The Development of Assessment Instrument For Elementary School Student Painting

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

THE DEVELOPMENT OF ASSESSMENT INSTRUMENT FOR


ELEMENTARY SCHOOL STUDENT PAINTING

Tri Hartiti Retnowati


Fakultas Bahasa dan Seni UNY
trie_hr@uny.ac.id

Abstract
The aim of study is developing assessment instrument to
measure elementary school students’ learning achievement in
art painting to guide the elementary school painting teachers in
carrying out assessment objectively. This study is a research and
development using the quantitative and qualitative approaches.
The subjects of this study were the first to third grade
elementary school students and painting teachers in
Muhammadiyah Elementary School Sapen, MIN Temple, and
Langen Sari Elementary School Yogyakarta. The construct of
the instrument was developed based on the suggestion of art
education, children art painting, evaluation and painting
experts. Reliability of the instrument was computed based on
the generalizability theory developed by Crick and Brennan
consisting of G and D theories with the variance of person,
raters, items, person-rater interaction, and error components.
The variance component was computed using Genova
computer package program, and inter-rater Cohen’s Kappa
formula. The instrument validity was obtained through three
focus group discussions and one seminar. The average of the
coefficient Genova is 0.71 and the average of Cohen’s Kappa is
0.82. Both coefficient Genova and Cohen’s Kappa have already
fulfilled the minimum requirement, which is 0.70.
Key words: children’s painting, reliability, generalizeability theory, and
D (Decision study)

130 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Vol. 12, No. 1, Th. 2009
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KARYA SENI


LUKIS ANAK DI SEKOLAH DASAR

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan instrumen
penilaian yang sahih dan andal untuk mengukur hasil belajar
seni lukis anak. Melalui instrumen tersebut para guru seni lukis
pada pendidikan dasar dapat melakukan penilaian secara
objektif. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan
kualitatif. Penetapan konstruk instrumen penilaian proses dan
produk dilakukan melalui pendapat pakar pendidikan seni,
pakar seni lukis anak, pakar pengukuran, dan praktisi. Subjek
penelitian adalah peserta didik sekolah dasar kelas satu, dua, dan
tiga dan guru seni lukis di SD Muhammadiyah Sapen
Yogyakarta, MIN Tempel, dan SDN Langen Sari Yogyakarta.
Penentuan koefisien reliabilitas instrumen dilakukan dengan
menggunakan paket program genova berdasarkan teori
Generalizability yang dikembangkan oleh Crick dan Brennan
yang terdiri atas teori G (Generalized study) dan D (Decision study)
yang komponen variansinya adalah person, rater, item, interaksi
person dan rater, dan kesalahan, serta dengan koefisien interrater
Cohen’s Kappa. Validitas instrumen penilaian seni lukis anak di
sekolah dasar telah teruji melalui focus group discussion sebanyak 3
kali dan sekali seminar. Reliabilitas instrumen diukur
menggunakan koefisien genova dan koefisien cohen’s kappa.
Rata-rata koefisien Genova secara keseluruhan adalah 0,71.
Adapun rata-rata koefisien Cohen’s Kappa yaitu 0,82. Kedua
nilai rata-rata ini telah memenuhi kriteria minimum yang
disyaratkan yaitu 0,70.
Kata kunci: Karya seni lukis anak, teori Generalizability, teori G
(Generalized study), dan D (Decision study)

Pengembangan Instrumen Penilaian Proses dan Produk Karya Seni Lukis − 131
Tri Hartiti Retnowati
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

Pendahuluan
Manusia pada dasarnya memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai
estetika agar dapat hidup dengan baik di masyarakat dan memiliki rasa
keindahan. Pengetahuan berkaitan dengan penalaran yang diperlukan dalam
memecahkan masalah. Keterampilan berhubungan dengan gerak anggota
badan dalam mengerjakan pekerjaan. Kepekaan estetik berkaitan dengan
seni, sehingga orang yang memiliki apresiasi terhadap seni merasakan indah
dalam hidupnya. Oleh karena itu, setiap orang harus memiliki kepekaan
estetik agar dapat merasakan keindahan dalam hidupnya.
Seni dalam perspektif pendidikan dipandang sebagai salah satu alat
atau media untuk memberikan keseimbangan antara intelektualitas dengan
sensibilitas, rasionalitas dengan irrasionalitas, dan akal pikiran dengan
kepekaan emosi. Bahkan dalam batas-batas tertentu, seni menjadi sarana
untuk mempertajam moral dan watak seseorang (Rohidi, 2000: 55).
Pendidikan seni bertujuan mengembangkan kedewasaan diri anak didik
yang utuh dan seimbang dengan cara memberikan perlakuan yang dapat
merangsang kepekaan estetik dan kreativitas peserta didik.
Pengembangan kepekaan estetik merupakan bagian dari
pengembangan kepribadian seseorang, yang dilakukan melalui pendidikan
seni. Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 (PP Nomor 19,
2005) tentang standar nasional pendidikan, masalah kepekaan estetik
memperoleh penekanan dalam pengembangan kemampuan peserta didik
melalui kelompok mata pelajaran estetika. Pada peraturan ini, kelompok
mata pelajaran estetika yang harus dipelajari peserta didik mempunyai arah
pengembangan untuk meningkatkan: (1) sensitivitas, (2) kemampuan
mengekspresikan, dan (3) kemampuan mengapresiasi keindahan dan
harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan
serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan
individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun
dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan
kebersamaan yang harmonis (BSNP, 2006: 78-79).
Kelompok mata pelajaran estetika merupakan pelaksanaan dari
pendidikan seni yang tergolong unik karena melekatnya "pengalaman

132 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Vol. 12, No. 1, Th. 2009
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

estetik" pada diri seseorang. Dalam pendidikan seni, pengalaman estetik


merupakan sesuatu yang esensial. Menurut Linderman (1984: 54),
pengalaman estetik mencakup pengalaman-pengalaman perseptual,
kultural, dan artistik. Pengalaman perseptual dikembangkan melalui
kegiatan kreatif, imajinatif, dan intelektual. Pengalaman kultural melalui
kegiatan pemahaman terhadap hasil warisan budaya lama dan baru,
sedangkan pengalaman artistik melalui kegiatan kreatif dan apresiatif.
Menurut Pappas (2006: 3), pengalaman estetik adalah perasaan (positif atau
negatif) yang merupakan reaksi seseorang, baik secara mental dan/atau pun
fisik, ketika mengamati karya seni rupa. Reaksi ini mungkin sesuai atau
tidak sesuai dengan pendapat orang tersebut, yang menyebabkan reaksi
emosional atau respons estetik.
Dengan demikian, pengalaman estetik memberi peluang bagi
seseorang untuk memahami dunia dari sudut pandangan yang berbeda
dengan aspek pengetahuan. Cara memahami dunia yang ditawarkan oleh
seni bersifat intuitif, tak terduga, dan kreatif, serta dikomunikasikan dalam
bahasa warna, bunyi, gerak, atau isyarat yang bersifat simbolis.
Kelompok mata pelajaran estetika dilaksanakan pada semua jenjang
pendidikan dari sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah atas atau
yang sederajat dengan standar kompetensinya disebutkan dalam PP 19
tahun 2005 yaitu: ”membentuk karakter peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya. Tujuan ini dicapai melalui
muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan
muatan lokal yang relevan”. Standar kompetensi kelompok mata pelajaran
estetika pada jenjang sekolah dasar adalah: ”menunjukkan kemampuan
untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal” (BSNP, 2006: 140). Salah
satu kegiatan seni yang dilaksanakan di sekolah dasar adalah seni lukis yang
merupakan bagian dari seni rupa.
Kegiatan melukis bagi anak-anak usia sekolah dasar merupakan
kegiatan naluriah dan menjadi kesenangan anak karena muncul atas
desakan perkembangan emosi artistik yang bersifat kodrati. Melukis bagi
anak-anak merupakan aktivitas psikologis dalam rangka mengekspresikan
gagasan, imajinasi, perasaaan, emosi, dan/atau pandangan anak terhadap
sesuatu. Anak melukis adalah menceritakan atau mengekspresikan sesuatu
Pengembangan Instrumen Penilaian Proses dan Produk Karya Seni Lukis − 133
Tri Hartiti Retnowati
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

yang ada pada dirinya secara intuitif dan spontan lewat media seni lukis
(Soesatyo, 1994: 31). Mereka melukis sebagai wujud pengungkapan pikiran
dan perasaan tanpa terbatas pada apa yang dilihat oleh mata kepala saja,
melainkan lebih pada apa yang mereka mengerti, pikirkan, dan khayalkan.
Mereka dengan asyik melakukan coret-mencoret, mengekspresikan
perasaannya melalui garis, bidang, warna dan sebagainya sesuai dengan
suara batin dan lingkungan anak.
Anak berbuat dan berkarya atas dasar daya nalar anak. Mereka
mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam ujud karya seni rupa atau
lukisan tanpa terbatas pada apa yang terlihat dengan mata kepala saja,
melainkan lebih pada apa yang mereka mengerti, pikirkan atau khayalkan.
Perkembangan menggambar anak menurut Ricci (1960: 302-307) adalah
sebagai berikut.
The child starts drawing with an “interlacing network of lines” and then moves
on to simple representational foms which become more detailed with age. He
recognized in these simple forms that the child draws a description of the subject
according to his knowledge of that subject and not according to its visual
appearance.
Dengan demikian, anak menggambar mulai dari yang paling sederhana
yaitu garis-garis dan berkembang menjadi bentuk-bentuk yang
representasional dan detail sesuai dengan perkembangan usia sesuai dengan
pengetahuannya sendiri bukan menurut penampakan visual.
Mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), disebutkan bahwa mengekspresikan
diri melalui karya gambar ekspresif dan mengekspresikan diri melalui
gambar imajinatif, dilaksanakan pada kelas satu semester dua, kelas dua
semester satu dan semester dua, juga kelas tiga semester dua. Menggambar
ekspresi merupakan kegiatan naluriah yang sering dilakukan anak. Kamaril
(2005: 7) mengungkapkan bahwa menggambar ekspresi adalah usaha
mengungkapkan dan mengomunikasikan pikiran, ide gagasan, gejolak
perasaan/emosi serta imajinasi dalam wujud dwimatra yang bernilai artistik
dengan menggunakan garis dan warna. Salam (2001: 50) mengatakan
bahwa kegiatan menggambar/melukis ekspresi di sekolah dipengaruhi oleh

134 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Vol. 12, No. 1, Th. 2009
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

paham ekspresionisme yakni suatu paham yang meyakini bahwa dalam


menggambar/melukis seseorang seyogyanya menggores secara berani dan
spontan agar perasaannya dapat tersalur secara apa adanya tanpa
dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya.
Seorang pendidik seni lukis harus mempunyai pengetahuan dan
pemahaman tentang makna karya seni lukis bagi peserta didik. Pengetahuan
dan pemahaman ini diperlukan agar pendidik tersebut mampu memberikan
bimbingan dan menilai hasil belajar karya peserta didik. Hal ini sesuai
dengan kompetensi yang dituntut sebagai seorang guru yaitu
menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Penilaian
proses antara lain melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan
sikap untuk menilai perkembangan kompetensi peserta didik (PP Nomor
19, 2005).
Sesuai dengan tuntutan kompetensi tersebut di atas, penilaian hasil
karya lukis siswa perlu meninjau dua aspek yaitu proses pembuatan karya
lukis dan hasil karya lukis itu sendiri yang memberikan gambaran tentang
kemampuan melukis siswa yang sebenarnya. Pada penilaian proses seorang
guru dapat mengamati bagaimana aktivitas siswa dalam membuat karya
lukis. Pada penilaian produk seorang guru dapat melihat hasil karya siswa
setelah mengalami serangkaian proses pembuatan karya. Subjektivitas
dalam penilaian karya seni lukis anak pada dasarnya disebabkan oleh
kesulitan guru dalam menentukan kriteria penilaian, padahal pelajaran
melukis bagi anak-anak adalah pelajaran yang menyenangkan. Untuk
memecahkan permasalahan penilaian proses dan produk tersebut perlu
digunakan pendekatan penilaian yaitu performance assessment.
Asesmen adalah kegiatan mengumpulkan informasi tentang kualitas
dan kuantitas perubahan pada anak didik, grup, tenaga pendidik, atau
administrator. Untuk mengetahui keberhasilan program pembelajaran
selalu dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik. Dengan
melakukan kegiatan asesmen dapat diketahui perubahan yang terjadi pada
anak didik. Sedangkan penilaian kinerja (performance assessment) menurut
Berk sebagai berikut: performance assessment is the process of gathering data by
systematic observation for making decisions about an individual (Berk, 1986: ix). Ada
lima unsur-unsur kunci dalam definisi yang dikemukakan oleh Berk, yaitu:
Pengembangan Instrumen Penilaian Proses dan Produk Karya Seni Lukis − 135
Tri Hartiti Retnowati
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

1. Performance assessment is a process, not a test or any single measurement


device. 2. The focus of this process is data gathering, using a variety of instruments
and strategies. 3. The data are collected by means of systematic observation. 4.
The data are integrated for the purpose of making specific decisions. 5. The
subject of the decision making is the individual, usually an employee or a student,
not a program or product reflecting a group’s activity (Berk, 1986: ix).
Berk mengatakan bahwa dalam performance assessment selalu terkait
dengan adanya rubrik penilaian yang merupakan bagian dari performance
assessment: Subsumed under the rubric performance assessment are a host of other
related terms that are often used synonymously with it. Melengkapi pendapat
tersebut, Zainul (2005: 4) menyatakan bahwa asesmen kinerja secara
sederhana didefinisikan sebagai penilaian terhadap proses perolehan,
penerapan, pengetahuan, dan keterampilan, melalui proses pembelajaran
yang menunjukkan kemampuan peserta didik dalam proses dan produk.
Sesuai uraian di atas, performance assessment mempunyai dua
karakteristik dasar yaitu: (a) peserta didik diminta mendemonstrasikan
kemampuannya dalam membuat kreasi suatu produk atau terlibat dalam
aktivitas perbuatan, (b) hasil karya atau produknya. Dengan demikian,
penilaian karya seni lukis peserta didik meliputi dua aspek yaitu aspek
proses pembuatan karya dan aspek hasil karya seni lukis peserta didik.
Berikut ini penilaian proses dan penilaian produk karya lukis peserta didik.

a. Penilaian Proses Karya Seni Lukis


Tujuan penilaian proses karya adalah untuk mengamati kompetensi
peserta didik dalam berkreasi membuat karya seni lukis. Menurut Conrad
(1964: 271), the processes of evaluation help to build guides and to define and clarity
the purposes and accomplishments of the educational processes. In art education, the
evaluation prosesses are natural parts of art activity. Karena penilaian proses
membangun bimbingan terhadap peserta didik dan memperjelas tujuan dan
pemenuhan dalam proses pembelajaran, maka penilain proses sangat
diperlukan dan merupakan bagian yang alami dari aktivitas seni.

136 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Vol. 12, No. 1, Th. 2009
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

b. Penilaian Produk Karya Seni Lukis


Tujuan penilaian produk seni lukis adalah untuk melihat kompetensi
peserta didik dalam membuat karya cipta seni lukis. Pendidik
memfokuskan perhatiannya pada hasil karya lukis yang diciptakan oleh
peserta didik yang tentunya tidak terlepas dari proses penciptaannya. Oleh
karena itu, kegiatan penilaian memerlukan kriteria. Conrad (1964: 271)
menjelaskan penilaian sebagai berikut.
Evaluation criteria are not rigid. New criteria must be formulated for each group
of children because children are constantly growing and changing in their thinking,
their abilities, and their knowledges. The processes of evaluation help to build
guides and to define and clarity the purposes and accomplishments of educational
processes.
Dengan demikian, penetapan kriteria harus disesuaikan dengan
perkembangan usia anak dan kriteria tidak bersifat kaku.
Kenyataan di lapangan menunjukkan penilaian proses dan produk
dilakukan guru sebatas pengetahuan yang dimiliki guru tentang seni lukis,
karena latar belakang pendidikan bukan dari bidang seni rupa. Sebagai guru
kelas dan tidak pernah mendapat pelatihan tentang penilaian seni lukis
sehingga guru mengalami kesulitan dalam menilai proses dan produk karya
seni lukis. Hal ini lebih disebabkan karena tidak ada kriteria yang dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam menilai proses dan produk karya seni
lukis anak tersebut.
Berdasarkan berbagai uraian tentang pengembangan instrumen
penilaian proses dan produk karya seni lukis anak di sekolah dasar, maka
dilakukan penelitian untuk mengetahui komponen instrumen penilaian
hasil belajar karya seni lukis anak di sekolah dasar dan karakteristik
instrumen penilaian hasil belajar karya seni lukis anak mencakup validitas,
reliabilitas, dan keterpakaiannya di sekolah dasar.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan menggunakan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian pengembangan digunakan
untuk menghasilkan instrumen yang baku dalam enilai karya lukis anak.
Pengembangan Instrumen Penilaian Proses dan Produk Karya Seni Lukis − 137
Tri Hartiti Retnowati
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

Pada tahap pengembangan dilakukan penyusunan kisi-kisi penelaahan,


perbaikan, dan perakitan kisi-kisi. Penelaahan kisi-kisi dilakukan tiga kali
dalam forum Focus Group Discussion (FGD), dihadiri oleh pakar seni lukis
anak, pakar pendidikan seni, dan guru seni lukis. Untuk kejelasan tahap-
tahap pengembangan instrumen dapat dilihat pada Gambar 1.

Indikator Deskripsi
Prototipe 1
Level Kriteria

FGD-1 Analisis Revisi Indikator

Prototipe 2

Analisis
FGD-2 Item Revisi Deskripsi

Prototipe 3

FGD-3 Analisis Revisi Kriteria

Prototipe
Tentatif

Gambar 1. Skema Tahap Pengembangan Instrumen Penilaian


Seni Lukis Anak

Selanjutnya dari prototipe tentatif diseminarkan untuk merumuskan


rubrik skor penilaian proses dan penilaian produk yang dihadiri oleh pakar
pengukuran, dan pakar pendidik seni, serta pakar seni lukis anak.
Subjek uji coba adalah pendidik yang mengajar seni lukis anak yang
ada di tiga sekolah di Kota Yogyakarta. Pendidik diperlukan sebagai subjek
uji coba untuk memperoleh koefisien keandalan instrumen dan

138 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Vol. 12, No. 1, Th. 2009
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

keterpakaian instrumen penilaian karya lukis anak. Subjek uji coba


instrumen penelitian terdiri dari peserta didik tiga sekolah yaitu Sekolah
Dasar Muhammadiyah Sapen, Sekolah Dasar Negeri Langensari, dan MIN
Tempel. Ketiga sekolah tersebut tersebar pada kota Yogyakarta dan
kabupaten Sleman, dengan asumsi bahwa kedua kabupaten/kota tersebut
dapat mewakili/representatif DIY. Dari ketiga sekolah tersebut dipilih
kelas satu, dua, dan tiga masing-masing diambil secara acak 20 peserta didik
sebagai subjek ujicoba, karena pada KTSP untuk tingkat Sekolah Dasar
dalam mata pelajaran seni budaya dan keterampilan seni lukis hanya
dilaksanakan pada kelas satu, dua, dan tiga. Pertimbangan lain penentuan
tiga sekolah tersebut, didasarkan pada sekolah yang telah melaksanakan
pembelajaran seni sesuai dengan KTSP dengan didukung tenaga pendidik
yang memiliki latar belakang pendidikan seni rupa.
Penentuan koefisien keandalan instrumen penilaian dilakukan dengan
menggunakan paket program komputer Genova berdasarkan teori
generalizeability yang dikembangkan oleh Crick dan Brennan pada tahun
1983 yang disebut dengan A Generalized Analysis of Variance System. Pada
teori ini ada G (generalized study) dan D (decision study). Pada G-study dilakukan
estimasi sejumlah varians komponen. Banyaknya komponen ditentukan
oleh model yang digunakan. Hasil dari G-study digunakan pada D-study.
Menurut Brennan (1983: 3), D-study menekankan estimasi, penggunaan,
dan interpretasi dari varians komponen untuk membuat keputusan, dengan
prosedur pengukuran yang baik.
Penelitian ini menggunakan Genova dengan komponen varians
person, rater, item, interaksi person dan rater, dan kesalahan. G-study dan D-study
menggunakan rancangan bersarang (nested design). Penelitian ini
menggunakan satu facet p x(i: r) G-study yang bersarang untuk mengestimasi
varians komponen, varians kesalahan, generalizeability dan koefiesien phi
untuk one-facet, nested, i : r D-study. Varians komponen yang berbaur pada
rancangan bersarang (p, r : i, e) adalah jumlah varians komponen dalam G-
study bersarang yang dapat ditulis sebagai berikut.

Pengembangan Instrumen Penilaian Proses dan Produk Karya Seni Lukis − 139
Tri Hartiti Retnowati
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

 p2 ,r:i ,e   p2   r2:i ,e
Keterangan:
p = person, r : i = rater bersarang pada item,
r = guru/rater, e = kesalahan.
i = item,
Reliabilitas dari kriteria instrumen penilaian seni lukis anak hasil uji
coba, dilihat menggunakan analisis koefisien interrater. Koefisien interrater
adalah salah satu sarana untuk melihat tingkat konsistensi atau keajegan
antar rater dalam memberikan rating terhadap unjuk kerja karya seni lukis
siswa. Untuk keperluan ini, digunakan koefisien Cohen’s Kappa.

Hasil dan Pembahasan


A. Analisis Data Hasil G-Study (Koefisien G)
1. Rubrik Skor Penilaian Proses dan Produk
a. Tahap Awal
Level
No Indikator Deskripsi
4. Sangat baik 3. Baik 2. Kurang 1. Sangat kurang
1 Tangga- Reaksi peserta didik Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Tidak terpe-
pan anak berupa perilaku 3 aspek 2 aspek 1 aspek nuhi 3 aspek
tentang (ekspresi, ucapan) Menerima Menerima Menerima Menerima
tema luki- yang menunjukkan Memahami Memahami Memahami Memahami
san yang kegairahan peserta Melaksana- Melaksana- Melaksana- Melaksana-
dibuat didik terhadap tema kan kan kan kan
yang diberikan
pendidik
2 Kesia- Suatu kondisi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Tidak terpe-
pan alat peserta didik yang 3 aspek 2 aspek 1 aspek nuhi 3 aspek
dan ba- sudah siap melaku- Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap
han yang kan tugas dengan Relevan Relevan Relevan Relevan
akan di- perlengkapan bahan Siap digu- Siap digu- Siap digu- Siap digu-
gunakan dan alat yang dipilih nakan nakan nakan nakan
untuk untuk pembuatan
melukis karya lukisnya

140 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Vol. 12, No. 1, Th. 2009
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

b. Tahap Inti
Level
No Indikator Deskripsi
4. Sangat baik 3. Baik 2. Kurang 1. Sangat kurang
1 Kelanca- Kondisi peserta Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Tidak terpenu-
ran pe- didik pada waktu 3 aspek 2 aspek 1 aspek hi 3 aspek
nuangan membuat karya Cepat Cepat Cepat Lambat
ide lukis yaitu adanya Tepat Tepat Tepat Tepat
keseimbangan Sesuai de- Sesuai de- Sesuai de- Sesuai dengan
antara kualitas ide ngan media ngan me- ngan me- media
yang dikembang- dia dia
kan dengan kete-
rampilan untuk
memvisualisasikan
ide tersebut
2 Kebera- Keberanian Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Tidak terpenu-
nian menggunakan 3 aspek 2 aspek 1 aspek hi 3 aspek
menggu media (alat dan Cepat Cepat Cepat Cepat
nakan bahan) dengan Tepat Tepat Tepat Tepat
media menggunakan Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai dengan
teknik konvensi- dengan dengan ka- dengan karakteristik
onal atau teknik karakteristik rakteristik karakteristik media
inkonvensional media media media
dalam melukis
3 Kebera- Keberanian Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Tidak terpenu-
nian menggunakan 3 aspek 2 aspek 1 aspek hi 3 aspek
menggu- titik, garis, bi- Berani Berani Berani Berani
nakan dang, dan warna Tepat Tepat Tepat Tepat
unsur- secara tepat untuk Artistik Artistik Artistik Artistik
unsur menghasilkan
bentuk bentuk yang
artistik
4 Keteku- Kondisi peserta Sangat Bersung- Kurang Tidak
nan didik untuk me- bersungguh- guh- bersungguh- bersungguh-
ngerjakan tugas sungguh sungguh sungguh sungguh
membuat karya
lukis dengan
sungguh-sungguh
5 Peman- Penggunaan wak- Karya Karya Karya Karya tidak
faatan tu sebaik-baiknya selesai selesai hampir selesai saat
waktu dilakukan untuk sebelum tepat selesai saat waktu berakhir
membuat karya waktu waktu waktu
lukis berakhir berakhir

Pengembangan Instrumen Penilaian Proses dan Produk Karya Seni Lukis − 141
Tri Hartiti Retnowati
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

c. Produk
Level
No Indikator Deskripsi
4. Sangat baik 3. Baik 2. Kurang 1. Sangat kurang
1 Kreativi- Keaslian bentuk Terpenuhi 3 Terpenuhi 2 Terpenuhi 1 Tidak terpenu-
tas (kemampuan aspek aspek aspek hi 3 aspek
menciptakan Bentuk yang Bentuk yang Bentuk yang Bentuk yang
bentuk yang diciptakan diciptakan diciptakan diciptakan
khas), kebaruan has khas khas khas
teknik dan Teknik Teknik Teknik Teknik
konsep cerita inovatif inovatif inovatif inovatif
Konsep Konsep Konsep Konsep cerita
cerita kaya cerita kaya cerita kaya kaya
2 Ekspre- Kejelasan dalam Terpenuhi 3 Terpenuhi 2 Terpenuhi 1 Tidak terpenuhi
si mengungkapkan aspek aspek aspek 3 aspek
pikiran dan pera- Jelas Jelas Jelas Jelas
saan dalam karya Tegas Tegas Tegas Tegas
seni lukis sesuai Berani da- Berani da- Berani da- Berani dalam
dengan tema lam karya lam karya lam karya karya
3 Teknik Kemampuan Terpenuhi Terpenuhi 2 Terpenuhi 1 Tidak terpenu-
menggunakan 3 aspek aspek aspek hi 3 aspek
alat dan bahan Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
yang sesuai de- karakteristik karakteristik karakteristik karakteristik
ngan karakteris- media media media media
tiknya, kualitas Cermat Cermat Cermat Cermat
cara penggam- Bersih Bersih Bersih Bersih
baran, serta ke-
bersihan karya
yang dihasilkan

142 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Vol. 12, No. 1, Th. 2009
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

2. Instrumen Penilaian Proses dan Produk

Penilaian Proses dan Produk Seni Lukis Anak Sekolah Dasar

Nama siswa :
Kelas/semester :
Nama tugas :
Tanggal :
Nama penilai :
Berilah tanda v pada kolom yang sesuai dengan pilihan anda!
Sangat Sangat
Baik Kurang
No Indikator baik kurang
(3) (2)
(4) (1)
A Proses
A.1 Tahap awal
1. Tanggapan anak tentang tema lukisan
yang akan dibuat
2. Kesiapan bahan dan alat yang akan
digunakan untuk melukis
A.2 Tahap inti
1. Kelancaran penuangan ide
2. Keberanian menggunakan media
3. Keberanian menggunakan unsur-unsur
bentuk
4. Pemanfaatan waktu
5. Ketekunan dalam membuat karya
B Produk
1. Kreativitas dari karya yang dihasilkan
2. Ekspresi dari karya yang dihasilkan
3. Teknik dari karya yang dihasilkan
Catatan:
Hasil G-study untuk mengetahui tingkat kebermaknaan penggunaan
alat penilaian kualitas karya seni lukis dari uji coba di lapangan dari
instrumen penilaian di atas dapat dirangkum pada Tabel 1.
Pengembangan Instrumen Penilaian Proses dan Produk Karya Seni Lukis − 143
Tri Hartiti Retnowati
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

Tabel 1. Rangkuman Hasil G-study dan Koefisien G pada Berbagai


Komponen dan Berbagai Faset Terapan Uji Coba
Sasaran Jumlah Koefisien Keterangan Rerata
Komponen
Uji (Faset) Item G (Linn ≥ 0,70) Koefisien G
1. Proses Kelas 1 7 0,91* >persyaratan
Kelas 2 7 0,67* <persyaratan 0,75*
Kelas 3 7 0,67* <persyaratan
2. Produk Kelas 1 3 0,76* >persyaratan
Kelas 2 3 0,61 <persyaratan 0,66
Kelas 3 3 0,62 <persyaratan
*) memenuhi syarat menurut kriteria standard minimal Linn, 0,70

Berdasarkan Tabel 1 diperoleh informasi bahwa penilaian pada faset


di kelas 1 sudah memberikan bukti bahwa model yang dikembangkan dapat
digunakan untuk penilaian pada faset yang lebih luas, tetapi jika
memperhatikan koefisien G pada terapan faset di kelas 2 dan di kelas 3,
maka model yang dikembangkan masih memerlukan penyempurnaan
dalam hal administrasi penyelenggaraan yakni harus meningkatkan
keterampilan guru sebagai penilai atau rater agar ada peningkatan
pemahaman, keterampilan, dan pengalaman agar diperoleh hasil
pengukuran yang konsisten.

B. Analisis Data Hasil D-Study


Tujuan analisis D-study adalah untuk menjawab pertanyaan rancangan
D-study yang mana harus dipilih dan seberapa banyak butir komponen
penilaian harus dicakup sebagai sarana mengukur dan menilai kualitas karya
lukis sehingga dapat menunjukkan kebermaknaan untuk faset yang lebih
luas. Hasil analisis D-study mengungkapkan bahwa pada penilaian proses
untuk mencapai kesepahaman dan kesepakatan yang memenuhi tingkat
observasi yang dapat diterima untuk faset yang lebih luas, yaitu 0,70,
menggunakan 2 indikator yang pertama (untuk kelas 1), menggunakan 5
indikator sekaligus (untuk kelas 2), menggunakan 6 indikator secara
simultan (untuk kelas 3). Pada penilaian produk menggunakan 2 indikator
yang pertama (untuk kelas 1), semua indikator dan dianjurkan menambah

144 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Vol. 12, No. 1, Th. 2009
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

indikator sejenis yang relevan untuk melengkapi jabaran konstruk yang ada
sehingga dapat dicapai tingkat kesepahaman dan kesepakatan yang lebih
tinggi (untuk kelas 2 dan 3).

C. Analisis Data Uji Coba Koefisien Interrater


Koefisien interrater merupakan salah satu sarana untuk melihat tingkat
konsistensi atau keajegan antar penilai dalam memberikan rating terhadap
unjuk kerja karya seni lukis siswa. Untuk keperluan ini, peneliti
menggunakan koefisien Cohen’s Kappa. Hasil analisis tingkat kesepahaman
dan kesepakatan rater (reliabilitas interrater) dengan menggunakan koefisien
Genova dan koefisien Cohen Kappa menunjukkan bahwa instrumen
penilaian seni lukis telah memenuhi syarat/kriteria minimal reliabilitas yang
digunakan. Namun demikian, perbandingan kedua pendekatan tersebut
disajikan berikut.

1. Penilaian Proses
Penilaian proses instrumen penilaian seni lukis dilakukan oleh 3 (tiga)
orang rater terhadap 60 orang siswa dengan 7 (tujuh) indikator instrumen.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bagian sebelumnya,
analisis kesepakatan dan kesepahaman rater terhadap konstruk instrumen
digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan Genova dan pendekatan
Cohen Kappa. Rangkuman perbandingan koefisien kedua pendekatan
tersebut disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Koefisien Genova dan Kappa pada Penilaian Proses


Koefisien Koefisien
Kelas Selisih
Genova Kappa
Kelas 1 0,91 0,73 0,18
Kelas 2 0,67 0,67 0,00
Kelas 3 0,67 0,73 0,04

Tabel 2 memberi gambaran bahwa koefisien Genova untuk kelas 1


pada penilaian proses lebih tinggi dibandingkan dengan koefisien Kappa.
Dalam kaitan dengan ini, estimasi dengan Genova lebih memberikan hasil
Pengembangan Instrumen Penilaian Proses dan Produk Karya Seni Lukis − 145
Tri Hartiti Retnowati
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

kesepakatan dan kesepahaman rater yang lebih kuat dibandingkan dengan


koefisien Kappa. Dengan demikian, penggunakan koefisien Genova dapat
sebagai dasar dalam menentukan reliabilitas antar rater, koefisien Genova
untuk kelas 2 sama dengan koefisien Kappa. Hal ini memberi gambaran
bahwa kedua pendekatan yang digunakan memberikan hasil yang sama.
Walaupun demikian, pendekatan Genova lebih lengkap karena melibatkan
tiga dimensi sementara pendekatan Kappa hanya dua dimensi. Jadi varians
kesalahan dengan metode Genova lebih diperhitungkan dalam analisis,
sementara metode Cohen Kappa tidak diperhatikan. Dengan demikian,
penggunakan koefisien Genova dapat sebagai dasar dalam
menentukan/menetapkan reliabilitas antar penilai.
Sama dengan kasus kelas 2, koefisien Genova untuk kelas 3 lebih
rendah dibandingkan dengan koefisien Kappa. Hal tersebut disebabkan,
karena sumber varians kesalahan pada analisis koefisien Kappa belum
diperhatikan sehingga memberikan hasil yang lebih tinggi. Jika varians
kesalahan diperhatikan maka kemungkinan akan memberikan hasil yang
kurang lebih sama dengan yang diperoleh melalui koefisien Genova.
2. Penilaian Produk
Penilaian produk instrumen penilaian seni lukis dilakukan oleh 3
(tiga) orang rater terhadap 60 orang siswa dengan 3 (tiga) indikator
instrumen. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bagian
sebelumnya, analisis kesepakatan dan kesepahaman rater terhadap konstruk
instrumen digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan Genova dan
pendekatan Cohen Kappa. Rangkuman perbandingan koefisien kedua
pendekatan tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan Koefisien Genova dan Kappa


pada Penilaian Produk
Koefisien Koefisien
Kelas Selisih
Genova Kappa
Kelas 1 0,76 0,88 0,12
Kelas 2 0,61 0,97 0,36
Kelas 3 0,62 0,92 0,30

146 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Vol. 12, No. 1, Th. 2009
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

Tabel 3 memberi gambaran bahwa koefisien Genova untuk kelas 1,


kelas 2, dan kelas 3 pada penilaian produk lebih rendah dibandingkan
dengan koefisien Kappa. Dalam kaitan dengan ini, estimasi dengan Genova
lebih memberikan hasil kesepakatan dan kesepahaman rater yang lebih kuat
dibandingkan dengan koefisien Kappa. Oleh karena itu, penggunakan
koefisien Genova dapat sebagai dasar dalam menentukan reliabilitas antar
rater. Pendekatan Genova lebih lengkap karena melibatkan tiga dimensi,
sementara pendekatan Kappa hanya dua dimensi. Jadi varians kesalahan
dengan metode Genova lebih diperhitungkan dalam analisis, sementara
metode Cohen Kappa tidak diperhatikan. Sumber varians kesalahan pada
analisis koefisien Kappa belum diperhatikan sehingga memberikan hasil
yang lebih tinggi. Jika varians kesalahan diperhatikan maka kemungkinan
akan memberikan hasil yang kurang lebih sama dengan yang diperoleh
melalui koefisien Genova. Dengan demikian, penggunaan koefisien
Genova dapat sebagai dasar dalam menentukan/menetapkan reliabilitas
antar penilai.

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disusun
kesimpulan sebagai berikut.
1. Spesifikasi instrumen penilaian hasil belajar karya seni lukis anak di SD
berbentuk lembar pengamatan yang di dalamnya terdiri atas indikator,
deskripsi, dan rubrik (kriteria). Pengguna instrumen ini adalah pendidik
sebagai rater. Komponen yang menjadi objek penilaian meliputi proses,
produk. Komponen proses terdiri atas 7 (tujuh) item, komponen
produk 3 (tiga) item.
2. Karakteristik instrumen penilaian hasil belajar karya seni lukis anak
yang mencakup validitas, reliabilitas, dan keterpakaian di Sekolah Dasar
telah teruji. Validitas telah teruji melalui proses focus group discussion
sebanyak 3 kali dan seminar sekali. Reliabilitas telah teruji melalui
teknik generalizeability theory (Teori G) dan interrater Cohen’s Kappa.
Koefisien Genova untuk instrumen ini sebesar 0,71 dan koefisien

Pengembangan Instrumen Penilaian Proses dan Produk Karya Seni Lukis − 147
Tri Hartiti Retnowati
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

interrater 0,82 telah memenuhi kriteria minimal yang dipersyaratkan


yaitu 0,70.

Daftar Pustaka
Asmawi, Zainul. (2005). Alternative assessment. Jakarta: Universitas Terbuka.
Berk, Ronald. A. (1986). Performance assessment. London: The John Hopkins
Press Ltd.
Brennan, Robert L. (1983). Element of generalizability theory. Iowa City: ACT
Publication.
BSNP. (2006). Standar nasional pendidikan. Jakarta: BSNP.
Conrad, George. (1964). The process of art education in the elementary school. New
Jersey: Prentice Hall, Inc.
Cut Kamaril. (2005). Pendidikan seni rupa/kerajinan tangan. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Linderman, Earl. W. (1984). Art & crafts for the classroom. New York:
Macmillan Publishing Company.
Linn, Robert L. (1990). Measurement and Evaluation in teaching. New York:
Macmillan Publising Company.
Pappas, George. (1970). Concepts in art and education. London: The
Macmillan Company.
Peraturan Pemerintah RI. (2005). Peraturan pemerintah, Nomor 19, tahun 2005,
tentang standar nasional pendidikan.
Ricci, Corrado. (1960). L’art de bambini. Leipzig. Pedagogical Sem. 3 (1906);
302-307.
Rohidi, Tjetjep Rohendi. (2000). Kesenian dalam pendekatan budaya. Bandung:
STISI Press.

148 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Vol. 12, No. 1, Th. 2009
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

Salam, Sofyan. (2001). Pendekatan ekspresi diri, disiplin dan multikultural dalam
pendidikan seni rupa. Makalah disajikan dalam Seminar & Lokakarya
Nasional Pendidikan Seni, di Jakarta.
Soesatyo. (1994). Apresiasi seni lukis anak-anak. Yogyakarta: Sanggar Melati
Suci.

Pengembangan Instrumen Penilaian Proses dan Produk Karya Seni Lukis − 149
Tri Hartiti Retnowati

You might also like