Integrasi Sosial Dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat: Afif Umikalsum
Integrasi Sosial Dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat: Afif Umikalsum
Integrasi Sosial Dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat: Afif Umikalsum
Afif Umikalsum
STAI Nahdlatul Ulama Kotabumi Lampung
afief.annajah@gmail.com
Fauzan
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
fauzan@radenintan.ac.id
A. Pendahuluan
Semua orang menginginkan kehidupan masyarakat yang
harmonis, termasuk masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, berbagai
upaya dilakukan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang
harmonis, baik oleh perseorangan maupun kelembagaan. Bagi
sebagian masyarakat yang homongen dan terdiri dari satu suku
bangsa, upaya menciptakan kehidupan masyarakat yang harmonis
tidak menghadapi banyak kendala. Namun bagi masyarakatnya yang
majemuk (Plural Societies), sebagaimana Indonesia,1 menghadapi
kendala cukup serius dalam mewujudkan harmoni masyarakat.
Meningkatnya politik identitas suku bangsa seringkali memicu
terjadinya konflik antar masyarakat. Sehingga masyarakat yang
majemuk memiliki resiko konflik sosial cukup tinggi.
Oleh karena itu, pada masyarakat majemuk semacam ini perlu
dibangun integrasi sosial untuk mewujudkan kehidupan masyarakat
yang harmonis. Dalam hal ini integrasi sosial dimaksudkan sebagai
1
Nur Hadiantomo, Hukum Reintegrasi Sosial, Konflik-konflik Sosial Pri-
nonPri dan Hukum Keadilan Sosial (Surakarta: Muhammadiyah University Press,
2004), 34.
66 DOI://dx.doi.org/10.24042/jw.v1i1.2841
Integrasi Sosial Dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat
2
Nurman Said, Masyarakat Muslim Makasssar: Studi Pola-Pola Integrsi
Sosial antara Muslim Pagam dengan Muslim Sossorang (Jakarta: Badan Litbang
dan Diklat DEPAG RI, 2009), 18.
3
Eka Hendry Ar. dan dkk, “Integrasi Sosial Dalam Masyarakat Multi
Etnik,” Walisongo Volume 21, no. 1 (2013): 191–218; lihat juga Hedher Tuakia,
“Integrasi Sosial Kelompok Faham Keagamaan Dalam Masyarkat Islam,” Salam
Volume 18, no. 1 (Juni 2015): 10–20.
4
Saidin Ernas, “Dari Konflik ke Integrasi Sosial: Pelajaran Dari Ambon,
Maluku,” International Journal of Islamic Thought Vol. 14, no. 2 (t.t.): 2018.
5
Nurman Said, “Islam dan Integrasi Sosial: Pergumulan Antara Islam dan
Tradisi Masyarakat Bugis,” Tafsere Volume 3, no. 2 (t.t.): 2015.
6
Saidin Ernas, Heru Nugroho, dan Zuly Qodir, “Dinamika Integarsi Sosial
Di Papua Fenomena Masyarakat Fakfak di Provinsi Papua Barat,” Kawistara
Volume 4, no. 1 (2014): 1–110.
7
Yudi Hartono dan Dewi Setiana, “Kearifan Lokal Tradisi Uyen Sapi
Perajut Integrasi Sosial (Studi Kasus Di Desa Jonggol Kecamatan Jambon
Kabupaten Ponorogo),” Agastya Vol. 02, no. 01 (Januari 2012): 52–65.
8
Aini Mufidah, “Pengembangan Integrasi Sosial Melalui Kearifan Lokal:
Suku Jawa dan Suku Bali di Kampung Rama Utara Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah” (IAIN Raden Intan, 2017).
9
Suparman Jayadi, “Pemaknaan Simbol-Simbol Tradisi Perang Topat
Representasi Integrasi Sosial Masyarakat Suku Sasak: Studi Kasus di Desa Lingsar
Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat” (Universitas Sebelas maret, 2018).
10
Nyoman Suryawan, “Kearifan Lokal Sebagai Modal Sosial Dalam
Integrasi Antara Etnik Bali dan Etnik Bugis di Desa Petang, Badung, Bali,” Jurnal
Kajian Bali Volume 07, no. 01 (2017): 17–32.
11
Fitri Eriyanti, “Aspek Sosio-Budaya, Kebijakan Pemerintah, dan
Mentalitas Yang Berpengaruh Terhadap Integrasi Sosial Dalam Masyarakat
Sumatera Barat,” Humanus Vol. 12, no. 1 (2013): 73–82.
12
Ernas, “Dari Konflik ke Integrasi Sosial: Pelajaran Dari Ambon,
Maluku". Lihat juga Yohanes Yanto Kaliwon, “Problema Integrasi Etnis Terpinggir:
Studi tentang Dinamika Sosial dan Politik Suku Bajo di Kampung Wuring
Kelurahan Wolomarang Kecamatan Alok Barat Kabupaten Sikka” (Fakultas Politik
dan Pemerintahan UGM, t.t.).”
68 DOI://dx.doi.org/10.24042/jw.v1i1.2841
Integrasi Sosial Dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat
13
Adon Nasrullah Jamaludin, “Konflik dan Integrasi Pendirian Rumah
Ibadah di Kota Bekasi,” Socio-Politica Vol. 8, no. 2 (2018): 227–38.
14
Dewi Kurniawati, “Konflik dan Upaya Pengembangan Integrasi Sosial:
Studi Kasus Pada Masyarakat Desa Sukadana Udik dan Sukadana Ilir Kecamatan
Bunga Mayang, Lampung Utara” (Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung,
2017).
15
Ruri Puji Hastuti dan Amika Wardani, “Multikulturalisme Dalam
Pluralisme Agama (Islam, Budha, Kristen) Untuk menciptakan Integrasi Sosial,” E-
Societas Vol. 6, no. 7 (2017): 1–13.
16
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi: Dari Teori
Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Modern, trans. oleh
Nurhadi (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009), h. 258.
17
Dalam Ritzer dan Goodman, Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi
Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Modern.
18
Bikhu Parekh, Rethingking Multiculturalism: Keragaman Budaya, dan
Teori Politik (Yogyakarta: Kanisius, 2008), h. 84-87.
70 DOI://dx.doi.org/10.24042/jw.v1i1.2841
Integrasi Sosial Dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat
19
Ernas, Nugroho, dan Qodir, “Dinamika Integarsi Sosial Di Papua
Fenomena Masyarakat Fakfak di Provinsi Papua Barat.”
20
Biku Parekh, Rethingking Multiculturalism: Keragaman Budaya, dan
Teori Politik (Yogyakarta: Kanisius, 2008), h. 267.
21
Sabrian, “Data Perpindahan Penduduk,” t.t., Museum Transmigrasi, Data
Perpindahan Penduduk, diakses 19 Mei 2016.
22
Sabrian.
72 DOI://dx.doi.org/10.24042/jw.v1i1.2841
Integrasi Sosial Dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat
23
Hamim Ilyas, “Prolog,” dalam Multikulturalisme dalam Islam:
Memahami Prinsip, Nilai, dan Tujuan Multikulturalisme dalam Islam Untuk
Mencapai Kualitas Keterpilihan (Yogyakarta: PPS UIN SUnan Kalijaga, 20009).
24
Eko Handoyo dan dkk, Studi Masyarakat Indonesia (Semarang: FIS
UNNES, 2007), 87.
25
Hendro Puspito, Sosiologi Sistematik (Yogyakarta: KANISIUS, 1989),
373.
26
Hans J. Daeng, Manusia Kebudayaan dan Lingkungan: Tinjauan
Antropologis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 279.
27
Eko Sunu Sutrisno, Penanganan Transmigrasi, Wawancara 19 Mei 2016,
Museum Transmigrasi.
28
Eko Sunu Sutrisno, Proses Pembauran Masyarakat, Wawancara, 19 Mei
2016, Museum Transmigrasi.
29
Ibid.
30
Ibid.
31
Koentjaraningrat, Masyarakat Desa di Indonesia (Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1984), 337.
32
Eko Sunu Sutrisno, Persebaran Penduduk Transmigrasi, 19 Mei 2016.
74 DOI://dx.doi.org/10.24042/jw.v1i1.2841
Integrasi Sosial Dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat
33
Koentjaraningrat, Masyarakat Desa di Indonesia, 337.
34
Pudjiwati Sajogyo, Sosiologi Pedesaan: Kumpulan Bacaan (Yogyakarta:
Gajahmada Universiti Press, 2007), 78.
35
Tanah adat ini, sangat erat kaitannya dengan sejarah dan adat masyarakat
Lampung yang terdiri dari beberapa marga yang berakar dari dua jalur pertalian
masyarakat adat Lampung yakni Masyarakat adat Lampung Pepadun dan Saibatin.
Masyarakat lampung adat pepadun terdiri dari 1). Abung Siwo Mego mendiami
tujuh wilayah adat yakni Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai,
Jabung, Gunung Sugih dan Terbanggi. 2) Mego Pak Tulang Bawang mendiami
empat wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan dan Wiralaga. 3) Pubian Telu
Suku, mendiami wilayah adat Tanjung Karang, Balau, Bukujadi,Tegineneng,
Seputih Barat, Padang Ratu, Gedungtataan dan Pugung. 4) Sungkai Way Kanan
Buay Lima mendiami wilayah adat: Negeri Besar, Ketapang, Pakuan Ratu, Sungkay,
Bunga Mayang, Belambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Kasui. Sedangkan
masyarakat adat Lampung Saibatin/sebatin terdiri dari 1) Peminggir Paksi Pak,
mendiami wilayah adat Kalianda, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way
Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semangka, Belalau, Liwa dan Ranau. 2)
Komering-Kayuagung (yang sekarang termasuk Provinsi Sumatera Selatan) dinamai
Peminggir karena berada di pinggir pantai barat dan selatan. (Pojoklampung.
Wordpress.com)
36
Eko Sunu Sutrisno, Persebaran Penduduk Transmigrasi.
37
Eko Sunu Sutrisno.
38
Pudjiwati Sajogyo, Sosiologi Pedesaan: Kumpulan Bacaan, 88.
76 DOI://dx.doi.org/10.24042/jw.v1i1.2841
Integrasi Sosial Dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat
39
Eko Sunu Sutrisno, Pembauran Masyarakat, 19 Mei 2016, Museum
Transmigrasi.
40
Sabrian, pola hubungan masyarakat, 20 Mei 2016, Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik.
41
Zainal Abidin, Pola Pembauran Masyarakat, 23 Mei 2016, Kecamatan
Gedongtataan.
42
Alkoq Juharnain, Pembauran Masyarakat, 18 Mei 2016, Kabupaten
Pesawaran.
43
Zainal Abidin, Pola Pembauran Masyarakat.
44
Zainal Abidin.
78 DOI://dx.doi.org/10.24042/jw.v1i1.2841
Integrasi Sosial Dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat
45
Achmad Habib, Konflik Antar Etnik di Pedesaan (Yogyakarta: LKIS,
2004), 22.
46
Sabrian, pola hubungan masyarakat.
47
Khairul Anam Sidden, Multikulturalisme Dalam Islam: Memahami
Prinsip, Nilai, dan Tujuan Multikulturalisme Dalam Islam Untuk Mencapai Kualitas
Keterpilihan (Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga, 2009), 171.
80 DOI://dx.doi.org/10.24042/jw.v1i1.2841
Integrasi Sosial Dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat
48
Hilman Hadi Kusuma, “Salinan Kuntara Rajaniti,” 1986, Bandar
Lampung.
Artinya:
“tandanya orang Lampung mempunyai piil pesenggiri
mempunyai malu dan harga diri, gelar adek kita pegang
(mempunyai kepribadian yang sesuai dengan gelar adat
yang disandang) memiliki sifat nemui nyimah (saling
mengunjungi dan bersilaturahmi), dan senantiasa
mengamalkan sifat sakai sembayan (Gotong royong)
dalam setiap pekerjaan.”
5. Modernisasi masyarakat. Sikap saling menghargai dengan
kebudayaannya ditandai dengan saling menerima antar
masyarakat terhadap kebudayaan lain, dan adanya sikap saling
memahami dengan berupaya untuk mempelajari dan memahami
budaya-budaya masyarakat yang berlainan.
6. Perkawinan antar penduduk dari kebudayaan yang berbeda,
sehingga terciptanya suasana persaudaraan dalam masyarakat.
Dengan demikian berjalannya integrasi sosial di Kabupaten
Pesawaran ini didukung oleh faktor internal dan eksternal dalam
masyarakat. Faktor internal yang penulis maksud adalah individu dan
kelompok masyarakat yang memiliki kesadaran akan adanya
perbedaan di lingkungan mereka kemudian berupaya untuk
mengambil satu keputusan bersama dengan norma-norma yang
berlaku dan menjalin keharmonisan. Sedangkan faktor eksternal yang
dimaksud disini adalah adanya pendukung terjalinnya integrasi sosial
yang berupa kondisi-kondisi alamiah seperti keadaan geografis,
wilayah strategis, kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang kemudian
membentuk kebersatuan masyarakat dengan cara yang alami.
E. Kesimpulan
Jalannya pembauran masyarakat di Kabupaten Pesawaran
terjadi secara alami dengan proses pertukaran pengetahuan antara
masyarakat pendatang dan masyarakat asli dalam hal-hal sosial dan
budaya tanpa adanya intervensi dari pihak pemerintah dan terciptanya
bentuk integrasi Normatif-Fungsional dimana masyarakat
berintegrasi dengan dorongan norma-norma dasar yang berlaku di
masyarakat dan didukung dengan adanya saling ketergantungan
masyarakat dalam kebutuhan secara fungsi seperti ekonomi,
pendidikan, pengetahuan dan kehidupan sosial lainnya. selain itu
82 DOI://dx.doi.org/10.24042/jw.v1i1.2841
Integrasi Sosial Dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat
Referensi
84 DOI://dx.doi.org/10.24042/jw.v1i1.2841
Integrasi Sosial Dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat
86 DOI://dx.doi.org/10.24042/jw.v1i1.2841