0% found this document useful (0 votes)
73 views17 pages

Jurnal Teologi

Uploaded by

Inka Ribka
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
73 views17 pages

Jurnal Teologi

Uploaded by

Inka Ribka
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 17

Vol 2, No 2, Maret 2020; 16-32

ISSN 2654-5691 (online); 2656-4904 (print)


Available at:e-journal.sttberitahidup.ac.id/index.php/jbh

Memahami Penerapan Taurat Pada Masa Yesus dan Implikasinya


Dalam Menghayati Firman Tuhan Pada Masa Kini

Sri Lina B.L. Simorangkir1 2 srilinasimorangkir67@gmail.com

Abstract
The development of the Jewish nation in observing the Torah from the time of the
Babylonian exile to the time of Jesus' presence in Judea continued, both amidst the
changing cultural effects of politics on the existing government. The Torah is a reference
for the Jewish people to live by in worship and in their daily life. The Jewish Torah strictly
rules the norms relating to personal and social morals. The material of the Torah had
developed at the time of Jesus, been added with interpretations of the 'letters' of the Torah,
new attitudes of behavior, which were increasingly distant and increasingly difficult to do.
The way they understand the Torah is seen in the attitude and manner of the teachings of
Jesus. The scribes were adept at interpreting the Torah literally with convoluted
explanations. Jesus declared that He came to fulfill the Torah. The application of the
application of the Torah for the present time appears in spiritual values such as spiritual
understanding of God's Word, Bible study, understanding the current passages of the
Torah, as well as the need for one's qualifications to live the Word of God. Therefore,
today we need hermeneutic principles so that we don't misinterpret the Bible.
Keywords: Torah, Jesus, Jewish religion

Abstrak
Perkembangan bangsa Yahudi dalam melakukan Taurat sejak dari masa pembuangan di
Babel sampai pada masa kehadiran Yesus di Yudea terus berlanjut, baik di tengah
perubahan budaya maupun dampak politik pada pemerintah yang ada saat itu. Taurat
menjadi acuan pegangan hidup bangsa Yahudi dalam ibadah dan dalam hidup sehari-hari.
Taurat orang Yahudi sangat ketat mengatur norma-norma yang menyangkut moral pribadi
dan sosial. Materi Taurat sudah berkembang pada masa Yesus, ditambah dengan tafsiran-
tafsiran
‘huruf’ Taurat, pedoman sikap tingkah laku, yang semakin jauh dan semakin sulit
dilakukan. Cara mereka memahami Taurat yang terlihat pada sikap dan cara menanggapi
ajaran Yesus. Para ahli Taurat mahir dalam menginterpretasikan Taurat secara harafiah
dengan keterangan berbelit-belit. Yesus menyatakan bahwa Ia datang untuk menggenapi
Taurat. Implikasi penerapan Taurat untuk masa kini muncul pada nilai-nilai rohani seperti
kebangunan rohani memahami Firman Tuhan, pendalaman Alkitab, memahami perikop-
perikop Taurat untuk masa kini, serta perlu kualifikasi seseorang dalam menghayati Firman

1 Dosen Sekolah Tinggi Teologi Salatiga


2 Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691 (online), 2656-4904 (print)|
16
Jurnal Teologi Berita Hidup, Vol 3, No 1, September 2020
Allah. Maka untuk itu di masa kini perlu prinsip-prinsip Hermeneutik agar tidak keliru
dalam menafsir Alkitab. Kata-kata kunci: Taurat, Yesus, agama Yahudi

PENDAHULUAN
Penerapan Taurat pada masa Yesus membuat pemahaman yang terwujud dalam
tindakan menjadi berbeda dengan apa yang Yesus maksudkan. Beberapa kali dalam kitab
Injil menunjukkan silang pendapat antar Yesus dengan para golongan Yahudi sebagai
penekun Taurat. Ahli-ahli Taurat telah mengembangkan Taurat menjadi hukum lisan yang
sangat banyak diketahui dari tulisan para rabi pada masa intertestamental.
Yang menjadi perhatian dalam tulisan ini adalah bagaimana memahami penerapan
Taurat begitu mendasar pada para golongan Yahudi sebagai suatu ketaatan menjadi milik
Allah. Ada nilai-nilai secara implisit yang dapat diterima menjadi implikasi dalam
penghayatan Firman Tuhan. Untuk itu maka tulisan ini akan menyingkapkan nilai-nilai
secara implisit pada perilaku para Tauratisme yang dapat merupakan pedoman penghayatan
bagi masa kini. Penting untuk disingkapkan apakah ada kualifikasi seorang Taurat yang
dapat menjadi kriteria seseorang yang dapat menghayati Firman Tuhan untuk masa kini.
Penelitiann ini dilakukan untuk menunjukkan satu perbedaan dan perubahan yang
signifikan. Setelah Yesus hadir di bumi, dapat dipahami bahwa Taurat tetap menjadi
pegangan agama Yahudi yang mendasar.

METODE
Penulisan ini menggunakan metode studi literatur untuk menjawab permasalahan
penelitian dengan mencari sumber-sumber literatur yang berkorelasi dengan masalah
penelitian. Kemudian penulis menganalisis yang terkait dengan menggunakan analisis
dokumen yang merupakan kajian yang menitikberatkan interpretasi bahan tertulis
berdasarkan konteksnya untuk mendapatkan jawaban atas penelitian masalah.

PEMBAHASAN
Memahami penerapan Taurat pada masa Yesus di dalam hidup para pemegang
agama Yahudi memiliki dampak sebagai implikasi yang dapat diterapkan pada masa kini
dalam menghayati Firman Tuhan.

Penerapan Taurat Pada Masa Yesus

Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|17


Sri Lina B.L. Simorangkir: Memahami Penerapan Taurat Pada Masa Yesus dan Implikasinya ...
Latar Belakang Taurat pada Masa Yesus
Bagian ini menguraikan tentang Taurat dalam esensinya bagi agama Yahudi.
Agama Yahudi diterima sebagai agama bagi orang Yahudi pada pemerintahan Hasmonian
Israel yang menjadi pemerintah Yahudi tertinggi di Israel antara tahun 136 – 67 SM.

Musa menerima Taurat (Keluaran 34:1-35)


Alkitab menyatakan bahwa Musa menerima Taurat Tuhan di Gunung Sinai. Bangsa
Yahudi adalah suatu masyarakat yang berlandaskan Taurat, Tenney menyatakan bahwa
Taurat tidak hanya mewakili budaya nasional yang harus dihormati, tetapi juga sebagai
suara Tuhan sendiri. Semua ketentuannya harus ditaati tanpa ada yang menyangkal, dan
semua pesan yang tersirat di dalamnya harus dianggap sebagai perintah suci. Seluruh hidup
mereka dihembusi oleh hukum dan seluruh cara berpikir mereka diwarnai oleh iman yang
melandasinya.3
Jadi, Taurat bagi bangsa Yahudi harus dihormati sebagai suara Tuhan dengan cara
taat tanpa membantah dan menerima sebagai pesan suci serta kehidupan dan pikiran
bernafas hukum Taurat. Dalam mukadimah traktat Aboth dinyatakan tentang dasar agama
Yahudi: “Musa menerima Hukum dari Sinai dan mempercayakannya kepada Yosua , dan
Yosua kepada para tua-tua, dan para tua-tua kepada para nabi; dan para nabi
mempercayakannya kepada orang-orang dari Sinagoge Agung”4
Dapat dinyatakan bahwa hukum Taurat yang Allah berikan kepada Musa telah
dipelihara dengan setia dari masa ke masa dengan generasi-generasi yang komitmen
walaupun tetap ada penyimpangan-penyimpangan dan perubahan-perubahan yang tidak
dapat terhindarkan yang terlihat mulai dari masa pembuangan ke Babel.
Beberapa ayat Firman Tuhan seperti Ulangan 28:36-51; Yeremia 7:1-15; Yehezkiel
5:5-17; 2 Tawarikh 36:11-21 bila diringkas menjadi satu ajaran dari empat bagian, yaitu
Bangsa Israel melanggar perintah dan perjanjian Tuhan (terutama melalui penyembahan
berhala melanggar salah satu hukum Taurat), dan menolak Firman yang disampaikan
melalui para nabi-Nya, sehingga menodai Bait Suci. Hal ini terjadi di bawah kepimpinan
raja-raja Yahudi yang jahat sehingga bangsa Israel menjadi seperti semua bangsa jahat di
sekitarnya dan nama Allah tercemar. Oleh karena itu, Tuhan mengutus bala tentara asing
untuk merusakkan tanah, menghancurkan Yerusalem dan Bait Sucinya, dan membawa
orang-orang Yahudi ke tempat pengasingan. Tentang hal tersebut dapat dibuat bagan
sebagai berikut:

3 Merryl C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 1995) 124.
4 Ibid, 145
Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|18
Jurnal Teologi Berita Hidup, Vol 3, No 1, September 2020

Mengutus BalaT entara

Israel menjadi seperti semua bangsa jahat

kepemimpinan yang jahat

melanggar menodai Bait


perintah/Taurat Suci

Jadi, pemikiran orang Yahudi tentang pembuangan ini adalah penghukuman karena
dosa umat Allah yang telah melanggar Taurat Tuhan.

Peran Taurat pada Masa Pembuangan bagi Bangsa Israel


1. Reformasi Nehemia
Peran Taurat di masa intertestamen yang berhubungan sebagai dasar melaksanakan
Taurat kembali dan peran para ahli Taurat yang saat itu adalah Ezra. Ada dua isu agama
paling penting bagi mereka yang kembali dari pembuangan yang dinyatakan dalam Alkitab
Edisi Studi, yaitu : “1)menyembah Allah Israel di Bait Allah yang dibangun kembali di
Yerusalem, dan 2) mempelajari hukum Taurat untuk melihat bagaimana umat Allah harus
hidup dalam situasi yang nyata”5 Jadi melalui reformasi Nehemia membawa bangsa
Yahudi kembali ke Bait Allah di Yerusalem, mempelajari Taurat serta membangun
kembali identitas orang-orang yang tinggal di Yerusalem sebagai umat sejati dari satu-
satunya Allah.

2. Bait Suci Dibersihkan


Pada tahun 167 SM Antiokhus IV menodai Bait Suci dengan mengorbankan babi di
atas altar dan menawarkan pemujaan kepada allah lain yaitu Zeus. Lalu Imam Yudas dan
para pengikutnya (para Hadisim) menggerebek desa-desa, membongkar altar para
penyembah berhala, membunuh orang Yahudi yang mendukung Hellenisme, sementara
Bait Suci dibersihkan dan dipersembahkan kembali kepada Tuhan. Altar berhala itu

5 Alkitab Edisi Studi (Jakarta : LAI, 2017) 783


Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|19
Sri Lina B.L. Simorangkir: Memahami Penerapan Taurat Pada Masa Yesus dan Implikasinya ...
dibuang ke tempat yang najis dan altar asli yang kotor dibongkar. Sebuah altar baru
dibangun kembali

dan korban yang sebenarnya berdasarkan Taurat dilaksanakan kembali. Lalu dirayakan
sekalian dengan Hannukah, Festival Cahaya (2 Mak.8, Yoh. 10:22).

3. Kebutuhan Taurat meningkat


Setelah pulang dari penawanan, jabatan ahli Taurat dilakukan oleh imam Ezra,juga
sebagai penyalin hukum Taurat, mengajar ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan
Tuhan kepada bangsa Israel (Ezra 7:6-10). Perubahan besar ini disebabkan oeh faktor
seperti yang dinyatakan oleh Baxter, “Pertobatan orang Yahudi dari penyembahan berhala
kepada suatu kepercayaan yang berkobar-kobar akan agama dan Kitab Suci mereka sendiri.
Kebutuhan yang meningkat di pembuangan “akan guru-guru yang khusus, berhubung
terpisahnya dari negri asal, ibukota Yerusalem dan bait Allah”6
Kegerakan besar-besaran ini tidak bisa terbendungkan, semngat yang berkobar
untuk memperjuangkan kitab Suci. maka sangat diperlukan sejenis ahli-ahli yang baru
dalam penelitian dan pengutaraan Kitab Suci. Tujuannya adalah agar semua bangsa yahudi
di mana pun berada memperoleh pengajaran tentang Taurat.

4. Sinagoge Menjadi Pusat Belajar Taurat


Sinagoge menjadi tempat ibadah bangsa Yahudi di pembuangan untuk belajar
Taurat, mengajarkan isi Kitab Suci yaitu firman Tuhan. Khususnya bagi mereka yang
kurang mengerti bahasa Ibrani, maka pembacaan Taurat itu harus disertai terjemahannya.
Di dalam terjemahan itu ditambah dengan penjelasan, dan pembacaan Taurat itu akhirnya
beralih menjadi khotbah karena semakin mengutamakan “huruf” Taurat dan ‘syariat-syariat
‘lahiriah’ saja.
Sejak itu di mana-mana sinagoge (rumah sembahyang orang Yahudi di
pembuangan) menjadi tempat membaca dan menerangkan arti Firman Tuhan. Ahli Taurat
adalah golongan yang menjadi juru penerjemah dan yang menafsirkan Firman itu, dimana
keduanya semakin bertambah penting. Sejak itulah mulai terjadi suatu penafsiran yang
tertentu dan peraturanperaturan tambahan, sehingga agama Yahudi menjadi suatu agama
lahiriah seperti nyata pada zaman Yesus.7
Nabi Hagai, Zakharia dan Maleakhi adalah nabi yang sesudah masa pembuangan
atau pada masa intertestamen. Pesan yang disampaikan nabi itu berulang-ulang
menekankan tentang akhlak. Baxter menyatakan bahwa agama Yahudi bersumber pada

6 J.Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 3 (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1988),
67. 7 J.Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 2 (Jakarta : Yayasan Bina Kasih/OMF, 1983), 473.
Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|20
Jurnal Teologi Berita Hidup, Vol 3, No 1, September 2020
kehendak dan hasrat untuk memelihara gagasan-gagasan yang tinggi itu, sekalipun mereka
berada di

tengah-tengah masa penuh aniaya dari luar dan perpecahan dari dalam. Tapi sinagoge dan
golongan ahli Taurat memperhambakan kepada penafsiran secara hurufiah, sehingga
hakikat kebenaran agama yang mendatangkan hidup menjadi lenyap. Makin lama makin
mengutamakan ‘huruf’ taurat, dan syariat-syariat ‘lahiriah’ saja.7
Jadi, Sinagoge adalah tempat ibadah bangsa Yahudi sejak masa pembuangan untuk
belajar Taurat, mengajarkan isi Kitab Suci yaitu firman Tuhan, walau harus diterjemahkan
dan ditafsirkan dengan ditambahi peraturan-peraturan yang menjadikan agama Yahudi
menjadi agama lahiriah.

Peran Taurat pada Masa Romawi


Pemerintah Romawi mengizinkan bangsa-bangsa jajahannya membentuk semacam
‘pemerintahan setempat’ yang diperbolehkan menetapkan hukum adat dan mewajibkan
orang untuk menaatinya. Dengan izin ini maka orang-orang Yahudi membentuk
Mahkamah Agama yang disebut Sanhendrin (bahasa Ibrani) berkedudukan di Yerusalem.
Alkitab edisi Studi menyatakan bahwa Sanhendrin menyusun peraturan dan perundang-
undangan untuk menerapkan hukum Taurat, yang kemudian dikumpulkan dan disebut
Misnah dan Talmud.8

Peran Taurat dalam Agama Yahudi (Yudaisme)


Asal usul Yudaisme mulai terbentuk pada waktu kerajaan selatan ditawan di
Babilonia tahun 450 SM. Pemujaan kepada berhala Baal dan dewa Kanaan yang
digandrungi sejak sebelum kekalahan Yerusalem sekarang telah disadarkan melalui
hukuman pahit berupa penawanan. Daniel dan kawan-kawan dengan segala resiko
bersumpah hanya menyembah kepada Yehova, berhubung upacara kurban yang wajib
dilaksanakan di Yerusalem dihentikan. Namun pada masa pembaharuan oleh Raja Yosia,
kitab Taurat dibacakan kepada rakyat (II Taw 34: 29-30) sehingga di pembuangan tersebut
mereka mengalami peningkatan kecenderungan untuk mempelajari sendiri hukum itu.
Dalam masa kurang lebih empat ratus tahun, terungkap “vitalitas Yudaisme serta
pelbagai variasinya”9 yaitu suatu kecintaan yang berapi-api kepada Allah dengan suatu
kebulatan tekad untuk menaati Hukum Taurat. Cermin watak para pejuang ini dinyatakan
pada masa peperangan Makabe yaitu “…. Bertindak dengan gagah perkasa untuk

7 Menggali Isi Alkitab 2, 478.


8 Alkitab Edisi Studi, (Jakarta : LAI, 2017) 1533-1534.
9 Survei Perjanjian
Baru, 145. 11 Ibid.
Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|21
Sri Lina B.L. Simorangkir: Memahami Penerapan Taurat Pada Masa Yesus dan Implikasinya ...
kepentingan umat Yahudi” (II Makabe 2:21; bandingkan 14:38)11. Jadi, para penganut
Taurat sejak awal bersikap taat dan berpegang sangat kokoh sampai di masa Yesus.

Memahami Penerapan Taurat pada Masa Yesus


Masyarakat Yahudi pada masa Yesus sebagai jajahan kerajaan Romawi berbeda
sekali dari sisa bangsa Yahudi yang dahulu tunduk di bawah kekuasaan kerajaan Persia.
Pengaruh orang Farisi telah meninggalkan kesan yang mendalam dalam jiwa nasional
bangsa Yahudi dan membuat mereka menjadi bangsa yang paling sukar diatur dari semua
bangsa lain di bawah kekuasaan Romawi.
Pada masa Yesus, beberapa pemahaman agama Yahudi di Yudea berkembang
sedemikian rupa dimana masing-masing menonjolkan pandangannya tentang Taurat
sehingga golongan-golongan bermunculan sebagai tempat berkumpulnya mereka yang
mempunyai paham yang sesuai. Di dalam cara pandang tiap golongan ini terletak
penerapan orang Yahudi terhadap Taurat sebagai dampak di masa intertestamen. Sebab itu
tidak terlepas dari cara penafsiran seperti Targum (penafsiran setelah kembali dari
pembuangan), Midrash (mengaplikasikan PL dengan ketentuan “Peraturan Hillel”, Pesher
(melihat penggenapan eskatologis), Tipologi dan Alegori.
Ciri khas dari golongan Farisi adalah selalu menambahkan, seperti merasa tidak
puas dengan Firman Tuhan dan akan iman. Mereka merasa perlu menambahi dengan
gagasangagasan dan peraturan-peraturan yang timbul dari alam pikiran sendiri, sehingga
dengan demikian agama dan jalan keselamatan menjadi perkara yang sangat rumit dan
sukar, sampai menjadi suatu beban yang tidak terpikulkan manusia 10. Tujuan hidup yang
paling utama adalah pemisahan diri dan hal mencari kesucian dengan menjalankan secara
harfiah baik Taurat yang tertulis yang maupun yang lisan. 11 Di lain pihak suatu
kecenderungan orang Farisi yang jelek ialah menyadari keangkuhan terhadap orang banyak
serta memenuhi keperluan-keperluan yang berbelit-belit sebagaimana menurut kode ahli-
ahli Taurat. Orang Farisi terperosok ke dalam kemunafikan yang bermula untuk
menjalankan segenap tuntutan Taurat; mereka tidak sanggup, lalu membatasi diri untuk
memenuhi kesempurnaan lahiriah saja. Mereka memakai kedok pura-pura berbuat saleh
sementara sembunyi-sembunyi berbuat dosa, akhirnya menjadi biasa, lalu mempraktikkan
sehingga dengan demikian menjadi orang munafik. Demikianlah kefarisian itu
berkembang pada masa Tuhan Yesus berada di atas bumi.
Golongan Safuki sudah hadir sejak pertentangan para Imam dan ahli Taurat pada
masa pembuangan. Mereka mementingkan pengertian yang luas dan bebas dari Hukum

10 Menggali Isi Alkitab 3, 98


11 Ibid, 77
Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|22
Jurnal Teologi Berita Hidup, Vol 3, No 1, September 2020
taurat. Prof Skinner menyatakan, bahwa instansi pertama orang Saduki agaknya bukan
suatu

mazhab agamawi maupun suatu partai politik, melainkan suatu golongan sosial. 12 Praktik
orang Saduki juga bersemangat membela keyahudian yang hanya mengakui dan menerima
Hukum Tertulis yaitu hukum Taurat yang lahir dari ketidakpercayaan, bukan secara insaf.
Mereka tidak percaya kebangkitan orang sesudah kematian (Mat. 22:23) dan masa bodoh
terhadap pengharapan akan kedatangan Mesias. Orang Saduki bersekongkol dengan orang
Farisi untuk membunuh Tuhan Yesus dan bertanggung jawab atas penyaliban Tuhan Yesus
(Luk.3:2;’ Yoh.11:49; 18:13-14,24; 19:15, Mark 15:11).
Herodiani (Mat.22:16, Mark 3:6; 12:13) adalah suatu organisasi politik yang
membela dan mempertahankan pemerintahan Herodes yang mendapat sokongan moril.
Orang Farisi sangat benci kepada mereka karena mencemarkan agama Yahudi dengan
agama kafir dan pura-pura memeluk agama Yahudi, menancapkan rajawali dari emas
sebagai lambang kejayaan Roma di atas pintu gerbang halaman Bait Allah. Kedua
golongan ini sangat bermusuhan tetapi mereka juga bersepakat untuk membunuh Yesus.
Rasa permusuhan terhadap Yesus dan menganggap berbahaya mengharuskan Yesus
diserahkan kepada Gubernur untuk dibungkamkan (Luk. 20:20).
Zelotis adalah partai nasionalis Yahudi yang radikal, yang menyebabkan bentrokan
yang gila dengan kerajaan Roma kehancuran total dan perampasan Yerusalem oleh
jenderal Titus tahun 70 M. Mereka melawan kerajaan Roma dengan melakukan tindakan
kekerasan. Barabas dan temannya, dua perampok yang disalibkan bersama Yesus,
pengacau-pengacau yang dipenjarakan (Mark 15:7) merupakan golongan Zelotis.
Eseni adalah golongan penganut agama Yahudi yang ekstrim, mengakui Musa
sebagai otoritas yang tertinggi, tidak mau beribadat dan tidak mengikuti upacara korban
dalam Bait Allah. Cita-cita mereka adalah pikiran yang suci, keagamaan yang rohani dan
pengasingan diri yang rendah hati bagi Tuhan dengan jalan mengundurkan diri dari
‘dunia’, disiplin keras dan hidup sederhana. 13 Motif perbuatan mereka itu baik, tapi caranya
salah, keyahudian mereka berlebih-lebihan, inti Taurat tidak terpahami.
Ahli Taurat adalah pahlawan pembela keutuhan Taurat, mereka menentang
penyembahan berhala, memperbanyak tradisi lisan, memperkenalkan sistem penafsiran dan
penjelasan kitab Suci yang sedemikian rupa sehingga akhirnya menghancurkan artinya.
Lalu terjerumus ke dalam kesimpulan-kesimpulan yang menyeleweng yang berbeda dari

12 Ibid, 81.
13 Ibid, 85.
Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|23
Sri Lina B.L. Simorangkir: Memahami Penerapan Taurat Pada Masa Yesus dan Implikasinya ...
ahli Taurat yang pertama. Hukum moral dan upacara telah dilupakan, diputarbalikkan,
penyelidikan Kitab Suci merosot menjadi penyelidikan perkara tetek-bengek, kesibukan

menerangkan arti “harfiah” akhirnya menghancurkan hormat akan Firman Tuhan,


pengajaran rohani yang sejati menjadi buyar.14 Inilah yang membuat Yesus merasa heran
mengapa mereka melebih-lebihkan hukum adat istiadat manusia (Mrk. 7:7-9; Mat. 7:28-
29).
Pada dasarnya bahwa semua golongan dan pengaruhnya di masa Yesus tetap setia
dan taat kepada Hukum Taurat. Tetapi dampak politik, kepemimpinan, peperangan dan
perasaan membenci mendasari perbedaan dan perubahan yang nyata di masa Yesus.

Ruang lingkup Taurat pada masa Yesus


Menurut agama Yahudi bahwa kepercayaan mereka secara umum adalah segala
hukum dan peraturan-peraturan serta syariat-syariat dalam Pentateukh yang diberikan
Tuhan kepada Musa serta segala penjelasan-penjelasannya (Keluaran 34:1-35). Kemudian
dari waktu ke waktu dalam melewati masa pembuangan dan sampai kembali ke tanah
Yerusalem, maka terjadi perkembangan yang meluas dari Taurat yang sesungguhnya
sampai tiba pada masa Bangsa Yahudi sangat menghormati Hukum Taurat di dalam
kehidupan sosial, maka lambat laun ahli hukum adalah juga ahli Taurat. Mereka dihormati
rakyat, pengaruh mereka sangat besar sampai pikiran rakyat pun dikendalikan (Mat.22:25;
Luk.7:30; 10:25; 5:34). Ahli Taurat ini mahir menginterpretasikan Alkitab secara harafiah,
bahkan berbelit-belit, dan menginterpretasi secara paksa menurut keinginan sendiri. Para
ahli Taurat di zaman Yesus meletakkan tradisi yang mereka warisi lebih tinggi dari
Alkitab. Lalu Yesus sering memakai arti sesungguhnya dari Taurat dan kitab nabi-nabi
untuk mendebat adat istiadat mereka dan mengoreksi kesalahan mereka. Mereka sering
bersekongkol dengan orang Farisi dan Imam Kepala, mereka mengadu domba dan
mengadakan provokasi kebencian (Mat.16:21; 20:18; 21:15).
Pada masa Yesus para penganut agama Yahudi masih tetap berpegang pada
beberapa hukum yang berlaku seperti dijelaskan berikut ini:

Hukum Taurat
Ajaran Yesus menunjukkan bahwa ada pengajaran dalam hukum Taurat yang telah
bergeser dari esensinya, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Membunuh
Injil Matius dalam perkataan Yesus mengutip isi dari hukum Taurat pada perintah
keenam yaitu “. Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita:

14 16 Ibid, 70.
Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|24
Jurnal Teologi Berita Hidup, Vol 3, No 1, September 2020
Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum…” (Mat. 5:21). Inilah larangan
dalam Taurat yang tidak boleh dilakukan yaitu membunuh orang lain. 15 Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata ‘membunuh’ berarti ‘menghilangkan atau mencabut nyawa” 16
dengan demikian tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang tanpa alasan, apalagi
direncanakan adalah suatu pembunuhan. Pelanggaran terhadap perintah ini fatal, yakni
dihukum dan dikutuk (Kej. 4:12). Yesus menyatakan bahwa terjadinya pembunuhan
diawali dari kemarahan dan kebencian, dalam khotbah di bukit Ia menunjukkan bahwa
orang yang memiliki masalah dengan sesamanya harus segera berdamai, agar kemarahan
dan kebencian itu tidak memuncak menjadi pembunuhan (Mat. 5:21-26).

2. Perceraian (Mat. 5:31; 19:9; Mrk.10:11).


Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan sesuai dengan gambar-Nya
dan mempersatukan serta memberkati manusia dalam pernikahan kudus (Kej. 1:26-28).
Namun hakikat pernikahan itu bisa diabaikan sehingga jalan pintas yang dilakukan adalah
dengan bercerai. Manurung menyatakan bahwa “perceraian salah satu sebab dari bubarnya
perkawinan”17. Yesus dalam pengajaran-Nya mengutip bagian dari Perjanjian Lama di
Ulangan 24:1-4 dimana Musa memberikan surat cerai karena ketegaran hati. Pada
realitasnya, para murid melihat praktik perceraian terjadi pada orang Yahudi bukan karena
alasan perzinahan. Lebih tajam lagi Yesus menyatakan bahwa perceraian itu hanya oleh
kematian, artinya dengan jelas Yesus menentang perceraian apa pun alasannya.

3. Membasuh tangan dan makanan (Mat.15:11; Mrk.7:19-20).


Membasuh tangan hanya suatu tradisi orang Yahudi bukan berdasarkan Taurat
tetapi diterapkan, dan Yesus telah memberi pengajaran yang sebenarnya. Pencemaran
bukan karena tidak membasuh tangan tetapi yang sebenarnya bersumber dari hati manusia
(Mat. 15: 11-12). Jadi maksud Yesus adalah agar tidak persoalan makanan dan mencuci
tangan, tetapi yang terutama adalah setiap orang datang kepada keselamatan tanpa aturan
yang tidak terarah.

4. Mengikut Yesus (Mat 16:24; Mrk.8:34; Luk.9:23).


Yesus menetapkan syarat, “… setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus
menyangkal dirinya, memikul salib-Nya dan mengikut Aku” (Luk. 9:23). Ajaran Yesus
kepada para murid menjadi pengikut Yesus terukur sampai pada salib, dimana salib

15 Alkitab, Matius 5:21


16 Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan ketiga, (Jakarta: 1990).
17 Happy Manurung, Masalah Perceraian, (Bandung : Tonis, 1983) 15.
Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|25
Sri Lina B.L. Simorangkir: Memahami Penerapan Taurat Pada Masa Yesus dan Implikasinya ...
berhubungan dengan pemerintahan Romawi. Salib dapat diartikan, “bukan hanya tidak
menyenangkan atau menggelisahkan, melainkan kematian”18 19. Sedangkan penyangkalan
diri berarti,”Penurunan takhta dirinya secara sempurna, supaya hidupnya berpusat pada
Kristus”22 Jadi ia harus mengikut Yesus dengan menyerahkan dirinya sendiri sesuai kepada
kehendakNya sekalipun sampai mati.

5. Pengampunan (Mat.18:21).
Petrus rupanya mengartikan mengampuni sesamanya terbatas pada tujuh kali atau
memiliki batas. Yesus memakai satu perumpamaan untuk mengajar kepada semua
muridNya tentang seorang Tuan yang mengampuni. Penjelasan Yesus menyatakan bahwa
Tuhan menolak memberi pengampunan jika manusia tidak mengampuni sesamanya
(Mat.6:12; Luk.6:37).

6. Ragi (Luk 12:1).


Yesus mempergunakan kata ragi dalam memberikan pengajaran tentang
kemunafikan orang Farisi dan Saduki seperti “biang roti atau ragi yang mempengaruhi dan
merusak masyarakat karena kemunafikannya”23. Yesus mencela kemunafikan dan
memperingatkan agar berhati-hati supaya dosa tidak merasuki kehidupan dan pelayanan
mereka dimana sikap dan tindakan yang tidak sesuai dengan perbuatan. Mat. 10:26-27
Yesus mengajak para muridNya “Mengaku berterus terang dan bersaksi tanpa takut di
hadapan para lawan” 20. Jadi tujuan Yesus dalam pengajaran ini adalah menguatkan hati
para murid agar tidak takut mengakui di depan umum dan bersaksi bahwa mereka
memihak kepada
Kristus.

Hukum Perdata
Pengajaran Yesus yang berkaitan dengan hukum perdata memfokuskan diri
pada kehidupan sosial, seperti :

1. Mengasihi musuh (Mat 5:43; Luk. 6:27).


Mengasihi musuh berarti memberi pengampunan terhadap yang bersalah, seperti
Philip Yance menayatakan bahwa pengampuan mungkin tidak adil, tetapi setidaknya itu
memberi jalan untuk menghentikan kekuatan pembalasan dendam yang siap menggilas
siapa

18 Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, (Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF, 1999), 154.
19 Yonatan Alex Arifianto dan Joseph Christ Santo, “Memahami Hukuman Salib dalam Perspektif
Intertestamental sampai dengan Perjanjian Baru,” Sotiria 3, no. 1 (2020): 53–52. 22 Tafsiran Alkitab Masa
Kini 3, hal 154 23 Ibid, hal 222.
20 B.J. Boland. Tafsiran Injil Lukas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982) 58. )
Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|26
Jurnal Teologi Berita Hidup, Vol 3, No 1, September 2020
saja. Saat ini dalam setiap kekerasan yang terjadi, setiap pihak berusaha mengimbangi apa
yang tidak adil di masa lalu, memperbaiki apa yang dianggap salah. 21 Jadi, mengasihi
musuh artinya menunjukkan perhatian dan keprihatinan yang tulus untuk keselamatan
mereka. Ini sama dengan menumpuk baraei atas kepala dalam Roma 12:20 dan
menjauhkan diri dari pembalasan dendam (Mat.5:39).

2. Jabatan (Mat.18:1-5; Mrk.9:33-37; Luk. 9:46-48).


Keduabelas murid Yesus tidak terlepas dari keinginan akan kekuasaan. Yesus
menempatkan seorang anak kecil ditengah para murid. Yesus menerangkan tentang
‘merendahkan diri’, Grosheide menyatakan bahwa “anak yang menginsafi kekecilannya,
yang tidak sombong, yang berdiri di tengah-tengah orang dewasa”22 maksudnya supaya
layak di hadapan Allah. Dalam Mat 20:25-28; Luk 22:24-27 Yesus mengecam sikap gila
hormat yang terdapat diantara para murid. Yesus jelaskan agar para murid memiliki
“menjadi besar dalam iman, kasih dan penyerahan diri pada Allah” 23. Kebesaran itu
bukanlah kedudukan atau jabatan melainkan sebagai hamba sambil menolong untuk
memenuhi kehendak Allah.

Hukum Ritual
Hukum ritual di sini berkaitan dengan tata cara keagamaan, yaitu:

1. Berdoa (Mat. 6:5-13; Luk.11:1-13).


Yesus memberikan teladan yang nyata kepada murid-murid dan isi doa yang tidak
beretele-tele,kaku, muluk-muluk dan dibuat-buat dengan panjang lebar. Mat. 6:6
menekankan cara berdoa di dalam ruangan yang tidak dilihat orang banyak.

2. Puasa (Mat. 16:16-18; Mrk.2:19).


Yesus mengajarkan saat berpuasa jangan bermuka suram untuk dipertontonkasn
kepada yang lain. Cara orang Yahudi ini diterangkan oleh Abineno sesuai Mat 6:16 yaitu,
Puasa tidak berfungsi lagi sebagai sesuatu penyesalan dan pertobatan, tetapi sebagai
tontonan dari prestasi dan kesalehan sendiri, dan sebagai alat untuk memperoleh pahala
dari Tuhan, karena itu Yesus menentangnya. 24 Yang Yesus tentang adalah cara dan sikap
puasa, maksud-Nya adalah agar para murid dapat membedakan dan mengerti makna puasa.

3. Iman (Mat.8:23-27; Mrk.4:40; Luk.8:22-25).

21 Ellen G.White. Khotbah Di Atas Bukit (Indonesia Publishing House, 1992), 89.
22 J.J. de Heer, Tafsiran Alkitab Injil Matius. (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 90-91.
23 Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Malang : Gandum Mas, 1996) 1685.
24 J.L. Ch. Abineno. Khotbah Di Bukit (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1986) 140-141
Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|27
Sri Lina B.L. Simorangkir: Memahami Penerapan Taurat Pada Masa Yesus dan Implikasinya ...
Dalam perjalanan Yesus dengan para murid di perahu yang diterpa angin badai,
perahu mulai tenggelam dan para murid mulai goyah dan bingung. Salinan Moffat
menyatakan, “Guru apakah bagi-Mu tidak menjadi soal kalau tenggelam?” 25. Dalam hal ini
Yesus meredakan angin ribut dengan sekejap mata adalah bukan iman tingkat manusia
biasa, sebab tidaklah lazim bahwa angin dan air laut dapat dikendalikan oleh manusia
begitu saja.26. Inilah karunia iman dari sekian banyak karunia Roh Kudus. Dengan
peristiwa ini Yesus memberi pelajaran kepada para murid agar mereka dapat mengatasi
masalah dengan iman.

4. Sabat (Mat 12:8; Mrk.2:23-24; Luk.6:1-5).


Yesus menolak peraturan-peraturan mengenai Sabat yang mengaburkan isi dan arti
Sabat. Kebiasaan hari Sabat adalah beribadah, menguduskan diri, tidak bekerja sama sekali
(Kej. 20:8-11) sedangkan Yesus tetap bekerja di hari Sabat. Yesus menjawab pertikaian
tentang hari Sabat bahwa manusia tidak bisa dibenarkan bahkan disempurnakan hanya
karena menguduskan hari Sabat.27 Itulah tujuan Yesus datang, bukan untuk merombak
tetapi menggenapi hukum Taurat, dan mncukupi kebutuhan manusia secara jasmani dan
rohani.

Taurat dan Yesus


Kitab Injil menulis tentang Yesus menurut hukum Taurat yaitu mulai sejak lahir
bahwa pada hari ke delapan Yesus di sunat, serta menaati Taurat. Buktinya : keempat
punca jubbah Yesus memakai “jumbai-jumbai” (Bil. 15:38-41; Ul. 22:12) aturan yang
mengingatkan bahwa Yesus menaati perintah Allah. Yesus membayar bea Bait Allah (Mat.
17:24-27). Yesus berkata, “Jangan kamu menyangka, ... Aku datang bukan untuk
meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya”28 (Mat. 5:17). Osborne menyatakan
bahwa arti menggenapi adalah Yesus tidak menghapus hukum itu melainkan memenuhi
hukum itu sampai kepada klimaks eskatologis yang dimaksudkan, yaitu ajaran-Nya
melampaui hukum Taurat dan melengkapinya. Taurat genap di dalam Yesus. 29 Jadi,
maksudnya hukum Taurat belum dihapuskan melainkan digenapi, hukum-hukum
seremonial itu tidak lagi mengikat. Paulus mengatakan Kristus adalah kegenapan hukum
Taurat (Roma 10:4).

25 Tafsiran Masa Kini 3, 141.


26 Derek Prince, Iman Yang Olehnya Kita Hidup. (Jakarta: Imanuel, 1994) 33.
27 J.L.Ch. Abineno. Sepuluh Firman. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988) 31.
28 Alkitab (Jakarta: LAI, 2008), 4
29 Grant R. Osborne. Spiral Hermeneutika Pengantar Komprehensif bagi Penafsiran Alkitab.
(Surabaya, Momentum, 2018), 229
Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|28
Jurnal Teologi Berita Hidup, Vol 3, No 1, September 2020
Implikasi di Dalam Menghayati Firman Tuhan Pada Masa Kini
Implikasi berarti “sebagai keterlibatan atau keadaan terlibat (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), suatu konsekuensi atau akibat langsung”30. Maka, sesuai judul makalah ini akan
menyatakan bahwa pemahaman penerapan Taurat pada masa Yesus memiliki akibat
langsung di dalam sikap terhadap Hukum Taurat yaitu Firman Tuhan pada masa kini.
Adapun nilai rohani yang berdampak langsung adalah :

Kebangunan Rohani memahami Firman Allah


Bangsa Yahudi memiliki kerohanian yang sadar untuk kembali kepada Allah
melalui kembali melakukan Taurat setelah berada di kesusahan pada pembuangan di Babel
pada reformasi Nehemia dan Ezra. Jadi, pertobatan 31 orang Yahudi kepada penyembahan
yang benar memberi dampak perubahan yang signifikan dalam fokus kepada Taurat. Ezra
menjadi teladan bagi semua orasng yang mengabdikan diri sebagai orang yang diurapi
Allah untuk meneliti, menaati dan mengajarkan firman Tuhan. Taurat itu adalah perkataan
Allah, sama dengan firman Allah. Pemahaman masa kini, sejak Yesus menggenapi Taurat
maka dapat dinyatakan bahwa Taurat berasal dari Allah adalah Firman Allah.
Alkitab menerangkan dengan jelas sekali pentingnya menanggapi firman Allah
dalam berbagai bentuknya: harus rindu mendengar (Yes. 1:10; Kis. 17:11), harus memuji
firman Allah (Mzm. 56:5,11), mengasihi dan menjadikan kegemaran (Mzm. 119:47,113,
16,47), menerima apa yang dikatakan (Mrk. 4:20; Kis. 2:41), memahami (Mat. 13:23),
mkenuyimpan dalam lubuk hati (Mzm. 119:11), percaya dan menaruh harapan (Mzm.
119:42, 74, 81, 114; 130:5), menaati yang diperinrahkan (Mzm. 119:17. 67; Yak. 1:22-24),
hidup sesuai dengannya (Mzm. 119:9), melakukan dengan benar (2Tim. 2:15),
memberitakan dengan setia (2Tim. 4:2; 1Tim. 5:17, Kis. 8:4).

Pendalaman Alkitab
Para ahli Taurat terus menerus “mengajarkan, meneliti dan mengajar Hukum
Taurat, sebagai penafsir Alkitab zaman itu dan sebagai yang berotoritas dalam
menginterpretasikan ayat Alkitab”32 Pentingnya pendalaman Alkitab masa kini dengan
alasan pentingnya berjuang mempertahankan iman terhadap teologi palsu (Yud. 1:3; Kis.
20:31; Gal.1:9; 1Tim.4:1, 6:3-4), membantu untuk bertumbuh dalam watak yang benar
(1Tim 6:3; Mzm.1:2-

30 Ciputrauceo.net.blog.arti-kata-implikasi.
31 J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 3 (Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,
1988), 67-68.
32 Dr. Lukas Tjandra. Latar Belakang Perjanjian Baru II (Malang : Seminarai Alkitab Asia
Tenggara,
1997), 48
Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|29
Sri Lina B.L. Simorangkir: Memahami Penerapan Taurat Pada Masa Yesus dan Implikasinya ...

3; Yoh. 17:14-18; 1Tim. 1:5, 4:7), memperkuat dan mendewasakan orang percaya supaya
mencerminkan gambar Kristus dan tubuh Kristus (Ef. 4:11-16), memperdalam pengalaman
mengenai kasih Kristus, persekutuan pribadi, dan karunia Roh Kudus (Yoh.17:3,21,26;
Ef.3:18-19), mengikuti pimpinan dan baptisan Roh Kudus (Rm. 8:14; Kis. 2:4).

Memahami Perikop-perikop dalam Alkitab


Daniel Block menawarkan usulan tentang bagaimana orang Kristen dapat
memahami perikop-perikop tentang Taurat.33 Pertama, mengakui relevansi etika
teologisnya sebagai Kitab Sudi yang diinspirasikan, kemudian mempelajari dan
menerapkan Taurat (Ezra 7:10). Kedua, menempatkan hukum Perjanjian Lama bagi suatu
pemahaman yang benar akan ajaran etika dari Yesus dan Paulus. Ketiga, membedakan
hukum seperti kriminal, kenegaraan, keluarga, kepercayaan dan sosial, menggunakan
keterangan latar belakang budaya untuk mendapatkan pesan teologis. Keempat,
menyelidiki dasar teologis dan fungsi sosial dari setiap peraturan individual untuk mengerti
signikansinya, lalu menentukan relevansi permanen dari setiap peraturan tersebut. Kelima,
mengkontekstualisasikan prinsipprinsip dasar dari hukum budaya dan hukum dalam
konteks tertentu dan menerapkannya dengan tepat untuk masa kini.

Memiliki Kualifikasi Seorang Penghayat Firman Tuhan


Marulak Pasaribu memberikan standar kualifikasi seorang yang menghayati Firman
Tuhan34, seperti :

1. Percaya Alkitab adalah Firman Tuhan


Para Tauratisme sangat meyakini Taurat yang Musa terima adalah berasal dari
Allah. Mereka percaya itu adalah perkataan Tuhan. Pada masa kini, “harus diyakini bahwa
Alkitab ditulis untuk semua orang, untuk meneguhkan iman” 39 Oleh sebab itu tujuan Injil
ditulis adalah untuk meningkatkan pengenalan akan Yesus Kristus dan relasi yang baik.

2. Lahir baru
Yesus berkata kepada Nikodemus untuk mengerti pengajaran Yesus harus
mengalami kelahiran baru. Ini berhubung dengan elemen roh manusia yang dapat
membawa berkomunikasi dan kesanggupan menyadari adanya Tuhan.

3. Displin Pribadi
33 Spiral Hermeneutika Pengantar Komprehensif bagi Penafsiran Alkitab, 229-230.
34 Marulak Pasaribu, Eksposisi Injil Sinoptik (Malang : Gandum Mas,
2019), 52-55. 39 Ibid, 44.
Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|30
Jurnal Teologi Berita Hidup, Vol 3, No 1, September 2020
Roh Kudus membimbing dalam mempelajari Firman Tuhan harus disertai dengan
kerja keras dan menjadi seorang yang bertanggungjawab (2 Tim 2:7).

4. Mempunyai komitmen dengan Tuhan


Dalam memahami Firman Tuhan tidak lepas hubungan dengan sang empunya
Firman. Maka dituntut memiliki iman, komitmen, kerendahan hati, dan ketaatan pribadi
kepada Tuhan, maksudnya dituntut totalitas dari dalam dirinya. Termasuk kepada
pengetahuan, hati, kesalehan, ketulusan, dan kesdiaan di bawah control dan bimbingan Roh
Kudus.

5. Mengandalkan Roh Kudus


Seorang peneliti Alkitab harus mengandalkan Roh Kudus sebagai pembimbing
terbaik dalam mempelajari Firman Tuhan yang diilhami oleh Roh Kudus (2 Tim. 3:16).
Roh Kudus mengkomunikasikan Firman Tuhan kepada manusia dengan dua cara yaitu
melalui wahyu dan iluminasi (Yes 29:11,12).

6. Mengerti hubungan PL dan PB


Dalam Alkitab yaitu PL dan PB melibatkan bahasa dan budaya yang berbeda maka
perlu usaha untuk menterjemahkan ke dalam bahasa si pembaca yang akan diteruskan ke
semua orang.

Menerapkan Prinsip-prinsip Hermeneutika


Khususnya untuk mempelajari dan memahami Alkitab adalah bijak ketika juga
mengerti prinsip hermeneutika. Dengan ini dapat mengetahui cara menemukan
kebenarankebenaran Alkitab yang sangat berharga ini. Alkitab adalah benar dan
berotoritas dalam kehidupan setiap orang percaya.

KESIMPULAN
Perjuangan bangsa Yahudi dalam kembali kepada Taurat sejak dari masa
pembuangan di Babel sampai pada masa kehadiran Yesus di Yudea terus berlanjut baik
dalam budaya maupun dampak politik pemerintah yang ada. Penerapan Taurat pada orang
Yahudi di masa Yesus telah mengalami banyak perubahan daripada sebelumnya, bahkan
dalam percakapan yang muncul telah terjadi kontra. Pada dasarnya Yesus tidak pernah
menyangkal keabsahan hukum Taurat, juga tidak membantah bahwa hukum tersebut
diberikan oleh Allah. Sekalipun muncul beberapa golongan dan kelompok-kelompok di
masa Yesus, para Yahudi telah berusaha menekuni, fokus, taat kepada Taurat. Maka model
ini memiliki implikasi untuk masa kini dalam memahami Firman Tuhan dengan nilai
rohani seperti kebangunan rohani untuk memahami Firman Tuhan, pendalaman Alkitab,

Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|31


Sri Lina B.L. Simorangkir: Memahami Penerapan Taurat Pada Masa Yesus dan Implikasinya ...
belajar memahami perikop-perikop dalam Alkitab, hidup yang memiliki kualifikasi rohani,
serta menerapkan prinsip-prinsip hermeneutika.

REFERENSI
Abineno, J.L.Ch. Khotbah Di Bukit. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1986
Abineno, J.L.Ch. Sepuluh Firman. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988 Alkitab
Edisi Studi. Jakarta : LAI, 2017.
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Malang : Gandum Mas, 1996
Alkitab. Jakarta : LAI, 1987.
Arifianto, Yonatan Alex dan Joseph Christ Santo, “Memahami Hukuman Salib dalam
Perspektif Intertestamental sampai dengan Perjanjian Baru,” Sotiria 3, no. 1 (2020):
53–52.
Baxter, J. Sidlow. Menggali Isi Alkitab 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983.
Baxter, J. Sidlow. Menggali Isi Alkitab 3. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,
1988.
Boland, B.J. Tafsiran Injil Lukas. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.
De Heer,J.J. Tafsiran Alkitab Injil Matius. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Drane, John. Memahami Perjanjian Baru. Jakarta ; Gunung Mulia, 2005.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini II. Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih / OMF, 1995.
Manurung, Happy. Masalah Perceraian. Bandung : Tonis, 1983
Osborne, Grant R. Spiral Hermeneutika Pengantar Komprehensif bagi Penafsir Alkitab.
Surabaya : Momentum, 2012.
Packer, J.I., Merrill C. Tenney, William White, Jr. Ensiklopedi Fakta Alkitab. Malang:
Gandum Mas, 2001.
Pasaribu, Marulak. Eksposisi Injil Sinoptik. Malang: Gandum Mas, 2019.
Prince, Derek. Iman Yang Olehnya Kita Hidup. Jakarta: Imanuel, 1994
Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF, 1999
Tenney, Merryl C. Survei Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 1995
Tjandra, Lukas. Latar Belakang Perjanjian Baru (II). Malang: Seminari Alkitab Asia
Tenggara, 1997.
White, Ellen G. Khotbah Di Atas Bukit. Jakarta : Indonesia Publishing House, 1992

Copyright© 2020; Jurnal Teologi Berita Hidup, ISSN 2654-5691|32

You might also like