(2019) Pedoman Kanker Ginjal - Edisi 2
(2019) Pedoman Kanker Ginjal - Edisi 2
(2019) Pedoman Kanker Ginjal - Edisi 2
KANKER GINJAL
Edisi ke-2
Penyusun:
Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid
Rainy Umbas
Anak Agung Gde Oka
Chaidir Arif Mochtar
Wahjoe Djatisoesanto
Mohamad Adi Soedarso
Ferry Safriadi
H. R. Danarto Syah
Mirsya Warli
Alvarino Zaharuddin Ali
Kurnia Penta Seputra
Aaron Tigor Sihombing
Lukman Hakim
Penulis
Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI)
ISBN
978-602-61866-3-8
Editor
dr. Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid, SpU(K), PhD
Desain Sampul
dr. Yasmina Zahra Syadza
Tata Letak
dr. Yasmina Zahra Syadza
dr. Harun Wijanarko Kusuma Putra dr.
Miftah Adityagama
Penerbit
Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI)
Redaksi
Sekretariat Ikatan Ahli Urologi Indonesia Jl.
Kramat Sentiong No. 49A
Gedung PMKI Pusat Lantai 3 DKI
Jakarta 10450
Distributor
Ikatan Ahli Urologi Indonesia
Anggota:
Prof. dr. Rainy Umbas, SpU(K), PhD
Dr. dr. H. R. Danarto, SpB, SpU(K) Staf
Staf Pengajar Divisi Urologi Departemen
Pengajar Sub Bagian Urologi,
Medik Ilmu Urologi
Bagian Ilmu Bedah FK UGM-RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta
FK UI- RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Dr. dr. Syah Mirsya Warli, SpU(K)
Dr. dr. Anak Agung Gde Oka, SpU(K)
Staf Pengajar Divisi Urologi Departemen Ilmu Bedah FK
Staf Pengajar Sub-Bagian Urologi FK
USU-RSUP H. Adam Malik, Medan
Unud-RSUD Sanglah, Bali
Dr. dr. Alvarino Zaharuddin Ali, SpB, SpU Staf
dr. Chaidir Arif Mochtar, SpU(K), PhD
Pengajar Sub-Bagian Urologi Departemen Ilmu
Staf Pengajar Divisi Urologi
Bedah
Departemen Medik Ilmu Urologi
FK Unand-RSUP dr. M. Djamil, Padang
FK UI- RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
dr. Kurnia Penta Seputra, SpU(K) Staf
Dr. dr. Wahjoe Djatisoesanto, SpU(K) Staf
Pengajar Departemen Urologi
Pengajar Departemen/SMF Urologi FK
FK Unibraw-RSUD Saiful Anwar, Malang
Unair-RSUD dr. Soetomo, Surabaya
dr. Aaron Tigor Sihombing, SpU(K)
dr. Mohamad Adi Soedarso, SpU
Staf Pengajar Departemen/SMF Urologi
Staf Pengajar Divisi Urologi Bagian/KSM Bedah FK
FK Unpad-RSUP dr. Hasan Sadikin, Bandung
UNDIP-RSUP dr. Kariadi, Semarang
dr. Lukman Hakim, SpU(K), MARS, PhD
Dr. dr. Ferry Safriadi, SpU(K)
Staf Pengajar Departemen/SMF Urologi FK
Staf Pengajar Departemen/SMF Urologi
Unair-RSUD dr. Soetomo, Surabaya
FK Unpad-RSUP dr. Hasan Sadikin, Bandung
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya, Tim
Penyusun Pedoman Tata Laksana (guidelines) Kanker Ginjal 2019 dapat menyelesaikan tugas
nya. Buku ini merupakan revisi dari pedoman edisi pertama yang diterbitkan pada 2012 lalu.
Seiring kemajuan perkembangan penelitian di bidang kesehatan, penatalaksanaan kanker
ginjal juga ikut mengalami perubahan. Pedoman ini disusun berdasarkan pedoman tata laksana
terbaru yang diterima saat ini, mencakup pedoman internasional yang dikel- uarkan oleh
European Association of Urology (EAU) dan National Comprehensive Cancer Network
(NCCN); literatur, jurnal, dan penelitian, yang disesuaikan dengan kondisi sara- na-prasarana
kesehatan di Indonesia. Begitu pula dengan bab terakhir, yakni Tumor Wilm, disusun berdasarkan
pedoman internasional yang dikeluarkan oleh National Wilms’ Tumor Study (NWTS) dan Societe
Internationale D’oncologie Pediatrique (SIOP). Namun demikian, penggunaan pedoman tata laksana
ini tetap harus disesuaikan dengan penilaian medis mas- ing-masing klinisi, dengan mempertimbangkan
ketersediaan fasilitas yang ada.
Tidak hanya ditujukan kepada dokter spesialis urologi Indonesia, pedoman ini juga ditujukan
kepada peserta pendidikan kedokteran, dokter umum, spesialis lain, serta seluruh pihak yang terlibat
dalam bidang kesehatan di Indonesia.
Akhir kata, Penyusun mengucapkan terima kasih kepada seluruh yang telah terli- bat untuk
memberi kepercayaan serta fasilitas dalam penyusunan revisi pedoman ini, serta memohon maaf jika
masih ada kekurangan dalam penyusunannya.
Demikian panduan tata laksana ini dibuat, dengan harapan dapat digunakan se- baik-
baiknya.
Kanker ginjal terjadi 1,5 kali lebih banyak pada pria dibanding wanita, dengan
usia puncak insiden berkisar di usia 60-70 tahun. 1 Secara statistik ins- iden kanker ginjal
meningkat di AS dan Eropa selama tiga dekade terakhir. Pen- ingkatan insiden ini
terutama terjadi pada wanita dan ras kulit hitam. 2 Insiden Renal Cell Carcinoma (RCC)
memiliki persentase sekitar 3-5% dari seluruh jenis kanker yang ada. Dalam dua dekade
terakhir insiden dari RCC meningkat hingga 2% baik di negara barat maupun timur.3,4
Hingga saat ini, 90% keganasan ginjal diidentifikasi sebagai RCC, dan hampir 80% dari
jenis tumor tersebut merupakan tumor clear cell.5,6 Jenis kanker sel transisional sekitar
12% dan jenis lainnya 2%.7,8 Sementara itu, medullary renal carcinoma merupakan
variasi dari collect- ing duct renal carcinoma yang umumnya terjadi pada pasien
dengan turunan sickle-cell positive. 9
Data yang diperoleh dari Amerika Utara menjadi negara dengan insiden
RCC tertinggi (12 per 100.000), sedangkan untuk di Asia, Israel memiliki insiden RCC
tertinggi (10 per 100.000). Berdasarkan data terakhir yang diperoleh World Health
Organization (WHO), RCC berada di peringkat ke-13 sebagai penyebab kematian
akibat keganasan di seluruh dunia, dari data tersebut terdapat 140.000 kematian per tahun
akibat RCC.10 Walaupun angka kematian akibat kanker ginjal di Eropa menurun sejak dua
dan tiga dekade terakhir, pada beberapa negara Eropa (Kroasia, Estonia, Yunani,
Irlandia, Slovakia) dan Amerika Serikat masih menunjukan peningkatan.11,12 Negara Turki
(4,7 per 100.000 populasi), Palestina (3,4 per 100.000 populasi), Korea Selatan (3,4 per
100.000 populasi), dan Sin- gapura (3,3 per 100.000 populasi) memiliki angka mortalitas
tertinggi di wilayah Asia. 1 0
Daftar Pustaka:
1. Bergstrom A, Hsieh CC, Lindbald P, Lu CM, Cook NR, Wolk A. Obesity and renal
cell cancer--a quantitative review. Br J Cancer, 2001 Sep 28;85[7]:984-
90. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11592770
2. Ljungberg B, Albiges L, Bensalah K, Bex A, Giles RH, Hora M, et al. EAU Guidelines
on Renal Cell Carcinoma. European Association of Urology. March 2018.
3. Siegel RL, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics, 2018. CA Cancer J Clin. 2018 Jan;;68(1):7-30.
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29313949.
4. European Network of Cancer Registries: Eurocim version 4.0. 2001: Lyon, France.
5. Moch H, Gasser T, Amin MB, et al. Prognostic utility of the recently recom- mended
histologic classification and revised TNM staging system of renal cell carcinoma: a
Swiss experience with 588 tumors. Cancer. 2000;89:604-14. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10931460.
6. Leibovich BC, Lohse CM, Crispen PL, et al. Histological subtype is an in- dependent
predictor of outcome for patients with renal cell carcinoma. J Urol.
2010;183:1309-1315. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/20171681.
7. Lipworth L, Tarone RE, McLaughlin JK. The Epidemiology of Renal Cell Carci- noma. J
Urol 2006;176:2353-58.
8. NCCN Asia Consensus Statement. Kidney Cancer v2.2011.
9. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology: Kidney Cancer v2.2019.
10. Ferlay J, Soerjomataram I, Dikshit R, Eser S, Mathers C, Rebelo M, et al. GLOBOCAN
2012 v1.0, Cancer incidence and mortality worldwide: IARC Can- cerBase No. 11. Lyon,
France: International Agency for Research on Cancer; 2013. Available from:
http://globocan.iarc.fr.
11. Levi F, Ferlay J, Galeone C, Lucchini F, Negri E, Boyle P, et al. The changing
2.1 Anamnesis
Gejala trias klasik, yakni nyeri pinggang, gross hematuria, dan tera- ba
massa di abdomen jarang ditemukan (6-10%). 2,3 Sindroma paraneoplastik ditemukan
pada sekitar 30% penderita tumor RCC simtomatis. Gejala parane- oplastik yang sering
timbul adalah hipertensi, penurunan berat badan, demam, neuromiopati, amiloidosis,
peningkatan laju endap darah, anemia, gangguan fungsi hati, hiperkalsemia, polisitemia,
dan lain-lain. Gejala yang disebabkan metastasis berupa nyeri tulang atau batuk yang
menetap. 1,4
Gejala lain seperti demam, penurunan berat badan, anemia, atau varikokel
dapat pula terjadi. Jika kasus RCC didapatkan pada pasien berusia ≤ 46 tahun maka
dapat diindikasikan sebagai penyakit bawaan. 5
2.4 Pencitraan
Deteksi dan penilaian karakteristik tumor ginjal menggunakan ultraso-
nografi, Computed Tomography (CT) scan atau Magnetic Resonance Imaging
(MRI) abdomen. Dari pencitraan tersebut, massa ginjal dapat diklasifikasikan menjadi
massa padat atau kistik. Pencitraan abdomen memberikan angka ak- urasi diagnostik yang
tinggi sehingga biopsi tidak selalu dibutuhkan, terutama pada pasien dengan temuan
normal di pencitraan. Untuk massa ginjal padat, kriteria yang terpenting untuk
mendiferensiasi lesi keganasan adalah adanya penyangatan. 8,9
Pemeriksaan CT atau MRI dapat menggambarkan keberadaan massa pada ginjal
dengan pemberian kontras intravena. Sebagai contoh, pada pemer- iksaan CT, sebelum
dan sesudah pemberian kontras akan memberikan gamba- ran penyangatan pada massa
ginjal dengan menentukan unit Hounsfield (HUs). Penyangatan ditegakkan apabila
perbedaan HUs menunjukan angka +/- 15. 10 Walaupun CT dan MRI dapat mendiagnosis
RCC secara akurat, namun kedua pemeriksaan penunjang ini tidak dapat diandalkan untuk
membedakan onkosito- ma dan angiomyolipoma tanpa lemak dari keganasan ginjal.11-
14
CT multifasik dengan kontras pada abdomen dan dada dilakukan untuk Kuat
diagnosis dan staging tumor ginjal.
MRI disarankan untuk evaluasi keterlibatan vena, mengurangi efek radiasi, Lemah
atau menghindari medium kontras CT intravena.
Bonescan dilakukan bila terdapat gejala metastasis ke tulang. Lemah
Biopsi tumor ginjal dilakukan sebelum terapi ablasi atau terapi siste- mik Kuat
Daftar Pustaka:
1. Novick AC, Bukowski RM, Campbell SC. Renal tumours. In: Wein AJ, Ka-
voussiLR, Novick AC, Partin AV, Peters CA (eds). Campbell-Walsh Urology.
Philadelphia: WB Saunders, 2007: pp. 1565-638.
2. Kutikov A, Fossett LK, Ramchandani P, Tomaszewski JE, Siegelman ES, Banner
MP, et al. Incidence of benign pathologic findings at partial nephrec- tomy for
solitary renal mass presumed to be renal cell carcinoma on preop- erative imaging.
Urology 2006 ;68(4):737-40.
3. Remzi M, Ozsoy M, Klingler HC, Susani M, Waldert M, Seitz C, et al. Are small
renal tumors harmless? Analysis of histopathological features accord- ing to
tumors 4 cm or less in diameter. J Urol 2006;176(3):896-9.
4. Kim HL, Belldegrun AS, Freitas DG, Bui MH, Han KR, Dorey FJ, et al. Para-
neoplastic signs and symptoms of renal cell carcinoma: implications for prognosis.
J Urol 2003;170(5):1742-6.
5. Shuch B, Vourganti S, Ricketts CJ, Middleton L, Peterson J, Merino MJ, et al.
Defining early-onset kidney cancer: implications for germline and so- matic
mutation testing and clinical management. J Clin Oncol. 2014 Feb 10;32(5):431-7.
Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24378414.
6. Ljungberg B, Cowan NC, Hanbury DC,Hora M, Kuczyk MA, Merseburger AS et al.
EAU Guidelines on Renal Cell Carcinoma: The 2010 Update. Eur Urol
2010;58:398-406.
7. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology. Kidney Cancer v2. NCCN. org.
2011.
8. Ljungberg B, Albiges L, Bensalah K, Bex A, Giles RH, Hora M, et al. EAU
T – Tumor Primer
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti tumor primer
T1 Tumor dengan ukuran ≤ 7cm pada ukuran terbesar, terbatas pada ginjal
Stadium T N M
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1, T2, T3 N1 M0
Stadium IV T4 Semua N M0
Semua T Semua N M1
Saat ini terdapat dua kriteria prognosis yang digunakan untuk kanker
ginjal:
Penderita yang tidak memiliki faktor di atas, digolongkan sebagai risiko rendah atau
prognosis baik. Bila terdapat 1-2 faktor, digolongkan sebagai risiko se- dang.
Penderita berprognosis buruk bila didapatkan ≥ 3 prediktor. 12,13
3.4 Rekomendasi
Daftar Pustaka:
1. Sun M, Shariat SF, Cheng C, Ficarra V, Murai M, Oudard S, et al. Prog-
nostic factors and predictive models in renal cell carcinoma: a contempo- rary
review. Eur Urol. 2011 Oct;60(4):644-61. Available at: https://www.
ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12271393.
2. Capitanio U, Cloutier V, Zini L, Isbarn H, Jeldres C, Shariat SF, et al. A
critical assessment of the prognostic value of clear cell, papillary and chro- mophobe
histological subtypes in renal cell carcinoma: a population-based study. BJU Int.
2009 Jun;103(11): 1496-500. Available at: https://www.ncbi.
nlm.nih.gov/pubmed/19076149.
3. Keegan KA, Schupp CW, Chamie K, Hellenthal NJ, Evans CP, Koppie TM.
Histopathology of surgically treated renal cell carcinoma: survival
tetapi lebih bersifat prognostik. Diseksi KGB direkomendasikan bila KGB teraba atau
tampak membesar pada CT-Scan.1,4 Adrenalektomi ipsilat- eral dikerjakan pada kasus
tumor di kutub atas ginjal dan tampak tidak normal pada CT-Scan, atau ditemukan
adanya invasi secara makroskopik. 5, 6
Nefrektomi parsial (nephron-sparing surgery) diindikasikan pada T1, ginjal
soliter, gangguan fungsi ginjal kontralateral, RCC sinkronus bilateral, dan sindroma
VHL.1,6,7
Keterangan:
* : terapi belum tersedia di Indonesia.10
Diadaptasi dari NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology. Kidney Cancer version
2.2019.1
Keterangan:
HLRCC: Hereditary leiomyomatosis and renal cell cancer
* : terapi belum tersedia di Indonesia.10
Rekomendasi:
Pemantauan untuk Stadium I (T1a, pT1a, dan pT1b), Stadium II, dan Stadium III
Hingga Tahun ke-2 Tahun ke-3, dst.
(setiap 3-6 bulan sekali) (satu kali per tahun)
Anamnesis dan pemeriksaan X X
fisik
Laboratorium X X
CT/MRI/US abdomen X X
X-Ray toraks X X
CT toraks Jika diindikasikan
CT atau MRI kepala Jika diindikasikan
MRI spine Jika diindikasikan
Bone-scan Jika diindikasikan
Tambahan pemantauan untuk Stadium I: T1a
(selama active surveillance atau setelah ablasi)
Biopsi ulang Biopsi ulang dilakukan jika terdapat penyangatan baru,
pertambahan ukuran yang progresif pada neoplasma yang
diablasi, nodul baru pada/atau sekitar area yang terkena, lesi
yang gagal ditatalaksana
1. EPIDEMIOLOGI
Tumor Wilm merupakan 6-7% kasus keganasan pada anak-anak. Usia rerata
yang terkena adalah usia 2-3 tahun, seringkali mengenai anak sampai usia 8 tahun,
tetapi jarang pada orang dewasa. Sekitar 75%-80% kasus terjadi sebelum usia 5 tahun
dengan median usia 3,5 tahun, data RSUD dr. Soetomo menunjukan hasil yang sama.3-5 Data
yang diperoleh dari RSCM, Jakarta dan RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2013-
2017 didapatkan 32 kasus tumor Wilm. 6 Insiden tumor Wilm berkisar 8 dari 1 juta anak di
bawah usia 14 tahun, umumnya ditemukan pada anak usia di bawah 7 tahun. Sebanyak 2-
5% terjadi pada kedua sisi ginjal. Angka kesintasan 5 tahun adalah 90%. 3
2. LANGKAH DIAGNOSTIK
Lebih dari 90% penderita ditemukan massa abdomen. Nyeri perut, he- maturia
dan demam jarang ditemukan. Rupturnya tumor dengan perdarahan intra-abdomen
menyebabkan keadaan acute abdomen. 3 Ekstensi tumor ke da- lam vena renalis akan
menyebabkan varikosel, hepatomegali karena obstruksi vena hepatika, asites dan
kadang gagal jantung. Hipertensi sering ditemukan
c. Tidak melibatkan pembuluh darah sinus ginjal lebih dari 2 c. Pembuluh darah sinus renalis tidak terlibat.
mm.
d. Tidak terdapat sisa tumor yang melewati batas eksisi. d. Keterlibatan pembuluh intrarenal dapat terjadi.
II a. Tumor melewati batas ginjal, namun dapat diangkat a. Tumor melewati ginjal atau menembus kapsul renal dan/atau pseudokapsul fibrosa ke dalam lemak
seluruhnya. perirenal, namun dapat diangkat seluruhnya.
b. Tidak terdapat sisa tumor yang tampak pada/melewati batas b. Tumor menginfiltrasi sinus renalis dan/atau menginvasi pembuluh darah dan limfe di luar paren- kim renal,
eksisi. namun dapat direseksi seluruhnya.
c. Trombus tumor pada pembuluh darah di luar ginjal, dan c. Tumor menginfiltrasi organ atau vena kava terdekat, namun dapat direseksi seluruhnya.
diangkat secara en bloc bersama tumor.
III a. Didapatkan tumor pada KGB pada hilus renal, a. Eksisi tumor inkomplit, melewati batas reseksi (tumor mikroskopis dan makroskopis terlihat setelah
peri-aortic chains, atau melewati batasnya. operasi).
b. Tumor menembus peritoneum secara difus. b. Keterlibatan KGB abdominal apapun.
c. Tumor ditemukan pada permukaan peritoneum. c. Ruptur tumor sebelum atau saat operasi berlangsung (tidak bergantung pada klasifikasi stadium.
d. Tumor melebihi batas pembedahan, baik pada penam- pang d. Tumor menembus hingga
mikroskopik maupun makroskopik. permukaan peritoneal.
e. Tumor tidak dapat diangkat secara keseluruhan kare- na e. Trombus tumor muncul pada reseksi batas pembuluh atau ureter; transeksi, atau pengangkatan bertahap
terdapat infiltrasi lokal ke dalam struktur vital. oleh ahli bedah.
f. Dilakukan biopsi wedge pada tumor sebelum kemoterapi pre-operatif atau pembedahan.
IV a. Didapatkan metastasis hematogen atau metastasis KGB. Metastasis hematogen (paru, hati, tulang, otak, dll), atau metastasis ke KGB pada regio abdome- niopelvis.
4, TATA LAKSANA
NWTS dan SIOP memiliki perbedaan konsep pada pemberian kemoter- api pre-
operatif pada pasien. Untuk mengurangi risiko ruptur tumor pada upfront
nephrectomy, SIOP menerapkan konsep pemberian kemoterapi pre-nefrektomi pada
seluruh pasien di atas usia 6 bulan untuk mengecilkan ukuran tumor dan mencegah
tumpahan ruptur selama operasi. 2 Berbeda dengan SIOP, NWTS mer- ekomendasikan
upfront nephrectomy sebagai tata laksana awal untuk mendapa- tkan data stadium dan
histologi yang akurat, sebelum dilakukan kemoterapi dan dengan atau tanpa
radioterapi. 1, 5
4.1 Kemoterapi
4.1.1 Protokol NWTS/COG
Pada NWTS/COG, algoritma tata laksana dimulai dari stadium klinis
dan dilanjutkan dengan stadium pembedahan (hasil histologi), yang
kemudian diikuti dengan kemoterapi. 1,5 Terdapat pula pilihan un- tuk
melakukan biopsi terlebih dahulu sebelum dilakukan kemoterapi
(preferable core), selanjutnya radioterapi dapat dilakukan. Pada kasus
UH
II FH 18 minggu pemberian DAM/VCR
UH 24 minggu pemberian DAM/VCR/DOX/CPM/
Etoposide, RT tumor bed + regio yang terlibat
4.2 Radioterapi
4.2.1 Protokol NWTS/COG
Radioterapi dilaksanakan 9-14 harisetelahtindakanpembedahandilaku- kan,
kecuali terdapat kontraindikasi. Radioterapi diberikan pada area pelvis atau
terdapat indikasi pada daerah abdomen (whole abdominal ir- radiation
[WAI]). Adapun indikasi WAI ialah ruptur tumor intraperiotenal, tumpahan
tumor difus, dan perdarahan, atau sitologI cairan asites positif. 5 Pada protokol
NWTS/COG, pasien dengan tumor FH
yang tidak respon terhadap kemoterapi hingga minggu ke-6, per- lu
mendapatkan radiasi paru menyeluruh (whole lung irradiation [WLI]).
Begitupula dengan radiasi hati menyeluruh (whole liver ir- radiation),
dilakukan jika lesi metastasis hati tidak dapat diresek- si dengan
sempurna, atau tidak respon terhadap kemoterapi. 5
4.3 Pembedahan
Pada nefrektomi radikal, pendekatan transabdominal dilakukan, den- gan
menghindari ruptur tumor saat pengangkatan tumor, sedangkan insisi lum- botomi tidak
dianjurkan karena keterbatasan exposure. 11 Pengambilan sam- pel pada KGB
dilakukan minimal sebanyak tujuh sampel, yakni di (1) nodus su
Stadium I AH x x
Stadium I, II tanpa NR x x
Stadium III tanpa NR x x
Stadium apapun dengan NR x x
Stadium II,III AH x x
x x
NR : nephrogenic rest; AH : anaplastic histology
Daftar Pustaka:
1. Bhatnagar S. Management of Wilms’ tumor: NWTS vs SIOP. J Indian Assoc
Pediatr Surg. 2009;14.
2. Mitchell C, Shannon R, Vujanic GM. The treatment of Wilms’ tumour:
Results of the United Kingdom Children’s cancer study group third Wilms’ tumour
study. Med Pediatr Oncol 2003;41:287
3. Pediatric Oncology resource center. Signs of childhood cancer. 2018 Dec. [citated
on 2019 Jan 24]. Available from: http://www.ped-onc.org/diseases/
SOCC.html#wilms
4. Ritchey ML, Shamberger RC. Pediatric Urologic Oncology. Dalam: Wein AJ,
Kovoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, Ed. Campbell-Walsh
Urology. Philadelphia: Saunders, 2011. h. 3711-3723
5. Prasad M, Vora T, Agarwata S, Laskar S, Arora B, Bansal D, et al. Manage- ment
of Wilms tumor: ICMR Consensus Document. Indian J Pediatr. 2017
Jun 31; 84(6):437-445.
6. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Database 2018. Unpublished data.