap.
AN TEORI Selain itu, juga ditemui komponen pondasi
yang kurang memenuhi syarat kedalaman,
Penelitian ini adalah kelanjutan dari ukuran penampang, dan material konstruksi.
penelitian terdahulu berjudul “Evaluasi Purna Pembuatan sloof, kolom, dan balok
Huni Rumah Sementara Paska Gempa di menggunakan dimensi tulangan yang lebih
Jabung Wetan, Gantiwarno dan Birit, Wedi kecil daripada yang disyaratkan. Ukuran
Kabupaten Klaten” (Handayani, 2009). Teori balok, sloof, dan kolom pun seringkali terlalu
yang dipergunakan adalah teori evaluasi kecil (Tim Teknis Nasional, 2007a).
purna huni yang meliputi tiga aspek, yaitu
28
Handayani, T. Model Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa di Yogyakarta dan Klaten
29
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012
tujuan lembaga pemberi bantuan serta konsep dan warung. Dapur yang tersedia terlalu
pembangunan yang diterapkan. sempit dan tidak sesuai dengan kondisi
budaya mereka. Selain kebiasaan untuk
Desain Bangunan memasak dengan kayu bakar yang tidak
Pemanfaatan mungkin dilakukan di dapur yang sempit,
Data lapangan menunjukkan bahwa warga juga terbiasa mempunyai dapur luas
dari 180 unit rumah yang diambil sebagai yang multi fungsi (tempat memasak, gudang
sampel, hanya satu unit rumah yang tidak bahan makan-an/kayu bakar, ruang makan,
digunakan lagi karena pemiliknya pindah ke dan bahkan digunakan untuk tidur); dan [5]
tempat lain. Dari jumlah tersebut, 92,8% Tabel di atas juga menunjukkan bahwa luas
tetap dimanfaatkan sebagai tempat tinggal bangunan minimal setelah mengalami
oleh pemiliknya sendiri, sisanya digunakan penambahan adalah 42 m2, sedangkan
untuk fungsi lain, baik oleh pemiliknya reratanya adalah 84,5 m2. Hal ini sesuai
maupun oleh orang lain. dengan standar hunian atau “habitable room
Perubahan standard” sebesar 9-18 m2/orang.
Tabel 1 menunjukkan bahwa: [1] 75%
penerima rumah bantuan telah memperluas Dengan asumsi jumlah anggota
rumahnya; [2] Semua unit rumah Model ke-9 keluarga maksimal adalah lima orang, maka
(“rumah inti”) dan Model ke-12 yang luas rumah yang dianggap memadai sesuai
didesain sebagai “rumah tumbuh” mengalami HRS adalah 45 m2 – 90 m2. Hal ini perlu
penambahan luas lantai. Luas awal dari dipertimbangkan ketika akan membangun
kedua model tersebut adalah 18-19 m2 (luas rumah bantuan di masa datang.
terkecil dari seluruh rumah bantuan yang
diteliti); [3] Hampir semua rumah Model ke- Dari 180 unit rumah yang diteliti,
10 (34 m2) dan Model ke-11 (45 m2) terdapat 119 unit yang telah mengalami
menambah luas lantai; [4] Rumah Model ke- perubahan. Gambar 1 menunjukkan contoh
6 (dome) sebagian besar telah menambah rumah yang tetap seperti desain awal dan
luas bangunan yang berfungsi sebagai dapur rumah yang telah dikembangkan (berubah).
30
Handayani, T. Model Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa di Yogyakarta dan Klaten
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan alasan penghuni untuk mengubah rumahnya.
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian adanya kebutuhan ruang yang cukup penting
besar penerima bantuan, yaitu sebanyak yang belum tersedia pada desain awal rumah,
80,7%, merasa bahwa ukuran rumah mereka seperti dapur, kamar mandi, dan WC
sempit, sehingga perlu diubah atau diperluas. (13,4%). Persentase yang lebih kecil (5,8%)
Jumlah tersebut mewakili tujuh model rumah menyatakan alasan untuk mengubah rumah
bantuan. adalah agar penampilan rumah menjadi lebih
Faktor lain yang menjadi alasan untuk baik.
mengubah rumah mereka adalah karena
31
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012
Jumlah ruang adalah jumlah dari ber- “rumah tumbuh” (Model ke-12). Keduanya
bagai jenis ruang yang ada dalam rumah. memiliki luas awal 18 m2 dan 19,2 m2.
Jenis ruang menunjuk pada fungsi ruang, Rumah dengan jumlah ruang tertinggi (8
seperti ruang tidur, ruang makan, dan lain ruang, termasuk teras) adalah rumah bantuan
sebagainya. Model ke-13.
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah Rerata jumlah ruang setelah dikem-
ruang pada tiap unit rumah bantuan berkisar bangkan mencapai 5-6 ruang (5,4) dengan
antara 2 - 8 ruang. Rumah dengan dua ruang empat jenis ruang, sedangkan jenis ruang
adalah “rumah inti” (Model ke-9) dan rata-rata bertambah satu jenis saja.
32
Handayani, T. Model Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa di Yogyakarta dan Klaten
60%. Ditinjau dari persentasenya, maka Dapat disimpulkan bahwa ada lima
peningkatan jenis ruang yang paling tinggi jenis ruang yang paling dibutuhkan, yaitu
adalah dapur. Sebanyak 39% penghuni telah ruang tidur, ruang tamu, ruang keluarga,
menambahkan dapur pada rumahnya. Seperti dapur, dan KM/WC.
telah diuraikan di depan, hal ini karena se-
bagian besar model rumah bantuan tidak Struktur Bangunan
menyediakan dapur secara khusus. Kemung-
kinan pertimbang-annya adalah bahwa dapur Kekuatan struktur (tahan gempa) dan ba-
bukanlah ruang yang penting untuk dise- han bangunan (keawetan dan ketersediaan)
diakan, dibanding misalnya dengan ruang Dari 13 model rumah bantuan yang
tidur. Kegiatan yang dilakukan di dapur (khu- diteliti terdapat lima variasi jenis konstruksi,
susnya memasak) diasumsikan bisa dilaku- yaitu: konstruksi beton bertulang, konstruksi
kan di luar rumah, yaitu di tritisan/emper kayu, konstruksi bambu, konstruksi baja
rumah. Hal yang agak dilupakan dalam pem- ringan, dan konstruksi dome. Secara umum,
berian rumah bantuan ini adalah kondisi sosi- kelima jenis konstruksi tersebut adalah
al, budaya, dan ekonomi masyarakat peneri- konstruksi tahan gempa.
ma bantuan yang sebagian besar merupakan Dari pengamatan di lapangan dan
masyarakat agraris di pedesaan. Mereka ma- wawancara dengan berbagai pihak diketahui
sih menggunakan tungku dengan kayu bakar bahwa: [1] Model ke-2 (JRF) menggunakan
untuk memasak. Bagi mereka, dapur adalah struk-tur beton bertulang dan dibangun
sekaligus sebagai tempat penyimpanan kayu dengan mengacu pada pedoman konstruksi
bakar dan bahan makanan sehingga dapur tahan gempa. Pada model ini tidak didapati
membutuhkan ruang yang luas. kerusakan struktural. Kualitas bahan, ukuran,
Persentase penghuni yang menam- maupun proses pengerjaan dan pengawasan
bahkan Kamar Mandi/WC juga meningkat adalah faktor-faktor dibalik terjaminnya
sampai 50%. Demikian pula penghuni yang kualitas bangunan. Sebenarnya Model ke-1
membutuhkan ruang makan dan gudang (P2KP) juga menggunakan standar bangunan
meningkat masing-masing sebesar 19% dan
18%.
33
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012
tahan gempa yang sama dengan Model ke-2. 15/15 setinggi 1m (setinggi dinding bata).
Meski tidak ditemui adanya kerusakan Kolom tersebut disambung dengan kolom
struktural, namun terdapat beberapa rumah kayu 8/12. Pengamatan lapangan
yang kurang rapi pengerjaannya dan kualitas menunjukkan bahwa bahan bangunan yang
bahan yang tidak sesuai yang disyaratkan. digunakan rumah Model ke-5 ini kurang
Kurang ketatnya pengawasan dalam proses bagus kualitasnya. Hal ini tampak pada kayu
pembangunan adalah faktor yang berpe- yang sudah melengkung dan sebagian
ngaruh besar untuk menghasilkan bangunan keropos. Hal yang positif adalah bangunan
yang berkualitas; [2] Model ke-3 (WV), ini cukup aman terhadap bahaya gempa bumi
Model ke-11 (ACT), Model ke-12 (HFH) karena konstruksinya yang ringan di bagian
dengan struktur rangka beton juga dibangun atas; [5] Model ke-6 (dome) dirancang
dengan panduan umum bangunan tahan sebagai bangunan dengan struktur tahan
gempa yang disediakan oleh pemberi gempa. Namun, di lapangan ditemukan
bantuan. Meskipun demikian, di lapangan sambungan struktur balok dan dinding yang
didapati bahwa beberapa kuda-kuda memiliki retak; [6] Model ke-7 (bambu), Model ke-8
bentuk yang tidak standar dan pengerjaan (baja ringan), dan Model ke-10 (kayu) jelas
yang kurang rapi karena ku-rangnya merupakan rumah dengan struktur tahan
pengawasan dalam proses pembangunan; [3] gempa. Pengamatan di lapangan
Model ke-4 (IC) dan Model ke-13 (DFF) menunjukkan kondisi struktur ketiga model
adalah rumah bantuan yang paling lengkap tersebut masih baik, kecuali beberapa bagian
(dinding diplester dan dicat, diberi plafon dan pada rumah bambu yang telah mulai rapuh
lantai keramik) yang menggunakan struktur karena kurangnya perawatan; dan [7] Model
rangka beton. Pengamatan menunjukkan ke-9 (rumah inti) sampai saat ini kondisi
tidak ada kerusakan struktural; [4] Model ke- struktur masih baik.
5 (UPI) adalah rumah dengan kolom beton
34
Handayani, T. Model Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa di Yogyakarta dan Klaten
Kecepatan membangun
35
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012
Tabel 7 menunjukkan bahwa: [1] langan rumahnya, harus dibantu; [4] Hal
Hampir semua lembaga mensyaratkan bahwa yang menarik adalah adanya tiga lembaga
penerima bantuan adalah mereka yang dalam negeri yang memberi bantuan dengan
rumahnya roboh atau rusak parah. Hanya syarat warga penerima bantuan bersedia
Model ke-4 (IC/Italian Corp) yang justru berpartisipasi dan berkontribusi dalam
memberi rumah bantuan kepada keluarga mewujudkan rumahnya, yaitu Model ke-8,
yang belum mempunyai rumah karena Model ke-10, dan Model ke-12. Ada syarat
keterbatasan ekonomi tetapi sudah berupa kesediaan untuk bergotong royong,
mempunyai tanah hak milik; [2] Khusus berkontribusi dalam penyediaan bahan
untuk Model ke-6 (rumah dome), sampai saat bangunan bekas, dan kesediaan untuk segera
ini belum jelas status tanah dan bangunannya, menyelesaikan pembangunan dalam batas
sehingga membuat warga kurang tenang. waktu tertentu. Hal ini tentu sangat baik
Area rumah dome adalah area relokasi, ditinjau dari sisi keterlibatan warga yang
semula mereka tinggal di dusun lain yang akan berdampak pada rasa memiliki dan
tanahnya amblas, sehingga tidak tanggung jawab untuk memelihara; [5]
memungkinkan untuk dibangun kembali. Model ke-8 adalah satu-satunya model yang
Sementara itu, pada Model ke-2 (JRF*), ada memprioritaskan bantuan kepada kelompok
satu penerima bantuan yang diijinkan untuk rentan (lanjut usia atau cacat fisik).
menggunakan lahan tetangganya karena tidak
memiliki lahan sendiri; [3] Ada tiga lembaga Pendekatan yang digunakan dalam pem-
donor asing, yaitu World Vision, Italian berian bantuan
Corp, dan Denize Feneri Foundation yang Konsep bantuan rumah pasca gempa yang
memberi syarat kondisi ekonomi lemah bagi diberikan oleh 13 lembaga yang diteliti dapat
penerima bantuan. Sisanya menganggap dikategorikan dalam tiga jenis sebagai
syarat tersebut tidak perlu karena siapapun berikut: partisipasi penuh, semi-partisipasi,
yang menjadi korban gempa bumi dan kehi- dan tanpa partisipasi.
36
Handayani, T. Model Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa di Yogyakarta dan Klaten
37
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012
38
Handayani, T. Model Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa di Yogyakarta dan Klaten
kurang artistik dalam desain; [3] Tipe ke-3 nya adalah masyarakat penerima bantuan
adalah rumah dengan struktur dome: Rumah tidak diberi kesempatan untuk menyatakan
dome dapat dipastikan tahan terhadap gempa, aspirasinya serta ikut mengawasi pem-
tetapi pengerjaannya membutuhkan alat bangunan dan hanya menerima bantuan
khusus yang tidak mudah didapat. Selain itu, dalam bentuk jadi. Tipe ini cocok diterapkan
karena seluruh selubung bangunan terbuat pada kelompok rentan seperti kaum lanjut
dari beton, maka kecermatan dalam proses usia dan kaum difabel.
pengerjaan sangat diperlukan untuk
menghindari retak-retak. Rumah ini kurang Saran
sesuai dengan kondisi alam tropis maupun Indonesia adalah negara yang memiliki
kondisi sosial budaya masyarakat, khususnya banyak daerah rawan bencana. Bencana
Jawa. dapat terjadi sewaktu-waktu dan mengaki-
batkan banyak orang kehilangan rumah.
Ditinjau dari aspek pengelolaan pem- Perbaikan (rehabilitasi) atau pembangunan
bangunan, dalam arti pelibatan masyarakat kembali (rekonstruksi) rumah yang rusak dan
dalam pengelolaan pembangunan, rumah pembangunan rumah baru bagi korban yang
bantuan dikategorikan dalam tiga tipe, yaitu: rumahnya hancur total adalah hal penting
[1] Tipe ke-1 adalah pembangunan dengan yang harus segera dilaksanakan. Dari 13
partisipasi penuh. Tipe ini sangat baik karena model rumah bantuan yang diteliti, dapat
warga diajak terlibat secara penuh dalam dipetik pelajaran penting untuk mengem-
seluruh proses, mulai dari perencanaan, bangkan model rekonstruksi rumah pasca
pelaksanaan, dan pengawasan. Keunggulan- bencana pada tahun kedua. Selain desain,
nya adalah munculnya rasa memiliki yang perlu dikaji pula bahan bangunan dan
tinggi dari warga setempat yang berdampak teknologi yang memenuhi standar konstruksi,
pada kualitas bangunan yang dihasilkan dan serta pengembangan model pengelolaan
mengurangi resiko terjadinya konflik. pembangunan yang tepat.
Kelemahan tipe ini adalah waktu yang
dibutuhkan menjadi lebih lama karena proses DAFTAR RUJUKAN
pembangunan akan memerlukan banyak
diskusi untuk membangun kesepakatan- Danisworo, M. 1989. Post Occupancy
kesepakatan bersama. Tipe ini cocok Evaluation: Pengertian dan Metodolo-
diterapkan pada komunitas yang “guyub” gi. Makalah dalam Seminar Pengem-
(memiliki hubungan sosial yang erat) dan bangan Metodologi “Post Occupancy
memiliki rasa gotong-royong tinggi; [2] Tipe Evaluation”. Jakarta: Universitas Tri-
ke-2 adalah pembangunan dengan semi-parti- sakti.
sipasi. Pada tipe ini, lembaga pemberi Handayani, T. 2009. Evaluasi Purna Huni
bantuan akan meminta parstisipasi warga Rumah Sementara Paska Gempa 2006
dalam porsi tertentu. Pembangunan akan di Gantiwarno dan Wedi, Klaten, Jawa
terus dikawal dengan ketat agar tidak terjadi Tengah. Laporan Penelitian, Jurnal
penyimpangan, sehingga kualitas bangunan Arsitektur. Yogyakarta: Dikti.
akan terjamin. Cara pembangunan ini akan Setiawan, B. 2007. Participatory Planning:
mengurangi potensi konflik. Warga korban Konsep dan Pengembangannya.
bencana tidak terlampau terbebani oleh Program Pelatihan Participatory
rumitnya proses pembangunan, tetapi masih Planning. Yogyakarta: Magister
merasa “memiliki” karena terlibat dalam Perencanaan Kota dan Daerah,
sebagian proses. Tipe ini dapat diterapkan Universitas Gadjah Mada.
untuk semua jenis komunitas; dan [3] Tipe-3 Syahputra, R. L. 2007. Pengorganisasian
adalah pembangunan tanpa partisipasi. Tipe Masyarakat dalam Membangun
pembangunan ini sama sekali tidak menuntut Perumahan Pasca Gempa: Bantuan
keterlibatan penerima bantuan dan benar- melalui “Habitat for Humanity”.
benar hanya ingin membantu/memberi Thesis tidak dipublikasikan.
sepenuhnya. Pembangunan dengan cara ini Yogyakarta: Magister Perencanaan
tidak membutuhkan waktu lama karena tidak Kota dan Daerah, Universitas Gadjah
perlu ada diskusi dengan warga. Kekurangan- Mada.
39
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012
40