Sumber-Sumber Resiliensi Pada Remaja Korban Perundungan Di SMK Negeri X Jakarta
Sumber-Sumber Resiliensi Pada Remaja Korban Perundungan Di SMK Negeri X Jakarta
Sumber-Sumber Resiliensi Pada Remaja Korban Perundungan Di SMK Negeri X Jakarta
ABSTRACT: Adolescence student’s bullying behavior causing bad impact for the physic, mental, and
social of the vully-victims. Thereby, victims needs resilience to be revved from their traumatic experience.
This study aims to find out the sources of resilience of victims of abuse. This research using qualitative
method with case study approach case study. Resilience is the ability of a person to successfully copyng
and revived from their unpleasant experience. Collecting data technique using interview and observation.
Data analyze technique using coding, organizing data, thematic analysis, interpretation and data
credibility using triangulation source technique to sampling based on opinion. The result of research
showed that, from 5 subyect, there one subyect, H who isdominant in all aspect such as I am, I can, and
I have. The subjects of ‘AO’ and ‘B’ are more dominant at the source I am, subject ‘A’ is more dominant
in the source I have. Whereas subject ‘N’ is more dominant in the source I have. The study concludes that
there are family factor, community, emotional regulation, optimism, self-efficacy, and religiosity factors
that influence the resilience of adolescents. In conclusion, there is only one subyect who has resilience,
but the other subyect doesn’t has all the aspects of I am, I can, and I have, while in other subjects is only
dominant in one source of resilience. To has resilience, a person must have all of the aspect, such as I
am, I can, and I have.
Keywords: Resilience, bully-victims, adolescence
ABSTRAK: Perilaku perundungan pada remaja yang dilakukan di lingkungan sekolah menimbulkan
dampak buruk secara fisik, mental, dan sosial bagi korban. Dengan demikian, korbannya membutuhkan
resiliensi untuk bangkit dari pengalaman traumatis tersebut. Resiliensi adalah kemampuan seseorang
untuk dapat berhasil dalam mengatasi atau bangkit kembali dari pengalaman hidup yang tidak
menyenangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber-sumber resilien korban perundungan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus kepada lima remaja korbang
perundungan. Teknik yang digunakan dalam pengambilan data adalah wawancara dan observasi. Teknik
analisa data yang digunakan meliputi koding, organisasi data, analisis tematik, tahapan interpretasi dan
mengetahui keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi sumber untuk pengujian terhadap
dugaan. Hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa dari lima subyek terdapat satu subyek yakni H
dominan di semua aspek pada sumber I am, I can, dan I have. Subyek AO dan B lebih dominan pada
sumber I am, subyek A lebih dominan di sumber I have. Sedangkan subyek N lebih dominan di sumber I
have. Studi menyimpulkan bahwa ada faktor keluarga, komunitas, regulasi emosi, optimisme, self-
Efficacy, dan religiusitas yang mempengaruhi proses resilien remaja. Dapat di simpulkan bahwa hanya
satu subyek yang resiliensi, sedangkan pada subyek-subyek lain hanya dominan di satu sumber dalam
membentuk resiliensi, hal ini belum bisa dikatakan resilien. Sedangkan untuk menjadi resiliensi harus
memiliki semua aspek dalam sumber I am, I can, dan have.
Kata kunci: Resiliensi, korban perundungan, remaja
101
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871
102
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871
psikologis, seperti memiliki risiko depresi lebih banyak diam ketika dijahili, diejek,
dan kecemasan yang lebih tinggi selama atau ketika mendapat kekerasan secara
tahun ajaran berikutnya (dalam Rothon, fisik. Selain itu Edwards mengatakan
Head, Klineberg, & Stansfeld, 2011). perilaku perundungan paling sering terjadi
Fekkes, dkk (dalam Kowalski dan limer, pada masa-masa sekolah menengah atas
2013) menambahkan bahwa ada efek (SMA), dikarenakan pada masa ini remaja
kesehatan fisik dari anak-anak korban memiliki egosentrisme yang tinggi (dalam
perundungan yang bisa terlihat seperti sakit Usman, 2013). Salah satu bentuk sifat
perut, masalah tidur, sakit kepala, depresi, egoisentrisme di masa remaja yang sering
mengompol, kelelahan, dan nafsu makan muncul adalah perilaku perundungan,
yang buruk setelah diganggu. Selain itu Meskipun begitu di masa ini seorang remaja
korban perundungan mengalami dampak diharapkan mampu untuk mengontrol
baik secara fisik, psikologis dan perasaan mereka serta mampu untuk
kesejahteraan sosial Due, dkk (dalam Pitrie, mengendalikan dan memahami gejolak
2014). emosi sehingga akan tercapai kondisi
Riauskina, Djuwita dan Soesetio emosional yang adaptif dengan begitu
(dalam Tatyagita & Handayani, 2014) remaja akan mampu menyelesaikan tugas-
menjelaskan ada dampak negatif bagi tugas perkembangan dengan baik
korban perundungan, seperti remaja (Paramitasari & Alfian, 2012).
menerima ejekan dari teman sebayanya, Selain itu remaja merupakan fase
maka ia akan merasa tertekan dan dan perkembangan antara masa kanak-kanak
perasaan tertekan ini akan menimbulkan dan masa dewasa, berlangsung antara usia
emosi yang negatif, seperti rasa marah, 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri
dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, dari masa remaja awal usia 12-15 tahun,
tidak nyaman, terancam, namun tidak masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun,
berdaya menghadapinya. Dalam jangka dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun
panjang emosi-emosi itu akan berpengaruh (Monks, et al, dalam Darmasih, Setiyadi, &
pada dirinya dan dapat berujung pada Gama, 2011). Masa remaja disebut juga
munculnya perasaan rendah diri bahkan sebagai periode perubahan, tingkat
tidak berharga. Panggabean, ddk (2015) perubahan dalam sikap, dan perilaku selama
mengatakan bahwa perundungan masa remaja sejajar dengan perubahan fisik.
memberikan dampak psikologi bagi Salah satu kenakalan yang dilakukan pada
korbannya. Korban perundungan akan masa remaja adalah perndungan, tindakan
mengalami depresi, rendah diri, dan perundungandilakukan yang dimana remaja
akhirnya menarik diri dari pergaulan sosial. ingin mendapatkan kekuasaan atau mencari
Lereya, Copeland, Costello, dan Wolke popularitas dalam suatu kelompok atau
(2015) menggungkapkan kekerasan pada individu (Hurlock dalam Putra, 2013).
korban perundungan memiliki efek bagi Kasus perundungan terjadi di
kesehatan fisik dan mental seperti sekolah SMKN 56, Jakarta Timur. Kepala
kecemasan, depresi, peningkatan resiko Sudin Pendidikan Wilayah I Jakarta Utara,
menyakiti diri sendiri, upaya untuk bunuh Budi Sulistiyo mengungkapkan bahwa ada
diri dan menyebabkan efek kesehatan perilaku perundungan yang terjadi di
jangka panjang di dewasa awal bahkan lingkungan sekolah antar senior dan junior.
sampai dewasa akhir. Pelaku melakukan tendangan dan
Olweus (dalam Ahmad, 2017) tamparan, dimana korban sempat menangis
mendeskripsikan perundungan sebagai dan meminta ampun, namun pelaku tetap
suatu perilaku yang disengaja terjadi bersihkukuh melakukan
berulang-ulang dan adanya penyalahgunaan penganiyaan (dalam Yusuf, 2017).
kekuasaan dari pelaku. Siswa yang Berdasarkan hasil wawacara pribadi kepada
mendapatkan perilaku tersebut umumnya tiga korban perundungan yang berinisial A,
tidak memiliki keberanian untuk melawan S, dan N dari ketiga subyek dua subyek A
temannya yang lebih kuat sehingga mereka dan N mengalami trauma dalam lingkungan
103
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871
sosial dan melukai diri sendiri ketika sumber-sumber resiliensi, yaitu ; I am, I
mengalami perundungan. Untuk subyek A can, dan I have, resilien dapat ditingkatkan
merasa perundungan yang selama ini ia ketika dukungan diberikan (I have), ketika
terima tidak ada yang peduli akan keadaan kekuatan dari dalam diri seperti
dirinya, yang membuat dirinya melakukan kepercayaan diri, sikap optimis, sikap untuk
percobaan bunuh diri. Subyek N melukai menghargai dan empati dikembangkan (I
dirinya karena merasa keluarga adalah am), dan ketika kemampuan interpersonal
tempat ia berlindung, namun juga dan memecahkan masalah diperoleh (I can)
melakukan perundungan terhadap dirinya, (dalam Tatyagita dan Handayani, 2014).
karena sulit untuk mengatasi situasi tersebut Mengapa diperlukan sumber-sumber dalam
ia melukai dirinya sendiri. Sedangkan membentuk resilien, menurut Grotberg
subyek N memandang perundungan sebagai (2000) dalam menghadapi stituasi yang
motivasi utuk dirinya bangkit dan tidak menyenangkan dan untuk
membuktikan bahwa perundungan selama mengembangkan resiliensi, sangat
ini tidak membuat dirinya semakin terpuruk bergantung pada proses dari tiga sumber-
dalam situasi tersebut. Seperti yang tertulis sumber resilien tersebut. Namun ketiga
pada Pasal 54 UU No 35 tahun 2014 sumber mempengaruhi lamanya proses
tentang Perlindungan Anak, berbunyi “anak resilien seseorang, dimana jika hanya satu
di dalam dan di lingkungan satuan sumber yang terpenuhi belum dapat
pendidikan wajib mendapatkan dikatakan untuk resilien (dalam Rahmati
perlindungan dari tindak kekerasan fisik, dan Siregar, 2012).
psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan Seperti yang diungkapkan oleh
lainnya yang dilakukan oleh pendidik, Frutos dan Vicen (2014) resiliensi bagi
tenaga kependidikan, sesama peserta didik, remaja merupakan salah satu cara dalam
dan atau pihak lain.” Jelas tertera peraturan bertahan dari tekanan hidup. Didukung oleh
yang melindungi anak dari kekerasan Sari, Sari, dan Hernawaty (2017) yang
(KPAI dalam Khoirunnisa, 2017). mengatakan bahwa resiliensi pada remaja
Setiap individu memiliki cara merupakan sesuatu yang penting, dengan
dalam menghadapi tekanan dalam dirinya. resiliensi yang baik seseorang mempunyai
Seperti yang di ungkapkan oleh Rutter kemampuan beradaptasi dengan situasi atau
(2012) bahwa masing-masing individu permasalahan yang berat dalam hidupnya.
memiliki perbedaan dalam menanggapi Hal serupa di ungkapkan oleh Romeo
kesulitannya masing-masing, dan memiliki (2015) remaja yang mengalami pristiwa
keseimbangan yang berbeda-beda antara negatif dalam hidupnya akan lebih resilien
pengaruh yang dihasilkan antara pengaruh ketika menghadapi pengalaman yang sama
negatif dan pengaruh positif. Maka dari itu ketika ia memasuki masa dewasa.
seseorang membutuhkan resiliensi agar dia Sedangkan Dewi dan Cahyani (2015)
bisa bangkit dari keterpurukan atau situasi menambhkan mengapa resilien penting bagi
yang tertekan. Dalam kehidupan manusia remaja dikarenakan remaja yang resilien
resiliensi memiliki makna dalam akan tumbuh menjadi orang dewasa yang
menghadapi berbagai tekanan. resilien pula. Remaja yang tidak resilien
Perkembangan resiliensi dalam kehidupan akan sulit untuk bangkit dari masalahnya
akan membuat individu mampu mengatasi dan tidak mampu mengontrol dirinya
stres, trauma, dan masalah lainnya dalam sendiri.
proses kehidupan (Henderson, 2003). Jika Sedangkan remaja yang bisa
individu tidak memiliki resiliensi dalam resiliensi mampu untuk secara cepat
dirinya, maka individu tersebut akan kembali kepada kondisi sebelum trauma,
menjadi lemah dan tak berdaya (dalam terlihat kebal dari berbagai peristiwa-
Purnomo, 2014). Grotberg (2005) peristiwa kehidupan yang negatif, serta
mengatakan secara sederhana resiliensi mampu beradaptasi terhadap stres yang
adalah kemampuan individu untuk bangkit ekstrim dan kesengsaraan (Holaday, 1997).
kembali dari kondisi terpuruk. Terdapat tiga Newcomb (dalam Widuri, 2012) melihat
104
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871
105
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871
106
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871
pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa beberapa pihak terkait di sekolah X untuk
remaja akhir usia 18-21 tahun. memetakan calon subjek yang sesuai
dengan karakteristik penelitian yang telah
Resiliensi remaja ditentukan. Teknik sampling yang
Menurut Ong, et al (dalam digunakan ialah teknik purposive sampling,
Ruswahyuningsih dan Afiatin, 2015) yaitu pengambilan subjek yang sesuai
resiliensi mempunyai pengertian sebagai dengan karakteristik sampel yang telah
suatu kemampuan untuk bangkit ditentukan dalam penelitian. Teknik
kembali (to bounce back) dari pengumpulan data yang dilakukan dalam
pengalaman emosi negatif dan penelitian ini ialah observasi dan
kemampuan untuk beradaptasi secara wawancara. Melalui observasi, peneliti
fleksibel terhadap permintaan-permintaan ingin mendapatkan informasi berupa
yang terus berubah dari pengalaman- gesture, emosi, dan gerakan yang dilakukan
pengalaman stress. Mackay dan Iwasaki langsung saat proses wawancara sedang
(dalam Ruswahyuningsih dan Afiatin, berlangsung. Wawancara yang digunakan
2015) menambahkan bahwa individu ialah wawancara semi terstruktur di mana
yang memiliki kemampuan resilien, peneliti menggunakan panduan wawancara
sebagai berikut: dan dapat menambah pertanyaan sesuai
(a) Individu mampu untuk menentukan dengan kebutuhan peneliti saat
apa yang dikehendaki dan tidak mengumpulkan informasi dari subjek.
terseret dalam lingkaran Teknik analisa data yang digunakan ialah
ketidakberdayaan. analisis konten induktif. Proses
(b) Individu mampu meregulasi berbagai pemeriksaan keabsahan data dapat
perasaan terutama perasaan negatif dilakukan dengan menggunakan triangulasi.
yang timbul akibat pengalaman Terdapat 5 subyek dalam penelitian
traumatic. ini, yaitu: H, AO, A, B, dan N.
(c) Individu mempunyai pandangan atau
kemampuan melihat masa depan Tabel 1. Gambaran subyek penelitian
dengan lebih baik. Subyek Usia Jenis Lama
Perundungan Mengalami
METODE PENELITIAN Perundungan
H 17 Verbal 7 tahun
Penelitian ini menggunakan tahun
pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif AO 16 Verbal, fisik, 7 tahun
merupakan prosedur penelitian yang tahun dan
menghasilkan dan mengolah data yang pengucilan.
dibutuhkan yang bersifat deskriptif berupa
A 17 Verbal dan 3 tahun
kata-kata tertulis dan lisan dari orang- orang tahun pengucilan.
dan prilaku yang dapat diamati (Poewandari
, 2011). Tipe penelitian yang digunakan B 16 Verbal, 8 tahun
adalah studi kasus. Penelitian studi kasus tahun Fisik, dan
Pungutan
sebagai proses pencarian pengetahuan yang Liar.
empiris guna menyelidiki dan meneliti
berbagai fenomena dalam konteks N 17 Verbal, 7 tahun
kehidupan nyata. Sampel yang digunakan tahun Fisik, dan
dalam penelitian ini berjumlah 5 orang. Pungutan
Karakteristik subyek dalam penelitian ini, Liar.
yaitu; remaja korban perundungan,
mengalami perundungan verbal, fisik, Ia seorang siswa SMK kelas X. H
psikososial, dan lain sebagainya, remaja telah menerima perundungan selama 7
usia 12-18 tahun. Peneliti melakukan tahun dari kelas 3 SD. Perundungan yang
observasi dan wawancara terlebih dahulu ke diterima secara verbal mengenai kekurang
107
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871
fisik yang dimiliki H, seperti membicarakan semua aspek pada sumber-sumber resilien
kepala miring. Hingga ia masuk SMK H dalam menghadapi perundungan.
dipangil dengan nama ustad dan kepala Sedangkan subyek-subyek lain masih
miring di lingkungan sekolah. belum memenuhi setiap aspek untuk
AO mengalami perundungan resilien dalam menghadapi perundungan,
selama 7 tahun dari kelas kelas 3 SD. namun mereka dominan di dalam satu
Ketika bermain bersama-teman di sumber resiliensi. Seperti subyek AO yang
lingkungan rumah, ia tidak memiliki teman dominan di sumber I Am, subyek B
karena dijauhi akhirnya AO tidak memiliki dominan di sumber I Can dan subyekA dan
teman di lingkungannya. Sedangkan di N dominan di sumberi Have. Subyek AO
SMP dan SMK AO mengalami dominan di sumber I Am karena pada saat
perundungan verbal dan pengucilan, mengalami perundungan I percaya terhadap
seperti mengubah nama dan dijauhi teman dirinya bahwa bisa mengatasi situasi
satu kelas di angggap gila. tersebut dan bisa kembali seperti semua
A mengalami perundungan selama tidak adanya perilaku yang diterima
3 tahun dari pertama masuk SMK. dikemudian hari.
Perundungan yang diterima secara verbal Subyek A dominan di pada sumber
dan pengucilan dari teman-teman di I Have menjelaskan bahwa pada saat
lingkungan sekolah, dimana mengubah mengalami perundungan keluarga (orang
nama pangilan A hingga dijauhi teman satu tua) dan lingkungan sekolah (guru-guru)
kelas karena bertebat dengan teman yang yang memperkuat dan mendukung A dalam
lain. menghadapi dan bagaimana harus
B mengalami perundungan selama menyikapi perundungan yang dialami
8 tahun dari kelas 2 SD. Perundungan yang dirinya di lingkungan sekolah. Subyek B
diterima berupa verbal, fisik, dan pungutan dominan di sumber I Can dalam menyikapi
liar, memiliki tubuh yang besar menjadikan perundungan ia percaya akan kemampuan
B bahan perundungan dari teman- dan strategi yang dimiliki untuk tepat
temannya. Selain itu ia mengalami bertahan dan bisa melawan perundungan
kekerasaan fisik dari pelaku perundungan yang selama ini ia terima. Subyek N
karena memiliki tubuh yang besar dominan di sumber I Have menjelaskan
menyebabkan orang lain terluka, dan bahwa sampai saat ini ia masih bertahan
pungutan liar yang dilakukan oleh teman- dan berjuang untuk lebih baik karena adnya
teman dan kakak tingkat. dukungan yang diberi oleh kedua orang tua
N mengalami perundungan selama dan teman-teman di sekolah untuk
7 tahun dari kelas 3 SD. Perundungan yang menghadapi perundungan yang selama ini
selama ini N terima secara verbal, fisik, ia terima. Walau ada satu aspek yang belum
dan pungutan liar, seperti membicarakan dimiliki N adalah akses kesehatan dan
fisik N yang kecil dan memiliki tubuh yang kesejahteraan dalam dirinya untuk
lemah. Selain itu menerima perilaku secara mengatasi perundungan, disebabkan
fisik jika tidak menuruti perintah dari ancaman yang diterima membuat N takut
pelaku perundungan seperti pemukulan di mencari perlindungan atau melaporkan ke
bagian kepala dan tubuh, dan adanya orang tua dan pihak sekolah.
pungutan liar yang di lakukan kakak tingkat Pemenuhan aspek pada masing-
di dalam kelas dan luar kelas. masing dapat dilihat pada tabel 2.
Hasil penelitian
Berdasarkan hasil wawacara dan
analisis diketahui bahwa H, memenuhi
108
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871
109
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871
perundungan dan mengambarkan resilien dominan di sumber I Can dan subyek A dan
diri dan menjelaskan tentang bagaimana N dominan di sumber I Have.
Self-efficacy mempengaruhi diri mereka. Faktor yang mempengaruhi
Reivich dan Shatte (dalam Septiana & resilien, faktor internal yang meliputi
Fitria, 2016) sebagai hal yang penting untuk regulasi emosi, optimiesme, self-efficacy,
menjadi resilien, karena pada saat individu dan religiusitas, serta faktor ekternal
memiliki rasa kepercayaaan diri dalam keluarga dan komunitas. Terdapat
menghadapi suatu peristiwa maka ia akan perbedaan yang terlihat dari para subyek
berhasil dan sebaliknya Reivich dan Shatte dalam memenuhi seluruh sumber resilien
(dalam Septiana & Fitria, 2016) individu dan tidak memenuhi sumber resilien.
yang kurang percaya diri dalam mengatasi Remaja korban perundungan yang
m asalah secara cepat akan sulit untuk mengambarkan kepercayaan dirinya I Am
keluar dari situasi tersebut. dalam menghadapi perundungan yang
Subyek A dan H yang memilki diterima akan membentuk I Can dalam
membuktikan bahwa mereka bisa bertahan dirinya untuk mencari penyelesaian yang
dan bangkit karena adanya orang lain yang lebih positif dalam mengambil suatu
mendukung baik keluarga dan lingkungan keputusan, kemampuan dalam menghadapi
sekolah, Everal, et al., (dalam Ifdil dan dan menyelesaikan situasi yang negatif
Taufik, 2012) menjelaskan keluarga yang akan dipengaruhi oleh I Have individu
ada untuk memberi dukungan dalam situasi tersebut untuk mendorong agar remaja
yang negatif akan menumbuhkan dan korban perundungan bisa melewati dan
meningkatkan resiliensi. Milstein (dalam mengatasi perilaku tersebut dikemudia hari.
Sholichah, 2016) lingkungan sekolah yang
nyaman dan baik akan memiliki dampak Saran
dalam mengembangkan resilien. Penelitian ini disarankan untuk
Subyek H dan B dalam menghadapi dapat meneliti lebih lanjut mengenai proses
perundungan memiliki cara yang sama, terbentuknya resilien khususnya pada
yaitu lebih mendekatkan diri secara remaja korban perundungan, karena dari
religiusitas kepada sang pencipta, ketika H hasil penelitian ini terlihat bahwa setiap
dan B mendekati diri secara religiusitas subjek belum mengetahui cara tepat untuk
akan merasa puas dan lebih positif melakukan resiliensi dan faktor-faktor apa
memaknai perundungan yang selama ini saja yang mempengaruhi terbentuknya
diterima. Reza dan Herdiana (2012) bahwa resilien.
spiritualitas atau religiositas yang tinggi Bagi korban perundungan.
menyebabkan individu memiliki resiliensi Korban diharapankan dapat
tinggi. mengembangkan dan meningkatan
resiliensi dalam diri dengan cara
KESIMPULAN DAN SARAN komunikasi yang jujur dan terbuka dengan
keluarga, teman-teman, dan masyarakat,
Simpulan memiliki rasa bangga dan percaya diri,
Dalam penelitian ini terdapat satu mampu menjadi individu yang mandiri dan
subyek yang dikatakan resilien karena bertanggung jawab, berani dalam
memiliki setiap aspek dalam sumber- mengemukakan pendapat dan perasaan
sumber resiliensi. Keempat subyek belum dilingkungan, mampu mengambil pelajaran
mengambarkan aspek-aspek terbentuknya berharga dari pengalaman di masa lalu,
resilien dalam menghadapi perundungan serta dapat bertahan menghadapi
yang selama ini dialami. Namun setiap permasalahan yang dialami dengan cara
subyek dominan di salah satu sumber atau yang positif (tidak melukai diri sendiri atau
lebih walau belum lengkap memiliki ketika hanya berdiam diri), serta mengikuti
sumber resilien. Seperti subyek AO yang kegiatan konseling dan konsultasi yang di
dominan di sumber I Am, subyek B sekolah. Selain itu dalam mencegah
perilaku perundungan, remaja dapat
110
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871
111
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871
112
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871
resiliensi pada odapus. Jurnal Riza, M., & Herdiana, I. (2012). Resiliensi
Psikologi Undip, 13(2), 19-26. pada narapidana laki-laki di Lapas
Purnomo, N. A. (2014). Resiliensi pada Kelas 1 Medaeng. Jurnal Psikologi
pasien troke ringan ditinjau dari Kepribadian dan Sosial, 1(3), 142-
jenis kelamin. Jurnal Ilmu 146.
Psikologi Terapan, 02(02), 241- Ruswahyuningsih, M. C., Afiatin, T.
262. (2015). Resiliensi pada remaja
Petrie, K. (2014). The relationship between jawa. Jurnal Psikologi Gadjah
school climate and student Mada. 1(2), 96-105.
bullying. Journal of Christian Rutter, M. (2012). Resilience as a dynamic
Education. 8(1), 25-35. concept. Development and
Putri, H., Nauli, F., Novayelinda, R. Psychopathology 24 (2012), 335-
(2015). Factor-faktor yang 344.
berhubungan dengan Santrok, J. W. (2013). Adolescence
perilakubullying pada remaja. (15thed.). diunduh dari
JOM. 2(2) , 1149-1159. http://gen.lib.rus.ec/book/index.php
Pratiwi, A. C., Hirmaningsih. (2016). ?md5=2E45FD9371E8023892B66
Hubungan coping dan resiliensi 9EB17E0524B
pada perempuan kepala rumah Sarwono, S. W. (2013). Psikologi remaja.
tangga miskin. Jurnal Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
12(2), 68-73. Susanto, A. (2015). Bimbingan & konseling
Rahmati, N., dan siregar, M. A. (2012). di taman kanak-kanak. Di unduh
Gambaran resiliensi pada pekerja dari
anak yang mengalami abuse. https://books.google.co.id/books?id
Predicare Jurna Ilmiah Kajian =Blc_DwAAQBAJ&pg=PA322&d
Prilakul. 1( 2), 69-80. q=egosentrisme+pada+remaja&hl=
Rachman, D. N. (2014). Empati pada id&sa=X&ved=0ahUKEwjqwc6Kh
pelaku bullying. Jurnal Ecopsy. PPaAhUHP48KHdjYD4MQ6AEIU
1(2), 24-28. TAI#v=onepage&q=egosentrisme
Rothon,C., Head, J., Klineberg, E., dan %20pada%20remaja&f=false
Stansfeld, S. (2011). Can social Swastika, I. (2012). Resiliensi pada remaja
support protect bullied adolescents yang mengalami broken home.
from adverse outcomes? A Jurnal Psikologi Gunadarma.
prospective study on the effects of Sari,R. N., Agung, I. M. (2015). Pemaafan
bullying on the educational dan kecenderungan perilaku
achievement and mental health of bullying siswa korban bullying.
adolescents at secondary schools in Jurnal Psikologi. 11(1), 32-36.
East London. Journal of Sari, R. F., Sari, S. P., Hernawaty, T.
Adolescence, 34 (2011) 579–588 (2017). Resiliensi remaja stunting:
Rohman, M. Z. (2016). Hubungan antara Sebagian merasa sulit untuk
usia, tingkatan kelas, dan jenis bangkit dan bertahan menghadapi
kelamin dengan kecenderungan permasalahan. Jurnal Keperawatan
menjadi korban bullying. 1(4), 526- BSI. 5(2), 74-82.
532. Salmon, S., dkk. (2018). Bullying
Reollyana, S., Listiyandini, R. A. (2016). victimization experiences among
Peran optimism terhadap resiliensi middle and high school
pada mahasiswa tingkat akhir yang adolescents: Traditional bullying,
mengerjakan skripsi. Jurnal discriminatory harassment, and
Prosiding Konferensi Nasional cybervictimization. Jurnal of
Penelitian Muda Psikologi Adolescence 63(2018) 29-40
Indoneisa. 1(1), 29-37. Shidiqi, M. F. (2013). Pemaknaan bullying
pada remaja penindas (the
113
Jurnal Psibernetika
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 101-114. Oktober 2018
Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707
E-ISSN: 2581-0871
114