Veromaria75, Layout Editor, Safira Nurrezky (1-7)
Veromaria75, Layout Editor, Safira Nurrezky (1-7)
Veromaria75, Layout Editor, Safira Nurrezky (1-7)
ARTIKEL PENELITIAN
1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya, Jalan Pluit Raya no. 2, Jakarta Utara, 14440
2 Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya, Jalan Pluit Raya no. 2,
Jakarta Utara, 14440
* Korespondensi: robi.irawan@atmajaya.ac.id
ABSTRACT
Introduction: Mental disorders such as stress, anxiety, and depression are becoming a global concern for
young adults, especially among medical students. The tight schedule of medical education curriculum has
shown to contribute to a high prevalence of mental disorders among students, which may increase the risk of
physical symptoms such as migraines.
Methods: Carried out at School of Medicine and Health Sciences Atma Jaya Catholic University of Indonesia
- Jakarta, this cross-sectional study used a proportional sampling method. Depression, anxiety, and stress
were measured by using DASS 42 scale and the incidence of migraine was measured by Migraine Screen
Questionnaire (MS-Q). Data were statistically analyzed by using Chi-Square test with 95% significance level.
Results: A total of 196 students had participated, consisting of 98 male and 98 female students, aged 18-21
years old, and they experienced stress (41.3%), anxiety (57.1%), and depression (26.5%). Migraine was found
in (28.1%) of respondents with higher incidence among female students (61.8%). Stress, anxiety, and
depression had a significant relationship with the incidence of migraines (p <0.01).
Conclusion: Depression, anxiety, and stress are common among medical student in Atma Jaya Catholic
University of Indonesia, and were significantly associated with the incidence of migraines. Further research is
needed to describe other factors that can trigger migraines such as hormonal, physical, and dietary factors.
Key Words: anxiety, depression, migraine, stres, preclinical medical student
ABSTRAK
Pendahuluan: Gangguan mental emosional seperti stres, cemas, dan depresi saat ini menjadi perhatian
global bagi kaum dewasa muda, khususnya pada mahasiswa kedokteran. Kurikulum pendidikan dokter dapat
berkontribusi terhadap tingginya prevalensi gangguan mental emosional di kalangan mahasiswa kedokteran
yang dapat meningkatkan risiko timbulnya migrain.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (FKIK UAJ) Jakarta dengan menggunakan metode
proportional sampling. Stres, cemas, dan depresi dinilai menggunakan kuesioner DASS 42 sedangkan migrain
dinilai menggunakan Migraine Screen Questionaire (MS-Q). Data dianalisis menggunakan uji Chi-Square
dengan derajat kepercayaan 95%.
Hasil: Sebanyak 196 mahasiswa yang terdiri dari 98 laki-laki dan 98 perempuan dengan rentang usia 18-21
tahun mengalami stres (41,3%), cemas (57,1%), dan depresi (26,5%). Migrain ditemukan sebanyak (28,1%),
responden, di antaranya lebih tinggi pada perempuan (61,8%). Stres, cemas, dan depresi memiliki hubungan
yang bermakna dengan kejadian migrain (p<0,01).
Simpulan: Stres, cemas, dan depresi ditemukan pada mahasiswa kedokteran Universitas Katolik Indonesia
Atma Jaya, dan secara signifikan berhubungan dengan kejadian migrain. Penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk menggambarkan faktor-faktor lain yang dapat memicu migrain seperti faktor hormonal, fisik, dan diet.
Kata Kunci: cemas, depresi, migrain, stres, mahasiswa preklinik fakultas kedokteran
pengambilan sampel setiap tahun ajaran lebih dari sama dengan 28 (depresi sangat
sama besar. berat). Dalam penelitian ini peneliti hanya
Pengambilan data variabel terikat dan meneliti stres, cemas, dan depresi tanpa
variabel bebas dilakukan dengan mengisi memperhatikan derajat keparahan yang
kuesioner setelah responden memberikan diperoleh sehingga peneliti melakukan
persetujuan melalui lembar informed consent. penyederhanaan kategori. Stres dibagi
Pengukuran stres, cemas, dan depresi diukur menjadi stres positif dan stres negatif. Stres
dengan kuesioner Depression, Anxiety, Stress negatif mencakup hasil perolehan skor
Scale 42 (DASS 42) versi translasi Bahasa normal, sedangkan stres positif mencakup
10
Indonesia oleh Damanik. Kuesioner telah hasil perolehan skor ringan, sedang, berat,
diuji validasi nya di Indonesia dengan nilai dan sangat berat. Penerapan kategori ini
reliabilitas yang baik (𝛼 =0,9483). Kuesioner berlaku juga terhadap cemas dan depresi.
DASS ini terdiri dari 42 pertanyaan yang Pengukuran migrain dilakukan dengan
mengukur general psychological distress menggunakan alat skrining berupa Migraine
seperti stres, cemas, dan depresi. DASS 42 Screen Questionnaire (MS-Q) versi Bahasa
memiliki 3 skala (stres, cemas, dan depresi) Inggris.11 Kuesioner MS-Q dikembangkan
dengan setiap skala terdiri dari 14 pertanyaan. berdasarkan kriteria International Headache
Jawaban kuesioner DASS 42 ini terdiri dari 4 Society (IHS) dan tinjauan literatur oleh komite
pilihan yang disusun dalam bentuk skala Likert ahli. Kuesioner ini telah divalidasi di Indonesia
dan responden diminta untuk menilai tingkat dengan nilai reliabilitas yang baik (indeks
stres, cemas dan depresi dalam satu minggu Kappa>0,7). MS-Q terdiri dari lima
terakhir. Selanjutnya, skor dari setiap skala pertanyaan. Satu pertanyaan mewakili nilai
dijumlahkan dan dibandingkan sesuai kategori satu. Nilai satu diperoleh apabila responden
yang ada untuk mengetahui gambaran menjawab “Ya” di pertanyaan tersebut.
mengenai tingkat stres, cemas, dan depresi Responden dianggap memiliki kemungkinan
responden. Kategori skor terhadap penilaian mengalami migrain jika skor didapatkan lebih
stres dibagi menjadi 0-14 (normal), 15-18 dari sama dengan 4.
(stres ringan), 19-25 (stres sedang), 26-33 Penelitian ini memiliki kriteria inklusi,
(stres berat), dan skor lebih dari sama yakni mahasiswa tahun ajaran 2016 s/d
dengan34 (stres sangat berat). Kategori skor sampai 2018 yang bersedia menjadi
terhadap penilaian cemas dibagi menjadi 0-7 responden dalam penelitian ini. Sedangkan
(normal), 8-9 (cemas ringan), 10-14 (cemas kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah
sedang), 15-19 (cemas berat), lebih dari sama mahasiswa yang memiliki riwayat trauma
dengan 20 (cemas sangat berat). Kategori kepala ringan hingga berat setidaknya pada
skor terhadap penilaian depresi dibagi tiga bulan terakhir dan mengonsumsi obat-
menjadi 0-9 (normal), 10-13 (depresi ringan), obat seperti opioid, analgesik yang
14-20 (depresi sedang), 21-27 (depresi berat), mengandung barbiturat, dan aspirin selama
10 hari atau lebih per bulan, serta yang diperoleh antara 18-21 tahun. Sebagian
mengonsumsi kafein lebih dari 200 mg per besar subjek berusia 20 tahun (33,2%)
hari. Data diolah dan dianalisis menggunakan dengan proporsi perempuan dan laki-laki
analisis Chi-Square. Semua analisis statistik dibagi sama besar (50%).
dilakukan menggunakan SPSS versi 23. Nilai Gambaran stress, cemas, dan depresi
p yang kurang dari 0,05 dianggap signifikan yang di kategorikan berdasarkan skor DASS
secara statistik. 42 (Tabel 1). Kejadian migrain ditemukan
Penelitian ini telah disetujui oleh Komite pada 55 (28,1%) mahasiswa, dengan angka
Etik Fakultas Kedokteran Universitas Katolik kejadian migrain terjadi lebih tinggi pada
Indonesia Atma Jaya Nomor 16/07/KEP- wanita dibandingkan pada laki-laki (Tabel 2).
FKUAJ/2019. Tabel 3 menunjukkan bahwa maha-
siswa dengan cemas berisiko 4,29 kali,
HASIL depresi berisiko 3,12 kali, dan stres berisiko
Sejumlah 196 orang mahasiswa FKIK 2,90 kali mengalami migrain dibandingkan
UAJ berpartisipasi dalam penelitian ini yang dengan responden yang tidak cemas, depresi,
terdiri dari 68 (34,7%) mahasiswa tahun dan stres. Terdapat hubungan bermakna
ajaran 2016, 62 (31,6%) mahasiswa tahun antara cemas (p=0,000), depresi (p=0,001),
ajaran 2017, dan 66 (33,7%) mahasiswa dan stres (p=0,001) dengan kejadian migrain
tahun ajaran 2018. Rentang usia mahasiswa pada mahasiswa pre klinik FKIK UAJ.
Tabel 3. Hubungan Stres, Cemas, dan Depresi dengan Kejadian Migrain pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya (n=196)
Kejadian Migrain
OR
Kategori Migrain Tidak Migrain p
(IK 95%)
n % n %
Stes + 33 40,7 48 59,3 2,906
Stres 0,001
Stres - 22 19,1 93 80,9 (1,529-5,524)
Cemas + 44 39,3 68 60,7 4,294
Cemas 0,000
Cemas - 11 13,1 73 86,9 (2,051-8,988)
Depresi + 24 46,2 28 53,8 3,124
Depresi 0,001
Depresi - 31 21,5 113 78,5 (1,591-6,134)
didapatkan lebih tinggi dibandingkan laki- terjadinya migrain sehingga masih perlu diteliti
laki.16 Perbedaan yang dapat menjelaskan lebih lanjut faktor-faktor risiko lain yang dapat
angka tersebut adalah peranan estrogen menyebabkan kejadian migrain pada
serum selama periode perimenstrual yang mahasiswa FKIK UAJ. Untuk penelitian
dapat mempengaruhi sistem neurotransmitter selanjutnya, diharapkan dapat mengembang-
dan sintesis neuropeptide dalam jaringan kan instrumen baru untuk meneliti migrain
nyeri trigeminal yang kemudian menciptakan khususnya dalam meneliti migrain kronik yang
keadaan propioseptif.17 memiliki tingkat validitas dan realibilitas yang
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih tinggi, serta menambah variabel-variabel
stres, cemas, dan depresi memiliki hubungan lain yang juga memengaruhi terjadinya
yang bermakna dengan kejadian migrain. Hal migrain, seperti hormon, fisik, dan diet.
ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebe-
lumnya.18-21 Biologi stres dan migrain dapat DAFTAR PUSTAKA
dijelaskan melalui respon stres fisiologis, yang 1. Acharya L, Jin L, Collins W. College life is stressful
today – Emerging stressors and depressive
melibatkan sumbu hipotalamus-hipofisis-
symptoms in college students. Journal of American
adrenokortikal dan sistem saraf simpatis
College Health. 2018;66(7):655-664.
termasuk medulla adrenal. Aktivasi kedua 2. Moir F, Yielder J, Sanson J, Chen Y. Depression in
sistem ini akan mengarah pada perubahan medical students: current insights. Advances in
perilaku dan fisiologi yang diamati sebagai Medical Education and Practice. 2018;9:323-333.
3. Griggs S. Hope and mental health in young adult
respon terhadap stres dan pada gilirannya
college students: An integrative review. J
berpotensi memicu serangan migrain.22 Psychosoc Nurs Mental Health Serv.
Penelitian ini memiliki beberapa keter- 2017;55(2):28–35
batasan yaitu pada metode pengambilan data 4. Rotenstein L, Ramos M, Torre M, Segal J, Peluso
M, Guille C et al. Prevalence of depression,
yang dilakukan secara potong lintang, yang
depressive symptoms, and suicidal ideation among
hanya menunjukkan hubungan antara variabel
medical students. JAMA. 2016;316(21):2214.
tanpa menyimpulkan sebab akibat. Sampel 5. Adhikari A, Dutta A, Sapkota S, Chapagain A, Aryal
penelitian masih relatif sedikit sehingga gene- A, Pradhan A. Prevalence of poor mental health
ralisasinya terbatas dan peneliti tidak meng- among medical students in Nepal: a cross-sectional
study. BMC Medical Education. 2017;17(1):1-7.
gambarkan faktor lain yang dapat mencetus
6. D. Kumar S, H.S K, Kulkarni P, Siddalingappa H,
migrain seperti faktor hormon, fisik, dan diet. Manjunath R. Depression, anxiety and stress levels
among medical students in Mysore, Karnataka,
SIMPULAN India. International Journal of Community Medicine
and Public Health. 2020;3(1):359-362.
Stres, cemas, dan depresi memiliki
7. Smitherman T, McDermott M, Buchanan E.
hubungan yang bermakna dengan kejadian
Negative impact of episodic migraine on a
migrain pada mahasiswa preklinik FKIK UAJ. university population: Quality of life, functional
Gangguan mental emosional ini hanya impairment, and comorbid psychiatric symptoms.
merupakan salah satu faktor risiko pemicu Headache: The Journal of Head and Face Pain.
2011;51(4):581-589.