Pengaruh Temper Tantrum Terhadap Perubahan Perilaku Dan Psikis Pada Anak Usia Dini
Pengaruh Temper Tantrum Terhadap Perubahan Perilaku Dan Psikis Pada Anak Usia Dini
Pengaruh Temper Tantrum Terhadap Perubahan Perilaku Dan Psikis Pada Anak Usia Dini
PENDAHULUAN
Setiap anak akan melewati tahapan tumbuh kembang dalam kehidupannya salah satunya
adalah masa pra sekolah (Potter dan Perry, 2010). Perilaku tantrum yang terjadi pada anak usia pra
sekolah sering terjadi disertai dengan beberapa tingkah laku seperti menangis dengan keras,
melempar barang, memukul, menendang, menjerit, berguling-guling di lantai, dan bahkan ada pula
yang diiringi dengan muntah dan buang air kecil di celana. Menurut Fitriyah, 2019 mengemukakan
bahwa perilaku tantrum merupakan suatu perilaku yang umum dan normal yang terjadi pada anak.
Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Alini & Jannah, (2019) mengemukakan bahwa
perubahan perilaku yang dilakukan oleh banyak dari orangtua dalam merespon perilaku tantrum
tersebut secara tidak tepat dengan menganggapnya sebagai suatu hal yang ganguan stress atau
depresi. Kajian hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat faktor adanya ketidak pedulian
orangtua dalam memberikan perlakuan yang tepat pada anak dengan tenang, lembut,teknik
memanjakan anak, dan berperilaku tegas bukan keras, reaksi anak dalam fase pertumbuhan dan
perkembangan akan memunculkan rasa melalui perilaku mengamuk, frustasi, takut, sedih, tekanan
bagi orang tua yang sesuai dengan regenerasi pada kematangan mental anak (Fehintola,2016 ;
Anjani,dkk,. 2019). Masa ini berlangsung pendek sehingga disebut sebagai masa kritis (Critical
Period) dan masa keemasan (Golden Age), perilaku anak akan sangat peka dan sensitif terhadap
berbagai rangsangan dan pengaruh dari luar. Pada masa tersebut fungsi organ dan syaraf pada otak
berkembang secara pesat sehingga anak harus distimulasi agar seluruh perkembangannya
berkembang secara optimal pada masa pertumbuhan dan perkembangan emosional dan kejiwaan
pada anak melalui perilaku sosial di lingkungan anak (Sudijono,2013; Susanto, 2017).
Perkembangan pada anak usia dini terdiri dari lima aspek yang harus dikembangkan, yaitu
nilai agama dan moral, bahasa, kognitif, sosial-emosional dan fisik motorik (Potter dan Perry,
2010). Faktor penyebab anak mengalami temper tantrum meliputi faktor fisiologis seperti rasa
lelah, lapar atau sakit. Sedangkan, faktor psikologis seperti anak mengalami kegagalan, dan
orangtua yang terlalu menuntut anak sesuai harapan orangtua. Serta adanya faktor orangtua dalam
pola asuh dan komunikasi dan faktor lingkungan pertumbuhan jiwa sosial anak dilingkungan luar
rumah (Hidayati & Janah, 2021). Komunikasi antara orang tua dengan anak merupakan suatu hal
yang sangat penting, dimana komunikasi sebagai alat atau sebagai media dalam meningkatkan
keharmonisan antar keluarga tanpa adanya tekanan negatif yang di sebut energi (Sari, dkk.,2019;
Nurfadilah, 2021).
Pola asuh merupakan cara keluarga membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan
nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat. Adapun bentuk perbedaan pola asuh
yang dapat diberikan kepada anak menurut Dinantia, 2014 mengemukan bentuk pola asuh
demokratis lebih mendukung perkembangananak terutama dalam hal kemandirian dantanggung
jawab. Sedangkan, bentuk pola asuh otoriter cenderung merugikan karena anak tidak mandiri,
kurang tanggung jawab, serta agresif. Serta bentuk pola asuh permisif yang mengakibatkan anak
kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar rumah. Pola asuh menjadi salah satu
stimulus pada perilaku emosional orang tua yang diterima oleh anak. Sehingga, dampak dari
temper tantrum terhadap kelangsungan hidup pada masalah tingkah laku menyimpang pada anak
seperti bertindak tanpa memikirkan tindakan itu sendiri, melawan orang tua dan aturan di rumah.
Meluapkan kemarahan dengan tindakan-tindakan yang berbahaya dan menimbulkan cedera.
Perwujudan tantrum pada anak yang dapat menimbulkan resiko cedera dapat berupa menjatuhkan
badan ke lantai, memukul kepala, atau melempar barang. Jika temper tantrum telah terlanjur
muncul dalam bentuk perilaku yang membahayakan dan berpotensi menimbulkan kerusakan.
Semakin besar anak, semakin kuat dan akan semakin sulit mengendalikan atau mencegah tingkah
laku yang tidak terkendali. Timbulnya emosi dapat mengarah pada kerusakan secara fisik ataupun
bentuk perilaku berbohong, menyalahkan orang lain, menutup diri, merebut milik orang lain secara
paksa (Zuhroh & Kamilah, 2021). Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh temper tantrum
terhadap perubahan psikis dan kematangan mental pada anak dan mengetahui bentuk pola asuh
orangtua terhadap perubahan psikis dan kematangan mental pada anak usia dini.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis riset kepustakaan (Library Research). Apa yang disebut
dengan riset kepustakaan atau sering juga disebut studi pustaka, ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah
bahan penelitian. Sedangkan, menurut Muhadjir, (1992) mengemukan tentang penelitian
kepustakaan yaitu penelitian yang lebih memerlukan olahan filosofis dan teoritis daripada uji
empiris dilapangan. Karena sifatnya yang teoritis dan filosofis , penelitian kepustakaan lebih sering
menggunakan pendekatan filosofis (Philosophical Approach) dibandingkan pendekatan yang lain.
Metode penelitian kepustakaan mencakup sumber data, pengumpulan data, dan analisis data. Dari
penjelasan di atas dapat dipahami bahwa penelitian kepustakaan tidak hanya kegiatan membaca
dan mencatat data-data yang telah dikumpulkan. Tetapi lebih dari itu, peneliti harus mampu
mengolah data yang telah terkumpul dengan tahap-tahap penelitian kepustakaan.
Hasil pengamatan pada perkembagan psikologi dalam segi emosional anak yang
mengalami temper tantrum adalah perilaku yang sering terjadi pada usia anak prasekolah ditandai
dengan luapan emosi dan perilaku yang berlebihan akibat kemarahan dan kondisi frustasi anak
dengan gejala klinis sikap keras kepala, menentang, membangkang, melawan, memberontak,
marah, berkata-kata kasar, menangis, menjerit, berteriak, berguling-guling, menendang,
membenturkan kepala ke tembok, menarik rambut, memukul, menendang, melempar barang, dan
membantingkan badan ke lantai sebagai akibat dari kesulitan dalam meregulasi emosi dan perilaku
sehingga mengakibatkan di stres pada orang tua dan lingkungan. Temper tantrum biasanya muncul
pada usia 2 hingga 3 tahun ketika anak membentuk Sense Of Self. Perilaku tantrum terjadi karena
anak belum mampu mengutarakan keinginan dan tujuan yang hendak dicapai karena
perkembangan kognitif yang belum matang. Anak usia prasekolah dengan energi tinggi
meluapkan kekesalan dengan perilaku tantrum.
membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan Hurlock (2010:93). Metode ini
lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin dari pada aspek hukumannya. Pada pola asuh ini
menggunakan hukuman dan penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan.
Hukuman tidak pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan. Hukuman hanya
digunakan bila terdapat bukti bahwa anak secara sadar menolak. Bila perilaku anak memenuhi
standar yang diharapkan, orang tua yang demokratis akan menghargainya dengan pujian atau
persetujuan orang lain. Dengan cara demokratis ini pada anak akan tumbuh rasa tanggung jawab
untuk memperlihatkan sesuatu tingkah laku yang memupuk rasa percaya dirinya. Anak akan
mampu bertindak sesuai norma dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Gunarsa, 2008:84).
Dapat disimpulkan efek dari pola asuh demokratis dapat membuat anak memiliki rasa percaya diri,
mudah bergaul dengan teman sebaya dan mempertahankan hubungan ramah antar teman sebaya,
mampu mengendalikan diri dengan baik, berprestasi, menjadi pribadi yang tanggung jawab dan
dapat mengatasi stress dengan baik.
Tantrum memiliki pengaruh negatif namun meskipun memiliki banyak pengaruh negatif
tantrum juga mempunyai pengaruh positif pada psikologi anak. Pengaruh negatif tantrum pada
psikis anak meliputi (1) Dapat menimbulkan frustasi dan kadang-kadang pengalaman memalukan
bagi guru, orangtua atau pengasuh (Ramadia, 2018), (2) Anak-anak sulit mengendalikan emosi
mudah kehilangan kontrol dan menjadi lebih agresif, (3) Anak akan terbiasa menggunakan cara
tantrum untuk meluapkan kemarahan dan rasa frustasinya. (4) Anak akan belajar bahwa dia dapat
mengontrol orang tua dan orang dewasa disekitarnya (Waviroh dan Aflahani,2021). Sedangkan,
Pengaruh positif temper tantrum pada kejiwaan anak meliputi (1) Anak memiliki keingin
menunjukkan independensinya (kemandiriannya), (2) Anak mulai mengekspresikan
individualitasnya dalam mengemukakan pendapat, (3) Anak dapat mengeluarkan rasa marah dan
frustasi, (4) anak dapat memberitahu kepada orang tua atau orang dewasa lainnya bahwa dirinya
merasa lelah, sakit dan bingung (Idhayanti, dkk,.2022). Meskipun tantrum memiliki pengaruh
positif tetap saja temper tantrum tidak dapat didukung maupun disemangati. Bila orang tua
bertindak keliru dalam mengatasi tantrum akan berakibat fatal dalam perubahan perilaku seperti
reaksi yang wajar terhadap emosi - emosi yang normal, misalnya, marah, frustrasi, takut, dan kesal.
Cara mengatasi temper tantrum pada anak menurut Fetsch et al. (2013) meliputi Pertama,
belajar mengendalikan kemarahan sendiri dan orang lain. Orang tua sering melakukan kesalahan
dengan cara bereaksi negatif dalam upaya berusaha mendisiplinkan anak dengan amarah yang
hebat, kata-kata kasar, memberi stigma negatif, dan memukul anak. Orang tua harus berlatih untuk
merasa tenang, berupaya memahami kondisi anak, serta melakukan manajemen dalam mengelola
kemarahan dan konflik dengan cara adaptif sehingga anak akan menjadi tenang karena orang tua
memahami dan memenuhi kebutuhan anak. Kedua, Mengalihkan perhatian atau mengarahkan
anak. Ketika seorang anak tidak berperilaku baik, orang tua yang tenang dapat mengarahkan anak.
Ketiga, Singkat dan jelas dalam mendisiplinkan anak. Satu teknik yang dapat dilakukan orang tua
adalah dengan mengangkat dan memindahkan anak dari ruangan segera dan mengisolasinya
selama dua hingga lima menit. Hal ini juga dapat memberikan waktu bagi orang tua dalam
mengontrol emosi. Keempat, Menemukan penyebab munculnya amarah atau temper tantrum pada
anak. Alasan seorang anak memiliki temper tantrum bervariasi, antara lain ingin mendapatkan
perhatian, ingin didengarkan, protes karena hal-hal terjadi tidak sesuai dengan keinginan mereka,
menghindari kegiatan yang tidak ingin mereka lakukan, menghukum orang tua karena telah
meninggalkan, untuk mendapatkan kekuatan, untuk balas dendam, atau sebagai pelampiasan atas
ketakutan akan diabaikan. Biarkan anak tahu bahwa perilaku tersebut tidak dapat diterima dan
bicaralah dengan lembut. Kelima, Menghindari tindakan mempermalukan anak tentang
amarahnya. Beberapa studi mengatakan bahwa tindakan orang tua yang mempermalukan anak
mengenai kemarahannya dapat berdampak negatif terhadap keinginan anak untuk melepaskan
tekanan kepada orang lain.
Keenam, mengajari anak tentang tingkatan intensitas amarah. Dengan menggunakan kata-
kata yang berbeda dalam mendeskripsikan intensitas perasaan marah, misalnya terganggu, jengkel,
dongkol, frustrasi, marah, geram, dan marah sekali. Anak usia 2,5 tahun dapat belajar untuk
memahami bahwa amarah adalah emosi yang kompleks dengan tingkatan energi yang berbeda-
beda. Ketujuh, menetapkan batas yang jelas dan harapan tinggi untuk mengatasi kemarahan anak
yang sesuai dengan usia, kemampuan, dan temperamen anak. Kedelapan, memperhatikan,
memuji, dan memberikan penghargaan atas perilaku yang sesuai. Mengajari anak untuk
melakukan hal-hal yang benar lebih baik daripada terus-menerus menghukum perilaku buruk.
Kesembilan, menjaga komunikasi yang terbuka dengan anak. Secara konsisten dan tegas, orang
tua harus menjalankan peraturan dan menjelaskan kenapa aturan itu dibuat. Penjelasan dilakukan
dalam kata-kata sederhana yang dimengerti anak. Namun, orang tua masih harus mendengarkan
keluh kesah anak seperti harus mengikuti ujian nasional atau harus imunisasi. Kesepuluh,
mengajarkan pengertian dan empati dengan cara menyadarkan anak mengenai efek tindakannya
pada orang lain. Orang tua harus mengajak anak untuk melihat situasi dari sudut pandang orang
lain. Anak yang normal merasa sedih waktu perbuatannya menyakiti orang lain. Disiplin otoriter
membantu anak untuk mengembangkan moral kompas. Ingat, bahwa pada anak, sedikit rasa
bersalah akan selalu teringat (Fitriyah, dkk,. 2019).
Menurut Carr (2004), cara menangani tantrum pada anak bagi guru meliputi (1)
Ignore/tidak mempedulikan, teknik ignoring cukup efektif dalam mengatasi perilaku mencari
perhatian. Teknik ignoring dipadukan dengan modifikasi perilaku anak dapat membantu
menghilangkan atau mengurangi perilaku negatif anak seperti marah, berteriak, berkata-kata kasar,
dan perilaku positif seperti berbicara dengan sopan, mengucapkan salam, hormat kepada orang
tua, serta patuh pada orang tua dan guru. (2) Redirecting/mengarahkan, redirecting atau
mengarahkan harus dilakukan tanpa menarik perhatian anak. Guru dapat bergerak lebih dekat pada
anak, membuat kontak mata, dan mengisyaratkan pada anak untuk berbuat yang sepantasnya. (3)
Consequences/ konsekuensi, bila anak terus menerus berbuat demikian, harus ada konsekuensi
yang didapat anak tersebut. Konsekuensi tersebut harus adil, cepat, dapat diimplementasikan, dan
pantas. Konsekuensi tidak boleh mempermalukan atau dapat mencelakai anak baik secara fisik
maupun mental. Konsekuensi dapat berupa dipindah di kelas, kehilangan hak, atau tetap tinggal
selama istirahat untuk membersihkan kelas dan menyelesaikan tugas. (4) Time Out menjadi
alternatif terapi pada anak yang berperilaku negatif yaitu berteriak-teriak, mengganggu, melawan,
dan tidak mematuhi perintah. Time out oleh orang tua dan guru dapat dilakukan sebagai metode
terapi perilaku efektif dengan efek jera untuk perilaku negatif anak apabila dilakukan dengan
konsisten dan berkesinambungan sesuai usia anak. Tujuan melakukan time out adalah melatih
kedisiplinan anak dan menghilangkan perilaku negatif anak serta menimbulkan perilaku positif
sehingga anak dapat berkembang menjadi anak yang dapat diterima oleh keluarga, teman, dan
lingkungan. (5) exiting/mengeluarkan anak dari kelas, metode ini dapat menjadi alternatif untuk
anak yang mengganggu kelancaran proses belajar mengajar di kelas.
Terapi ini bertujuan agar supaya anak menyadari kesalahannya dan tidak mengulangi lagi
perilaku negatifnya dan memunculkan perilaku positif berupa empati kepada teman atau
menghormati guru sehingga meningkatkan self-esteem dan prestasi anak (Fitriyah, dkk,. 2019).
Adapun faktor munculnya tantrum pada anak meliputi (1) Faktor fisiologis yaitu lapar, haus, lelah
dan sakit. (2) Faktor psikologis yaitu ketika anak merasa mengalami kegagalan dan tekanan akibat
tekanan dari orang tua yang selalu menuntut anak agar sesuai dengan harapan mereka. Faktor
orang tua seperti: Pola Asuh orang tua. Tantrum memiliki pengaruh negatif namun meskipun
memiliki banyak pengaruh negatif tantrum juga mempunyai pengaruh positif pada psikologi anak.
Meskipun tantrum memiliki pengaruh positif tetap saja temper tantrum tidak dapat didukung
maupun disemangati.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian studi kepustakaan (Library Research) dapat disimpulkan bahwa pengaruh
temper tantrum terhadap psikologi anak meliputi belajar mengendalikan kemarahan sendiri dan
orang lain, mengalihkan perhatian atau mengarahkan anak, singkat dan jelas dalam mendisiplinkan
anak, menemukan penyebab munculnya amarah atau temper tantrum pada anak, menghindari
tindakan mempermalukan anak tentang amarahnya, mengajari anak tentang tingkatan intensitas
amarah, menetapkan batas yang jelas dan harapan tinggi untuk mengatasi kemarahan anak yang
sesuai dengan usia, kemampuan, dan temperamen anak, memperhatikan, memuji, dan memberikan
penghargaan atas perilaku yang sesuai, menjaga komunikasi yang terbuka dengan anak,
mengajarkan pengertian dan empati dengan cara menyadarkan anak mengenai efek tindakannya
pada orang lain. Pembelajaran dalam memberikan penanganan anak tantrum secara teknik,
meliputi ignore/tidak mempedulikan, redirecting/mengarahkan, consequences/ konsekuensi, time
out, exiting/mengeluarkan anak dari kelas. Saran penelitian tugas orangtua dapat memahami dan
memperlajari teknik dalam mengatasi anak temper tantrum. Jika terlalu lama dampak akan
mempengaruhi pada kondisi kejiwaan anak yang mengarah pada pola ekspresi yang berlebih
melalui tantrum menandakan pola kinerja otak anak dalam bentuk tekanan aktif.
DAFTAR RUJUKAN
Alini, A., & Jannah, W. (2019). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kejadian Temper
Tantrum Pada Anak Usia Prasekolah di Kelompok Bermain Permata. Universitas
Pahlawan Tuanku Tambusai. Jurnal Ners, Vol.3(02) , (Online) https://journal.univ
ersitaspahlawan.ac.id/index.php/ners/article/view/395
Anjani, D., Fadhila, M., & Primasari, W. (2019). Strategi Komunikasi Pendidik Dalam
Menghadapi Temper Tantrum Anak Berkebutuhan Khusus. Universitas Islam 45 Bekasi.
Makna: Jurnal Kajian Komunikasi, Bahasa dan Budaya, 5(2), 1-16. (Online)
https://jurnal.unismabekasi.ac.id/index.php/makna/article/view/1804/1520
Carr,A. (2004). Positif Psychology; The Science of Happiness and Human Strengs. New York :
Brunner Routledge
Dinantia, F. Indriati, G. Nauli, F.A. (2014). Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Frekuensi dan
Intensistas Perilaku Temper Tantrum Pada Anak Toddler. Universitas Riau. Jom PSIK
UNRI. Vol 1, No 2. (Online) https://www.neliti.com/id/publications/188568/hubungan-
pola-asuh-orang-tua-dengan-frekuensi-dan-intensitas-perilaku-temper-tan
Fehintola,J. (2016). Assesment of Parental Style, Family Structure and Personality Type on
Temper Tantrum Among Adolescents in Ibadan Metropolis, Oyo State. University of
Ibadan. Internasional Journal of Innovative Education Research, 4(2), 15-20.
https://seahipaj.org/journals-ci/june-2016/IJIER-J-2-2016.pdf
Fithriyah, Izzatul. 2019. Temper Tantrum Pada Anak Prasekolah. Surabaya:Airlangga University
Press
Fetsch, C.R. & Dengelis,G.C. (2013). Bridging the GAP Between Theories of Sensory Cue
Intergration and The Physiology of Multisensory Neurons. Nature Reviews
Neuroscience, 14(6) : 429-442. (Online) https://www.researchgate.net/publication
/236920575_Bridging_the_gap_between_theories_of_sensory_cue_integration_and_the
_physiology_of_multisensory_neurons
Gasril, P., & Yarnita, Y. (2021). Deskripsi Pola Asuh Orang Tua Yang Menyebabkan Temper
Tantrum Di Taman Kanak-Kanak Pembina Kota Pekanbaru. Universitas
Muhammadiyah Riau. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 21(1), 18-20. (Online)
http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/view/1300/790
Gunarsa, Singgih D. (2008). Psikologi Anak dan Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Hidayati, BMR, & Janah, R. (2021). Tipe Pola Asuh Orang tua Dengan Anak Temper Tantrum Di
Di SDI Al-Huda Kota Kediri. Institut Agama Islam Tribakti Kediri. Jurnal Humaniora
dan Ilmu Sosial Indonesia , Vol 2(1). (Online) https://ejournal.iai-tribakti.ac.id/index.php
/IJHSS/article/view/1878
Hurlock, E. (2010). Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga
Hurlock, E. (2011). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
Jakarta : Erlangga.
Idhayanti, I.R. dkk,.(2022). Cegah Tantrum Pada Anak Melalui Pendampingan Ibu Balita.
Poltekes Kemenkes Semarang. Jurnal Link. Vol. 18 (1). (Online) https://ejournal
.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/link/article/view/8050
Jiu, C. K., dkk,.(2021). Perilaku Tantrum pada Anak Usia Dini di Sekolah. STIK Muhammadiyah
Pontianak. Jurnal Pelita PAUD, 5(2), 262-267.(Online) http://jurnal.upmk.ac.id/index
.php/pelitapaud/article/view/1317
Muhadjir,N. dkk,. (1992). Metodologi Penelitian Kualitatif : Telaah Positivitik Rasionalistik
Phonemenologik Realisme Metaphisik. Yogyakarta : Rake Sarasin
Nurfadilah, M. F. I. (2021). Modifikasi Perilaku Anak Usia Dini untuk Mengatasi Temper Tantrum
pada Anak. Universitas Sebelas Maret Semarang. Jurnal Pendidikan Anak, 10(1), 69-76.
(Online) https://journal.uny.ac.id/index.php/jpa/article/view/28831
Potter & Perry. (2010). Fundamental of Nursing : Consep, Proses and Praktice. Edisi 7. Vol 3.
Jakarta : EDC
Ramadia, Arya. 2018. Hubungan Pola Asuh Orang Dengan Temper Tantrum Pada Anak Usia
Balita Di PAUD Kota Bukit Tinggi. Menara Ilmu. Jil. 12 (07)
Sari, E., Rusana, R., & Ariani, I. (2019). Faktor pekerjaan, pola asuh dan komunikasi orang tua
terhadap temper tantrum anak usia prasekolah. STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah
Cilacap. Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, 2(2), 50. (Online) https://journal.ppnijateng.org
/index.php/jika/article/view/332/pdf
Setyawan, D. A.(2019). Peran Konselor dalam Menghadapi Perilaku Temper Tantrum. Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus. Konseling Edukasi : Journal of Guidance and
Counseling. Vol. 3(1). (Online) https://journal.iainkudus.ac.id /index.php/Konseling _
Edukasi/ article/view/5580
Soetjiningsih. (2012). Perkembangan Anak dan Permasalahan dalam Buku Ajar 1 Ilmu
Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : Sugungseto
Sudijono, A. (2013). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Susanto. A. (2017). Pendidikan Anak Usia Dini teori & konsep. Jakarta : Bumi Aksara.
Waviroh, N. Aflahani,E. & Purnomo, A. (2021). Keefektifan Dalam Penerapan Reinforcement
Negatif Untuk Anak Tantrum. TK Pertiwi 02 Dongos. Jurnal Lentera Anak : Jurnal
Pendidikan dan Perkembangan Anak Usia Dini. Vol.2(1), (Online) https://ejournal
.unisnu.ac.id/jla/article/view/3107/1830
Zuhroh, D. F., & Kamilah, K. (2021). Hubungan Karakteristik Anak dan Ibu Dengan Kejadian
Temper Tantrum Pada Anak Usia Pra Sekolah. Universitas Muhammadiyah Gresik.
Indonesian Journal of Professional Nursing (IJPN), 1(2), 24-33. (Online)
http://journal.umg.ac.id/index.php/ijpn/article/view/2310