Recovery Minyak Sawit Dari Limbah Bahan: Pemucat Dengan Metode Ekstraksi Menggunakan Pelarut Organik
Recovery Minyak Sawit Dari Limbah Bahan: Pemucat Dengan Metode Ekstraksi Menggunakan Pelarut Organik
Recovery Minyak Sawit Dari Limbah Bahan: Pemucat Dengan Metode Ekstraksi Menggunakan Pelarut Organik
Oleh
DEDEN GANJAR PERMANA
F34052602
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Deden Ganjar Permana. F34052602. Palm Oil Recovery From Spent Bleaching
Earth Using Organic Solvent Extraction Method. Under supervision of Prof. Dr.
Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA and Dr. Ir. Ani Suryani, DEA. 2009.
Summary
The growth of palm oil refining industry in Indonesia was increased while
the increasing of palm plantation. The growth of impact to the increasing of
demand of bleaching earth that use for bleaching processes. The larges
composition of waste of frying oil refining industry is Spent Bleaching Earth
(SBE), which is solid waste material from oil refining. The solid waste is still
contained of 20-30% palm oil (Young, 1987). The high content of palm oil in
spent bleaching earth is potentially to be recovered. Beside that spent bleaching
earth can be regenerated for using in palm oil refining processes.
The objective of this research is to investigate oil recovery processes with
two kind of organic solvent which is different in polarity level, to obtain the best
organic solvent which can maximize oil recovery from spent bleaching earth, to
determine the recovered oil characteristic and spent bleaching earth.
This research was divided into two steps. The first step was the
characterization of spent bleaching earth (color, swelling number, and pH) and the
determination of the extraction time. The second step was the extraction of SBE.
The design of experiment that used in this research was factorial nested random
design with two variables, which are the type of organic solvent that consist of
two level (isopropanol and n-hexane) and ratio between SBE and organic solvent
volume ( 1 : 6, 1 : 7 , and 1 : 8 ). The observation of this research was recovered
oil analysis (yield, free fatty acid value, ash value, peroxide value and limpidity)
and physical analysis of recovered SBE (color, swelling number, pH, and bleach
power).
Based on the result of this research, SBE has water content less than 2%, pH
value about 3.35 and has no swelling number. The parameter of SBE color such as
Lightness value about 29.62, oHue value about 67.32o, and Chroma value about
85.26. According to the extraction time determining, the best time for extraction
was 14 hours.
The highest yield of recovered oil was produced from the extraction by
using isopropanol solvent, the yield is about 18.75% - 21.74% whereas n-hexane
solvent is about 16.11% – 17.74%. Ash value of recovered oil is less than 1%,
FFA value is about 13.15 – 20.9 %. The limpidity of recovered oil by using n-
hexane solvent is clearer than isopropanol solvent. Based on statistic test, only the
yield and the limpidity of recovered oil was influenced by the kind of solvent,
whereas the ratio between SBE and organic solvent volume was not influenced in
all recovered oil observation parameters.
Based on the result of recovered SBE characterization, SBE has pH value
between 3.21 to 3.43, and has no swelling number. The color of recovered SBE
used isopropanol with Lightness value is about 37.94, oHue value is about 74.64o,
and Chroma value is about 96.27, whereas the color of recovered SBE used n-
hexanee, Lightness value is about 35.27, oHue value is about 72.48o, and Chroma
value is about 92.61. Bleach power value of recovered SBE used isopropanol was
about 39.27 % (%T), whereas for n-hexane is about 30.95 % (%T). Based on
statistic test, only color and bleach power value of recovered SBE was influenced
by the kind of solvent, whereas the ratio between SBE and organic solvent volume
was not influenced in all recovered SBE observation parameters.
Deden Ganjar Permana. F34052602. Recovery Minyak Sawit dari Limbah
Bahan Pemucat dengan Metode Ekstraksi Menggunakan Pelarut Organik. Di
bawah bimbingan Prof. Dr. Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA dan Dr. Ir. Ani
Suryani, DEA. 2009.
RINGKASAN
Perkembangan industri pemurnian minyak nabati di Indonesia semakin
meningkat dengan pesatnya perkembangan perkebunan kelapa sawit.
Perkembangan tersebut berdampak terhadap permintaan bahan untuk proses
pemurnian minyak, salah satunya adalah bleaching earth yang digunakan untuk
proses pemucatan minyak. Komposisi limbah terbesar pada industri pemurnian
minyak adalah Spent Bleaching Earth (SBE), yaitu bahan limbah padat yang
dihasilkan dari pemucatan minyak goreng. Limbah ini masih mengandung 20-
30% minyak nabati (Young, 1987). Tingginya kandungan minyak nabati pada
spent bleaching earth sangat potensial untuk dimanfaatkan sehingga perlu
dilakukan recovery, selain itu dari limbah tersebut dapat dilakukan proses
regenerasi untuk digunakan kembali dalam proses pemucatan minyak nabati.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja proses recovery
minyak dengan dua jenis pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya, mengetahui
jenis pelarut organik yang dapat memaksimumkan pengambilan sisa minyak yang
terkandung dalam limbah bahan pemucat, mengetahui karakteristik minyak dan
limbah bahan pemucat setelah recovery.
Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap I yaitu penentuan karakteristik
limbah bahan pemucat (warna, angka pengembangan, dan pH) dan penentuan
lama ektraksi. Tahap II yaitu proses ekstraksi minyak dari limbah bahan pemucat.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak
tersarang faktorial dengan dua faktor yaitu jenis pelarut organik yang terdiri dari
dua taraf (isopropanol dan n-heksana) dan nisbah bahan dengan volume pelarut
organik ( 1 : 6, 1 : 7 , dan 1 : 8 ). Pengamatan yang akan dilakukan antara lain
rendemen minyak dan analisis sifat fisiko-kimia minyak hasil recovery (kadar
asam lemak bebas, kadar abu, bilangan peroksida, kejernihan) serta analisis sifat
fisik limbah bahan pemucat hasil recovery (warna, angka pengembangan, pH dan
bleach power).
Berdasarkan hasil analisis sifat fisik, limbah bahan pemucat memiliki kadar
air kurang dari 2%, nilai pH rata-rata sebesar 3,35 dan tidak memiliki angka
pengembangan. Parameter warna limbah bahan pemucat antara lain nilai
Lightness rata-rata sebesar 29,62; nilai oHue rata-rata sebesar 67,32o dan nilai
Chroma rata-rata sebesar 85,26 serta berdasarkan penentuan lama ekstraksi, lama
ekstraksi yang digunakan adalah 14 jam.
Rendemen minyak terbesar dihasilkan dari ekstraksi menggunakan pelarut
isopropanol, dengan rendemen bekisar antara 18,75% - 21,74% sedangkan
pelarut n-heksana berkisar antara 16,11% – 17,74%. Kadar abu minyak hasil
recovery kurang dari 1%, bilangan asam lemak bebas (FFA) berkisar antara 13,15
– 20,9 %. Minyak hasil recovery tidak memiliki bilangan peroksida, kejernihan
minyak hasil recovery menggunakan n-heksana lebih jernih dibandingkan
isopropanol. Berdasarkan uji statistik, hanya rendemen dan kejernihan minyak
yang dipengaruhi oleh jenis pelarut, sedangkan nisbah bahan dengan volume
pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter pengamatan minyak.
Berdasarkan hasil analisa limbah bahan pemucat hasil recovery, limbah
bahan pemucat memiliki nilai pH antara 3,21 – 3,43 dan tidak memiliki angka
pengembangan. Warna limbah bahan pemucat hasil recovery menggunakan
isopropanol dengan nilai Lightness rata-rata sebesar 37,94; nilai oHue rata-rata
sebesar 74,64o dan nilai Chroma rata-rata sebesar 96,27 sedangkan untuk warna
limbah bahan pemucat hasil recovery menggunakan n-heksanaa, nilai Lightness
rata-rata sebesar 35,27; nilai oHue rata-rata sebesar 72,48o dan nilai chroma rata-
rata sebesar 92,61. Nilai bleach power untuk limbah bahan pemucat hasil recovery
menggunakan isopropanol rata-rata sebesar 39,27 % (%T), sedangkan untuk n-
heksana sebesar 30,95 % (%T). Berdasarkan uji statistik, hanya warna dan bleach
power limbah bahan pemucat yang dipengaruhi oleh jenis pelarut, sedangkan
nisbah bahan dengan volume pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh
parameter pengamatan terhadap limbah bahan pemucat (SBE).
RIWAYAT PENULIS
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DEDEN GANJAR PERMANA
F34052602
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DEDEN GANJAR PERMANA
F34052602
Dilahirkan pada tanggal 24 Februari 1987
di Sukabumi
Menyetujui,
Bogor, Oktober 2009
Penulis
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
iv
9. Teman- teman satu laboratorium, Roisah, Aulia Yusri, Marlina Nurul Magribi,
Ai Nurhayati, Nunung, Novi Puspita Yulianti, Mulatsih Tri Atmini, Dina Rana
Tama, Deni Setiawan, Rima Aprilia Wijaya, Jihan Farikha, Lili, Rahmad
Danu, Siti Azijah, Zein, Indra Prahasta, Sondang Meilianti, Anas Wahad
Darajat, Denok Monda Hero Nantakupa, Nazarudin Rahman Sidik, Shafeeg
Ahmad, Betty Cahya Trimurti, Ika Nuriyana, Bahaderi Sapay, Michael Lee,
Dwi Indah Ambarwati, Siti Choiriyah, Aang Zen, Teh Dewi Cakrawati, Bu
Cut, Kak Niken, Kak Rucitra dll, terima kasih atas kebersamaannya.
10. Qoinkers (Septian Kurniawan, Ahmad Yudi, dan Saepul Rizal atas huniannya,
serta Alfian, Rizki Fadilah, M. Reynaldi Pratama, Tomi Tri Handoko, Ridwan
Simanjuntak, Budi Vermanto) terima kasih atas dukungannya.
11. Keluarga Safana (Deni, Salman Alfarizi, Nurul Fuad, Rama Sakti Wijaya,
Ahmad Fikri, Yoki Daikhwa, Yaya Sukarya dan Saiful Arbiant) terima kasih
telah menemani penulis di kostan.
12. Teman-teman IKAMASI IPB (Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Sukabumi),
Feri Tajriansyah, Fani Anisa Agusti, Syelvia Ikramatunnafsiah, Lovita, Ade,
Yuni Dwi Kartika, Almira, Mutia Fani, Adi Gumbara, Panji, Teh Hasti, Kang
Wahyu Gumilar, Kang Febi Ferdiansyah, Kang Radi, Teh Herma, Teh Lala
Nurmala, Kang Komar, Kang Ujang dll, terima kasih atas kebersamaannya.
13. Teman-teman TINERS 42 yang menjadi teman seperjuangan selama dibawah
mayor minor yang melelahkan ini, serta teman-teman TINERS 41, 43, 44 dan
FATETA terima kasih atas kebersamaannya.
14. Para Laboran TIN, Bu Sri, Bu Ega, Bu Rini, Pak Gun, Pak Diki, Pak Sugi, Pak
Edi, Pak Angga, dll, terima kasih atas bantuannya, peran kalian sangat tak
terhingga.
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
I. PENDAHULUAN ...............................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................................1
B. Tujuan .............................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................3
A. Minyak Kelapa Sawit .....................................................................................3
B. Bleaching ........................................................................................................5
1. Adsorpsi ......................................................................................................6
2. Bentonit .......................................................................................................7
A. Ekstraksi dan Desorpsi ...................................................................................9
B. Pelarut ...........................................................................................................10
1. N-heksana..................................................................................................12
2. Isopropanol................................................................................................12
3. Distilasi .....................................................................................................13
III. METODOLOGI ............................................................................................14
A. Bahan dan Alat .............................................................................................14
B. Metode Penelitian .........................................................................................14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................18
A. Penelitian Tahap I .........................................................................................18
B. Penelitian Tahap II ........................................................................................21
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................35
A. Kesimpulan ...................................................................................................35
B. Saran .............................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................36
LAMPIRAN ..........................................................................................................40
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Nilai sifat fisikokimia minyak kelapa sawit...............................................3
Tabel 2. Komponen minor dari minyak sawit kasar (CPO) .....................................4
Tabel 3. Komposisi karotenoid dalam minyak sawit ...............................................4
Tabel 4. Konstanta dielektrik setiap pelarut...........................................................11
Tabel 5. Jenis pelarut dan titik didihnya ................................................................11
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur β- karoten .................................................................................5
Gambar 2. Struktur montmorillonit..........................................................................8
Gambar 3. Diagram alir proses recovery minyak dari spent bleaching earth .......16
Gambar 4. Diagram warna spent bleaching earth .................................................19
Gambar 5. Proses ekstraksi ....................................................................................20
Gambar 6. Grafik rendemen minyak pada berbagai lama ekstraksi ......................20
Gambar 7. Histogram perlakuan terhadap rendemen minyak ................................21
Gambar 8. Histogram perlakuan terhadap kehilangan pelarut ...............................22
Gambar 9. Grafik penguraian peroksida ................................................................24
Gambar 10. Histogram %T setiap minyak hasil recovery .....................................25
Gambar 11. Minyak hasil recovery dengan pelarut isopropanol ...........................26
Gambar 12. Minyak hasil recovery dengan pelarut n-heksana ..............................26
Gambar 13. Histogram perlakuan terhadap Lightness SBE recovery ....................28
Gambar 14. Histogram perlakuan terhadap oHue SBE recovery ...........................29
Gambar 15. Histogram perlakuan terhadap Chroma SBE recovery ......................29
Gambar 16. SBE hasil recovery menggunakan pelarut isopropanol......................30
Gambar 17. SBE hasil recovery menggunakan pelarut n-heksana ......................31
Gambar 18. Diagram warna SBE hasil recovery ...................................................32
Gambar 19. Histogram perlakuan terhadap nilai bleach power .............................33
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisiko-kimia minyak.......................................41
Lampiran 2. Prosedur analisis sifat fisik limbah bahan pemucat ...........................44
Lampiran 3. Rekapitulasi analisis ragam (ANOVA) .............................................45
Lampiran 4. Rekapitulasi hasil penelitian ..............................................................50
ix
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit
(CPO) terbesar di dunia. Pada tahun 2008 produksi CPO (Crude Palm Oil)
Indonesia yaitu sebesar 19,33 juta ton. Ekspor CPO Indonesia pada dekade
terakhir meningkat 7 - 8% per tahun. Ekspor CPO Indonesia pada tahun 2008
mencapai 14,47 juta ton sedangkan untuk konsumsi nasional sebesar 4,9 juta ton
(Oil World, 2009).
Minyak kelapa sawit (CPO) banyak digunakan di berbagai industri, baik
untuk industri pangan ataupun industri non pangan. Salah satunya adalah produk
minyak goreng, Pada proses produksi minyak goreng terdapat tahapan pemurnian
CPO antara lain penghilangan gum (degumming), penghilangan asam lemak bebas
(netralisasi), pemucatan warna (bleaching) serta penghilangan bau (deodorisasi)
(Ketaren, 1986).
Proses pemucatan CPO menggunakan bleaching earth dengan kadar antara
0,5% hingga 2,0% dari massa CPO (Young, 1987). Bleaching earth merupakan
bahan aktif yang digunakan untuk menghilangkan atau menjerap pigmen warna
yang terdapat di dalam CPO sehingga dihasilkan minyak yang lebih jernih.
Bleaching earth yang digunakan di industri ada beberapa jenis antara lain,
bentonit, activated clay dan arang aktif. Industri pemurnian CPO di Indonesia
umumnya menggunakan Ca-bentonit sebagai bleaching agent. Kebutuhan akan
bleaching earth khususnya bentonit setiap tahun semakin meningkat dengan
berkembangnya industri minyak nabati, namun disisi lain bentonit tidak dapat
diperbaharui. Dengan asumsi pada tahun 2008 sisa ekspor CPO sebesar 5 juta ton
digunakan untuk membuat minyak goreng dan turunannya, maka dalam proses
pemurnian CPO diperlukan bleaching earth sebesar 100.000 ton per tahun.
Komposisi limbah terbesar pada industri minyak goreng adalah Spent
Bleaching Earth, yaitu bahan limbah padat yang dihasilkan dari pemurnian
minyak goreng. Limbah ini masih mengandung 20 - 30% minyak nabati (Young,
1987). Pada umumnya industri minyak akan membuang limbah bahan pemucat
1
pada suatu lahan. Tingginya kandungan minyak nabati pada limbah bahan
pemucat sangat potensial untuk dimanfaatkan sehingga perlu dilakukan recovery,
selain itu limbah bahan pemucat dapat dilakukan proses regenerasi untuk
digunakan kembali dalam proses pemurnian minyak nabati.
Limbah dari proses pemucatan minyak terdiri dari dua komponen utama
yaitu minyak dan bahan pemucat. Adapun minyak hasil recovery dapat digunakan
menjadi metil ester (biodiesel), hal tersebut dikarenakan minyak sudah tidak lagi
food grade artinya minyak sudah rusak (Young, 1987). Selain itu pemanfaatan
bentonit setelah recovery ialah untuk penggunaan kembali pada proses pemucatan
minyak dan juga untuk bahan baku briket. Pemanfaatan tersebut sangat baik
karena potensi limbah yang sangat tinggi dengan seiring perkembangan industri
pemurnian minyak sawit.
Kheang et al. (2006) telah melakukan penelitian mengenai proses
pengambilan minyak dari spent bleaching earth (WAC dan NC) dengan dua
metode yaitu solvent extraction (heksana) dan supercritical extraction (SC-CO2).
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kandungan minyak yang didapatkan
dengan metode solvent extraction lebih besar dibanding supercritical extraction
(SC-CO2) yaitu sebesar 30% (WAC).
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari proses recovery
minyak dengan dua jenis pelarut organik yang berbeda tingkat kepolarannya,
mengetahui jenis pelarut organik yang dapat memaksimumkan pengambilan sisa
minyak yang terkandung dalam limbah bahan pemucat, mengetahui sifat fisiko-
kimia minyak dan sifat fisik bahan pemucat setelah recovery berdasarkan jenis
pelarut organik yang digunakan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sifat Nilai
o
Bobot Jenis (25 C) 0,900
o
Indeks Bias (D 40 C) 1,4565-1,4585
Bilangan Penyabunan (mg KOH/ g minyak) 196-205
Bilangan Iod 48-56
Sumber : Krischenbauer (1960) dalam Ketaren (1986)
3
metanol dingin (Meyer, 1966). Komponen minor dari minyak sawit kasar (CPO)
disajikan pada Tabel 2.
4
Komponen terbesar dari karotenoid adalah β-karoten dan α-karoten yang
mencapai lebih dari 90% dari total karotenoid (Ong et al., 1990). Struktur β-
karoten dapat dilihat pada Gambar 1.
Bagian tengah struktur kimia β- karoten berupa rantai alifatik simetris yang
terdiri dari 18 atom karbon dan memiliki ikatan rangkap secara terus-menerus,
sehingga β- karoten digolongkan senyawa non polar. Pada kedua sisi rantai
karbon alifatik, β- karoten memiliki dua struktur cincin yang sama, yaitu berupa
cincin β- ionon (Andarwulan dan Koswara, 1992).
B. BLEACHING
Dalam proses pemurnian minyak sawit kasar (CPO) memiliki beberapa
tahapan proses antara lain degumming, netralisasi, bleaching, deodorisasi dan
fraksinasi. Degumming merupakan proses menghilangkan gum pada minyak;
Netralisasi dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas; Bleaching
bertujuan untuk memucatkan warna minyak; Deodorisasi untuk menghilangkan
bau serta fraksinasi untuk memisahkan fasa olein dan stearin (Patterson, 1992).
Pemucatan (bleaching) ialah suatu tahap proses pemurnian untuk
menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Proses pemucatan
warna (bleaching) dapat dilakukan dengan berbagai macam bleaching agent
seperti bleaching clay dan arang aktif. Bleaching clay atau bleaching earth
merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO2, Al2O3, air
terikat serta ion Ca2+, magnesium oksida dan besi oksida. Daya pemucat
bleaching earth disebabkan oleh ion Al3+ pada permukaan partikel penjerap
sehingga dapat mengadsorbsi zat warna dan tergantung perbandingan Al2O3 dan
SiO2 dalam bleaching earth (Ketaren, 1986).
5
Salunkhe et al. (1991) menambahkan bahwa bleaching earth memiliki
permukaan yang luas dan mempunyai afinitas spesifik terhadap molekul bertipe
pigmen. Activated carbon (karbon aktif) juga memiliki luas permukaan adsorbsi
yang besar, tetapi harganya lebih mahal. Bleaching atau purifikasi dengan proses
adsorpsi menyebabkan pigmen atau komponen lain tertahan pada pori-pori
permukaan (Patterson, 1992).
1. Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada suatu
permukaan akibat adanya perbedaan muatan lemah diantara dua benda (gaya Van
der Walls), sehingga akan terbentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus pada
permukaan tersebut. Adsorpsi merupakan suatu peristiwa fisik atau kimia pada
permukaan yang dipengaruhi oleh reaksi kimia antara bahan pengadsorp
(adsorben) dengan zat yang diadsorp (adsorbat) (Cheremisionoff dan Moressi,
1978).
Adsorban merupakan bahan padat dengan luas permukaan yang sangat
besar. Permukaan yang luas ini terbentuk karena banyaknya pori yang halus pada
padatan tersebut (Bernasconi et al., 1995).
Adsorpsi berbeda dengan absorpsi, karena absorpsi merupakan penarikan
molekul atau partikel ke dalam suatu zat, seolah-olah menjadi bagian dari zat
tersebut (Bungah, 2000). Daya adsorpsi disebabkan karena adsorben memiliki
pori dalam jumlah besar dan adsorpsi akan terjadi karena ada perbedaan energi
potensial antara adsorben dengan zat yang akan diserap (Ketaren, 1986).
Menurut Cookson (1978), faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah
sebagai berikut.
1. Sifat fisika dan kimia adsorben, yaitu luas permukaan, ukuran pori-
pori, dan komposisi kimia.
2. Sifat fisika dan kimia adsorbat, ukuran molekul, polaritas molekul, dan
komposisi kimia.
3. Konsentrasi adsorbat dalam fasa cair.
4. Sifat fasa cair seperti pH dan temperature.
5. Lamanya proses adsorpsi berlangsung
6
Menurut Djatmiko et al. (1981), efisiensi adsorpsi dipengaruhi oleh
perbedaan muatan listrik antara adsorben dan adsorbat. Bahan dengan muatan
elektro positif akan diserap dalam larutan alkali lebih efektif sedangkan bahan
dengan muatan elektro negatif akan diserap dengan baik dalam larutan asam.
Konsentrasi zat berkurang setara dengan pengurangan zat yang dilarutkan (yang
diambil oleh adsorben). Oleh karena itu, pH dapat mempengaruhi adsorpsi karena
pH mempengaruhi kelarutan suatu zat.
Molekul adsorpsi bebas bergerak di sekitar permukaan adsorben. Adsorpsi
secara fisik umumnya bersifat reversible. Adsorpsi secara kimiawi dihasilkan oleh
gaya yang cukup kuat, dalam keadaan normal senyawa yang diadsorpsi
membentuk lapisan di atas permukaan adsorben pada ketebalan tertentu. Sifat
molekul yang diadsorpsi tidak dapat bergerak bebas dari satu sisi ke sisi yang lain
pada permukaan adsorben, bila permukaan adsorben diselubungi oleh lapisan
molekul sejenis, maka kapasitas adsorben telah mencapai jenuh. Adsorpsi kimiawi
seperti ini jarang bersifat reversible (Henning dan Degel, 1990).
2. Bentonit
Bentonit adalah bahan tambang yang merupakan batuan dengan mineral liat
montmorillonit yang tinggi yaitu lebih dari 85% (Anonim, 1987). Mineral ini
memiliki rumus molekul umum Al2O3.4SiO2.xH2O. Montmorillonit yang terdapat
dalam bentonit merupakan mineral liat yang dapat mengembang dan mengerut
yang tergolong ke dalam kelompok smektit serta mempunyai komposisi kimia
yang beragam. Nama montmorillonit dikhususkan untuk anggota smektit dengan
substitusi terutama pada lembar oktahedral. Montmorillonit mempunyai Mg dan
ion Fe2+ dalam posisi oktahedral (Tan, 1993). Struktur montmorillonit disajikan
pada Gambar 2.
7
Gambar 2. Struktur Montmorillonit (Anonim, 2009)
8
montmorillonit yang terdapat dalam bentonit mempunyai lapisan silika yang
bermuatan negatif dengan lingkungan permukaan mineral yang bersifat hidrofilik
(Tan, 1993). Untuk meningkatkan kemampuan bentonit dalam menjerap senyawa-
senyawa organik terutama yang bersifat non polar, seperti senyawa-senyawa
hidrokarbon aromatik, maka bentonit tersebut perlu diaktivasi terlebih dahulu.
Aktivasi ini dimaksudkan untuk mengubah sebagian struktur lapisan silikat, sifat
muatan lapisan silikat atau mengubah lingkungan permukaan mineral dari
hidrofilik menjadi hidrofobik.
Menurut Ketaren (1986), daya pemucat bleaching clay disebabkan karena
ion Al3+ pada permukaan partikel adsorben dapat mengadsorpsi partikel zat
warna. Daya pemucat tersebut tergantung dari perbandingan komponen SiO2 dan
Al2O3 dalam bleaching clay. Adnan (1997) menambahkan bahwa silika mampu
menyerap hampir semua zat, magnesium mempunyai aktivitas yang lemah di
dalam menyerap komponen karotenoid dan tokoferol.
9
adanya kompetisi adsorben solut dan pelarut terhadap adsorben (protonic solvent,
seperti alkohol) (Adnan, 1997).
D. PELARUT
Pelarut yang biasa digunakan untuk mengekstrak lemak adalah golongan
alkohol (metanol, etanol, isopropanol, n-butanol), aseton, asetonitril, eter (dietil
eter, isopropil eter, dioksan, tetrahidrofuran), halokarbon (kloroform,
diklorometana), hidrokarbon (heksana, benzena, sikloheksana) atau campuran dari
pelarut-pelarut tersebut (Shahidi dan Wanasundara, 2002). Pelarut yang
mempunyai gugus hidroksil (alkohol) dan karbonil (keton) termasuk pelarut polar
sedangkan senyawa hidrokarbon termasuk ke dalam pelarut non polar. Urutan
tingkat kepolaran berdasarkan Gritter et al. (1991) adalah sebagai berikut.
10
Tabel 4. Konstanta dielektrik setiap pelarut
Konstanta dielektrik Nama zat pelarut
1,890 Petroleum ringan (petroleum eter, heksana, heptana)
2,023 Sikloheksana
2,238 Kabon tetraklorida, Trikloroetilen, Toluen
2,284 Benzena, Diklorometana
4,806 Kloroform
4,340 Etil eter
6,020 Etil asetat
20,700 Aseton, n.propanol
24,300 Etanol
33,620 Metanol
80,370 Air
Sumber : Adnan (1997).
11
Pelarut (eluen) mempunyai peranan penting dalam elusi, yang dapat
menentukan baik buruknya pemisahan. Pelarut yang mampu menjalankan elusi
terlalu cepat tidak akan mampu melakukan pemisahan yang sempurna (Adnan,
1997).
1. N-heksana
N-heksana digunakan dalam mengekstraksi minyak nabati dari safflower,
kedelai daln lain-lain. N-heksana juga digunakan sebagai alcohol denaturant,
sebagai cleaning agent pada industri tekstil, furniture dan industri kulit (HSDB,
1995). N-heksana biasa digunakan sebagai bahan pengekstrak karotenoid dari
minyak sawit kasar didasarkan atas sifat kelarutan karotenoid. Karotenoid bersifat
non polar dan hanya larut dalam pelarut non polar (Mappiratu, 1990). N- heksana
merupakan pelarut non polar dan efektif sebagai pelarut lemak dan minyak
sehingga cocok untuk melarutkan karotenoid.
Karakteristik fisik dan kimia n-heksana yaitu berupa cairan jernih, dengan
rumus molekul C6H14, berat molekul 86,10 dengan densitas sebesar 0,660 g/cm3
pada suhu 20° C, titik didih 68,95 °C, titik cair -95,3 °C, vapor pressure sebesar
150 torr pada suhu 25 °C, tidak larut dalam air namun larut dalam bahan organik,
sangat larut pada alkohol, faktor konversi 1 ppm = 3,52 mg/m3 pada suhu 25° C
(HSDB, 1995). Menurut Chanrai et al. (2003) minyak hasil recovery dari spent
bleaching earth menggunakan n-heksana memiliki kualitas terbaik dibandingkan
dengan minyak hasil recovery menggunakan pelarut lain.
2. Isopropanol
Isopropanol (juga isopropil alkohol) adalah nama biasa bagi 2-propanol,
sejenis senyawa kimia yang tidak berwarna, mudah terbakar, dan mempunyai bau
yang kuat. Ia mempunyai formula kimia CH3CHOHCH3, dan merupakan contoh
paling mudah bagi alkohol sekunder, yaitu karbon dalam alkohol terikat pada dua
karbon lain dan merupakan isomer bagi propanol. Rumus molekulnya yaitu
C3H8O, 2-propanol merupakan senyawa alkohol yang mudah terbakar dan
biasanya digunakan sebagai disinfektan. Isopropanol memiliki titik lebur 89-90
12
0
C, titik didih 82-83 0C dalam 1 atm, dan mempunyai sifat larut sempurna dalam
air (HSDB, 1995).
Isopropanol memiliki kelarutan yang baik dalam air, etanol, eter, toluen dan
aseton (Rose dan Arthur, 1975). Isopropanol memiliki daya larut yang cukup baik
terhadap minyak sawit kasar dan larutan hampir mencapai homogen pada suhu 50
o
C (Chu et al., 2004). Dalam proses ekstraksi minyak pada spent bleaching earth,
isopropanol menghasilkan rendemen minyak yang tertinggi dibandingkan pelarut
lain yang nilainya mencapai 44,2% (Lee et al.,2000).
C. DISTILASI
Distilasi merupakan suatu unit operasi yang bertujuan untuk mengubah
suatu cairan menjadi uap dan uap tersebut didinginkan kembali menjadi cairan
(Purwanto, 1995). Unit operasi ini merupakan suatu metode yang digunakan
untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam larutan atau
campuran yang tergantung pada distribusi titik didih dari komponen-komponen
tersebut (Geankopolis, 1983).
Distilasi dilakukan melalui tiga tahapan utama yaitu: evaporasi, pemisahan
uap-cairan di dalam kolom, dan kondensasi dari uap. Evaporasi bertujuan untuk
memindahkan pelarut sebagai uap dari cairan, pemisahan uap-cairan di dalam
kolom bertujuan untuk memisahkan komponen dengan titik didih lebih rendah
yang lebih volatil dari komponen lain yang kurang volatil, sedangkan kondensasi
dari uap bertujuan untuk mendapatkan fraksi pelarut yang lebih volatil
(Nainggolan, 2002).
Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen larutan dengan
cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komponen cairan dengan
terjadi keseimbangan larutan-larutan, dengan komponen-komponennya yang
cukup dapat menguap. Suhu cairan yang mendidih merupakan titik didih cairan
tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan (Geankoplis, 1983).
13
III. METODOLOGI
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri dari 2 bagian, yaitu penelitian tahap I dan penelitian
tahap II. Penelitian tahap I dilakukan untuk mengetahui waktu terbaik dalam
proses ekstraksi dan mengetahui sifat fisik limbah bahan pemucat. Penelitian
tahap II yaitu proses ekstraksi minyak dari limbah bahan pemucat dengan 2 jenis
pelarut organik yaitu n-heksana dan isopropanol dengan lama waktu ekstraksi
yang telah ditentukan pada penelitian tahap I. Penelitian tahap II menentukan
rendemen dan sifat fisiko-kimia minyak hasil recovery serta menentukan sifat
fisik bahan pemucat setelah proses recovery.
1. Penelitian Tahap I
a. Analisis Sifat Fisik Limbah Bahan Pemucat
Limbah bahan pemucat yang akan dilakukan proses recovery sebelumnya
ditentukan sifat fisiknya terlebih dahulu, penentuan sifat fisik limbah bahan
pemucat antara lain kadar air, warna, pH, dan angka pengembangan.
14
b. Penentuan Lama Ekstraksi
Penentuan lama ekstraksi dilakukan dengan cara mengekstraksi minyak dari
SBE menggunakan pelarut isopropanol hingga warna pelarut pada kolom soxhlet
berwarna jernih, kemudian pemisahan pelarut dan minyak dengan rotary
evaporator. Lama ekstraksi yang memberikan hasil ekstraksi minyak yang
maksimum digunakan untuk ekstraksi penelitian tahap II.
2. Penelitian Tahap II
a. Ekstraksi
Ekstraksi minyak dari limbah bahan pemucat dilakukan dengan metode
ekstraksi menggunakan pelarut organik yang terdiri dari dua tahapan proses antara
lain:
1. Ekstraksi minyak dengan pelarut organik
2. Pemisahan pelarut dengan minyak menggunakan rotary evaporator dan oven.
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini adalah jenis pelarut organik
yang digunakan yaitu n-heksana dan isopropanol dan nisbah limbah bahan
pemucat dengan volume pelarut organik ( 1 : 6; 1 : 7; 1 : 8), nisbah tersebut
disesuaikan dengan kapasitas alat yang digunakan.
15
Ditimbang Limbah bahan pemucat
Dibungkus
kertas saring
Ekstraksi
selama t jam
Pemisahan dengan
Pelarut rotary evaporator
Minyak hasil
recovery
Gambar 3. Diagram alir proses recovery minyak dari limbah bahan pemucat
d. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak tersarang faktorial dengan dua perlakuan yaitu jenis pelarut organik yang
terdiri dari dua taraf (isopropanol [A1] dan n-heksana [A2] ) dan nisbah limbah
bahan pemucat dengan volume pelarut organik yaitu 1 : 6 [B1], 1 : 7 [B2], dan 1 :
8 [B3]. Percobaan ini dilakukan dengan ulangan sebanyak dua kali. Model
matematis untuk mengetahui pengaruh variabel proses terhadap respon yang
diinginkan adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + Ai + Bj(i) + εk(ij)
16
Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan
µ = Rataan umum
Ai = Pengaruh jenis pelarut pada taraf ke-i (i = 1,2 )
Bj(i) = Pengaruh nisbah bahan dengan volume pelarut pada taraf ke-j (j = 1,2,3 )
εk(ij) = Error
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN TAHAP I
1. Analisis Sifat Fisik Limbah Bahan Pemucat
Limbah bahan pemucat pada umumnya terdapat pada industri pemurnian
minyak nabati. Limbah tersebut dihasilkan pada tahap akhir proses pemurnian
minyak, khususnya minyak kelapa sawit kasar, yaitu setelah proses degumming
dan netralisasi. Proses pemucatan warna minyak dilakukan dengan mencampur
minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap, activated clay dan
arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia (Ketaren, 1986). Pada
umumnya industri pemurnian minyak nabati di Indonesia menggunakan adsorben
seperti Ca-Mg bentonit sebagai bleaching agent.
Limbah bahan pemucat memiliki karakteristik yang berbeda dengan
bleaching earth. Hal ini dikarenakan limbah tersebut telah digunakan dan terdapat
bahan lain yang ada dalam bahan pemucat, seperti pigmen, trigliserida, asam
lemak dan lain-lain. Penentuan sifat fisik limbah bahan pemucat dilakukan
sebelum dan setelah proses recovery. Sifat fisik limbah bahan pemucat sebelum
recovery selanjutnya dibandingkan dengan sifat fisik limbah bahan pemucat
setelah dilakukan proses recovery.
Limbah bahan pemucat memiliki warna yang sangat hitam, hal tersebut
dikarenakan adanya kandungan pigmen warna seperti karoten, xantofil yang
teradsorb pada bleaching earth. Parameter warna yang dilihat adalah nilai
Lightness, oHue dan Chroma. Adapun nilai Lightness limbah bahan pemucat
yaitu sebesar 29,62 menunjukkan bahwa limbah bahan pemucat berwarna cukup
hitam. Nilai Lightness menunjukkan tingkat kecerahan, dimana nilai Lightness
semakin tinggi maka warna produk semakin cerah, nilai tersebut berkisar antara 0
– 100 (Yuliasih, 2008).
Nilai oHue menunjukkan apakah sampel itu berwarna merah, kuning, hijau,
biru dan lain-lain, sedangkan intensitas warna dinyatakan dengan Chroma.
Gambar 4 menunjukkan bahwa diagram warna limbah bahan pemucat berada
pada kuadran I, nilai oHue SBE ialah 67,32o dan nilai Chroma sebesar 85,26.
18
Semakin tinggi nilai oHue dan Chroma limbah bahan pemucat, menunjukkan
warna lebih kuning dan intensitas warnanya lebih pekat.
Kadar air pada limbah bahan pemucat cukup kecil yaitu + 2%, adanya air ini
berasal dari bentonit itu sendiri, adsorben yang terlalu kering menyebabkan daya
kombinasinya dengan air telah hilang, sehingga mengurangi daya penyerapan
terhadap zat warna (Ketaren, 1986). Nilai pH rata-rata sebesar 3,35. Nilai pH yang
cenderung asam tersebut disebabkan karena adanya asam lemak bebas pada
limbah bahan pemucat. Bahan pemucat yang digunakan pada industri pemurnian
minyak umumnya Ca-Mg bentonit, jenis bentonit tersebut volumenya tidak
mengembang di dalam air, dan biasa digunakan sebagai zat pengisap, pembawa,
dan pemisah dalam penghilangan minyak bumi serta sebagai zat penghilang
warna (Anwar et al., 1983).
19
jernih dengan rendemen yang paling maksimum. Proses ekstraksi SBE disajikan
pada Gambar 5.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada jam ke-12 warna pelarut pada
kolom soxhlet mendekati jernih namun memiliki rendemen sebesar 18,25 %, nilai
tersebut masih dapat ditingkatkan dengan meningkatkan lama ekstraksi.
Penentuan rendemen tersebut tidak terlalu dipengaruhi oleh warna pelarut yang
pudar, oleh karena itu dilakukan ekstraksi dengan meningkatkan lama ekstraksi
yaitu pada 14 dan 16 jam. Rendemen yang dihasilkan untuk setiap lama ekstraksi
disajikan pada Gambar 6.
20
Dari hasil yang didapatkan rendemen pada lama ekstraksi 14 jam sebesar
19,68 % sedangkan lama ekstraksi selama 16 jam menghasilkan rendemen 19,65
%. Perbedaan rendemen pada lama ekstraksi selama 14 jam dan 16 jam tidak
berbeda nyata dan sudah terlihat konstan. Berdasarkan data yang dihasilkan pada
penelitian tahap I, dapat disimpulkan bahwa waktu terbaik yang akan digunakan
untuk ekstraksi pada penelitian tahap II adalah ekstraksi selama 14 jam.
B. PENELITIAN TAHAP II
1. Rendemen
Proses ekstraksi minyak dari limbah bahan pemucat (spent bleaching earth)
dilakukan dengan 2 jenis pelarut dan lama ekstraksi yang sama yaitu 14 jam
menghasilkan rendemen yang berbeda. Rendemen minyak hasil recovery pada
penelitian ini berkisar antara 16,1% sampai 21,74 %. Analisis keragaman (α =
0,05) menunjukkan bahwa jenis pelarut organik memberikan pengaruh yang nyata
terhadap rendemen minyak, sedangkan pengaruh nisbah bahan dengan volume
pelarut organik memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap
rendemen, hal ini dikarenakan volume kolom soxhlet yang digunakan dalam
ekstraksi diisi dengan jumlah volume pelarut yang sama untuk setiap perlakuan.
Hasil analisis keragaman untuk rendemen minyak dapat dilihat pada Lampiran 3a.
Histogram setiap jenis perlakuan terhadap rendemen minyak disajikan pada
Gambar 7.
21
Histogram diatas menunjukkan perbedaan rendemen minyak hasil recovery,
pada umumnya pelarut isopropanol menghasilkan minyak yang lebih tinggi
dibandingkan n-heksana. Isopropanol merupakan pelarut yang memiliki tingkat
kepolaran yang tinggi dibandingkan dengan n-heksana sehingga isopropanol dapat
melarutkan komponen selain minyak yang ada pada limbah bahan pemucat,
seperti xantofil yang dapat larut pada pelarut polar atau semipolar (Gross, 1991).
Selain itu, rendemen minyak yang tinggi pada ekstraksi menggunakan pelarut
isopropanol disebabkan oleh konsentrasi karoten yang terlarut lebih banyak
dibandingkan dengan minyak dari hasil ekstraksi menggunakan pelarut n-heksana.
Hal tersebut menunjukkan bahwa isopropanol lebih banyak melepaskan karoten
dari adsorben karena isopropanol memiliki sifat kepolaran yang sama dengan
adsorben, yaitu semi polar (Yuliarti, 2007).
Proses ekstraksi minyak dari limbah bahan pemucat menyebabkan
kehilangan pelarut. Setiap pelarut memiliki nilai kehilangan pelarut yang berbeda.
Pada penggunaan n-heksana tingkat kehilangan pelarut cukup tinggi dibandingkan
dengan Isopropanol. Kehilangan pelarut selama ekstraksi pada penelitian ini
berkisar antara 75 sampai 200 ml. Histogram hubungan antara perlakuan dengan
kehilangan pelarut Gambar 8.
22
dan pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap kehilangan pelarut. Hasil analisis
keragaman untuk kehilangan pelarut dapat dilihat pada Lampiran 3b.
Dalam proses ekstraksi, pelarut yang memiliki titik didih yang lebih rendah
akan lebih mudah menguap dibandingkan dengan pelarut yang titik didihnya
tinggi, pelarut yang memiliki titik didih rendah akan mengalami kehilangan
pelarut selama proses lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut yang titik
didihnya lebih tinggi, namun pelarut dengan titik didih tinggi akan lebih sulit
dipisahkan dan kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan minyak pada saat
pemasakan (Kirk dan Othmer, 1954).
2. Kadar Abu
Kadar abu merupakan residu bahan anorganik yang masih tersisa setelah
proses pembakaran suatu bahan (Nielsen, 1998). Kadar abu yang terdapat pada
minyak hasil recovery umumnya sangat kecil. Kadar abu untuk keseluruhan
perlakuan bernilai kurang dari 1%. Hasil analisis keragaman (α = 0,05)
menunjukkan bahwa pengaruh jenis pelarut dan nisbah bahan dengan volume
pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu. Hasil analisis keragaman
untuk rendemen minyak dapat dilihat pada Lampiran 3c. Nilai kadar abu yang
sangat kecil dari minyak hasil recovery menggunakan isopropanol atau n-heksana
menunjukkan bahwa kandungan bahan anorganik seperti Fe, Se, Pb dan Hg pada
minyak hasil recovery sangat kecil. Minyak murni umumnya mengandung sedikit
atau tidak ada sama sekali kandungan abu, kadar abu yang terkandung antara 0,0 –
4,09 % (Nielsen, 1998).
23
minyak kelapa sawit kasar disyaratkan memiliki nilai FFA kurang dari 3%
(Chanrai et al., 2003).
Analisis keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa jenis pelarut dan nisbah
bahan dengan pelarut memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap
bilangan asam lemak bebas. Hasil analisis keragaman untuk kadar FFA minyak
dapat dilihat pada Lampiran 3d. Kadar asam lemak bebas dihasilkan dari proses
hidrolisis pada minyak terjadi selama pemanenan, penanganan dan pengolahan
(O’Brier et al., 2000). Ketaren (1986) menambahkan bahwa asam lemak bebas
dihasilkan dari proses hidrolisis dan oksidasi. Reaksi hidrolisis terjadi karena
terdapatnya sejumlah air berlebih dalam minyak. Reaksi tersebut akan
mengakibatkan ketengikan yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak
tersebut. Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas
dan gliserol.
4. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida menunjukkan tingkat kerusakan minyak akibat proses
oksidasi terhadap ikatan rangkap pada minyak oleh oksigen. Oksidasi merupakan
penyebab utama kerusakan pada minyak. Oksidasi pada minyak menyebabkan
bau tengik (ketengikan oksidatif) (O’Brier et al., 2000).
Minyak yang dihasilkan dari proses recovery tidak memiliki bilangan
peroksida, hal ini bukan berarti minyak tersebut masih baik namun nilai tersebut
menunjukkan semua senyawa peroksida sudah menjadi senyawa aldehida dan
keton serta asam lemak bebas. Ketengikan bukan dibentuk oleh peroksida, namun
kenaikan bilangan peroksida sebagai indikator bahwa minyak akan mulai tengik
(Ketaren, 1986). Grafik penguraian peroksida disajikan pada Gambar 9.
aldehida
P
24
5. Kejernihan
Minyak hasil ekstraksi dengan dua jenis pelarut organik diukur
kejernihannya. Pengukuran kejernihan minyak hasil recovery menggunakan
spectronic- 20 dengan panjang gelombang 365 nm. Minyak yang diukur tingkat
kejernihannya terlebih dahulu dilakukan pengenceran dengan faktor pengenceran
sebesar 100 kali. Nilai yang menjadi parameter tingkat kejernihan minyak adalah
% T. Nilai % T minyak hasil recovery berkisar antara 0,38% sampai 72,10 %.
Minyak yang memiliki nilai % T yang paling tinggi adalah minyak hasil ekstraksi
dengan pelarut n-heksana dengan nisbah 1 banding 7 sebesar 72,10 %. Histogram
hubungan antara kejernihan minyak (% T) dengan setiap perlakuan disajikan pada
Gambar 10.
25
lain terlebih dahulu dalam adsorben seperti asam lemak, trigliserida, kotoran, zat
warna lain yang terbentuk saat proses adsorpsi maupun bahan-bahan lainnya,
sehingga sebelum mengelusi β-karoten, n-heksana sudah jenuh terlebih dahulu
(Yuliarti, 2007). Hal ini didukung oleh n-heksana yang bersifat non polar dan
trigliserida bersifat lebih non polar daripada komponen karoten (Hasanah, 2006).
Minyak hasil recovery disajikan pada Gambar 11 dan 12.
26
Pigmen yang ada pada minyak hasil ekstraksi menggunakan pelarut
isopropanol sangat berpengaruh terhadap kejernihan minyak (% T), pigmen yang
terlarutkan tidak hanya β-karoten tapi juga pigmen lain seperti lutein, klorofil,
likopen, tokoferol dan xantofil.
Minyak yang dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan pelarut n-
heksana berwarna lebih jernih dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan dari
ekstraksi dengan pelarut isopropanol, karena konsentrasi karoten lebih sedikit.
Minyak dari ekstraksi menggunakan n-heksana memiliki warna kekuningan yang
disebabkan oleh komponen karoten yang dapat larut dalam minyak atau
komponen non polar, karotenoid tersebut merupakan persenyawaan hidrokarbon
tidak jenuh (Ketaren, 1986).
27
Gambar 13. Histogram Perlakuan Terhadap Nilai Lightness Limbah Bahan
Pemucat Setelah Recovery
28
Gambar 14. Histogram Perlakuan Terhadap Nilai oHue limbah bahan
pemucat Setelah Recovery
29
bahan pemucat sebelum recovery. Limbah bahan pemucat setelah recovery
disajikan pada Gambar 16 dan 17.
A1B1 A1B2
A1B3
30
A2B1
A2B2
A2B3
31
Gambar 18. Diagram Warna Limbah Bahan Pemucat Setelah Recovery
32
disebabkan karena jenis pelarut tidak merubah nilai pH limbah bahan pemucat
ketika proses ekstraksi berlangsung. Hasil analisis keragaman untuk nilai pH
limbah bahan pemucat dapat dilihat pada Lampiran 3g. Nilai pH limbah bahan
pemucat tidak berubah secara signifikan meskipun telah dilakukan recovery. Nilai
keasaman limbah bahan pemucat sangat penting karena berpengaruh terhadap
kemampuan mengadsorpsi pigmen warna. Daya penyerapan terhadap warna akan
lebih efektif jika adsorben mempunyai pH mendekati netral (Ketaren, 1986).
8. Bleach Power
Bentonit hasil recovery diukur bleach power, penentuan bleach power
bertujuan untuk melihat kemampuan atau daya adsorb bahan pemucat setelah
recovery, parameter yang ditentukan dalam bleach power adalah nilai transmiten
minyak yang dipucatkan oleh bahan pemucat hasil recovery. Nilai % T minyak
sebelum dipucatkan (degummed oil) kurang dari 6%. Pengukuran nilai % T
minyak hasil pemucatan dengan bahan pemucat hasil recovery dilakukan dengan
mengencerkan minyak dengan pelarut dengan faktor pengenceran sebesar 100
kali. Nilai % T pada minyak yang dipucatkan oleh bahan pemucat hasil recovery
berkisar antara 30,0 – 39,9 %. Histogram perlakuan terhadap bleach power
disajikan pada Gambar 20.
33
Analisis keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa jenis pelarut organik
memberikan pengaruh yang nyata terhadap bleach power, pelarut isopropanol
dan n-heksana memberikan pengaruh yang saling berbeda nyata terhadap nilai %T
minyak yang telah dipucatkan oleh limbah bahan pemucat hasil recovery. Hasil
analisis keragaman untuk bleach power dapat dilihat pada Lampiran 3h.
Kombinasi perlakuan yang menghasilkan nilai bleach power paling tinggi adalah
limbah bahan pemucat hasil recovery menggunakan pelarut isopropanol dengan
nisbah 1 banding 7 yaitu sebesar 39,9 %. Nilai bleach power limbah bahan
pemucat hasil recovery menggunakan isopropanol cenderung lebih tinggi
dibandingkan menggunakan n-heksana, hal ini dikarenakan pori-pori pada limbah
bahan pemucat hasil recovery menggunakan isopropanol cenderung terbuka
karena pigmen yang ada sebelumnya telah terlarutkan ketika proses ekstraksi,
sehingga pori-pori bahan pemucat tersebut lebih banyak mengadsorp pigmen
warna. Pada limbah bahan pemucat hasil recovery menggunakan n-heksana, pori-
porinya cenderung lebih tertutup karena masih banyak pigmen yang ada sehingga
penyerapan pigmen warna pada minyak ketika proses pemucatan berlangsung
menjadi terhambat.
34
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Rendemen minyak yang dihasilkan dari proses recovery menggunakan
pelarut isopropanol memberikan nilai rendemen yang lebih tinggi dibandingkan
dengan n-heksana yaitu mencapai 21,74 %. Kepolaran pelarut organik selain
berpengaruh terhadap rendemen juga berpengaruh terhadap kejernihan minyak.
Kejernihan minyak hasil recovery menggunakan n-heksana lebih jernih dibanding
dengan minyak hasil recovery menggunakan isopropanol. Minyak hasil recovery
pada umumnya sudah rusak baik oleh oksidasi maupun hidrolisis. Kadar abu yang
terdapat pada minyak hasil recovery bernilai kurang dari 1%.
Warna limbah bahan pemucat hasil recovery minyak dengan isopropanol
memberikan nilai Lightness, oHue dan Chroma yang lebih tinggi dibanding
limbah bahan pemucat hasil recovery menggunakan n-heksana. Nilai pH limbah
bahan pemucat tidak berubah setelah dilakukan proses recovery menggunakan
pelarut. Nilai pH limbah bahan pemucat sebelum atau sesudah recovery pada
umumnya bersifat asam, yang nilainya berkisar antara 3,21 - 3,43. Nilai Bleach
power limbah bahan pemucat hasil recovery menggunakan pelarut isopropanol
memberikan nilai %T yang lebih tinggi dibanding dengan menggunakan n-
heksana. Pemilihan pelarut untuk proses recovery dapat dipilih berdasarkan tujuan
penggunaannya baik minyak ataupun bahan pemucat. Pelarut n-heksana lebih baik
digunakan untuk mengekstraksi minyak yang ada pada limbah bahan pemucat,
sedangkan untuk pelarut isopropanol lebih baik digunakan untuk pemanfaatan
limbah bahan pemucat sebagai bahan pemucat kembali.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penggunaan limbah bahan
pemucat hasil recovery untuk proses bleaching.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penggunaan minyak hasil
recovery.
35
DAFTAR PUSTAKA
Chanrai, N. G. dan Santosh G.B. 2003. Recovery of Oil From Spent Bleached
Earth. United States Patent Application Publication. United States of America.
36
Choo Y.M., S.C.Yap, A.S.H.Ong, C.K.Ooi and S.H.Gog. 1989. Palm Oil
Carotenoid : Chemistry and Technology. Proc.Of Int. Palm Oil Conf, PORIM,
Kuala Lumpur.
Chu, B.S., B.S. baharin, Y.B. Che Man, dan S.Y. Quek. 2004. Separation of
Vitamin E from palm Fatty Acid Distillate Using Silica. III. Batch Desorption
Study. Journal of Food Engineering. 64 (2004). 1-7.
Geankoplis, C. J. 1983. Transport Process and Unit Operations. 2nd. Allyn Bacon,
Inc., Boston.
Henning, K.D. and J. Degel. 1990. Purification of Air, Water, and Off Gas
Solvent Recovery Activated Carbon For Solvent Recovery. Paper Presented at
The Meeting of The European Rotogravure association Engineers
GroupMulHouse. France.
37
Kheang, S. L, Cheng S. F, Choo Y. M, dan Ma Ah Ngan. 2006. A Study of
Residual Oils Recovery from Spent Bleaching Earth : Their Characteristics
and Applications. American Journal of Applied Sciences 3 (10): 2063-2067.
Kirk, R.E. dan D.F. Othmer. 1954. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol.
12. Interscience Publishers, A Division of John Wiley & Sons, Inc. New York.
London.
Kirk, R.E. dan D.F. Othmer. 1963. Encyclopedia of Chemical Technology Second
Edition Vol. 1. Interscience Publishers, A Division of John Wiley & Sons, Inc.
New York. London.
Lee, C.G., C.E. Seng, dan K.Y. Liew. 2000. Solvent Efficiency for Oil Extraction
from Spent Bleaching Clay. JAOCS, Vol. 77, no. 11.
Mappiratu. 1990. Produksi β-karoten pada Limbah Cair Tapioka dengan Kapang
Oncom Merah. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Meyer, L.H. 1966. Food Chemistry, 4th Edition. Reinhold Publishing Corp., New
York.
Nielsen, S. Suzanne. 1998. Food Analysis Second Edition. Aspen Publisher, Inc.
Maryland.
O’Brier, Richard .P, Walter E. Farr, Peter J. Wan. 2000. Introduction to Fats and
Oils Technology Second Edition. AOCS Press. USA.
Oil World. 2008. Oil World Annual 1994-2008. ISTA Mike GMBH. Hamburg,
Germany.
Ong, A.S.H., Choo,Y.M., and Ooi,C.K. 1990. Development in Palm Oil. Di dalam
Hamilton R.J. (Ed.), Development in Oil and Fats. Blackie Academic
Professional.
Pattersen, H.B.W. 1992. Bleaching and Purifying Fats and Oils: Theory and
Practice. The American Oil Chemists’ Society. New York.
Perry, R.H. dan D.W. Green. 1984. Perry’s Chemical Engineer Handbook, 6th ed.
Di dalam Yuliarti, Ervina. 2007. Kinetika Desorpsi Isotermal β-Karoten Olein
38
Sawit Kasar Dari Atapulgit Dengan Menggunakan Isopropanol. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Rose, E dan Arthur. 1975. The Condensed Chemical Dictionary. Chapman and
Hall, Ltd., London.
Salunkhe, D. K., J.K. Chayan, R.N. Adsude, S.S. Kadam. 1991. World Oil Seeds.
Chemistry, Technology and Utilization. An AVI Book. Published by Van
Nostrad Reinhold. New York.
Tan, K. H. 1993. Principles Soil Chemistry, 2nd edition. Marcel Dekker, Inc. New
York.
Weast, R.C dan M.J Astle. 1982. Handbook Chemistry and Physics 63rd edition.
CRC Press Inc., Florida.
Wiley, John. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. John Wiley and Sons,
Inc. New York, USA.
Young, F.V.K. 1987. Refining and Fractionation of Palm Oil. Pages 39-69 in F.D.
Gunstone, ed. Palm Oil: Critical Reports on Applied Chemistry, Vol. 15, John
Wiley and Sons, New York.
Yuliarti, Ervina. 2007. Kinetika Desorpsi Isotermal β-Karoten Olein Sawit Kasar
Dari Atapulgit Dengan Menggunakan Isopropanol. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Yuliasih, Indah. 2008. Fraksin dan Asetilasi Pati Sagu (Metroxylon sagu Rottb.)
Serta Aplikasi Produknya Sebagai Bahan Campuran Plastik Sintetik.
Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.
39
LAMPIRAN
40
Lampiran 1. Prosedur Analisis Sifat Fisiko-kimia Minyak
1. Rendemen Minyak
Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan berat minyak yang diperoleh
dari tahap proses ekstraksi terhadap berat bahan awal. Secara sederhana ditulis
dengan rumus :
Bobot abu
Kadar air = x 100%
Bobot sampel
41
menghidrolisa asam lemak bebas yang terdapat pada minyak mempunyai korelasi
yang positif dengan jumlah asam lemak bebas.
Prosedur :
Sebanyak 5 gr minyak dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan
ditambahkan 50 ml alkohol netral 95%, kemudian dipanaskan selama 10 menit
dalam penangas air. Setelah didinginkan pada suhu ruang kemudian ditambahkan
2 tetes indikator phenolptalein (PP) dan larutan dititrasi dengan NaOH 0,1 N
sampai berwarna merah muda yang tidak hilang dalam beberapa detik.
AxNxM
Kadar asam lemak bebas (%) =
10 G
Keterangan :
A = Jumlah ml NaOH untuk titrasi
N = Normalitas larutan NaOH
M = Bobot molekul asam lemak ( 282 untuk asam oleat )
G = Berat bahan (gr)
42
titrasi, titrasi dihentikan saat warna biru menghilang. Titrasi pada blanko
dilakukan dengan cara yang sama.
S x N x 1000
Bilangan Peroksida ( mmol/1000 gram ) =
G
Keterangan:
S = Volume sodium thiosulfat untuk titrasi sampel (ml)
N = Konsentrasi sodium thiosulfat (N)
G = berat sampel (gr)
6. Kejernihan Minyak
Prinsip :
Kejernihan diukur dengan menggunakan Spectronic-20. Minyak diencerkan
dengan faktor pengenceran 100 kali kemudian diukur pada panjang gelombang
yang telah ditentukan. Penentuan panjang gelombang dilakukan dengan
pengukuran sampel pada beberapa panjang gelombang dan ditentukan nilai
absorbansinya, panjang gelombang yang memberikan nilai absorbansi maksimum
digunakan untuk penentuan kejernihan minyak.
43
Lampiran 2. Prosedur Sifat Fisik Limbah Bahan Pemucat
3. Angka Pengembangan
Angka pengembangan diukur dengan menggunakan gelas ukur 10 ml,
kemudian di isi kurang lebih 2 gram bahan pemucat, didiamkan selama 24 jam
kemudian diukur angka pengembangannya (volume).
5. Bleach Power
Campurkan bahan pemucat setelah recovery dengan CPO 2% (b/b)
kemudian dipanaskan pada suhu 90 - 110ºC selama 15 menit dengan diaduk
magnetic stirer, kemudian disaring, dan diukur kejernihan minyaknya dengan
menggunakan spectronic-20 pada panjang gelombang yang memberikan nilai
absorbansi maksimum.
44
Lampiran 3. Rekapitulasi Analisis Ragam (ANOVA)
Lampiran 3b. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Kehilangan Pelarut pada α = 0,05
Dependent Variable : Kehilangan Pelarut
Sumber Sum Mean
Keragaman df Square Square F hitung F tabel Keterangan Hasil
F hit > F tolak
Pelarut 1 5,99 tabel H0
18408,33 18408,33 72,43
Nisbah bahan : F hit < F terima
pelarut 4 4,53 tabel H0
4083,33 1020,83 4,02
error 6
1525,00 254,17
total 11
24016,67
Nilai F hitung < F tabel : Tidak berpengaruh nyata,
Nilai F hitung > F tabel : Berpengaruh nyata
45
Lampiran 3c. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Kadar Abu pada α = 0,05
Dependent Variable : Kadar Abu
Sumber Sum Mean
Keragaman df Square Square F hitung F tabel Keterangan Hasil
F hit < F terima
Pelarut 1 0,00919 0,0092 5,0991 5,99 tabel H0
Nisbah bahan : F hit < F terima
pelarut 4 0,00203 0,0005 0,2815 4,53 tabel H0
error 6 0,01081 0,0018
total 11 0,02202
Nilai F hitung < F tabel : Tidak berpengaruh nyata,
Nilai F hitung > F tabel : Berpengaruh nyata
Lampiran 3d. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Kadar FFA pada α = 0,05
Dependent Variable : Kadar FFA
Sumber Sum Mean
Keragaman df Square Square F hitung F tabel Keterangan Hasil
F hit < F terima
Pelarut 1 80,08 80,08 4,67 5,99 tabel H0
Nisbah bahan : F hit < F terima
pelarut 4 20,91 5,23 0,30 4,53 tabel H0
error 6 102,99 17,17
total 11 203,98
Nilai F hitung < F tabel : Tidak berpengaruh nyata,
Nilai F hitung > F tabel : Berpengaruh nyata
46
Lampiran 3e. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Kejernihan Minyak pada α = 0,05
Dependent Variable : Kejernihan Minyak
Sumber Sum Mean
Keragaman df Square Square F hitung F tabel Keterangan Hasil
F hit > F
Pelarut
1 15022,35 15022,35 50005,04 5,99 tabel tolak H0
Nisbah bahan :
F hit < F terima
pelarut
4 3,14 0,78 2,61 4,53 tabel H0
error
6 1,80 0,30
total
11 15027,29
Nilai F hitung < F tabel : Tidak berpengaruh nyata,
Nilai F hitung > F tabel : Berpengaruh nyata
Lampiran 3f. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Warna SBE pada α = 0,05
Dependent Variable : Lightness
Sumber Sum Mean
Keragaman df Square Square F hitung F tabel Keterangan Hasil
F hit > F tolak
Pelarut 1 21,38 21,38 8,98 5,99 tabel H0
Nisbah bahan : F hit < F terima
pelarut 4 1,05 0,26 0,11 4,53 tabel H0
error 6 14,29 2,38
total 11 36,71
Nilai F hitung < F tabel : Tidak berpengaruh nyata,
Nilai F hitung > F tabel : Berpengaruh nyata
47
Dependent Variable : oHue
Sumber Sum Mean
Keragaman df Square Square F hitung F tabel Keterangan Hasil
F hit > F tolak
Pelarut 1 14,11 14,11 12,47 5,99 tabel H0
Nisbah bahan : F hit < F terima
pelarut 4 1,53 0,38 0,34 4,53 tabel H0
error 6 6,79 1,13
total 11 22,42
Nilai F hitung < F tabel : Tidak berpengaruh nyata,
Nilai F hitung > F tabel : Berpengaruh nyata
48
Lampiran 3g. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) pH Limbah Bahan Pemucat pada
α = 0,05
Dependent Variable : pH Limbah Bahan Pemucat Hasil Recovery
Sumber Sum Mean
Keragaman df Square Square F hitung F tabel Keterangan Hasil
F hit < F terima
Pelarut 1 0,01 0,01 0,78 5,99 tabel H0
Nisbah bahan : F hit < F terima
pelarut 4 0,05 0,01 1,56 4,53 tabel H0
error 6 0,05 0,01
total 11 0,11
Nilai F hitung < F tabel : Tidak berpengaruh nyata,
Nilai F hitung > F tabel : Berpengaruh nyata
Lampiran 3g. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Bleach Power pada α = 0,05
Dependent Variable : Bleach Power
Sumber Sum Mean
Keragaman df Square Square F hitung F tabel Keterangan Hasil
F hit > F tolak
Pelarut
1 207,50 207,50 322,96 5,99 tabel H0
Nisbah bahan :
F hit < F terima
pelarut
4 5,39 1,35 2,10 4,53 tabel H0
error
6 3,85 0,64
total
11 216,75
Nilai F hitung < F tabel : Tidak berpengaruh nyata,
Nilai F hitung > F tabel : Berpengaruh nyata
49
Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Penelitian
Rendemen Minyak
Ulangan/Replikasi
Pelarut Bahan:Pelarut Rata-rata (%)
1 2
Isopropanol 1:6 22,20 18,85 20,53
1:7 21,60 21,87 21,74
1:8 18,47 19,03 18,75
N-heksana 1:6 16,67 17,28 16,98
1:7 15,56 16,66 16,11
1:8 17,78 17,69 17,74
Kehilangan Pelarut
Ulangan/Replikasi
Pelarut Bahan:Pelarut Rata-rata (ml)
1 2
Isopropanol 1:6 105 70 87,5
1:7 90 60 75
1:8 110 100 105
N-heksana 1:6 150 155 152,5
1:7 190 210 200
1:8 160 140 150
Kadar Abu
Ulangan/Replikasi
Pelarut Bahan:Pelarut Rata-rata (%)
1 2
Isopropanol 1:6 0,0320 0,0430 0,038
1:7 0,0350
0,0480 0,042
1:8 0,0370
0,0330 0,035
N-heksana 1:6 0,0500 0,0375 0,044
1:7 0,0625 0,0375 0,050
1:8 0,0125 0,1550 0,084
50
Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Penelitian (lanjutan)
Kadar FFA
Ulangan/Replikasi
Pelarut Bahan:Pelarut Rata-rata (%)
1 2
Isopropanol 1:6 19,4 10,5 14,95
1:7 17,3 9,0 13,15
1:8 17,3 13,6 15,45
N-heksana 1:6 20,0 21,3 20,65
1:7 14,4 20,5 17,45
1:8 22,1 19,8 20,95
51
Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Penelitian (lanjutan)
Warna Limbah Bahan Pemucat (Lightness)
Ulangan/Replikasi
Pelarut Bahan:Pelarut Rata-rata
1 2
Isopropanol 1:6 37,11 39,94 38,53
1:7 35,44 39,85 37,65
1:8 37,93 37,35 37,64
N-heksana 1:6 35,26 35,39 35,33
1:7 34,84 35,62 35,23
1:8 35,39 35,11 35,25
52
Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Penelitian (lanjutan)
pH Limbah Bahan Pemucat
Ulangan/Replikasi
Pelarut Bahan:Pelarut Rata-rata (%)
1 2
Isopropanol 1:6 3,25 3,17 3,21
1:7 3,44 3,32 3,38
1:8 3,41 3,26 3,34
N-heksana 1:6 3,39 3,17 3,28
1:7 3,47 3,38 3,43
1:8 3,35 3,37 3,36
53