0% found this document useful (0 votes)
39 views14 pages

Sumber-Sumber Resiliensi Pada Remaja Korban Perundungan Di SMK Negeri X Jakarta

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1/ 14

Jurnal Psibernetika

Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018


Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

SUMBER-SUMBER RESILIENSI PADA REMAJA KORBAN


PERUNDUNGAN DI SMK NEGERI X JAKARTA
Fhobie Claudia1), Shanty Sudarji2)
Program Studi Psikologi Universitas Bunda Mulia, Jakarta
1)
fhobieclaudia.fc@gmail.com, 2)gbu120711@gmail.com

ABSTRACT: Adolescence student’s bullying behavior causing bad impact for the physic, mental, and
social of the vully-victims. Thereby, victims needs resilience to be revved from their traumatic experience.
This study aims to find out the sources of resilience of victims of abuse. This research using qualitative
method with case study approach case study. Resilience is the ability of a person to successfully copyng
and revived from their unpleasant experience. Collecting data technique using interview and observation.
Data analyze technique using coding, organizing data, thematic analysis, interpretation and data
credibility using triangulation source technique to sampling based on opinion. The result of research
showed that, from 5 subyect, there one subyect, H who isdominant in all aspect such as I am, I can, and
I have. The subjects of ‘AO’ and ‘B’ are more dominant at the source I am, subject ‘A’ is more dominant
in the source I have. Whereas subject ‘N’ is more dominant in the source I have. The study concludes that
there are family factor, community, emotional regulation, optimism, self-efficacy, and religiosity factors
that influence the resilience of adolescents. In conclusion, there is only one subyect who has resilience,
but the other subyect doesn’t has all the aspects of I am, I can, and I have, while in other subjects is only
dominant in one source of resilience. To has resilience, a person must have all of the aspect, such as I
am, I can, and I have.
Keywords: Resilience, bully-victims, adolescence

ABSTRAK: Perilaku perundungan pada remaja yang dilakukan di lingkungan sekolah menimbulkan
dampak buruk secara fisik, mental, dan sosial bagi korban. Dengan demikian, korbannya membutuhkan
resiliensi untuk bangkit dari pengalaman traumatis tersebut. Resiliensi adalah kemampuan seseorang
untuk dapat berhasil dalam mengatasi atau bangkit kembali dari pengalaman hidup yang tidak
menyenangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber-sumber resilien korban perundungan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus kepada lima remaja korbang
perundungan. Teknik yang digunakan dalam pengambilan data adalah wawancara dan observasi. Teknik
analisa data yang digunakan meliputi koding, organisasi data, analisis tematik, tahapan interpretasi dan
mengetahui keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi sumber untuk pengujian terhadap
dugaan. Hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa dari lima subyek terdapat satu subyek yakni H
dominan di semua aspek pada sumber I am, I can, dan I have. Subyek AO dan B lebih dominan pada
sumber I am, subyek A lebih dominan di sumber I have. Sedangkan subyek N lebih dominan di sumber I
have. Studi menyimpulkan bahwa ada faktor keluarga, komunitas, regulasi emosi, optimisme, self-
Efficacy, dan religiusitas yang mempengaruhi proses resilien remaja. Dapat di simpulkan bahwa hanya
satu subyek yang resiliensi, sedangkan pada subyek-subyek lain hanya dominan di satu sumber dalam
membentuk resiliensi, hal ini belum bisa dikatakan resilien. Sedangkan untuk menjadi resiliensi harus
memiliki semua aspek dalam sumber I am, I can, dan have.
Kata kunci: Resiliensi, korban perundungan, remaja

101
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

PENDAHULUAN Komisi Perlindungan Anak


Indonesia (KPAI) juga mencatat bahwa
Selama 30 tahun terakhir, kasus perundungan terjadi di kalangan
perundungan menjadi salah satu ancaman anak-anak di lingkungan sekolah sebesar
serius terhadap perkembangan anak dan (87.6%). Dari angka (87.6%) tersebut,
penyebab potensial kekerasan dalam (29.9%) perundungan dilakukan oleh guru,
lingkungan sekolah (Smokowski & Kopasz, (42.1%) dilakukan oleh teman sekelas, dan
2005 dalam Putri, Nauli, & Novayelinda, (28.0%) dilakukan oleh teman lain kelas
2015). Perundungan merupakan salah satu (Putri, Nauli, & Novayelinda, 2015).
permasalahan yang dijumpai oleh remaja, Yayasan Semai Jiwa (dalam
orang tua, guru dan menjadi perhatian Surilena, 2016) melakukan penelitian pada
global. Provis (dalam Putri, Nauli, & 2008 mengenai kasus perundungan di
Novayelinda, 2015) mengungkapkan kalangan pelajar, kemudian mendapati
fenomena seputar perilaku perundungan bahwa kasus perundungan paling besar di
sudah terjadi sejak tahun 1960 akhir atau Indonesia terjadi di 3 kota besar, yaitu
sekitar awal permulaan tahun 1970 di Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta.
Sweden. Banyaknya kasus perundungan terjadi di
Hal yang serupa di ungkapkan oleh SLTA dengan persentase 67,9% siswa/i dan
Espelage dan Swearer (dalam Brown, 2012) 66,1% siswa/i SLTP dengan kategori
perundungan adalah bentuk kekerasan tertinggi kekerasan psikologis, seperti
sekolah yang paling umum saat ini. Sebuah pengucilan, dan peringkat kedua adalah
riset yang dilakukan oleh LSM Plan kekerasan verbal (mengejek) dan fisik
International dan International Center for (memukul). Sebanyak 43,7% untuk tingkat
Research on Women (ICRW) (dalam SMA dengan kategori tertinggi kekerasan
Lestari, 2016) menunjukkan sebanyak 84% psikologis berupa pengucilan. Peringkat
anak di Indonesia mengalami kekerasan di kedua ditempati kekerasan verbal
sekolah seperti perkelahian, dan (mengejek) dan terakhir kekerasan fisik
perundungan secara fisik. Angka tersebut seperti memukul (Januarko, 2013).
lebih tinggi dari tren di kawasan Asia yakni Olweus (dalam Sari, 2010)
70%. Data lain lagi menyebutkan bahwa mengatakan perundungan bukan merupakan
jumlah anak sebagai pelaku perundungan di fenomena baru di lingkungan sekolah.
sekolah mengalami kenaikan dari tahun ke Tindakan-tindakan seperti memaki,
tahun. menebar gosip, menampar, menginjak kaki,
Kementerian Sosial (Kemensos) mencibir, mengancam dan lain sebagainya
mencatat terdapat 253 kasus perundungan, sudah sering dilakukan oleh remaja, baik di
sebanyak 122 anak menjadi korban dan 131 sekolah dasar maupun di sekolah
anak menjadi pelaku dalam kurun waktu 8 menengah. Hal ini didukung dalam
bulan dari Januari awal sampai Agustus penelitian yang dilakukan Salmon, dan
2017 (Muthmainah, 2017). Kementerian kawan-kawan (2018) mengatakan jenis-
Sosial (Kemensos) juga mencatat sebanyak jenis perundungan yang dilakukan pada
85% anak usia 12 tahun hingga 17 tahun orang lain, seperti mendapatkan ancaman,
pernah menjadi korban perundungan (Kasus dilukai secara fisik, dilukai mengunakan
perundungan anak, 2017). Dalam survei senjata atau benda tanjam, diejek,
yang dilakukan oleh International Center membedakan ras dan budaya, membedakan
for Research on Women (ICRW) bahwa gender, mengatakan tentang fisik, dan
Indonesia menempati peringkat pertama cyberbullying.
dalam kasus kekerasan di lingkungan Penelitian yang dilakukan oleh
sekolah, dengan persentase 84 %. Bond, Carlin, Thomas, Rubin, dan Patton
Persentase tersebut masih lebih tinggi jika mencatat bahwa pada siswa menengah
di baningkan dari Vietnam 79%, Nepal Australia usia 13 tahun yang mengalami
79%, Kamboja 63% dan Pakistan 43% perundungan, menjelaskan adanya
(dalam Mukhtar, 2017). hubungan perundungan dengan kesehatan

102
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

psikologis, seperti memiliki risiko depresi lebih banyak diam ketika dijahili, diejek,
dan kecemasan yang lebih tinggi selama atau ketika mendapat kekerasan secara
tahun ajaran berikutnya (dalam Rothon, fisik. Selain itu Edwards mengatakan
Head, Klineberg, & Stansfeld, 2011). perilaku perundungan paling sering terjadi
Fekkes, dkk (dalam Kowalski dan limer, pada masa-masa sekolah menengah atas
2013) menambahkan bahwa ada efek (SMA), dikarenakan pada masa ini remaja
kesehatan fisik dari anak-anak korban memiliki egosentrisme yang tinggi (dalam
perundungan yang bisa terlihat seperti sakit Usman, 2013). Salah satu bentuk sifat
perut, masalah tidur, sakit kepala, depresi, egoisentrisme di masa remaja yang sering
mengompol, kelelahan, dan nafsu makan muncul adalah perilaku perundungan,
yang buruk setelah diganggu. Selain itu Meskipun begitu di masa ini seorang remaja
korban perundungan mengalami dampak diharapkan mampu untuk mengontrol
baik secara fisik, psikologis dan perasaan mereka serta mampu untuk
kesejahteraan sosial Due, dkk (dalam Pitrie, mengendalikan dan memahami gejolak
2014). emosi sehingga akan tercapai kondisi
Riauskina, Djuwita dan Soesetio emosional yang adaptif dengan begitu
(dalam Tatyagita & Handayani, 2014) remaja akan mampu menyelesaikan tugas-
menjelaskan ada dampak negatif bagi tugas perkembangan dengan baik
korban perundungan, seperti remaja (Paramitasari & Alfian, 2012).
menerima ejekan dari teman sebayanya, Selain itu remaja merupakan fase
maka ia akan merasa tertekan dan dan perkembangan antara masa kanak-kanak
perasaan tertekan ini akan menimbulkan dan masa dewasa, berlangsung antara usia
emosi yang negatif, seperti rasa marah, 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri
dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, dari masa remaja awal usia 12-15 tahun,
tidak nyaman, terancam, namun tidak masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun,
berdaya menghadapinya. Dalam jangka dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun
panjang emosi-emosi itu akan berpengaruh (Monks, et al, dalam Darmasih, Setiyadi, &
pada dirinya dan dapat berujung pada Gama, 2011). Masa remaja disebut juga
munculnya perasaan rendah diri bahkan sebagai periode perubahan, tingkat
tidak berharga. Panggabean, ddk (2015) perubahan dalam sikap, dan perilaku selama
mengatakan bahwa perundungan masa remaja sejajar dengan perubahan fisik.
memberikan dampak psikologi bagi Salah satu kenakalan yang dilakukan pada
korbannya. Korban perundungan akan masa remaja adalah perndungan, tindakan
mengalami depresi, rendah diri, dan perundungandilakukan yang dimana remaja
akhirnya menarik diri dari pergaulan sosial. ingin mendapatkan kekuasaan atau mencari
Lereya, Copeland, Costello, dan Wolke popularitas dalam suatu kelompok atau
(2015) menggungkapkan kekerasan pada individu (Hurlock dalam Putra, 2013).
korban perundungan memiliki efek bagi Kasus perundungan terjadi di
kesehatan fisik dan mental seperti sekolah SMKN 56, Jakarta Timur. Kepala
kecemasan, depresi, peningkatan resiko Sudin Pendidikan Wilayah I Jakarta Utara,
menyakiti diri sendiri, upaya untuk bunuh Budi Sulistiyo mengungkapkan bahwa ada
diri dan menyebabkan efek kesehatan perilaku perundungan yang terjadi di
jangka panjang di dewasa awal bahkan lingkungan sekolah antar senior dan junior.
sampai dewasa akhir. Pelaku melakukan tendangan dan
Olweus (dalam Ahmad, 2017) tamparan, dimana korban sempat menangis
mendeskripsikan perundungan sebagai dan meminta ampun, namun pelaku tetap
suatu perilaku yang disengaja terjadi bersihkukuh melakukan
berulang-ulang dan adanya penyalahgunaan penganiyaan (dalam Yusuf, 2017).
kekuasaan dari pelaku. Siswa yang Berdasarkan hasil wawacara pribadi kepada
mendapatkan perilaku tersebut umumnya tiga korban perundungan yang berinisial A,
tidak memiliki keberanian untuk melawan S, dan N dari ketiga subyek dua subyek A
temannya yang lebih kuat sehingga mereka dan N mengalami trauma dalam lingkungan

103
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

sosial dan melukai diri sendiri ketika sumber-sumber resiliensi, yaitu ; I am, I
mengalami perundungan. Untuk subyek A can, dan I have, resilien dapat ditingkatkan
merasa perundungan yang selama ini ia ketika dukungan diberikan (I have), ketika
terima tidak ada yang peduli akan keadaan kekuatan dari dalam diri seperti
dirinya, yang membuat dirinya melakukan kepercayaan diri, sikap optimis, sikap untuk
percobaan bunuh diri. Subyek N melukai menghargai dan empati dikembangkan (I
dirinya karena merasa keluarga adalah am), dan ketika kemampuan interpersonal
tempat ia berlindung, namun juga dan memecahkan masalah diperoleh (I can)
melakukan perundungan terhadap dirinya, (dalam Tatyagita dan Handayani, 2014).
karena sulit untuk mengatasi situasi tersebut Mengapa diperlukan sumber-sumber dalam
ia melukai dirinya sendiri. Sedangkan membentuk resilien, menurut Grotberg
subyek N memandang perundungan sebagai (2000) dalam menghadapi stituasi yang
motivasi utuk dirinya bangkit dan tidak menyenangkan dan untuk
membuktikan bahwa perundungan selama mengembangkan resiliensi, sangat
ini tidak membuat dirinya semakin terpuruk bergantung pada proses dari tiga sumber-
dalam situasi tersebut. Seperti yang tertulis sumber resilien tersebut. Namun ketiga
pada Pasal 54 UU No 35 tahun 2014 sumber mempengaruhi lamanya proses
tentang Perlindungan Anak, berbunyi “anak resilien seseorang, dimana jika hanya satu
di dalam dan di lingkungan satuan sumber yang terpenuhi belum dapat
pendidikan wajib mendapatkan dikatakan untuk resilien (dalam Rahmati
perlindungan dari tindak kekerasan fisik, dan Siregar, 2012).
psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan Seperti yang diungkapkan oleh
lainnya yang dilakukan oleh pendidik, Frutos dan Vicen (2014) resiliensi bagi
tenaga kependidikan, sesama peserta didik, remaja merupakan salah satu cara dalam
dan atau pihak lain.” Jelas tertera peraturan bertahan dari tekanan hidup. Didukung oleh
yang melindungi anak dari kekerasan Sari, Sari, dan Hernawaty (2017) yang
(KPAI dalam Khoirunnisa, 2017). mengatakan bahwa resiliensi pada remaja
Setiap individu memiliki cara merupakan sesuatu yang penting, dengan
dalam menghadapi tekanan dalam dirinya. resiliensi yang baik seseorang mempunyai
Seperti yang di ungkapkan oleh Rutter kemampuan beradaptasi dengan situasi atau
(2012) bahwa masing-masing individu permasalahan yang berat dalam hidupnya.
memiliki perbedaan dalam menanggapi Hal serupa di ungkapkan oleh Romeo
kesulitannya masing-masing, dan memiliki (2015) remaja yang mengalami pristiwa
keseimbangan yang berbeda-beda antara negatif dalam hidupnya akan lebih resilien
pengaruh yang dihasilkan antara pengaruh ketika menghadapi pengalaman yang sama
negatif dan pengaruh positif. Maka dari itu ketika ia memasuki masa dewasa.
seseorang membutuhkan resiliensi agar dia Sedangkan Dewi dan Cahyani (2015)
bisa bangkit dari keterpurukan atau situasi menambhkan mengapa resilien penting bagi
yang tertekan. Dalam kehidupan manusia remaja dikarenakan remaja yang resilien
resiliensi memiliki makna dalam akan tumbuh menjadi orang dewasa yang
menghadapi berbagai tekanan. resilien pula. Remaja yang tidak resilien
Perkembangan resiliensi dalam kehidupan akan sulit untuk bangkit dari masalahnya
akan membuat individu mampu mengatasi dan tidak mampu mengontrol dirinya
stres, trauma, dan masalah lainnya dalam sendiri.
proses kehidupan (Henderson, 2003). Jika Sedangkan remaja yang bisa
individu tidak memiliki resiliensi dalam resiliensi mampu untuk secara cepat
dirinya, maka individu tersebut akan kembali kepada kondisi sebelum trauma,
menjadi lemah dan tak berdaya (dalam terlihat kebal dari berbagai peristiwa-
Purnomo, 2014). Grotberg (2005) peristiwa kehidupan yang negatif, serta
mengatakan secara sederhana resiliensi mampu beradaptasi terhadap stres yang
adalah kemampuan individu untuk bangkit ekstrim dan kesengsaraan (Holaday, 1997).
kembali dari kondisi terpuruk. Terdapat tiga Newcomb (dalam Widuri, 2012) melihat

104
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

resiliensi sebagai suatu mekanisme permasalahan atau kesulitan di dalam


perlindungan yang memodifikasi respon kehidupannya sehari-hari. Hal ini menuntut
individu terhadap situasi-situasi yang seseorang untuk mampu menghadapi stres
beresiko pada titik-titik kritis sepanjang dan tekanan secara lebih efektif,mengatasi
kehidupan seseorang. Selain itu menurut tantangan sehari-hari, bangkit dari
Hitiyahubessy, Utami, dan Widiyatmadi kekecewaan, kesulitan dan trauma,
(2015) Orang yang resilien menunjukan mengembangkan tujuan yang realistik
kemampuan adaptasi yang lebih dari cukup berinteraksi dengan nyaman dengan orang-
ketika rnenghadapi kesulitan. Berdasarkan orang disekitarnya dan bisa menghargai diri
uraian-uraian sebelumnya, jelas sekali sendiri dan orang lain Brooks dan Goldstein
pentingnya resiliensi bagi remaja yang (dalam Tatyagita & Handayani, 2014).
mengalami perundungan. Hanya saja, Menurut Bobey (dalam Pulung &
penelitian mengenai sumber-sumber Tarmidi, 2012) orang-orang yang disebut
resiliensi tersebut masih jarang diteliti. individu yang resilien, adalah mereka yang
Berangkat dari hal tersebut, peneliti dapat bangkit, berdiri di atas penderitaan
melaukan penelitian mengenai sumber- dan memperbaiki kekecewaan yang
sumber resiliensi dari remaja akhir yang dihadapinya. Resilien sudah ada di setiap
mengalami kekerasan pada masa kanak- orang, artinya setiap individu lahir dengan
kanak. Maka dari itu, tujuan dari penelitian kemampuan untuk dapat bertahan dalam,
ini ialah untuk mengetahui sumber-sumber penderitaan, kekecewaan, atau tantangan.
resiliensi pada remaja yang mengalami Resilien seseorang terlihat dengan jelas
kekerasan dari orangtua pada masa kanak- apabila berada pada tantangan atau
kanak. masalah. Semakin seseorang bertahan
dengan banyak tantangan dan hambatan
Resiliensi maka akan terlihat apakah ia telah berhasil
Resiliensi adalah kemampuan yang mengembangakan karakteristik resilien
dimiliki oleh seseorang untuk menghadapi, dalam dirinya atau tidak.
mengatasi, mempelajari, atau berubah
melalui berbagai kesulitan yang tidak dapat Sumber resiliensi
di hindari dalam kehidupan Grotbert Menurut Grotberg (2000) (dalam
(2003). Menurut Rahmati dan Siregar Alvina dan Dewi, 2016) terdapat sumber-
(2012) setiap orang itu pasti akan sumber yang mempengaruhi resiliensi
mengalami kesulitan ataupun sebuah antara lain : (1) I am, (2) I Can, (3) I Have
masalah dan tidak ada seorangpun didunia I am. Faktor I am merupakan
yang hidup tanpa adanya masalah atau kekuatan yang berasal dari dalam diri
kesulitan dalam dirinya. Sedangkan sendiri. Faktor ini meliputi perasaan, sikap,
menurut Tugade dan Frederickson ( dalam dan keyakinan di dalam diri anak. Ada
Swastika, 2012), setiap orang beberapa bagian-bagian dari faktor dari I
membutuhkan resiliensi, yaitu sebuah usaha Am yaitu: perasaan dicintai dan mencintai;
untuk melanjutkan hidup setelah tertimpa mencintai, empati, dan altruistik; bangga
kemalangan atau sebuah tekanan yang pada diri sendiri; otonomi dan tanggung
berat, karena satu hal yang kita harus di jawab; dan harapan keyakinan, &
ingat bahwa hidup penuh dengan rintangan kepercayaan.
dan cobaan. I Can. Merupakan kemampuan
Reivich dan Shatte ( dalam yang dimiliki individu untuk
Prasetyo dan Kustanti, 2014) mengungkapkan perasaan dan pikiran
mengungkapkan resiliensi sebagai dalam berkomunikasi dengan orang lain,
kemampuan untuk mengatasi dan memecahkan masalah dalam berbagai
beradaptasi ketika menghadapi kejadian dan seting kehidupan (akademis, pekerjaan,
masalah yang berat dalam hidup. Resiliensi pribadi dan sosial) dan mengatur tingkah
merupakan sebuah kekuatan yang ada laku, serta mendapatkan bantuan saat
dalam diri seseorang untuk mengatasi membutuhkannya. Ada beberapa aspek

105
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

yang mempengaruhi faktor I Can yaitu: Menurut Yayasan Sejiwa


berkomunikasi; pemecahan masalah; (Muhammad dalam Lestari, 2016), bentuk-
mengelola perasaan dan rangsangan; bentuk perundungan dapat dikelompokkan
mengukur tempramen diri dan orang lain; dalam tiga kategori, yaitu:
dan mencari hubungan yang dapat 1. Perundungan fisik, meliputi
dipercaya. tindakan: menampar, menimpuk,
I Have. Faktor I Have merupakan menginjak kaki, menjegal,
dukungan eksternal dan sumber dalam meludahi, memalak, melempar
meningkatkan daya lentur. Sebelum anak dengan barang, serta menghukum
menyadari akan siapa dirinya (I Am) atau dengan berlari keliling lapangan
apa yang bisa dia lakukan (I Can), remaja atau push up.
membutuhkan dukungan eksternal dan 2. Perundungan verbal, terdeteksi
sumber daya untuk mengembangkan karena tertangkap oleh indera
perasaan keselamatan dan keamanan yang pendengaran, seperti memaki,
meletakkan fondasi, yaitu inti untuk menghina, menjuluki, meneriaki,
mengembangkan resiliensi. Aspek ini memalukan di depan umum,
merupakan bantuan dan sumber dari luar menuduh, menyebar gosip dan
yang meningkatkan resiliensi. Sumber- menyebar fitnah.
sumbernya adalah adalah sebagai berikut: 3. Perundungan mental atau
trusting relationship; struktur dan aturan psikologis, merupakan jenis
dirumah; role model; dorongan menjadi perundungan paling berbahaya
otonom; dan akses pendidikan, kesehatan, karena perundunganbentuk ini
kesejahteraan dan layanan keamanan. langsung menyerang mental atau
psikologis korban, tidak tertangkap
Tahap pembentukan resiliensi mata atau pendengaran, seperti
Grotberg (dalam Rahmati dan memandang sinis, meneror lewat
Siregar, 2012) lima dimensi pembangun pesan atau sms, mempermalukan,
resiliensi yaitu trust, autonomy, identity, dan mencibir.
initiative, dan industry. Sedangkan menurut
Reivich dan Shatte (2002) dalam Septiana Remaja
& Fitria, 2016) , memaparkan tujuh Gunarsa dan Gunarsa (2012)
kemampuan yang membentuk resiliensi, mengatakan bahwa batas umur remaja
yaitu regulasi emosi, Control Impuls, adalah 12 sampai 22 tahun. Menurut
Optimisme, Analisi Kausal, Empati, Self- Hurlock adolescence atau remaja berasal
efficacy, Reaching out. dari kata latin adolescere yang berarti
"tumbuh atau tumbuh menjadidewasa".
Perundungan Istilah adolesence mempunyai artilebih luas
Olweus (dalam Sari & Agung yaitu mencakup kematanganmental,
2015) mendeskripsikan perundungan emosional, sosial, dan fisik (Utami,2015).
sebagai suatu perilaku yang disengaja Papalia (2014) menjelaskan bahwa masa
terjadi berulang-ulang dan adanya remaja merupakan perubahan
penyalah-gunaan kekuasaan dari pelaku. perkembangan antara masa anak dan masa
Siswa yang mendapatkan perilaku tersebut deasa yang melibatkan perubahan fisik,
umumnya tidak memiliki keberanian untuk kognitif, dan psikososial. Masa
melawan temannya yang lebih kuat perkembangan remaja menurut Wong
sehingga mereka lebih banyak diam ketika (dalam Nawafilaty, 2015) Remaja
dijahili, diejek, atau ketika mendapat merupakan suatu fase perkembangan antara
kekerasan dari temannya Coloroso (dalam masa kanak-kanak dan masa dewasa,
Sari & Agung 2015). berlangsung antara usia 12 sampai 21
tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja
Bentuk-bentuk perundungan awal usia 12-15 tahun, masa remaja

106
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa beberapa pihak terkait di sekolah X untuk
remaja akhir usia 18-21 tahun. memetakan calon subjek yang sesuai
dengan karakteristik penelitian yang telah
Resiliensi remaja ditentukan. Teknik sampling yang
Menurut Ong, et al (dalam digunakan ialah teknik purposive sampling,
Ruswahyuningsih dan Afiatin, 2015) yaitu pengambilan subjek yang sesuai
resiliensi mempunyai pengertian sebagai dengan karakteristik sampel yang telah
suatu kemampuan untuk bangkit ditentukan dalam penelitian. Teknik
kembali (to bounce back) dari pengumpulan data yang dilakukan dalam
pengalaman emosi negatif dan penelitian ini ialah observasi dan
kemampuan untuk beradaptasi secara wawancara. Melalui observasi, peneliti
fleksibel terhadap permintaan-permintaan ingin mendapatkan informasi berupa
yang terus berubah dari pengalaman- gesture, emosi, dan gerakan yang dilakukan
pengalaman stress. Mackay dan Iwasaki langsung saat proses wawancara sedang
(dalam Ruswahyuningsih dan Afiatin, berlangsung. Wawancara yang digunakan
2015) menambahkan bahwa individu ialah wawancara semi terstruktur di mana
yang memiliki kemampuan resilien, peneliti menggunakan panduan wawancara
sebagai berikut: dan dapat menambah pertanyaan sesuai
(a) Individu mampu untuk menentukan dengan kebutuhan peneliti saat
apa yang dikehendaki dan tidak mengumpulkan informasi dari subjek.
terseret dalam lingkaran Teknik analisa data yang digunakan ialah
ketidakberdayaan. analisis konten induktif. Proses
(b) Individu mampu meregulasi berbagai pemeriksaan keabsahan data dapat
perasaan terutama perasaan negatif dilakukan dengan menggunakan triangulasi.
yang timbul akibat pengalaman Terdapat 5 subyek dalam penelitian
traumatic. ini, yaitu: H, AO, A, B, dan N.
(c) Individu mempunyai pandangan atau
kemampuan melihat masa depan Tabel 1. Gambaran subyek penelitian
dengan lebih baik. Subyek Usia Jenis Lama
Perundungan Mengalami
METODE PENELITIAN Perundungan
H 17 Verbal 7 tahun
Penelitian ini menggunakan tahun
pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif AO 16 Verbal, fisik, 7 tahun
merupakan prosedur penelitian yang tahun dan
menghasilkan dan mengolah data yang pengucilan.
dibutuhkan yang bersifat deskriptif berupa
A 17 Verbal dan 3 tahun
kata-kata tertulis dan lisan dari orang- orang tahun pengucilan.
dan prilaku yang dapat diamati (Poewandari
, 2011). Tipe penelitian yang digunakan B 16 Verbal, 8 tahun
adalah studi kasus. Penelitian studi kasus tahun Fisik, dan
Pungutan
sebagai proses pencarian pengetahuan yang Liar.
empiris guna menyelidiki dan meneliti
berbagai fenomena dalam konteks N 17 Verbal, 7 tahun
kehidupan nyata. Sampel yang digunakan tahun Fisik, dan
dalam penelitian ini berjumlah 5 orang. Pungutan
Karakteristik subyek dalam penelitian ini, Liar.
yaitu; remaja korban perundungan,
mengalami perundungan verbal, fisik, Ia seorang siswa SMK kelas X. H
psikososial, dan lain sebagainya, remaja telah menerima perundungan selama 7
usia 12-18 tahun. Peneliti melakukan tahun dari kelas 3 SD. Perundungan yang
observasi dan wawancara terlebih dahulu ke diterima secara verbal mengenai kekurang

107
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

fisik yang dimiliki H, seperti membicarakan semua aspek pada sumber-sumber resilien
kepala miring. Hingga ia masuk SMK H dalam menghadapi perundungan.
dipangil dengan nama ustad dan kepala Sedangkan subyek-subyek lain masih
miring di lingkungan sekolah. belum memenuhi setiap aspek untuk
AO mengalami perundungan resilien dalam menghadapi perundungan,
selama 7 tahun dari kelas kelas 3 SD. namun mereka dominan di dalam satu
Ketika bermain bersama-teman di sumber resiliensi. Seperti subyek AO yang
lingkungan rumah, ia tidak memiliki teman dominan di sumber I Am, subyek B
karena dijauhi akhirnya AO tidak memiliki dominan di sumber I Can dan subyekA dan
teman di lingkungannya. Sedangkan di N dominan di sumberi Have. Subyek AO
SMP dan SMK AO mengalami dominan di sumber I Am karena pada saat
perundungan verbal dan pengucilan, mengalami perundungan I percaya terhadap
seperti mengubah nama dan dijauhi teman dirinya bahwa bisa mengatasi situasi
satu kelas di angggap gila. tersebut dan bisa kembali seperti semua
A mengalami perundungan selama tidak adanya perilaku yang diterima
3 tahun dari pertama masuk SMK. dikemudian hari.
Perundungan yang diterima secara verbal Subyek A dominan di pada sumber
dan pengucilan dari teman-teman di I Have menjelaskan bahwa pada saat
lingkungan sekolah, dimana mengubah mengalami perundungan keluarga (orang
nama pangilan A hingga dijauhi teman satu tua) dan lingkungan sekolah (guru-guru)
kelas karena bertebat dengan teman yang yang memperkuat dan mendukung A dalam
lain. menghadapi dan bagaimana harus
B mengalami perundungan selama menyikapi perundungan yang dialami
8 tahun dari kelas 2 SD. Perundungan yang dirinya di lingkungan sekolah. Subyek B
diterima berupa verbal, fisik, dan pungutan dominan di sumber I Can dalam menyikapi
liar, memiliki tubuh yang besar menjadikan perundungan ia percaya akan kemampuan
B bahan perundungan dari teman- dan strategi yang dimiliki untuk tepat
temannya. Selain itu ia mengalami bertahan dan bisa melawan perundungan
kekerasaan fisik dari pelaku perundungan yang selama ini ia terima. Subyek N
karena memiliki tubuh yang besar dominan di sumber I Have menjelaskan
menyebabkan orang lain terluka, dan bahwa sampai saat ini ia masih bertahan
pungutan liar yang dilakukan oleh teman- dan berjuang untuk lebih baik karena adnya
teman dan kakak tingkat. dukungan yang diberi oleh kedua orang tua
N mengalami perundungan selama dan teman-teman di sekolah untuk
7 tahun dari kelas 3 SD. Perundungan yang menghadapi perundungan yang selama ini
selama ini N terima secara verbal, fisik, ia terima. Walau ada satu aspek yang belum
dan pungutan liar, seperti membicarakan dimiliki N adalah akses kesehatan dan
fisik N yang kecil dan memiliki tubuh yang kesejahteraan dalam dirinya untuk
lemah. Selain itu menerima perilaku secara mengatasi perundungan, disebabkan
fisik jika tidak menuruti perintah dari ancaman yang diterima membuat N takut
pelaku perundungan seperti pemukulan di mencari perlindungan atau melaporkan ke
bagian kepala dan tubuh, dan adanya orang tua dan pihak sekolah.
pungutan liar yang di lakukan kakak tingkat Pemenuhan aspek pada masing-
di dalam kelas dan luar kelas. masing dapat dilihat pada tabel 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian
Berdasarkan hasil wawacara dan
analisis diketahui bahwa H, memenuhi

108
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

Tabel 2. Gambaran sumber I am harus memiliki semua aspek dalam sumber-


Aspek Subyek yang sumber resiliensi, maka dari itu seseorang
memenuhi bisa dikatakan resiliensi jika aspek-aspek
Bangga terhadap diri H, AO, A, dan terpenuhi. Resilien di pengaruhi oleh
sendiri. B beberapa faktor internal yang meliputi
Mencintai, empati, dan H, AO, A, B, regulasi emosi, optimiesme, self-Efficacy,
alturuistik. dan N dan religiusitas, serta faktor ekternal
keluarga dan komunitas. Terdapat
Harapan, keyakinan, dan H, AO, A, B, perbedaan yang terlihat dari para subyek
kepercayaan. dan N
dalam memenuhi seluruh sumber resilien
Otonomi dan tanggung H, AO, A, dan dan tidak memenuhi sumber resilien.
jawab. B Subyek H dan N memiliki
Perasaan di cintai dan H, AO, A, B, perbedaan dalam memenuhi aspek bangga
perilaku menarik. dan N terhadap dirinya, dimana dalam
menghadapi perundungan H lebih memiliki
Tabel 1. Gambaran sumber I can sikap yang optimis dalam menyikapi
Aspek Subyek yang perundungan, agar ia tidak menjadi korban
memenuhi perundungan terus menerus dari teman-
H, AO, A, dan tamanya, ketimbang N yang kurang optimis
Komunikasi menyikapi perundungan ia menjadi korban
B
berulang-ulang kali. Ini menjelaskan bahwa
Mencari hunungan yang H, AO, A, B, optimis ketika menghadapi suatu peristiwa
dapat dipercaya. dan N mempengaruhi resilien. Slamet (2014)
Mengukur tempramen menjelaskan optimisme sebagai suatu sikap
diri sendiri dan orang H, AO, dan B individu yang memiliki harapan kuat
lain. terhadap segala sesuatu walaupun sedang
Mengelolah perasaan menghadapi masalah, karena individu
H, dan B tersebut yakin mampu memecahkannya,
dan rangsangan
Pemecahaan masalah H, AO, dan B sebaliknya jika seseorang kurang rasa
optimisme dalam menghadapi perundungn
akan lebih menyalahkan diri sendiri dan
Tabel 4. Gambaran sumber I have akan semakin membuat terpuruk bagi
Aspek Subyek yang dirinya.
memenuhi Subyek AO dan A pada aspek
Sturuktur dan aturan H, AO, A, B, mengelolah perasaan dan rangsangan
rumah dan N kurangnya pemahaman dalam menyikapi
Role model H, AO, A, B, suatu peristiwa secara lebih
dan N positifkhususnya perundungan, membuat
Dorongan untuk menjadi H, AO, A, B, mereka melakukan tindakan kekerasaan
otonomi dan N kepada pelaku perundungan. Tugade dan
Mempercayai hubungan H, AO, A, B, Fredrickson (dalam Purnomo, 2014) emosi
dan N yang positif akan membantu individu
menjadi resilien. Widuri (2012) jika
Akses pada kesehatan, individu sulit mengontrol emosi, tingkah
pendidikan, kesejahteraan H, dan A laku dan atensi akan berpengaruh dalam
dan layanan keamanan. mengatur regulasi emosi sulit dalam
beradaptasi dan berhubungan dengan orang
Pembahasan lain. Hal ini salah satu yang menyebabkan
Individu dikatakan resilien jika ia subyek AO dan A tidak terpenuhnya
memenuhi semua aspek dalam sumber- sumber resilien.
sumber resilien tersebut. Grotberg (dalam Subyek B dan N yang memiliki
Desmita, 2011) untuk menjadi resiliensi cara yang berbeda dalam menyikapi

109
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

perundungan dan mengambarkan resilien dominan di sumber I Can dan subyek A dan
diri dan menjelaskan tentang bagaimana N dominan di sumber I Have.
Self-efficacy mempengaruhi diri mereka. Faktor yang mempengaruhi
Reivich dan Shatte (dalam Septiana & resilien, faktor internal yang meliputi
Fitria, 2016) sebagai hal yang penting untuk regulasi emosi, optimiesme, self-efficacy,
menjadi resilien, karena pada saat individu dan religiusitas, serta faktor ekternal
memiliki rasa kepercayaaan diri dalam keluarga dan komunitas. Terdapat
menghadapi suatu peristiwa maka ia akan perbedaan yang terlihat dari para subyek
berhasil dan sebaliknya Reivich dan Shatte dalam memenuhi seluruh sumber resilien
(dalam Septiana & Fitria, 2016) individu dan tidak memenuhi sumber resilien.
yang kurang percaya diri dalam mengatasi Remaja korban perundungan yang
m asalah secara cepat akan sulit untuk mengambarkan kepercayaan dirinya I Am
keluar dari situasi tersebut. dalam menghadapi perundungan yang
Subyek A dan H yang memilki diterima akan membentuk I Can dalam
membuktikan bahwa mereka bisa bertahan dirinya untuk mencari penyelesaian yang
dan bangkit karena adanya orang lain yang lebih positif dalam mengambil suatu
mendukung baik keluarga dan lingkungan keputusan, kemampuan dalam menghadapi
sekolah, Everal, et al., (dalam Ifdil dan dan menyelesaikan situasi yang negatif
Taufik, 2012) menjelaskan keluarga yang akan dipengaruhi oleh I Have individu
ada untuk memberi dukungan dalam situasi tersebut untuk mendorong agar remaja
yang negatif akan menumbuhkan dan korban perundungan bisa melewati dan
meningkatkan resiliensi. Milstein (dalam mengatasi perilaku tersebut dikemudia hari.
Sholichah, 2016) lingkungan sekolah yang
nyaman dan baik akan memiliki dampak Saran
dalam mengembangkan resilien. Penelitian ini disarankan untuk
Subyek H dan B dalam menghadapi dapat meneliti lebih lanjut mengenai proses
perundungan memiliki cara yang sama, terbentuknya resilien khususnya pada
yaitu lebih mendekatkan diri secara remaja korban perundungan, karena dari
religiusitas kepada sang pencipta, ketika H hasil penelitian ini terlihat bahwa setiap
dan B mendekati diri secara religiusitas subjek belum mengetahui cara tepat untuk
akan merasa puas dan lebih positif melakukan resiliensi dan faktor-faktor apa
memaknai perundungan yang selama ini saja yang mempengaruhi terbentuknya
diterima. Reza dan Herdiana (2012) bahwa resilien.
spiritualitas atau religiositas yang tinggi Bagi korban perundungan.
menyebabkan individu memiliki resiliensi Korban diharapankan dapat
tinggi. mengembangkan dan meningkatan
resiliensi dalam diri dengan cara
KESIMPULAN DAN SARAN komunikasi yang jujur dan terbuka dengan
keluarga, teman-teman, dan masyarakat,
Simpulan memiliki rasa bangga dan percaya diri,
Dalam penelitian ini terdapat satu mampu menjadi individu yang mandiri dan
subyek yang dikatakan resilien karena bertanggung jawab, berani dalam
memiliki setiap aspek dalam sumber- mengemukakan pendapat dan perasaan
sumber resiliensi. Keempat subyek belum dilingkungan, mampu mengambil pelajaran
mengambarkan aspek-aspek terbentuknya berharga dari pengalaman di masa lalu,
resilien dalam menghadapi perundungan serta dapat bertahan menghadapi
yang selama ini dialami. Namun setiap permasalahan yang dialami dengan cara
subyek dominan di salah satu sumber atau yang positif (tidak melukai diri sendiri atau
lebih walau belum lengkap memiliki ketika hanya berdiam diri), serta mengikuti
sumber resilien. Seperti subyek AO yang kegiatan konseling dan konsultasi yang di
dominan di sumber I Am, subyek B sekolah. Selain itu dalam mencegah
perilaku perundungan, remaja dapat

110
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

mencari bantuan kepada orang-orang di 4KZEZ3Ek-bullying-bukan-


sekitar kita, berani melaporkan kepada guyonan
orang tua dan pihak sekolah. Akbar, G. (2013). Mental imagery
Bagi orang tua korban mengenai lingkungan sosial yang
perundungan. Disarankan untuk baru pada korban bullying. Ejurnal
menjalankan komunikasi kepada anak, agar Psikologi. 1(1), 23-37.
mereka terbuka akan masalah-masalah yang Alvina, S., Dewi, F. I. (2016). Pengaruh
sedang dihadapi dalam dirinya. Mengikuti harga diri dan dukungan sosial
berbagai seminar yang berkaitan tetang terhadap resiliensi mahasiswa
anak yang diselengarakan dari sekolah. dengan pengalaman bullying di
Mengetahui gambaran mengenai dampak- perguruan tinggi. Jurnal Psikologi
dampak yang di alami korban perundungan, Psibernetika, 9 (2), 156-162.
serta memberikan informasi bagi orang tua Ahmad, S. (2016). Pengembangan modul
mengenai cara meningkatkan resilien bagi bimbingan pribadi sosial untuk
korban perundungan. Orang tua juga di meningkatkan resiliensi siswa
harapkan memahami setiap perilaku dari korban bullying. Juenal Psikologi
anak ketika mengalami gejala-gejala dari Pendidikan & Konseling. 03(1),
perilaku perundungan. Memberi dukungan 82-89.
dan bantuan kepada anak pada saat Brown, C. (2012). Bullying and school
mengalami perundungan atau situasi sulit. crisis intervention. Jurnal of
Dukungan dari orang tua merupakan salah Humanities and Social Science,
satu komponen resiliensi dan mempunyai 2(7), 1-5.
peran yang penting karena anak percaya Calista, D., Garvin. (2018). Sumber-sumber
bahwa ia mempunyai keluarga yang dapat resiliensi pada remaja akhir yang
diandalkan dalam menghadapi tekanan. mengalami kekerasan dari orangtua
Bagi pihak sekolah. Sebagai bahan pada masa kanak-kanak. Jurnal
pertimbangan pihak sekolah untuk Psibemetika. 11(1): 67-78
melakukan penyuluhan dini bagaimana Darmasih, R., Setiyadi, N. A., dan Gama,
mendeteksi dan bagaimana cara A. (2011). Kajian prilaku sex
menghadapi perundungan melalui pranikah remaja SMA di Surakarta.
psikoedukasi seperti seminar, kampanye Jurnal Kesehatan, 4(2), 111-119.
positif sosial media, kepada remaja ataupun Diponegoro, A. M., Ru’iya, S. (2013).
orangtua tentang bagaimana Peran religiusitas islami dan
mengembangkan resiliensi dalam diri kesehatan subyektif terhadap
remaja ketika menghadapi situasi yang sulit pemaafan remaja siswa madrasah
saat ini ataupun yang akan tang. Pihak aliyah negeri III Yogyakarta.
sekolah membangun lingkungan dengan Jurnal Bimbingan dan Konseling.
rasa aman dan nyaman bagi remaja. kepada 2(1), 12-27.
pihak sekolah menghimbau para pendidik Dewi, G. K., Cahyani , H. B. (2015).
tidak melakukan perundungan, walupun Resiliensi pada remaja yatim piatu
dalam bentuk candaan. yang tingal di panti asuhan. Jurnal
SPIRITS. 5(2), 29-36.
Desminta. (2013). Psikologi perkembangan
peserta didik: Panduan bagi orang
tua dan guru dalam memahami
DAFTAR PUSTAKA psikologi anak usia SD, SMP, dan
SMA. Bandung: PT. Remaja
Adnan, S. A. (2017, Juli 18). Bullying Rosdakarya.
bukan guyonan. Metro Tv. Diunduh Edery, R. (2016). Childhood Bullying,
dari Loneliness and Resiliency—A
http://news.metrotvnews.com/news/ Critical Review of the Literature.

111
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

Journal of Behavioral and Brain 229641/semakin-banyak-yang-


Science. 6, 81-84. melaporkan-kasus-bullying
Frutos, T. H., Vicen, N. D. (2014). Factors Mukhtar, U. (2017, Februari 22 ). Indonesia
of risk and prktection/resilience in peringkat tertinggi kasus kekerasan
adolescent scholar bullying. Jurnal di sekolah. Republika.oc.id.
Revista Internacional DE Diunduh dari
Sociologia (RIS). 73(3), 583-608. http://nasional.republika.co.id/berit
Gunarsah, Y, S, D., Gunarsah, S. ( 2012). a/nasional/umum/17/02/22/olqnn23
Psikologi remaja.Jakarta : PT BPK 83-indonesia-peringkat-tertinggi-
Gunung Mulia. kasus-kekerasan-di-sekolah
Grotberg, E. H. (2003). Resiliensi for Notoatmodjo. (2010). Metodologi
Today : Gaining Strength from Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.
Adversity. Wesport: Preager Rineka Cipta
Publisher. NN. (2017). Kasus bullying anak
Gulo. (2010). Metodologi Penelitian. meningkat pada 2017. Viva.com.
Jakarta: Grasindo. Diunduh dari
Hendriani, W. (2018). Resiliensi psikologi https://www.viva.co.id/berita/nasio
sebuah pengantar. Jakarta: nal/938446-kasus-bullying-anak-
Prenadamedia Group. meningkat-pada-2017
Ifdil., Taufik. (2012). Urgensi peningkatan Nawafilaty, T. (2015). Persepsi terhadap
dan pengembangan resiliensi siwa keharmonisan keluarga, self
di sumarta barat. Jurnal Ilmu disclosure dan delinquency remaja.
Pendidikan. 8(2), 115-121. Jurnal Psikologi Indonesia. 4(2),
Januarko, W. (2013). Studi tentang 175-182.
penanganan korban bullying pada Papalia, D. E., Fellman, D. R., & Martorell,
siswa smp se-kecamatan trawas. G. (2014). Menyelami
Jurnal BK UNSESA. 04(02), 383 - Perkembangan Manusia (ed. 2).
389 Jakarta :Salemba.
Kowalski, R. M., Limber, S. P. (2013). Poerwandari, E. K. (2011). Pendekatan
Psychological, physical, and Kualitatif Untuk Penelitian
academic correlates of Perilaku Manusia. Depok :
cyberbullying and traditional Lembaga Pengembangan Sarana
bullying. Jurnal of adolescent dan Pendidikan Psikologi (LPSP3)
Health,53(2013) S13-S20. Paramitasari, R., & Alfian, I. N. (2012).
Lestarai, W. S. (2016). Analisis factor- Hubungan antara kematangan
faktor penyebab bullying di emosi dengan kecenderungan
kalangan peserta didik. Sosio memaafkan pada remaja akhir.
Didaktika : Social Science Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Education Jutnal. 3(2), 147-157. Perkembangan. 1(02), 1-7.
Lauren, Robert, Dennis, Charney, Linda Pulung, A, J, S., dan Tarmidi. (2012).
dan Steven. (2015). How does Gambaran resiliensi pada pekerja
social support enhance resilience in anak yang mengalami abuse.
the trauma-exposed Predicara Jurnal Ilmiah Kajian
individual?.Ecology and Society, Perilaku, 1(2).
20(4), 1-10. Putra, N. F. P. (2013). Peranan komunikasi
Muthmainah, D. A. (2017, Juli 22). interpersonal orang tua dan anak
Semakin banyak yang melaporkan dalam mencegah prilaku seks
kasus ‘bullying’. CNN Indonesia. pranikah di SMA Negeri 3
Diunduh dari samarinda kelas XII. E-journal
https://www.cnnindonesia.com/gay Ilmu Komunkasi, 1(3), 35-53.
a-hidup/20170722163858-277- Prasetyo, A. R., & Kustanti, E. R. (2014).
Bertahan dengan lupus : Gambaran

112
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

resiliensi pada odapus. Jurnal Riza, M., & Herdiana, I. (2012). Resiliensi
Psikologi Undip, 13(2), 19-26. pada narapidana laki-laki di Lapas
Purnomo, N. A. (2014). Resiliensi pada Kelas 1 Medaeng. Jurnal Psikologi
pasien troke ringan ditinjau dari Kepribadian dan Sosial, 1(3), 142-
jenis kelamin. Jurnal Ilmu 146.
Psikologi Terapan, 02(02), 241- Ruswahyuningsih, M. C., Afiatin, T.
262. (2015). Resiliensi pada remaja
Petrie, K. (2014). The relationship between jawa. Jurnal Psikologi Gadjah
school climate and student Mada. 1(2), 96-105.
bullying. Journal of Christian Rutter, M. (2012). Resilience as a dynamic
Education. 8(1), 25-35. concept. Development and
Putri, H., Nauli, F., Novayelinda, R. Psychopathology 24 (2012), 335-
(2015). Factor-faktor yang 344.
berhubungan dengan Santrok, J. W. (2013). Adolescence
perilakubullying pada remaja. (15thed.). diunduh dari
JOM. 2(2) , 1149-1159. http://gen.lib.rus.ec/book/index.php
Pratiwi, A. C., Hirmaningsih. (2016). ?md5=2E45FD9371E8023892B66
Hubungan coping dan resiliensi 9EB17E0524B
pada perempuan kepala rumah Sarwono, S. W. (2013). Psikologi remaja.
tangga miskin. Jurnal Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
12(2), 68-73. Susanto, A. (2015). Bimbingan & konseling
Rahmati, N., dan siregar, M. A. (2012). di taman kanak-kanak. Di unduh
Gambaran resiliensi pada pekerja dari
anak yang mengalami abuse. https://books.google.co.id/books?id
Predicare Jurna Ilmiah Kajian =Blc_DwAAQBAJ&pg=PA322&d
Prilakul. 1( 2), 69-80. q=egosentrisme+pada+remaja&hl=
Rachman, D. N. (2014). Empati pada id&sa=X&ved=0ahUKEwjqwc6Kh
pelaku bullying. Jurnal Ecopsy. PPaAhUHP48KHdjYD4MQ6AEIU
1(2), 24-28. TAI#v=onepage&q=egosentrisme
Rothon,C., Head, J., Klineberg, E., dan %20pada%20remaja&f=false
Stansfeld, S. (2011). Can social Swastika, I. (2012). Resiliensi pada remaja
support protect bullied adolescents yang mengalami broken home.
from adverse outcomes? A Jurnal Psikologi Gunadarma.
prospective study on the effects of Sari,R. N., Agung, I. M. (2015). Pemaafan
bullying on the educational dan kecenderungan perilaku
achievement and mental health of bullying siswa korban bullying.
adolescents at secondary schools in Jurnal Psikologi. 11(1), 32-36.
East London. Journal of Sari, R. F., Sari, S. P., Hernawaty, T.
Adolescence, 34 (2011) 579–588 (2017). Resiliensi remaja stunting:
Rohman, M. Z. (2016). Hubungan antara Sebagian merasa sulit untuk
usia, tingkatan kelas, dan jenis bangkit dan bertahan menghadapi
kelamin dengan kecenderungan permasalahan. Jurnal Keperawatan
menjadi korban bullying. 1(4), 526- BSI. 5(2), 74-82.
532. Salmon, S., dkk. (2018). Bullying
Reollyana, S., Listiyandini, R. A. (2016). victimization experiences among
Peran optimism terhadap resiliensi middle and high school
pada mahasiswa tingkat akhir yang adolescents: Traditional bullying,
mengerjakan skripsi. Jurnal discriminatory harassment, and
Prosiding Konferensi Nasional cybervictimization. Jurnal of
Penelitian Muda Psikologi Adolescence 63(2018) 29-40
Indoneisa. 1(1), 29-37. Shidiqi, M. F. (2013). Pemaknaan bullying
pada remaja penindas (the

113
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871

bullying). Jurnal Kepribadian dan Tatyagita, R. R. S., & Handayani, M. M.


Sosial. 2(2), 90-98. (2014). Resiliensi pada remaja
Surilena. (2016). Perilaku bullying korban bullying. Jurnal Psikologi
(perundungan) pada anak dan Kepribadian dan Sosial :
remaja. Tinjuan Pustaka. 43(1), 35- Universitas Airlanga Surabaya.
38. 3(1), 15-22.
Slamet. (2014). Pelatihan Motivasi Usman, I. (2013). Kepribadian, komunikasi,
Berprestasi Guna Meningkatkan kelompok teman sebaya, iklim
Efikasi Diri dan Optimisme pada sekolah dan perilaku bullying.
Mahasiswa Aktivis Organisasi Di Jurnal Humanitas, 10(1), 51-60.
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Widuri, E. L. (2012). Regulasi emosi dan
Jurnal Hisbah. 11 (1): 75-97 resiliensi pada mahaiswa tahun
Sulfahmi, A., Ridha, A. A. (2017). pertama. Jurnal Humanitas, 9(2),
Resiliensi remaja yatim piatu yang 147-156
melaksanakan salat tahajud. Jurnal Wardhani, R. H., Sunarti, E., Muflikhati, I.
Psikologika. 22(1), 35-47. (2017). Ancaman, factor protektif,
Sholichah, M. (2016). Pengaruh persepsi aktivitas, dan resiliensi remaja:
remaja tentang konflik antar orang Analisis berdasarkan tipologi
tua dan resiliensi terhadap depresi sosiodemografi. Jurnal. Ilmu
dan kecemasan. Jurnal Humanitas. Keleluarga. dan Konseling. 10(1),
13(1), 22-36. 47-58.
Setyawan, D. (2017, Oktober 04). KPAI Yusuf, Y. (2017, Juli 31). Terlibat bullying
terima aduan 26 ribu kasus bully pelajar SMKN 56 dikeluarkan.
selama 2011-2017. KPAI. Diunduh Sindosnew.com. Diunduh dari
dari https://metro.sindonews.com/read/1
http://www.kpai.go.id/berita/kpai- 225482/170/terlibat-bullying-
terima-aduan-26-ribu-kasus-bully- pelajar-smkn-56-dikeluarkan-
selama-2011-2017/ 1501439948

114

You might also like