Kesehatan Mental Siswa Yang Orangtuanya Bercerai Di SMP Negeri 25 Pekanbaru
Kesehatan Mental Siswa Yang Orangtuanya Bercerai Di SMP Negeri 25 Pekanbaru
Kesehatan Mental Siswa Yang Orangtuanya Bercerai Di SMP Negeri 25 Pekanbaru
Alasan untuk bercerai menurut Fauzi (2006) alasan-alasan untuk bercerai adalah:
a) Ketidakharmonisan dalam berumah tangga
b) Krisis moral dan akhlak
c) Perzinahan
d) Pernikahan tanpa cinta
METODE PENELITIAN
100%
77%
80%
60%
40%
23%
20%
0%
0%
Tinggi Sedang Rendah
100% 91%
80% 68%
60%
40% 32%
20% 9%
0% 0%
0%
Perempuan Laki-Laki
80%
67%
70%
60%
50%
40% 33%
30%
20%
10% 0%
0%
Tinggi Sedang Rendah
120%
100%
100% 84%
77%
80% 70% 67%
57% 53% 57%
60% 47% 43%
40% 30% 33% 30%
23%
20% 10% 13%
0%0% 0% 0% 3% 3% 0% 0%
0%
Respek Memiliki Memiliki Mampu Terhindar Bersifat Bersifat Memiliki
terhadap insigh respon berfikir gangguan kreatif terbuka perasaan
diri emosional realistik psikologis bebas
sendiri Tinggi Sedang Rendah
Gambar 4 Grafik Rekapitulasi Tingkat Kesehatan Mental Siswa Pada Aspek Psikis Per
Indikator
90%
80%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
20%
10%
0%
0%
Tinggi Sedang Rendah
Gambar 5 Grafik Tingkat Kesehatan Mental siswa Ditinjau dari Aspek Sosial
20%
0% 0% 0%
0%
Memiliki perasaan Mampu berhubungan Bersifat toleran
empati
Gambar 6 Grafik Rekapitulasi Kesehatan Mental Siswa Pada Aspek sosial Per
Indikator
100%
80%
80%
67%
60%
40% 33%
20%
20%
0% 0%
0%
Tinggi Sedang Rendah
Psikis Sosial
Gambar 7 Grafik Rekapitulasi Tingkat Kesehatan Mental Pada Aspek Psikis dan Sosial
Dari gambar 7 di atas dilihat bahwa kesehatan mental siswa pada aspek psikis
yaitu 67% dan kesehatan mental siswa pada aspek sosial yaitu 80% berada pada
kategori tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa gambaran kesehatan mental siswa yang
orang tuanya bercerai ditinjau dari aspek psikis dan sosial berada pada keadan baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 30 orang subjek di SMP
Negeri 25 Pekanbaru menunjukkan secara umum kesehatan mental siswa yang
orangtuanya bercerai berada pada kategori baik. Artinya siswa yang orangtuanya
bercerai ternyata masih memiliki kesehatan mental yang baik. Hasil penelitian yang
ditemukan bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agus Sumadi (2015)
yang mengatakan bahwa pada kesehatan mental anak dari keluarga broken home
(keluarga bercerai) terdapat gangguan kesehatan mental. Hal ini dikarenakan di dalam
pemilihan angket pada umumnya siswa memiliki rasa percaya diri dan mampu
bersosialisasi terhadap orang lain dengan baik serta siswa yang orangtuanya bercerai
berteman dengan siswa yang sama-sama dari orangtua yang bercerai sehingga siswa
tidak merasa minder. Selain itu menurut siswa, orangtuanya masih memberikan kasih
sayang terhadap dirinya.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia
dimana dalam keluarga manusia pertama-tama belajar memperhatikan keinginan-
keinginan orang lain, belajar bekerja sama, bantu membantu, dan lain-lain. Remaja akan
membentuk konsep diri yang ideal jika ada dukungan orangtua didalamnya. Hal ini
didukung oleh Burns dalam Pattimahu (2012) yang mengatakan bahwa umpan balik
dari orang yang dihormati merupakan salah satu faktor penting pembentuk konsep diri
individu. Orangtua memiliki pengaruh yang penting dalam proses membuat anak
mengerti perceraian orangtua dan mengerti perasaanya sendiri. Sesuai dengan pendapat
Luh Surini (2011) yang mengatakan anak bisa memiliki perilaku yang baik setelah
perceraian karena ibu, bapak dan anak memiliki hubungan yang baik.
Hasil penelitian dari jenis kelamin diperoleh bahwa siswa laki-laki kesehatan
mentalnya berada pada kategori baik dibandingkan dengan kesehatan mental siswa
perempuan. Artinya pada siswa laki-laki yang orangtuanya bercerai kesehatan
mentalnya lebih baik bila dibandingkan dengan kesehatan mental siswa perempuan.
Siswa laki-laki cenderung kurang peduli terhadap perceraian orangtuanya. Bahkan ada
yang beranggapan bahwa perceraian baik bagi kedua orangtuanya dari pada mereka
harus bertengkar. Sedangkan siswa perempuan cenderung lebih memikirkan perasaan
dan khawatir terhadap perceraian orangtuanya. Hal ini didukung oleh pendapat Shields
(dalam Santrock, 2003) berbicara tentang emosi, wanita lebih emosional dan penuh
perasaan sedangkan laki-laki lebih rasional dan menggunakan logika.
Pada aspek psikologis didapat hasil bahwa kesehatan mental siswa yang
orangtuanya bercerai berada pada kategori baik. Artinya siswa yang orangtuanya
bercerai memiliki kesehatan mental yang baik khususnya pada aspek psikis. Hal ini
dapat dilihat pada indikator respek terhadap diri sendiri dan orang lain yaitu siswa
berusaha membuat dirinya bahagia serta apabila siswa stres ia dapat segera mengatasi
nya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang orangtuanya bercerai mampu untuk dapat
mengatasi masalah yang dihadapinya sehingga tidak membuat siswa berlarut-larut
didalam masalah. Kemudian pada indikator memiliki insight dan rasa humor serta
indikator memiliki respons emosional yang wajar yaitu siswa mengetahui sumber
masalah dan bagaimana cara mengatasinya, siswa juga selalu menanggapi masalah
tersebut dengan tenang dan sabar. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya masalah
atau pengalaman ia dapat tenang dan sabar menentukan jalan keluar untuk masalahnya.
Hal ini didukung oleh penelitian Ilma Adji Hadyani (2017) yang mengatakan
pengalaman hidup menempa subjek menjadi pribadi yang tangguh, sabar, ikhlas dan
Simpulan
Kesimpulan penelitian dan hasil pengolahan data yang telah dilakukan penelti,
maka dapat disimpulkan bahwa siswa yang orangtuanya bercerai memiliki kesehatan
mental yang baik. Hal ini dapat dilihat dari : a) Siswa memiliki rasa percaya diri, b)
siswa mampu bersosialisasi dengan orang lain, c) orangtua masih memberikan kasih
sayang terhadap siswa sehingga siswa tidak merasa kekurangan perhatian dan kasih
sayang.
Siswa laki-laki yang orangtuanya bercerai memiliki kesehatan mental lebih baik
dari pada siswa perempuan. Siswa yang orangtuanya bercerai memiliki kesehatan
mental yang baik khususnya pada aspek psikis di antaranya : a) siswa mampu untuk
mengatasi masalah, b) siswa dapat tenang dan sabar menentukan jalan keluar untuk
masalahnya, c) siswa saling memberi motivasi dan saling menguatkan satu sama lain.
Siswa yang orangtuanya bercerai memiliki kesehatan mental yang baik khususnya pada
aspek sosial di antaranya : a) siswa bersedia membantu orang lain yang kesusahan, b)
siswa memiliki hubungan yang baik dengan siswa lainnya.
Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, Tri, Yunilisiah, Desi, Afrita. 2009. Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap
Anak (Studi Kasus Pada Remaja di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Gading
Cempaka, Kota Bengkulu). Undergraduated thesis. Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik UNIB. Bengkulu.
Aminah, Tri Rejeki Andayani, Nugraha Arif Karyanta. 2012. Proses Penerimaan Anak
(Remaja Akhir) terhadap Perceraian Orangtua dan Konsekuensi Psikososial yang
Menyertainya. Jurnal Ilmiah Psikologi Candrajiwa 1(3):55-80. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Greeff, A.P. & Der Merwe, S. V. 2004. Variables associated with resilience in divorced
family. Social Indicators Research. 6 (1), 59-75.
Ilma Adji Hadyani, Yeniar Indriana. 2017. Proses Penerimaan diri Terhadap Perceraian
Orangtua. Jurnal Empati 7(3): 303-312. Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro. Semarang.
J. Supranto. 2008. Statistika Teori dan Aplikasi, edisi ketujuh. Erlangga : Jakarta.
Kemdiknas. 2011. Pengaruh Perceraian Pada Anak. Luh Surini Yulia Savitri. Jakarta.
M. Yusuf, MY. 2014. Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Anak. Jurnal Al Bayan
20(29): 33-44. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. Banda Aceh.
Syamsu Yusuf LN. 2004. Mental Hygiene; Pengembangan Kesehatan Mental Dalam
Kajian Psikologis dan Agama . Pustaka Bani Quraisy : Bandung.
Tasmin, M. R. (2002, Januari 15). Perceraian dan kesiapan mental anak. Diunduh dari
http://www.e-psikologi.com ( diakses 13 Januari 2018).
Wasil Sarbini. 2014. Kondisi Psikologis Anak Dari Keluarga Yang Bercerai (Studi
Deskriptif Pada Keluarga Petani Di Desa Bungatan Kecamatan Bungatan
Kabupaten Situbondo). Skripsi tidak dipublikasikan. Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik Universitas Jember. Jember.