Brugia Malayi Dan Dirofilaria SPP Sebagai Penyebab Filariasis Pada
Brugia Malayi Dan Dirofilaria SPP Sebagai Penyebab Filariasis Pada
Brugia Malayi Dan Dirofilaria SPP Sebagai Penyebab Filariasis Pada
24-30
Penelitian
Brugia malayi and Dirofilaria spp are the causative agent of Filariasis
on reservoir animals in the endemic areas of Kalimantan
Tanggal diterima 05 Maret 2018, Revisi pertama 27 Maret 2018, Revisi terakhir 26 Juni 2018, Disetujui 29 Juni
2018, Terbit daring 29 Juni 2018
Abstract. Lymphatic filariasis and dirofilariasis are zoonotic diseases potential in Indonesia. The lack of data on dirofilariasis in
humans and animals is the basis reason for this study conducted through observational study methods with a cross-sectional
design. A total of 201 reservoir animals were used in this study, namely house cats (Felis catus), langurs (Presbytis cristatus), long-
tailed monkeys (Macaca fascicularis), forest cats (Felis silvestris) and dogs (Canis familiaris) in two filariasis-endemic areas, namely
Hulu Sungai Utara Regency (HSU) and Kotawaringin Barat Regency (KOBAR), Kalimantan. Taking animal blood through veins
was performed at night. The presence of microfilariae in the blood was detected through thick and thin blood pressure pre-test.
The results showed that 21% and 28.7% of animal reservoirs in HSU and KOBAR districts were sequentially infected with
microfilariae. Domestic animals that are infected with microfilariae were higher than wild animals. Based on the causative agent,
Dirofilaria spp. (20. 89%) was more dominant in infected reservoir animals, followed by Brugia malayi (2.48%). The mixed
infections were also found in 1.49% of reservoir animals. These results indicated that reservoir animals in the two districts have
the potential as a source of filariasis transmission, as well as a source of zoonotic agents in cases of dirofilariasis. Routine and
integrated monitoring and collaboration between cross-program stakeholders must be continuously carried out to break the chain
of transmission of filariasis and prevent zoonotic transmission from dirofilariasis.
Keyword: Brugia malayi, Dirofillaria spp, Kalimantan, Reservoir
Abstrak. Penyakit limfatik filariasis dan dirofilariasis berpotensi zoonosis di Indonesia. Kurangnya data tentang
dirofilariasis pada manusia dan hewan menjadi dasar alasan dilakukannya studi ini menggunakan metode studi
observasional dengan desain potong lintang. Sebanyak 201 hewan reservoir digunakan pada penelitian ini, yaitu kucing
rumah (Felis catus), lutung (Presbytis cristatus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kucing hutan (Felis silvestris) dan
anjing (Canis familiaris) di dua daerah endemis filariasis, yaitu Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) dan Kabupaten
Kotawaringin Barat (KOBAR), Kalimantan. Pengambilan darah hewan melalui vena dilakukan pada malam hari.
Keberadaan mikrofilaria dalam darah dideteksi melalui preparat ulas darah tebal dan tipis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa 21% dan 28,7% hewan reservoir di Kabupaten HSU dan KOBAR secara berurutan terinfeksi mikrofilaria. Hewan
domestikasi yang terinfeksi mikrofilaria lebih banyak dibandingkan dengan hewan liar. Berdasarkan agen penyebabnya,
Dirofilaria spp. (20,89%) lebih dominan menginfeksi hewan reservoir, diikuti dengan Brugia malayi (2,48%). Infeksi
campuran diperoleh dari 1,49% hewan reservoir. Hasil ini mengindikasikan bahwa hewan reservoir di kedua kabupaten
tersebut berpotensi sebagai sumber penularan filariasis, sekaligus sebagai sumber agen zoonosis pada kasus dirofilariasis.
Pemantauan secara rutin dan terintegrasi serta kolaborasi antar stake holder lintas program harus terus dilakukan untuk
memutus mata rantai penularan filariasis dan menghambat terjadinya penularan zoonosis dari dirofilariasis.
Kata Kunci: Brugia malayi, Dirofillaria spp, Kalimantan, Reservoir
DOI : 10.22435/jhecds.v3i2.7786.24-30
Cara sitasi : Andiarsa D, Hairani B, Fadilly A. Brugia malayi dan dirofilaria spp sebagai penyebab
(How to cite) filariasis pada hewan reservoir di daerah endemis di Kalimantan. J.Health.Epidemiol.
Commun.Dis. 2018;4(1): 24-30.
24
JHECDs Vol. 4, No. 1, Juni 2018
25
D. Andiarsa, B. Hairani, A. Fadilly Brugia malayi dan dirofilaria spp sebagai penyebab filariasis...
KOBAR serta Desa Pihaung dan Desa Banjang di yang terperangkap dimasukkan ke dalam tempat
Kabupaten HSU. Jumlah sampel yang dikoleksi penampungan sementara untuk dibawa ke lokasi
pada setiap desa adalah 50 ekor hewan (gabungan pengambilan darah.
dari semua jenis). Pengambilan sampel dilakukan
secara purposive (non probability sampling). Pengambilan darah hewan dilakukan pada malam
hari (dimulai sekitar jam 20.00 waktu setempat).
Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini antara Proses pengambilan darah dilakukan oleh seorang
lain, jenis hewan kucing rumah (F. catus), lutung dokter hewan. Selama proses pengambilan darah,
(P. cristatus), monyet ekor panjang (M. fascicularis), hewan dipegangi oleh pemilik atau kader. Hewan
kucing hutan (F. silvestris) dan anjing (C. familiaris); yang sangat agresif atau hewan liar harus terlebih
berumur minimal 6 bulan. Data sumber hewan dahulu dibius dengan menggunakan injeksi
seperti pemilik hewan dan lama pemeliharaannya Ketamine 10% dengan dosis 0,01mg/kg bobot
untuk hewan domestikasi, data lokasi badan. Darah dapat diambil melalui beberapa
penangkapan dan operator untuk hewan liar vena, tergantung pada jenis hewan antara lain
didokumentasi dengan baik sehingga dapat vena cephalica, vena jugularis, vena saphena atau
ditelusuri. vena femoralis. Darah diambil dengan spuit
sebanyak 0,5 –1 ml. Hewan yang telah diambil
Penelitian ini mendapatkan persetujuan etik dari darah diberi tanda dengan spidol permanen atau
Komisi Etik Badan Litbangkes Nomor cat pylox. Darah yang diperoleh dibuat sediaan
LB.02.01/2/KE/167/2017. Penggunaan hewan apus darah filarial (60 µl) untuk pemeriksaan
reservoir sebagai hewan coba telah mendapatkan mikroskopis. Sediaan apus darah tebal digunakan
Rekomendasi ijin dari LIPI Nomor B- untuk menemukan dan mengidentifikasi adanya
1430/IPH.1/S.02.04/V/2017. Penangkapan hewan mikrofilaria dalam darah dan sediaan apus darah
peliharaan terlebih dahulu berkoordinasi dengan tipis digunakan untuk menghitung kepadatan
sektor kesehatan hewan di Dinas Peternakan atau mikrofilaria dalam darah. Pemeriksaan
Dinas Pertanian setempat, kemudian mikroskopis dilakukan dengan perbesaran 10x
mendapatkan ijin dari pemilik hewan berupa untuk menemukan mikrofilaria dan menghitung
kesediaan pemilik menandatangani “Persetujuan kepadatannya dalam sediaan darah, identifikasi
Setelah Penjelasan” dengan terlebih dahulu jenis mikrofilaria dengan perbesaran 40x,
membacakan “Penjelasan Sebelum Persetujuan identifikasi jenis mikrofilaria menggunakan kunci
(Informed Consent)”, penangkapan hewan liar telah identifikasi dari World Health Organization
mendapatkan ijin dari Balai Konservasi Sumber (WHO).15
Daya Alam (BKSDA) atau Dinas Kehutanan
setempat. Data dianalisis secara deskriptif untuk
menggambarkan distribusi jenis hewan, status
Prosedur penangkapan hewan domestikasi kepemilikan hewan, dan jenis mikrofilaria yang
dilakukan tanpa menggunakan alat khusus, yaitu ditemukan pada pemeriksaan darah. Analisis
dengan bantuan pemilik hewan atau kader menggunakan Ms Office excel spread sheet untuk
penangkap. Waktu penangkapan dapat dilakukan melihat distribusi jenis hewan, status dan hasil
setiap saat (siang atau malam). Hewan yang pemeriksaan serta software open source PSPP
tertangkap, kemudian dimasukkan sementara ke dengan metode analisis Chi square untuk
dalam kandang kecil untuk persiapan pengambilan menentukan perbedaan antara hasil pemeriksaan
darah pada malam hari. dengan jenis hewan.
Penangkapan hewan liar (monyet dan lutung)
dilakukan dengan menggunakan perangkap yang Hasil
dibuat di lokasi yang diduga sebagai habitat/jalur Hewan reservoir yang berhasil dikoleksi sampel
yang sering dilewati hewan target. Perangkap darahnya di kedua kabupaten di Kalimantan
berupa kandang berbentuk persegi, ukuran sesuai adalah hewan domestikasi (88.06%) dan hewan
kebutuhan, pada sisi atas dibuat lubang masuk liar (11,94%). Hasil pemeriksaan mikrofilaria pada
untuk hewan berupa tabung silinder terbuat dari preparat darah hewan yang tertangkap
lembaran seng (ini bertujuan agar hewan dapat menunjukkan bahwa 21% hewan reservoir di
masuk tapi tidak dapat memanjat keluar), pada sisi Kabupaten HSU dan 28,7% di Kabupaten KOBAR
samping dibuat pintu untuk jalan masuk terinfestasi mikrofilaria (Tabel 1). Berdasarkan
penangkap, di dalam perangkap dimasukkan sistem pemeliharaannya, di kedua kabupaten
umpan yang disukai oleh hewan target. Hewan
26
JHECDs Vol. 4, No. 1, Juni 2018
tersebut hewan domestikasi lebih dominan dengan mikrofilaria B. malayi, yaitu antara 20,8-
terinfestasi (20 -26, 73%) dibandingkan dengan 21% dari populasi hewan reservoir yang diuji.
hewan liar (1 – 1,98%). Kendati demikian 2 dari 3 Diantara beberapa jenis hewan yang diperiksa,
ekor kucing liar yang tertangkap di Kabupaten kucing menunjukkan hasil positif paling tinggi,
KOBAR teridentifikasi positif mengandung yaitu 19% (19/100) di Kabupaten HSU dan
mikrofilaria di dalam darahnya. 16,83% (17/101) di Kabupaten KOBAR (Tabel 2
dan Gambar 1). Jumlah anjing yang terinfestasi
Ditinjau dari jenis hewannya, sebagian besar Dirofilaria spp di Kabupaten KOBAR lebih banyak
hewan reservoir yang ditangkap adalah kucing. (3,96%) dibandingkan dengan anjing di Kabupaten
Anjing yang ditangkap di Kabupaten KOBAR lebih HSU (2,00%). Hasil pemeriksaan juga
banyak (16,83%) dibandingkan dengan di menunjukkan bahwa tidak ada satupun monyet
Kabupaten HSU. Adapun lima ekor monyet yang yang positif terhadap infestasi Dirofilaria spp.
ditangkap di Kabupaten KOBAR merupakan
hewan domestikasi, sedangkan di Kabupaten HSU Infestasi campuran
merupakan hewan liar. Gambaran mikrofilaria Selain terinfestasi secara individu, beberapa
yang ditemukan pada pemeriksaan darah semua hewan reservoir juga menunjukkan infestasi
jenis hewan reservoir adalah Dirofilaria spp. dan B. campuran antara B. malayi dan Dirofilaria spp.
malayi. Tidak ada perbedaan yang signifikan untuk Infestasi campuran ini dideteksi dari tiga ekor
kedua kabupaten tersebut antara jenis hewan dan kucing di Kabupaten KOBAR.
variasi mikrofilaria (Tabel 2).
A B
Gambar 1. Distribusi jenis hewan yang tertangkap dan jenis mikrofilaria yang ditemukan dalam darah hewan
27
D. Andiarsa, B. Hairani, A. Fadilly Brugia malayi dan dirofilaria spp sebagai penyebab filariasis...
Tabel 2. Jenis mikrofilaria pada hasil pemeriksaan darah berdasarkan jenis hewan
Jenis cacing filaria
Jenis B. malayi Dirofilaria spp. Campuran
Kabupaten P value
Hewan Domesti
Liar Liar Domestikasi Liar Domestikasi
kasi
HSU Anjing 0 0 0 2 0 0 0,187
Kucing 0 0 1 18 0 0
Monyet 0 0 0 0 0 0
KOBAR Anjing 0 1 0 4 0 0 0,604
Kucing 0 3 2 15 0 3
Monyet 0 1 0 0 0 0
28
JHECDs Vol. 4, No. 1, Juni 2018
menunjukkan bahwa kedua kabupaten tersebut Terimakasih juga kepada Kepala Balai Litbangkes
berada di dalam ancaman potensi zoonosis dari Tanah Bumbu, Kepala Dinas Kesehatan
dirofilariasis. Oleh karena itu, tindakan Kabupaten HSU dan KOBAR, Kepala Dinas
pencegahan dan pengobatan di kedua kabupaten Peternakan Kabupaten HSU dan KOBAR yang
tersebut harus diperhatikan lebih serius. telah memberikan dukungan sehingga kegiatan ini
berjalan lancar. Serta para pemilik hewan dan
Stakeholder dalam melaksanakan suatu program para kader yang membantu pengumpulan hewan
biasanya berlandaskan pada data riil di lapang di lapangan sehingga didapatkan data yang
sebagai evidence. Data mengenai dirofilaria ini berharga untuk masukan kepada program.
sangat kurang di Indonesia terutama kasus pada
manusia sehingga hal ini seolah menjadi Kontribusi Penulis
terabaikan dan tidak menjadi prioritas
pengendalian bagi program Eliminasi Filariasis. DA, sebagai dokter hewan bertugas melakukan
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengambilan sampel darah sedangkan BH, dan AF
dirofilariasis telah terjadi pada hewan domestikasi membuat preparat dan melakukan pemeriksaan
maupun liar di sekitar masyarakat. Potensi sampel darah hewan. DA pada konsep tulisan,
zoonosis mungkin sudah terjadi mengingat daerah analisis, menghimpun referensi, dan menulis
penelitian juga merupakan wilayah endemis artikel. BH pada analisis dan menulis artikel, AF
filariasis di mana semua aspek epidemiologi yang pada analisis, penghimpunan data, dan persiapan
mendukung antara lain agen parasit, penderita, logistik perlengkapan teknis.
vektor, dan reservoir berada pada wilayah
tersebut. Daftar Pustaka
Kesimpulan dan Saran 1. Taylor MJ, Hoerauf A, Bockarie M. Lymphatic
filariasis and onchocerciasis. Lancet.
Kesimpulan 2010;376(9747):1175–85.
Mikrofilaria B. malayi dan Dirofilaria spp adalah 2. Simón F, Siles-Lucas M, Morchón R, González-
Miguel J, Mellado I, Carretón E, et al. Human and
nematoda yang menyebabkan kasus filariasis pada
animal dirofilariasis: The emergence of a zoonotic
hewan di dua daerah endemis di Kalimantan. mosaic. Clin Microbiol Rev. 2012;25(3):507–44.
Hewan kucing yang didomestikasi berpotensi 3. Kronefeld M, Kampen H, Sassnau R, Werner D.
lebih tinggi sebagai reservoir filariasis Molecular detection of Dirofilaria immitis,
dibandingkan anjing dan monyet. Dirofilaria repens and Setaria tundra in mosquitoes
from Germany. Parasites and Vectors. 2014;7(1):1–
Saran 6.
Rekomendasi kepada pengelola program 4. Fuehrer HP, Auer H, Leschnik M, Silbermayr K,
Duscher G, Joachim A. Dirofilaria in Humans,
terutama di wilayah endemis filariasis untuk Dogs, and Vectors in Austria (1978–2014)—From
melakukan monitoring secara rutin dan Imported Pathogens to the Endemicity of
menyeluruh terkait vektor dan reservoir filariasis Dirofilaria repens. PLoS Negl Trop Dis.
dan dirofilariasis. Monitoring reservoir bisa 2016;10(5):1–13.
berkolaborasi dinas peternakan untuk dapat 5. Pai VH, Kusumgar P, Pai K. Subcutaneous
dirofilariasis of the eyelid in a 7-month-old infant. J
segera dilakukan pengobatan pada hewan yang Pediatr Ophthalmol Strabismus. 2015;52
positif. Online:e14—6.
6. Dóczi I, Bereczki L, Gyetvai T, Fejes I, Skribek Á,
Szabó Á, et al. Description of five dirofilariasis
Ucapan Terima Kasih cases in South Hungary and review epidemiology
Ucapan terimakasih kepada Bapak Anorital, of this disease for the country. Wien Klin
Wochenschr. 2015 Sep;127(17):696–702.
SKM., M.Kes telah memimpin kegiatan penelitian 7. Pusdatin. Situasi filariasis di Indonesia tahun 2015.
Multicenter filariasis sehingga data dapat dihimpun Infodatin. 2016;8.
dan dianalisis dengan baik. Bapak Sahat 8. Van den Berg H, Kelly-Hope LA, Lindsay SW.
Ompusunggu, drh., M.Kes atas panduan teknis Malaria and lymphatic filariasis: the case for
terkait penanganan reservoir di lapangan dan integrated vector management. Lancet Infect Dis.
2013;13(1):89–94.
metodologi sampling darah hewan. Ibu Nita 9. Meliyanie G, Andiarsa D. Program Eliminasi
Rahayu, M.Sc telah mengkoodinir penelitian Lymphatic Filariasis di Indonesia. J Heal Epidemiol
filariasis wilayah Kalimantan Selatan dan Commun Dis. 2017;3(2):63–70.
Kalimantan Tengah. 10. Assady M, Nazaruddin, Aliza D, Hamdani, Aisyah S,
Rosmaidar. Prevalence of Dirofilariasis on Local
Dogs ( Canis domestica ) in Lhoknga Aceh Besar
29
D. Andiarsa, B. Hairani, A. Fadilly Brugia malayi dan dirofilaria spp sebagai penyebab filariasis...
30