Jurnal Pengembangan Usaha Madu
Jurnal Pengembangan Usaha Madu
Jurnal Pengembangan Usaha Madu
ABSTRACT: The purpose of this study was to determine the activity of Mau Sigaro farmer group in Gamsungi village
and identified internal and external factors that became the strengths, weakness, opportunities, and threats of the
honey bee cultivation business, in order to find a good strategy to develop it using SWOT matrix. The result of SWOT
analysis showed the strength point was consisted of professional human resorces, received capital assistance,
produced a pure honey, and short marketing channel. The weakness of this farmer group was limited opportunity for
all the member to join some workshop related to honey bee cultivation, needed more capital assistance to pay the
maintenance expense, the price of the product was cheap, using manual technic, and none market promotion. The
opportunities identified as the support from the government to the farmer group and it had gained consumer trust
towards the product. The threats were found as weather exchange, it had not used technology to gain information,
and it still did not have a permanent marketing partner to distribute the product. Alternative stategy can be used to
develope the honey bee business based on SWOT result is Mau Sigaro farmer group needs to gain more relation
with the government and marketing partner, increase the number of production and the quality of the product, send
the member to join honey bee cultivation workshop, using the newest technology in honey bee cultivation and mass
communication to spread the product information, and using an attractive packaging to gain more consumers.
Key words: developing strategy, farmer group, honey bee cultivation, SWOT
DOI:http:dx.doi.org/10.24259/jhm.v12i1.9921
1. PENDAHULUAN
Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk
memberdayakan masyarakat (PermenKLHK, 2016). Pemberdayaan masyarakat tersebut dilihat sebagai
upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya
hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses. HKm merupakan
satu dari tiga skema pengelolaan hutan kolaboratif yang dikembangkan oleh kementerian kehutanan
bersama masyarakat (Sanjaya, dkk 2017). Salah satu Kelompok Tani Hutan (KTH) di Kabupaten
Halmahera Barat yang memperoleh izin usaha pemanfaatan HKm adalah KTH Mau Sigaro Desa
Gamsungi yang ditandai dengan terbitnya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia dengan nomor SK.1490/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/4/2018 tanggal 05 April 2018 dengan
areal kelola seluas 45 hektar pada kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) untuk 34 kepala keluarga.
Kesempatan mengakses hutan negara yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan dalam bentuk Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) merupakan
berkah bagi masyarakat Desa Gamsungi, terkhusus bagi KTH Mau Sigaro yang tinggal di sekitar hutan
dan menggantungkan hidupnya dari potensi sumberdaya hutan yang ada.
58
Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 12(1): 58-70, Juli 2020
Diserahkan : 2020-05-06 ; Diterima : 2020-07-16
ISSN: 1907-5316 ISSN ONLINE: 2613-9979
IUPHKm yang dikelola oleh KTH Mau Sigaro memiliki beberapa pengelolaan dan pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Potensi hutan seperti kayu, rotan, pala, dan
madu merupakan hasil hutan yang berpotensi dikembangkan di areal HKm tersebut guna meningkatkan
taraf ekonomi anggota kelompok khususnya dan masyarakat Desa Gamsungi umumnya. Hasil studi
pendahuluan menunjukkan bahwa salah satu potensi HHBK yang masih berjalan hingga saat ini di KTH
Mau Sigaro adalah usaha lebah madu. Lebah madu merupakan hasil hutan yang potensial dikembangkan
dalam pembudidayaannya (Setiawan dkk, 2016). Sumber pakan yang berasal dari tumbuhan yang
menghasilkan bunga mudah diperoleh. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Mulyono dkk,
2015) yang mengungkap bahwa terdapat 37 jenis tanaman pakan lebah pada lokasi penelitiannya di
PUSBAHNAS Parungpanjang Bogor.
Pengembangan usaha lebah madu yang dilakukan oleh KTH Mau Sigaro mulai dilakukan sejak
tahun 2018 saat setelah terbitnya SK dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, saat ini
aktivitas masyarakat dalam usaha ternak lebah madu tersebut mengalami penurunan. KTH Mau Sigaro
yang berada di Desa Gamsungi dibina oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) III Sasadu
Bidadari, salah satu KPH yang berada di Kabupaten Halmahera Barat, Kecamatan Jailolo dengan luasan
± 165.001 ha. Jumlah petani yang melakukan budidaya lebah madu sebanyak 34 kepala keluarga.
Mereka membudidayakan lebah madu jenis Apis mellifera. Jenis ini tidak asing lagi di kehidupan
masyarakat Indonesia dan banyak dibudidayakan oleh petani karena produksi madunya yang cukup tinggi
jika dibandingkan dengan jenis lebah madu yang lain (Yunita dkk, 2019).
Budidaya jenis Apis mellifera dikembangakan secara intensif oleh para petani peternak lebah madu.
Ada yang menjadikannya sebagai sumber pendapatan pokok maupun sebagai usaha sampingan.
Terkhusus untuk KTH Mau Sigaro, petani menjadikan sebagai usaha sampingan atau sekadar menambah
pendapatan petani. Menurut Setiawan (2016), salah satu faktor penyebab belum berkembangnya
budidaya lebah madu karena kelompok tani tidak memiliki pengetahuan tentang pemeliharaan dan
perawatan ternak yang tepat. Kajian lain dilakukan oleh Yunita (2019) yang mengungkap bahwa
kurangnya keikutsertaan anggota kelompok karena anggota kelompok memiliki pekerjaan utama sebagai
petani dan kegiatan budidaya lebah madu hanya dijadikan sebagai pekerjaan sampingan mereka.
Berkaitan dengan masalah tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani Mau Sigaro dalam usaha budidaya lebah madu dan faktor-
faktor internal dan eksternal yang yang memengaruhi usaha budidaya lebah madu sehingga dapat
ditentukan strategi pengembangannya kedepan yang diharapkan dapat menyuplai kebutuhan madu
konsumen di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, hingga ke lintas provinsi (nasional).
59
Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 12(1): 58-70, Juli 2020
Diserahkan : 2020-05-06 ; Diterima : 2020-07-16
ISSN: 1907-5316 ISSN ONLINE: 2613-9979
2. METODE PENELITIAN
60
Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 12(1): 58-70, Juli 2020
Diserahkan : 2020-05-06 ; Diterima : 2020-07-16
ISSN: 1907-5316 ISSN ONLINE: 2613-9979
5. EM L Anggota
6. FB L Anggota
7. DS L Anggota
8. YB L Anggota
9. MP L Anggota
10. YB L Anggota
11. HT L Anggota
61
Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 12(1): 58-70, Juli 2020
Diserahkan : 2020-05-06 ; Diterima : 2020-07-16
ISSN: 1907-5316 ISSN ONLINE: 2613-9979
ikut terjatuh. Setelah itu, madu hasil perasan disaring dengan menggunakan kain kasa dan dimasukkan
ke dalam botol kemasan dan ditutup rapat. Untuk penyimpanan, dilakukan di tempat yang kering, bersih,
dan tidak berbau.
3.3.4 Pemasaran
Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa hasil produksi budidaya lebah yang dilakukan
oleh petani hanya dengan menunggu konsumen langsung datang membeli kepada para petani.
Konsumen masih bersifat lokal. Harga yang diberikan juga cenderung murah jika dibandingkan dengan
harga di pasaran, yaitu Rp60.000,- dengan ukuran 150 ml. Usaha promosi belum dilakukan oleh para
petani karena keterbatasan biaya, tidak adanya jaringan, dan minimnya waktu yang dimiliki oleh petani.
Usaha ini hanya berjalan melalui mulut kemulut.
3.4 Identifikasi Faktor-faktor Internal dan Eksternal Pengembangan Usaha Budidaya Lebah Madu di Desa
Gamsungi
Strategi pengembangan usaha lebah madu dapat dirumuskan dengan terlebih dahulu
mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi pengembangan budidaya lebah
madu. Berdasarkan penelitian (Yunita dkk, 2019) menyebutkan bahwa faktor internal budidaya lebah
madu di Kelurahan Kalampangan meliputi: tenaga kerja, produksi, dan pemasaran. Sedangkan faktor
eksternal meliputi: pemerintah, pesaing, teknologi, dan lingkungan. Hal tersebut tidak jauh berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan, dkk (2016) yang mengungkap bahwa SDM, produksi,
pemasaran, dan harga sebagai faktor internal, sedangkan pemerintah, lingkungan, dan konsumen
sebagai faktor eksternal dari pengembangan budidaya lebah madu di Desa Ramba Jaya. Berdasarkan
penelitian di lapangan serta penelitian-penelitian sebelumnya, faktor internal dan eksternal dalam
budidaya lebah madu di Desa Gamsungi kemudian disajikan pada tabel 2 dan tabel 3 berikut.
Tabel 2. Kekuatan dan Kelemahan dalam Pengembangan Budidaya Lebah Madu di Desa Gamsungi
62
Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 12(1): 58-70, Juli 2020
Diserahkan : 2020-05-06 ; Diterima : 2020-07-16
ISSN: 1907-5316 ISSN ONLINE: 2613-9979
63
Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 12(1): 58-70, Juli 2020
Diserahkan : 2020-05-06 ; Diterima : 2020-07-16
ISSN: 1907-5316 ISSN ONLINE: 2613-9979
yang bertempat di Jailolo pada tanggal 17-20 Oktober 2018. Sekolah Lapang ini dilakukan oleh Balai
Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Maluku-Papua dalam rangka menyiapkan dan
meningkatkan sumber daya manusia, dalam hal ini petani hutan yang tergabung dalam Kelompok Tani
Hutan (KTH) dan kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS). KTH Mau Sigaro melibatkan 3 KUPS, yaitu
KUPS Mau Sigaro, KUPS Mau Dadalara, dan KUPS Kasih.
64
Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 12(1): 58-70, Juli 2020
Diserahkan : 2020-05-06 ; Diterima : 2020-07-16
ISSN: 1907-5316 ISSN ONLINE: 2613-9979
biaya pemeliharaan hingga panen. Modal tambahan sangat diperlukan untuk mengembangkan usaha
ternak lebah madu. Hal tersebut bisa didapatkan jika kelompok tani mempunyai mitra atau bantuan dari
pemerintah secara berkala saat kelompok tani membutuhkan. Setelah modal tercukupi, kelompok tani
diharapkan dapat mandiri mengembangkan usaha budidaya lebah madunya.
65
Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 12(1): 58-70, Juli 2020
Diserahkan : 2020-05-06 ; Diterima : 2020-07-16
ISSN: 1907-5316 ISSN ONLINE: 2613-9979
66
Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 12(1): 58-70, Juli 2020
Diserahkan : 2020-05-06 ; Diterima : 2020-07-16
ISSN: 1907-5316 ISSN ONLINE: 2613-9979
berkaitan dengan budidaya lebah madu. Namun, beberapa KTH termasuk KTH Mau Sigaro belum
memanfaatkan perkembangan teknologi untuk memperoleh informasi terkait lebah madu. Hal ini
disebabkan tidak ada atau belum bagusnya akses jaringan pada wilayah HKm tersebut. Dalam hal
pemasaran produk, dilakukan dengan sistem pemasaran word of mouth (WOM), yaitu berdasarkan
komunikasi lisan dan informasi dari orang ke orang atau mulut ke mulut.
67
Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 12(1): 58-70, Juli 2020
Diserahkan : 2020-05-06 ; Diterima : 2020-07-16
ISSN: 1907-5316 ISSN ONLINE: 2613-9979
68
Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 12(1): 58-70, Juli 2020
Diserahkan : 2020-05-06 ; Diterima : 2020-07-16
ISSN: 1907-5316 ISSN ONLINE: 2613-9979
Berdasarkan analisis matriks SWOT, maka diperoleh alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam
mengembangkan usaha ternak madu di Desa Gamsungi. Adapun alternatif strategi tersebut adalah
sebagai berikut:
Strategi S-O (Strength-Opportunity):
a. Meningkatkan relasi antara pemerintah dan KTH untuk mengembangkan produk madu;
b. Meningkatkan produksi dan kualitas madu untuk meningkatkan loyalitas konsumen;
c. Mencari mitra pemasaran dan menciptakan sistem pemasaran yang jelas.
Strategi W-O (Weaknesses-Opportunity):
a. Melakukan pelatihan secara berkala dan menyeluruh terhadap anggota KTH;
b. Memanfaatkan dukungan pemerintah dalam memperoleh modal tambahan dan menjalin kerja sama
dengan agen atau konsumen yang mempunyai penjualan tinggi;
c. Memanfaatkan teknologi budidaya lebah madu yang lebih tinggi untuk memperoleh madu yang
berkualitas dan memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan promosi penjualan;
d. Menggunakan kemasan yang menarik untuk kebutuhan pasar.
Strategi S-T (Strength-Threat):
a. Meningkatkan pelatihan (sekolah lapang, dan lain-lain) serta memanfaatkan teknologi informasi guna
mengembangkan produk madu;
b. Mencari mitra pemasaran dan menciptakan sistem pemasaran yang jelas.
Strategi W-T (Weakness-Threat):
a. Memanfaatkan teknologi yang lebih canggih untuk memperoleh produksi madu yang lebih baik;
b. Melakukan promosi, baik secara langsung maupun melalui media;
c. Melakukan pelatihan secara berkala guna mengetahui cara adaptasi terhadap perubahan cuaca.
4. KESIMPULAN
Faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman)
pengembangan budidaya lebah madu di Desa Gamsungi yaitu kekuatan terdiri atas: adanya pelatihan
bagi anggota kelompok tani, adanya bantuan modal, produk madu murni, dan saluran pemasaran pendek.
Kelemahan terdiri atas: terbatasnya anggota KTH yang mengikuti pelatihan, sulitnya modal tambahan
untuk biaya pemeliharaan, harga cenderung murah, alat produksi yang digunakan masih manual dan
belum dilakukan promosi. Sedangkan peluang terdiri atas: adanya dukungan pemerintah dan
kepercayaan konsumen terhadap produk. Sementara untuk ancaman terdiri atas: perubahan cuaca,
belum memanfaatkan teknologi untuk memperoleh informasi dan belum tersedia mitra tetap dalam
pemasaran hasil.
Usaha budidaya lebah madu di Desa Gamsungi masih perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut.
Alternatif strategi yang dapat diterapkan yaitu mulai dari peningkatan relasi antara pemerintah, kelompok
tani, maupun mitra, peningkatan produksi dan kualitas madu, pelatihan budidaya lebah madu secara
69
Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 12(1): 58-70, Juli 2020
Diserahkan : 2020-05-06 ; Diterima : 2020-07-16
ISSN: 1907-5316 ISSN ONLINE: 2613-9979
berkala, pemanfaatan teknologi budidaya dan teknologi informasi untuk pemasaran produk, serta
penggunaan kemasan yang menarik sehingga dapat meningkatkan daya tarik konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur. 2012. Budidaya Lebah Apis Mellifera di Sekitar Kawasan
Perkebunan. Diakses pada tanggal 11 Maret 2020.
Farida, I. 2000. Evaluasi Perkembangan Usaha Lebah Madu Apis mellifera (Studi Kasus pada
Perusahaan Industri Kecil Madu Odeng Cibubur Jakarta). Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi
Industri Peternakan Fakultas Peternakan IPB. Diakses pada tanggal 12 Maret 2020.
Kotler dan Keller. 2007. Manajemen Pemasaran Edisi 12, Jilid 1. Jakarta: PT.Indeks.
Kotler., Philip., and Amstrong. 2011. 10thEdition “Marketing an Introduction” Indonesia: Perason
Molan P C. 1999. The role of honey in the management of wounds. Journal of Wound Care. 8: 423-426.
Mulyono., Susdiyanti, T., dan Supriono, B. 2015. Kajian Ketersediaan Pakan lebah Madu Lokal. Jurnal
Nusa Sylva Fakultas Kehutanan Universitas Nusa Bangsa.
Paul, J.L., and J. C. Olson. 2000. Consumer Behavior: Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran.
Terjemahan. Jakarta: Erlangga.
Sanjaya, R., Wulandari, C., dan Herwanti, S. 2017. Evaluasi Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm)
pada Gabungan Kelompok Tani Rukun Lestari Sejahtera di Desa Sindang Pagar Kecamatan
Sumberjaya Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Sylva Lestari Vol.5 No.2, April 2017: 30-42.
Setiawan, A., Sulaiman R., dan Arlita T. 2016. Strategi Pengembangan Usaha Lebah Madu Kelompok
Tani Setia Jaya di Desa Rambah Jaya Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Rokan Hulu. Jom
Faperta Vol. 3 No.1 Februari 2016.
Subagio, K.M.P., Dzulkirom, M., dan Hidayat, R.R. 2017. Analisis Pengelolaan Modal Kerja dalam Upaya
Meningkatkan Likuiditas dan Profitabilitas (Studi Kasus PT. Gudang Garam Tbk Periode 2014-
2016). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 50 No. 1 Oktober 2017.
Sumoprastowo, R.M dan Suprapto, R.A. 1993. Beternak Lebah Madu Modern. Jakarta: PT. Bharata Karya
Aksara.
Yunita, Pordamantra., dan Berkat, A.P. 2019. Strategi Pengembangan Budidaya Lebah Madudi Kelurahan
Kalampangan Kecamatan Sabangau Kota Palangka Raya. Jurnal Socio Ekonomis Agricultural
Vol. 14 No. 1, Februari 2019: 62-71
70